Anda di halaman 1dari 31

REFLEKSI KASUS

GIZI BURUK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak Di RSUD
dr.Soedjati Purwodadi

Disusun oleh :
Wimbi Kartika Ratnasari
01.211.6552

Pembimbing :
dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp. A.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

BAB I
LAPORAN KASUS
1

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. D.J.

Umur

: 2,5 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Getasrejo RT 8 RW 5 Grobogan

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan orang tua

: Karyawan Swasta / IRT

Bangsal

: Anggrek

No Rekam Medis

: 420981

Tanggal Masuk RS

: 12 Mei 2016

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada orang tua pasien pada tanggal 12 Mei 2016 pada pukul
13.30 WIB di bangsal Anggrek dan didukung dengan catatan medis.
1. Keluhan Utama
: Batuk
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk di ruang rawat inap Anggrek RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi pada tanggal 12
Mei 2016 melalui poli anak dengan keluhan batuk yang disertai panas sejak 3 minggu SMRS. Batuk
yang dirasakan merupakan batuk kering dan frekuensinya diakui sering.
Keluhan batuk juga disertai panas yang naik turun, naik terutama pada malam hari. Panas
timbul secara perlahan dan tidak disertai menggigil maupun kejang. Keluhan mual muntah disangkal,
sesak napas disangkal, mencret disangkal, mimisan dan perdarahan lainnya juga disangkal.
Orang tua pasien mengaku bahwa pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama, keluhan
hilang kemudian diperbolehkan pulang namun keluhan muncul kembali.
Ibu mengaku keseharian anak biasa saja, tampak lemah dan kurang aktif disangkal. Nafsu
makan anak memang biasa rendah, lebih banyak jajan di luar daripada makan di rumah dan dalam
sehari dapat menghabiskan 1 s.d. 2 gelas susu. Ibu mengaku selain ASI anak sudah mendapatkan
makanan pendamping ASI sejak lahir dan berhenti minum ASI pada umur 2 tahun. Buang air besar
tidak rutin dan cenderung jarang, buang air kecil ibu pasien mengatakan baik, banyak seperti biasa
warna kuning.
b. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat demam tinggi


Riwayat batuk pilek
Riwayat TB
Riwayat diare
Riwayat trauma
Riwayat alergi

: (+)
: (+)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
2

c. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien saat ini tidak ada yang sakit seperti ini.
d. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah anak kedua dari dua bersaudara dan hidup bersama kedua orangtuanya. Ayah
bekerja sebagai pekerja swasta dan ibu sebagai ibu rumah tangga. Pengobatan pasien ditanggung
JAMKESDA.
Kesan : ekonomi kurang.
e. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan hingga bayi lahir. Ibu mengkau
mendapatkan suntik sewaktu hamil namun tidak ingat suntik untuk apa dan berapa kali .Ibu mengaku
tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan, riwayat tensi tinggi disangkal, riwayat
perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma selama kehamilan disangkal, riwayat minum
obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Obatobatan yang diminum selama masa kehamilan
adalah vitamin dan obat penambah darah.
Kesan : riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.
f. Riwayat Persalinan
Anak laki-laki lahir spontan dari ibu G2P1A0 hamil 38 minggu umur 25 tahun.
Persalinan
: Lahir ditolong bidan
Jenis Persalinan
: Spontan
Usia dalam kandungan
: 9 bulan (aterm)
Berat badan lahir
: 3600 gram
Panjang badan
: (keluarga pasien lupa)
Lingkar kepala
: (keluarga pasien lupa)
Keadaan lahir
: aktif langsung menangis
Kesan : neonatus aterm, sesuai masa kehamilan, lahir spontan.
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan
BB lahir

: 3600 gram

BB bulan lalu (28/4/16)

: 8 kg

BB saat ini

: 8,9 kg

TB saat ini

: 85 cm

Lingkar kepala

: 45 cm

Lingkar perut

: 46 cm

Lingkar lengan

: 11 cm

Kesan : Gizi Buruk

Kesan : Perawakan normal

Perkembangan
Mengangkat kepala

: 2 bulan

Memiringkan kepala

: 2 bulan

Tengkurap dan mempertahankan


posisi kepala

: 5 bulan

Duduk

: 8 bulan

Merangkak

: 8 bulan

Berdiri, bersuara

: 11 bulan

Berjalan, memanggil mama

: 12 bulan

Berbicara

: 13 bulan

Kesan: perkembangan sesuai anak seusianya


h. Riwayat Imunisasi Dasar
0-7 hari : Hb0
1 bulan :
2 bulan :
Keluarga pasien mengaku tidak ingat anak sudah
diberi imunisasi apa saja.
3 bulan :
Anak tidak pernah diikutkan posyandu dan tidak
4 bulan :
memiliki KMS.
9 bulan :
Anak juga tidak diberikan imunisasi di bidan.
Kesan : Anak TIDAK mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
i.

