Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PERCOBAAN IV

PEMERIKSAAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK SEBAGAI


KUERSETIN DAN PENENTUAN KADAR KUERSETIN

NAMA

: Wahyu Ashri Aditya

NPM

: 260110150100

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM

: Senin, 9 November 2016

ASISTEN LABORATORIUM

: 1. Yulina Saragih
2. Femmi Anwar

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016

Pemeriksaan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Sebagai Kuersetin dan


Penentuan Kadar Kuersetin

I.

Tujuan
Melakukan pemeriksaan parameter spesifik ekstrak dengan :
1. Menentukan kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dengan
metode kolorimetri aluminium klorida.
2. Melihat adanya kandungan kuersetin dalam ekstrak dengan metode
KLT.

II.

Prinsip
1. Parameter spesifik
Parameter spesifik termasuk senyawa identitas ekstrak, senyawa terlarut
dalam pelarut tertentu, penetapan kadar fenolat total, penetapan kadar
flavonoid total dan penetapan kadar chemical marker (Saifudin, et al.,
2011).
2. Flavonoid
Zat aktif yang terdapat pada tumbuhan yang mempunyai struktur kimia
C6-C3-C6 yang tiap bagian C6 merupakan rantai alifatik (Rompas, et
al., 2014).
3. Metode Kolorimetri Aluminium Klorida
Prinsip dari metode ini yaitu terjadinya pembentukan kompleks antara
aluminium klorida dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi
pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga golongan flavon dan flavonol
(Azizah, et al., 2014).
4. Spektrofotometri
Pengukuran absorpsi energi cahaya oleh molekul pada suatu panjang
gelombang tertentu untuk tujuan analisa kualitatif dan kuantitatif
(Rohman, 2007).
5. KLT

Metode pemisaha yang dapat digunakan untuk memisahkan senyawa


campuran menjadi komponen tunggal (Normansyah, etal., 2013).
III.

Reaksi

(Azizah, et al., 2014).


IV.

Teori Dasar
Flavonoid memilki beberapa aktivitas seperti antioksidan, antibakteri,
antivirus, anti radang, anti alergi dan yang terakhir adalah berupa anti kanker.
Efek antioksidan ini ada disebabkan oleh adanya penangkapan radikal bebas
melewati atom hidrogen dan gugus hidroksil pada flavonoid. Ada beberapa
penyakit yang telah diketahui, contohnya adalah antisklerosis, kanker dan
penurunan kekebalan tubu/daya tahan tubuh telah diketahui disebabkan oleh
radikal bebas yang ada di dalam tubuh manusia (Miller, 1996).
Flavonoid merupakan derivat dari senyawa fenol. Secara umum, flavonoid
merupakan senyawa dengan 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi
C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang
dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Gugus hidroksil (-OH) hampir
selalu terdapat dalam flavonoid, khususnya pada cincin B di posisi 3 dan 4,
cincin A pada posisi 5 dan 7, atau cincin C pada posisi 3. Gugus hidroksil ini
merupakan tempat menempelnya berbagai gula yang dapat meningkatkan
kelarutan flavonoid dalam air. Sebagian besar flavonoid disimpan dalam
vakuola tengah, walaupun disintesis di luar vakuola (Salisbury, 1995).