Riwayat Pemberian Makan dan Minum


ASI diberikan sampai dengan usia 2 tahun kemudian setelah itu diberikan susu biasa 1-2 x
dalam sehari. Makanan pendamping berupa buah-buahan seperti pisang, bubur, dan nasi tim sudah
diberikan sejak anak lahir sampai usia sekarang.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: tampak sakit, dan lemah

Kesadaran

: apatis

Tanda vital:
HR : 110 x/menit, reguler, isi tegangan kuat
RR : 24 x/menit
T : 38.5oC
a. Status Generalis
Kepala :

Mesocephale , rambut tipis kemerahan, tidak mudah dicabut, UUB

sudah menutup, tidak cekung


Mata
: Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), refleks
pupil (+/+), isokor (+/+, 2mm)
Telinga :
Simetris, normotia (+/+), Nyeri (-/-), otorhhea (-/-), kemerahan (-/-)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping (-/-), discharge (-/-), mukosa kemerahan (-/-),
epistaksis (-/-)
Mulut : Sianosis (-), bibir kering (+), palatolabioskisis (-), makroglosi (-),
hipersalivasi (-), perdarahan (-), sariawan (+) tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
Leher : Pembesaran KGB minimal
b. Thorax
Inspeksi

Pergerakan

dinding

dada

dextra

dan

sinistra

simetris,

pernafasan

thoracoabdominal (+), retraksi (-), massa (-),


Palpasi
: Stem fremitus Kanan = kiri, tidak ada dada tertinggal
Perkusi
: tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
c. Jantung
Inspeksi

Perkusi
Auskultasi

: Iktus cordis tidak tampak


Palpasi
:
Iktus cordis teraba dengan 1 jari 2cm ke medial dari ICS 5
linea midclavikula sininstra, thrill (-)
: tidak dilakukan
: Bunyi jantung I dan II reguler, bising jantung (-)

d. Abdomen

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: cembung, tidak tampak gerakan peristaltik


: BU (+) normal
: timpani seluruh lapang abdomen
: supel, turgor kembali cepat,tidak ada nyeri tekan, hepar dan spleen

tidak teraba.
e. Extremitas
Ekstremity

Superior

Inferior
7

Pergerakan

Kurang aktif

Kurang aktif

Oedem

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

< 2

< 2

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Capillary refill
Rumple leed
f. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 12 Mei 2016
Skoring TB

Penilain (Scoring System) TB Anak


Parameter
0
1
2
Kontak TB
x
Uji Mantoux
x
BB/Keadaan Gizi
x
Demam
x
Pembesaran KGB
x
Batuk Kronis
x
Pembengkakan Sendi
x
Foto thoraks
Tidak dilakukan
Jumlah
5

Darah rutin
Hb
: 11,5 g/dl (14 18)
Leukosit
: 12.400 /mm3(4.000 10.000)
BBS I/II
: 25/49 mm3 (10 20)
Hitung jenis
:
Eosinofil
: 0 (1 5)
Basofil
: 0 (0 1)
Batang
: 0 (3 5)
Segmen
: 45 (35 50)
Limfosit
: 40 (25 40)
Monosit
: 15 (1 6)
Eritrosit
: 4.320.000 /mm3 (4,5 5,5 juta)
Trombosit
: 390.000/mm3 (150.000 500.000)
Golongan darah
:A
Kesan : anemia, leukositosis, shift to the right, monositosis
Urin Rutin
Protein
Reduksi
Sedimen
o Epitel
o Eritrosit
o Leukosit
o Kristal

:+1
: negatif
: gepeng 0-1
: 1-2
: 1-2
: ca oxalat (+)
8

o Silinder
: negatif
o Lain lain
: bakteri +
ph
:5
Kesan : urin dalam batas normal
Tes Mantoux

: negatif

D. DAFTAR MASALAH
Batuk berulang
Febris
Gizi buruk
Makanan pendamping ASI diberikan tidak sesuai umur
Imunisasi dasar tidak lengkap
Anemia
Leukositosis, shift to the right
E. DIAGNOSIS BANDING
Marasmus
Kwasiokhor
Marasmus Kwashiokor
ISPA
TB paru
Stomatitis
F. DIAGNOSIS KERJA
Marasmus
G. DIAGNOSIS KOMORBID
ISPA
Stomatitis
H. INITIAL PLANNING
Initial plan diagnosis :

GDS
Foto X thorax AP/lateral

Pemeriksaan Pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi langsung

Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit

Serum albumin

Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak)

Elektrolit

Initial Terapi:
o Infus D5 8 tpm
9

o
o
o
o
o
o
o

Inj. Viccilin sx 3x300 g


Pamol syr 3x1cth
Vit. A 1 x 200.000 iu
Asam folat 1x1 mg
Vit. C
F 75 8 x 30 50 cc
Lapifed syr 3x1cth