Berdasarkan strukturnya, (Markham, 1988) menggolongkan flavonoid


dalam enam kelompok antara lain aglikon (flavonoid tanpa gula terikat),
flavonoid-Cglikosida (flavonoid yang terikat gula pada inti benzena),
flavonoid-O-glikosida (flavonoid yang terikat gula pada gugus hidroksilnya),
biflavonoid (flavonoid biner), flavonoid sulfat (flavonoid yang berikatan
dengan satu atau lebih gugus sulfat), dan aglikon yang bersifat optis aktif.
Sedangkan menurut fungsi fisiologisnya (Taiz dan Zeiger, 2008) flavonoid
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu antosianin (flavonoid yang berperan sebagai
pigmen warna), flavonol dan flavon (perlindungan terhadap radiasi UV berlebih
dan sebagai sinyal biologis), dan isoflavon (flavonoid biner yang banyak
berperan sebagai senyawa pertahanan). Walaupun terlihat beragam, namun
golongan flavonoid disintesis oleh prekursor yang sama (fenilalanin, yang
merupakan asam amino aromatik) melalui jalur biosintesis asam sikimat yang
khas hanya terdapat pada tumbuhan (Taiz dan Zeiger, 2008).
Mutu pada suatu simplisia dan ekstrak memiliki kaitan dengan kandungan
metabolit sekunder yang ada di dalam tanaman. Metabolit sekunder ini
merupakan senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer yag bukan
merupakan senyawa penentu keangsungan hidup secara langsung tetapi lebih
ke hasil mekanisme pertahanan diri si organisme. Umumnya dihasilkan
tumbuhan tingkat tinggi, kadar metabolit sekunder mempunyai pernan penting
karena perbedaan kandungan senyawa secara teoritis akan menghasilkan
aktivitas farmakologi yang berbeda di tiap ekstrak (Lisdawati, 2008).
Flavonoid merupakan salah satu senyawa aktif pada tanaman yang dapat
dimanfaatkan sebagai anti bakteri. Struktur flavonoid memiliki hubungan
dengan aktivitasnya sebagai antibakteri (Gunawan, et al., 2016).
Kromatografi adalah teknik pemisahan dan pemurnian komponen dari
campurannya yang umum (Harborne, 1987). Teknik kromatografi merupakan
teknik pemisahan suatu campuran yang berdasarkan kepada kesetimbangan
fase, yaitu fase diam dan fase bergerak. Fase diam merupakan lapisan cairan

pelarut (pengembang) yang teradsorpsi pada permukaan kertas, sedangkan fase


bergerak merupakan bagian pelarut (pengembang, eluen) yang berfungsi
menggerakkan komponen (Darusman, 2002). Teknik ini didasarkan pada
perbedaan kecepatan migrasi senyawa saat diberi eluen tertentu. Secara umum,
ada beberapa macam teknik kromatografi, yaitu kromatografi kertas (KK),
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, kromatografi gas, dan
kromatografi kinerja tinggi (KKT).
Spektrofotometri memiliki keuntungan, dapat digunakan unutk analisis
suatu zat dalam jumlah kecil. Metode ini berdasar pada serapan sinar
monokromatis oleh suatu jalur larutan berwarna pada panjang gelombang
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma dengan tabung foton
hampa (Harini, et al., 2012).
V.

Alat dan Bahan


5.1.Alat
1. Chamber

6. Penangas Air

2. Gelas Ukur

7. Pipet

3. Kuvet

8. Pipet Mikro

4. Labu Ukur

9. Spektrofotometri UV-Vis

5. Magnetic Stirer
5.2. Bahan

VI.

1. Aluminium Klorida

5. Kertas Saring

2. Aquades

6. Lar. Kuersetin

3. Asam Asetat Etanol 95%

7. N-Butanol

4. Kalium Asetat

8. Plat KLT

Data Pengamatan
6.1 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak

No.

Prosedur

Hasil

1.

Diambil 1 gr ekstrak

Didapat ekstrak dalam cawan.

2.

Dilarutkan dalam 25 ml etanol

Didapat ekstrak larut etanol.

95%
3.

Diaduk dengan alat pengaduk

Didapat filtrate ekstrak.

pada kecepatan 200 rpm


selama 3 jam
4.

Filtrate yang diperoleh disaring


dan ditambahkan etanol 95%
hingga 25 ml

Didapat filtrate dengan etanol sebanyak


25 ml.

6.2 Pembuatan Kurva Baku


No.
1.

Prosedur

Hasil

Dibuat serangkaian kuersetin

Didapat kuersetin dengan konsentrasi 40,

dalam etanol dengan variasi

60, 80, 100 dan 120 g/ml.

konsentrasi 40, 60, 80, 100 dan


120 g/ml
2.

Diambil 0,5 ml dari masingmasing larutan dicampur


dengan 1.5 ml etanol 95%, 0.1
AlCl3 10%, 0.1 ml kalium
asetat dan 2.8 ml aquades

Didapatkan larutan sampel.

3.

Diinkubasi pada suhu kamar


selama 30 menit

Didapatkan sampel yang diinkubasi.


4.

Diukur serapannya dengan

Didapatkan serapan dengan

spektrofotometer UV-Vis pada

spektrofotometer U3V-Vis.

panjang gelombang maksimum


438 nm
5.

Membuat kurva baku strandar.

Didapatkan persamaan y = 5,1995 x 10-3


+ (-0.01879).

6.3 Penentuan jumlah flavonoid dan larutan uji ekstrak


NO
1.

Prosedur

Hasil

Sejumlah 0,5 ml ekstrak etanol sampel

Didapatkan sampel
0,5ml

2.

Dicampur sampel dengan 1,5 ml etanol


95%, 0,1 ml almunium klorida 10%; 0,1 ml
kalium asetat 1M dan 2,8 ml aquadest

Didapatkan campuran
sampel

3.

Diinkubasi pada suhu kamar selama 30


menit

Didapatkan sampel yang


telah diinkubasi
4.

Diukur serapannya dengan

Didapatkan nilai serapan

spektrofotometri UV-VIS pada panjang

sampel 0,3628

gelombang maksimum yaitu 438 nm


5.

Dihitung jumlah flavonoid dengan metode


kalorimetri AlCl3 dihitung dengan
persamaan
F=

Didapatkan
F= 18,347 %

106

6.4 Pengujian kualitatif kandungan kuersetin dalam ekstrak


NO

Prosedur

1.

Ditotolkan laruutan ekstrak dan baku

Hasil

kuersetin masing-masing 1 cm diatas plat


KLT

Didapatkan plot KLT


yang telah diberi spot
ekstrak dan larutan baku
kuersetin

2.

Dikembangkan plat dalam chamber yang


mengandung 200ml campuran n-butanol,
asam asetat dan air (4:1:5)

Eluen telah
mengembang, fase gerak
naik
3.

Setelah dikembangkan, plat dikeingkan dan


dilihat dibawah spektrofotometri UV-VIS

Didapatkan plat kering


dan terlihat spot ekstrak
4.

Dihitung Rf sampel dan dibandingkan

Didapatkan nilai Rf

dengan Rf standar

sampel : 0,9375

Perhitungan
-

Pembuatan AlCl3 10% = 0.5 gram dalam 5 ml

Pembuatan Kalium Asetat 1M (5 ml)

M =

1000

1 = 90.15

1000
9

Konsentrasi
(ppm)

gr = 0,49 gram

Absorbansi

20

0,8954

40

0,1832

60

0,2573

80

0,4461

100

0,4839

Perhitungan Kadar Flavonoid


F=

73,389 25 100 0.000001


1

100%

F = 18,347%
-

Perhitungan nilai Rf
Rf baku =

7,5
8

Rf sampel =
VII.

= 0,9375

7,5
8

= 0,9375

Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan kadar flavonoid total ekstrak
sebagai kuersetin dan penentuan kadar kuersetin. Flavonoid merupakan salah
satu dari kandungan metabolit sekunder yang senyawa tersebut hampir
terkandung di semua tumbuhan. Flavonoid juga merupakan metabolit sekunder
yang memiliki banyak khasiat atau fungsi yaitu sebagai antioksidan yang dapat
menangkap atau mengikat radikal bebas yang ada pada lingkungan karena
mengandung gugus hidroksil yang mampu menjadi donor hidrogen pada radikal
bebas. Kuersetin merupakan flavonoid yang dapat ditemui di dalam berbagai
buah, sayur dan daun. Senyawa ini juga dapat digunakan sebagai bahan
tambahan di dalam suplemen minuman ataupun makanan.
Dalam hal ini, ekstrak yang digunakan ialah ekstrak Guazumae folium atau
ektstrak daun jati belanda. Pertama, dibuat terlebih dahulu larutan uji ekstrak.
Lalu dibuat baku kuersetin dalam berbagai konsentrasi. Hal ini bertujuan untuk
mendapatkan grafik yang nantinya akan ditentukan persamaan regresi.
Persamaan regresi dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi. Prinsip
percobaan ini adalah Hukum Lambert Beer di mana Absorbansi berbanding

lurus dengan Konsentrasi. Metode yang digunakan adalah metode dengan


menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Prinsip spektrofotometri adalah
semakin tinggi energi yang dibutuhkan untuk memecahkan ikatan senyawa,
semakin

rendah

panjang

gelombang

yang

dibutuhkan.