Initial plan monitoring :

Monitoring berat badan selama dalam perawatan


Monitoring kesadaran, tanda dehidrasi dan komplikasi
Monitoring kepatuhan pasien dalam pemberian formula dan makanan

Initial Edukasi

Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai tentang penyebab penyakit pada pasien dan
penatalaksanaan

Menyampaikan informasi kepada ibu tentang hasil penilaian pertumbuhan anak dan memberi nasehat
sesuai penyebab kurang gizi

Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan cara menyiapkan makan
formula

Makanan untuk pemulihan gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa pemulihan

Memberikan edukasi pada keluarga tentang bagaimana memperlakukan anak

10

I. Prognosis
Qua ad vitam
Qua ad sanam
Qua ad fungsionam
Tanggal

12/5/201
6

13/5/201
6
14/5/201
6
15/5/201
6
16/5/201
6
17/5/201
6

36,6
108
36,9
88
37,3
76
38,0
80
36
120

= ad bonam
= ad bonam
= ad bonam
S

38,5
110

38,6
100
24.00
37,7
120

38,6
110
36,8
110
38,0
100
36,5
100
PLG

37,4
112
36,5
100
37
100
36
120
PLG

Tindakan

Info lain

Inf. D5 8 tpm
Vicc sx 3x300 mg
Pamol syr 3x1 cth
Asam folat 1x1 mg
Mantoux test
Lab DR, UR
Foto ro thorax
+ nistin drop 3x1
+ F100 8x100 cc
Terapi lanjut
Evaluasi mantoux (-)
Terapi lanjut

Batuk (+), pilek (+)


Aktif, CM
BB : 8,9 kg
PB : 85cm

Terapi lanjut
+ Apialys 1x1 cth
Clanexi 3x1

11

Batuk (+), pilek (+)


Aktif, CM ; BB : 9,3 kg PB : 85 cm
Batuk (+), pilek (-)
Aktif, CM ; BB : 9,4 kg PB : 85 cm
Batuk (+), pilek (-)
Aktif, CM ; BB : 9,4 kg PB : 85 cm
Batuk (-), pilek (-)
Aktif, CM ; BB : 9,4 kg PB : 85 cm
Batuk (-), pilek (-)
Aktif, CM ; BB : 9,5 kg PB : 85 cm

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang, perut
cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai
dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot
mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-kwashiorkor adalah keadaan gizi
buruk dengan tanda-tanda gabungan dari marasmus dan kwashiorkor.1
Sedangkan menurut Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI 2003 marasmikkwashiorkor adalah gizi buruk dengan gambaran klinik yang merupakan campuran dari beberapa gejala
klinik kwashiorkor dan marasmus dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NHCS disertai edema yang
tidak mencolok.5
2.2. Epidemiologi
Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000
2002, dengan 815 juta orang yang hidup di negara berkembang. Berdasarkan perkembangan masalah gizi,
pada tahun 2005 diperkirakan sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang (berat badan menurut umur), 1,5 juta
diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi
buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor, yang memerlukan
perawatan kesehatan yang intensif di Puskesmas dan Rumah Sakit. Masalah gizi kurang dan gizi buruk
terjadi hampir di semua Kabupaten dan Kota. Pada saat ini masih terdapat 110 Kabupaten / Kota dari 440
Kabupaten / Kota di Indonesia yang mempunyai prevalensi di atas 30% (berat badan menurut umur).
Menurut WHO keadaan ini masih tergolong sangat tinggi. Berdasarkan hasil surveilans Dinas Kesehatan
Propinsi dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2005, total kasus gizi buruk sebanyak 76.178
balita.
2.3. Etiologi
Penyebab KEP berdasarkan / bagan sederhana yang disebut sebagai model hirarki yang akan terjadi
setelah melalui lima level seperti yang tertera sebagai berikut:7

Bagan 1. Model Hirarki penyebab KEP7


UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep makro (Bagan 2) sebagai salah satu strategi
untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi
kurang dapat disebabkan oleh:7
1. Penyebab langsung
12

Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak
hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan
tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang
tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang
penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu :
Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu
gizinya.
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan
waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental
dan sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan
dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap
keluarga yang membutuhkan.
Ketiga faktor tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan keluarga.
Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan
keluarga, makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan pelayanan
kesehatan.
3. Pokok masalah di masyarakat
Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan
dengan berbagai faktor langsung maupun tidak langsung.
4. Akar Masalah
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat
terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut telah memicu
munculnya kasus-kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.