Pengukuran

dilangsungkan pada range sinar UV (180-380 nm). Suatu senyawa dapat


dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis jika mempunyai kromofor pada
strukturnya, seperti:
1.

Ikatan rangkap terkonjugasi: Dua ikatan rangkap terkonjugasi


memberikan suatu kromofor, seperti dalam butadien akan
mengabsorbsi pada 217nm. Panjang gelombang serapan maksimum
(lmax) dan koefisien ekstingsi molar (e) akan bertambah dengan
bertambahnya jumlah ikatan rangkap terkonjugasi.

2.

Senyawa aromatik: cincin aromatik mengabsorbsi dalam daerah


radiasi UV. Misal : benzen menunjukkan serapan pada panjang
gelombang sekitar 255nm, begitu juga asam asetil salisilat.

3.

Gugus karbonil: pada gugus karbonil aldehida dan keton dapat


dieksitasi baik dengan peralihan np* atau pp*.

4.

Auksokrom: gugus auksokrom mempunyai pasangan elektron


bebas, yang disebabkan oleh terjadinya mesomeri kromofor. Yang
termasuk dalam gugus auksokrom ini adalah substituen seperti
OH, -NH2, -NHR, dan NR2. Gugus ini akan memperlebar sistem
kromofor dan menggeser absorbsi maksimum (lmax) ke arah l yang
lebih panjang

5.

Gugus aromatik: adalah yang mempunyai transisi elektron


npseperti nitrat (313 nm), karbonat (217 nm), nitrit (360 dan 280
nm), azida (230 nm) dan tritiokarbonat (500 nm).

Absorbansi maksimum berlangsung pada panjang gelombang 438 nm.


Absorbansi maksimum digunakan untuk meminimalisir kesalahan pengujian,
karena absorbansi maksimum untuk setiap senyawa berbeda (ciri khas).
Prosedur yang pertama dilakukan adalah pembuatan larutan uji dari ekstrak
tersebut. Ekstrak tersebut dilarutkan dalam etanol dan diaduk dengan kecepatan

200 rpm selama 3 jam lalu ditambah etanol lagi, diaduk selama 3 jam agar
didapatkan pelarutan yang berlangsung secara sempurna.
Prosedur selanjutnya adalah pembuatan kurva baku dengan menggunakan
kuersetin yang dibuat dengan berbagai pengenceran

dengan penambahan

etanol, Aluminium Klorida, Kalium Asetat dan aquadest. Etanol digunakan


untuk mengencerkan sampel dengan konsentrasi yang berbeda-beda, lalu ada
aluminium klorida, senyawa ini ditambahkan ke zat uji untuk membentuk
kompleks dengan gugus keto pada C4 dan gugus hidroksil pada C3 atau C5,
lalu Kalium Asetat digunakan untuk mendeteksi adanya 7-hidroksil dan
aquades hanya untuk menambahkan ataupun melarutkan.
Pada pembuatan kurva baku/penentuan kadar flavonoid digunakan sebuah
alat yaitu spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri UV-Vis merupakan
metode yang dilakukan dengan pengukuran dari energi cahaya oleh suatu sistem
pada panjang gelombang. Pengukuran dari absorbansi dilakukan pertama
dengan menentukan nilai pengukuran maksimum dari sampel tersebut dan
didapatkan panjang gelombang maksimum yaitu 438nm, penentuan panjang
gelombang maksimum ini perlu dilakukan karena akan memiliki kepekaan yang
maksimal

sehingga

dapat

memenuhi

hukum

Lambert-Beer.

Pada

spektrofotometri ada 2 sinar, yaitu sinar UV dan sinar Visible, untuk sinar UV
memiliki panjang gelombang 200-400 nm sedangkan untuk sinar Visible
memiliki panjang gelombang 400-800 nm. Kemampuan menyerap cahaya dari
suatu gugus kromofor dapat meningkat apabila gugus kromofor tersebut terikat
pada gugus auksokrom. Energi yang timbul saat terjadi eksitasi elektron
merupakan dasar pengukuran dari uji spektrofotometri, Warna yang tampak
pada suatu senyawa merupakan warna komplementer dari cahaya yang diserap
oleh senyawa tersebut. Sebagai contoh, warna kuning terbentuk ketika terjadi
suatu senyawa menyerap cahaya pada rentang panjang gelombang 420-430 nm.
Panjang gelombang 420-430 nm sendiri akan tampak sebagai warna ungu nila.
Dilakukan proses penentuan kurva baku dan dilihat absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer. Absorbansi ini dilakukan dengan adanya
larutan blanko yang isinya hanyalah reagen-reagen yang digunakan tanpa

sampel. Larutan ini digunakan sebagai pengkalibrasi alat tersebut. Hasil dari
absorbansi tiap konsentrasi adalah:
Konsentrasi
(ppm)

Absorbansi

20

0,8954

40

0,1832

60

0,2573

80

0,4461

100

0,4839

Koefisien Determinasi (R2) merupakan sebuah nilai untuk menunjukkan


linearitas yang digunakan dalam metode ini. Nilai dari koefisien determinasi
yang baik adalah yang nilainya mendekati 1 atau R2 > 0.99. Sedangkan untuk
persamaan regresi linier yang didapatkan adalah y = 5,1995 x 10-3 + (-0.01879),
persamaan ini digunakan untuk mendapatkan nilai konsentrasi dari sampel
yang akan diuji serta nilai R2 yang didapat adalah 0,9633. Hal ini menandakan
bahwa larutan uji ekstrak belum memenuhi standar yaitu regresi linier yang
baik yaitu tidak boleh kurang dari 0,99.Nilai r yang mendekati 1 menunjukkan
kurva kalibrasi linier dan terdapat hubungan antara konsentrasi larutan
quersetin dengan nilai serapan.
Setelah didapatkan kurva baku, langsung melakukan untuk prosedur
penentuan jumlah flavonoid dari larutan uji ekstrak. Prosedurnya sama seperti
untuk menentukan kurva baku, tetapi pada zat ujinya dimasukkan sampel yang
akan diuji yaitu ekstrak daun salam, dan ditambah reagen-reagen yang
digunakan. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 438 nm, dan
didapatkan nilai absorbansi 0.8954, 0.1832, 0.2573, 0.4461 dan 0.483. Setelah
didapatkan nilai rata-rata absorbansi lalu dihitung konsentrasi dengan
persamaan regresi linier yang sudah didapat yaitu y = 5,1995 x 10-3 + (-0.01879)
dan didapatkan konsentrasinya sebesar 73,389. Setelah itu dihitung kadar
flavonoid yang terdapat di dalam sampel tersebut dengan rumus:

F1 =

0.000001

100%

Keterangan:
F1 = Jumlah Flavonoid dengan metode Aluminium Klorida
C = Kesetaraan Kuersetin (g/ml)
V = Volume total ekstrak etanol (ml)
F = Faktor Pengenceran
m = Berat Sampel
Dari semua nilai yang ada dan dimasukkan ke dalam rumus:
F=

73,389 25 100 0.000001


1

100%

F = 18,347%
Maka didapatkan kadar flavonoid dalam ekstrak adalah sebesar 18,347%.
Jika dilihat kesesuaian kadar flavonoid di dalam ekstrak jati belanda adalah
tidak kurang dari 3.2%, maka dari hasil yang didapat, ekstrak yang dibuat
memenuhi persyaratan kadar flavonoid yang sesuai.
Prosedur yang terakhir adalah pengujian kualitatif kandungan kuersetin di
dalam ekstrak dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Kromatografi
lapis tipis merupakan metode pemisahan yang digunakan untuk memisahkan
suatu senyawa dari yang awalnya senyawa campuran menjadi komponen
tunggal yang diinginkan. Pada metode ini biasanya terdapat 2 fase, yaitu fase
gerak dan fase diam. Fase gerak yaitu fase yang membawa sampel untuk
melewati fase diamnya, sedangkan fase diamnya berinteraksi dengan sampel
berdasarkan sifat polaritas atau like dissolve like. Fase gerak yang digunakan
yaitu n-butanol, asam asetat dan air, sedangkan untuk fase diam adalah silika
gel. Awalnya fase gerak perlu dikembangkan di dalam chamber hingga
mencapai titik jenuh, pada saat sudah mencapai titik jenuh biasanya diikuti
dengan suasana/suhu di dalam chamber tersebut lebih hangat dari sebelumya.

Proses penjenuhan dilakukan agar proses eluidasi berjalan maksimal. Silika gel
yang sudah ditotolkan sampel dan blanko dimasukkan ke dalam chamber
hingga eluennya naik pada batas di silika gel tersebut.
Hasil yang sesuai adalah apabila titik atau spot yang diamati antar blanko
dan sampel berada pada posisi yang sama, tetapi pada proses ini terbilang gagal
karena tidak teramati spot yang ada pada silika. Hal tersebut bisa saja terjadi
karena penjenuhan yang kurang lama, yang harusnya 3 jam untuk melakukan
penjenuhan tetapi hanya 1 jam saja untuk melakukan proses penjenuhan, hal
tersebut merupakan salah satu yang bisa menyebabkan tidak teramatinya spot
dari yang ada di silika gel tersebut.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak
bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat
membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat
dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf
memiliki nilai yang sama maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,
senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda. Fase diam
pada percobaan ini yaitu silika gel dan fase gerak pada percobaan ini adalah nbutanol, asam asetat, dan air (4:1:5). Namun hasil yang didapatkan yaitu tidak
dapat dilihat titik sampel sehingga nilai Rf tidak dapat dihitung. Hal ini bisa
disebabkan karena pada larutan eluen kurang jenuh sehingga tidak dapat
menggerakkan senyawa flavonoid dalam ekstrak dan hasilnya tidak dapat
dilihat saat diamati dengan sinar UV.

VIII.

Kesimpulan
1. Dapat menentukan kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dengan
metode kolorimetri aluminium klorida sebesar 18.347%
2. Dapat melihat adanya kandungan kuersetin di dalam ekstrak dengan
metode KLT.

DAFTAR PUSTAKA
Azizah, D.N., E. Kumolowati, dan F. Faramayuda. 2014. Penetapan Kadar
Flavonoid Metode AlCl3 pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma
cacao L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (2): 45-49.
Darusman, L.K. 2002. Diktat Kimia Analitik. Bogor: Jurusan Kimia, FMIPA IPB.
Gunawan, I. W. G., W. S. Rita, dan I. K. P. Suteja. 2016. Identifikasi dan Uji
Aktivitas Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Daun Trembesi (Albiza saman
(Jacq.) Merr) Sebagai Antibakteri Eschericia coli. Jurnal Kimia. 10 (1): 141148.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: ITB.
Harini, W. B., R. Dwiastuti, dan W. Wijayanti. 2012. Aplikasi Metode
Spektrofotometri Visibel Untuk Mengukur Kadar Curcuminad Pada Rimpang
Kunyit (Curcuma domestica). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan
Teknologi. 31-36.
Lisdawati, V. D. 2008. Karakterisasi Daun Miata, Daun Sirih Secara Fisikokimia
Dari Ramuan Lokal Antimalaria Daerah Sulawesi Utara. Media Litbang
Kesehatan. 18 (4): 213-225.
Markham, 1988 Markham, K.R. 1988. Cara mengidentifikasi Flavonoid. Bandung:
ITB.
Miller, A. L. 1996. Antioxidant Flavonoid: Structure, Function and Clinical Usage.
Alternative Medicine Review. 1(2): 103-111.
Normansyah, A., N. P. Ariantari, dan K. W. Astuti. 2013. Profil Kandungan Kimia
Ekstrak Etanol 80% Kulit Batang Michelia champaca L. Dengan Kromatografi
Lapis Tipis dan Pereaksi Pendeteksi. Jurnal Farmasi Udayana. 2(3) 153-157.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rompas, R. A., H. J. Edy, dan A. Yudistira. 2012. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid
Dalam Daun Lamun (Syringidum isoetifolium). Pharmacon: 59-63.
Saifudin, A., V. Rahayu, dan H. Y. Taruna. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Salisbury, F.B., C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: ITB.
Taiz, L. dan E. Zeiger. 2008.Plant Physiology 5th Ed.

Anda mungkin juga menyukai