13

Bagan 2. Etiologi Gizi Buruk

Hasil penelitian Erledis Simanjuntak menunjukkan bahwa banyak faktor resiko terjadinya KEP pada
balita diantaranya: penyakit infeksi, jenis kelamin, umur, berat badan lahir rendah, tidak diberi ASI
eksklusif, imunisasi tidak lengkap, nomor urut anak, pekerjaan ayah dengan tingkat sosial ekonomi yang
rendah, ibu pekerja, tingkat pendidikan orang tua yang rendah, jumlah anggota keluarga yang besar dan lainlain.8
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya KEP pada balita adalah sebagai berikut:
Penyakit Infeksi
Tingkat Pendapatan Orang Tua yang rendah
Konsumsi Energi yang kurang
Perolehan Imunisasi yang kurang
Konsumsi Protein yang kurang
Kunjungan Ibu ke Posyandu, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu.
Selain itu besarnya masalah gizi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu karena
ketidaktahuan serta karena bagitu lekatnya tradisi dan kebiasaan yang mengakar di masyarakat khususnya
dibidang makanan, cara pengolahan makanan, dan cara penyajian serta menu masyarakat kita dengan segala
14

tabu-tabunya. Salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) diantaranya karena faktor ekonomi yaitu daya
beli yang rendah dari para keluarga yang kurang mampu. Nampaknya ada hubungan yang erat antara
pendapatan keluarga dan status gizi anak-anaknya. Pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor
terjadinya kurang gizi pada balita, karena masih banyak orang yang beranggapan bahwa bila anaknya sudah
kenyang berarti kebutuhan mereka terhadap gizi sudah terpenuhi.9
2.5.

Patogenesis
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk
menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat
kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein
yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah
kwashiorkor (malnutrisi akut / decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan radikal
bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3
SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik / compensated malnutrition). Dengan demikian pada
KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan
hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.10
Penyakit marasmus-kwashiorkor memperlihatkan gejala campuran antara penyakit marasmus dan
kwashiorkor. Makanan sehari-harinya tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan
yang normal. Pada penderita demikian, di samping menurunnya berat badan di bawah 60% dari normal,
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula. Pada KEP terdapat perubahan nyata dari komposisi tubuhnya, seperti
jumlah dan distribusi cairan, lemak, mineral, dan protein, terutama protein otot.11,12
Kurangnya protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang
dibutuhkan untuk sintesis albumin, sehingga terjadi hipoalbuminemia dan edema. Anak dengan marasmus
kwashiorkor juga sering menderita infeksi multipel, seperti tuberkulosis dan gastroenteritis. Infeksi akan
mengalihakan penggunaan asam amino ke sintesis protein fase akut, yang semakin memperparah
berkurangnya sintesis albumin di hepar. Penghancuran jaringan akan semakin lanjut untuk memenuhi
kebutuhan energi, memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit essensial lainnya seperti asam amino.
Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan menurunkan kadar insulin. Ha ini akan
menyebabkan atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelaina ini merupakan
proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh
makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi. Tubuh akan mengandung lebih banyak
cairan sebagai akibat menghilangnya lemak dan otot sehingga tampak edema.11,12

15

Bagan 3. Patogenesis Marasmik-Kwashiorkor

2.6.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan
BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. Makanan sehari-hari tidak
cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti orang tua. Anak terlihat
sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong
baggy pant, perut cekung, wajah bulat sembab.Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada
penderita marasmus yang berat. Kelainan pada kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan
mengendor disebabkankehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut
16

kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering,
tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot atrofis,
hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas. Pada saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering
menderita diare atau konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan darah
penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat pula frekuensi pernafasan yang
mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi
yang umumnya kronis berulang akibat defisiensi imunologik.6
Gejala klinis kwashiorkor yaitu penampilannya seperti anak yang gemuk (sugar baby) bilamana dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya, terutama di
pantatnya terlihat adanya atrofi. Pertumbuhan terganggu, berat badan dibawah 80% dari baku Harvard
persentil 50 walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP sudah berlangsung
lama.Perubahan mental sangat mencolok. Pada umumnya mereka banyak menangis, dan pada stadium lanjut
bahkan sangat apatis. Perbaikan kelainan mental tersebut menandakan suksesnya pengobatan. Edema baik
yang ringan maupun berat ditemukan pada sebagian besar penderita kwashiorkor. Walaupun jarang, asites
dapat mengiringi edema. Atrofi otot selalu ada hingga penderita tampak lemah dan berbaring terusmenerus,
walaupun sebelum menderita penyakit demikian sudah dapat berjalan-jalan. Gejala saluran pencernaan
merupakan gejala penting. Pada anoreksia yang berat penderita menolak segala macam makanan, hingga
adakalanya makanan hanya dapat diberikan melalui sonde lambung. Diare tampak pada sebagian besar
penderita, dengan feses yang cair dan mengandung banyak asam laktat karena mengurangnya produksi
laktase dan enzim disaharidase lain. Adakalanya diare demikian disebabkan pula oleh cacing dan parasit
lain.Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture) maupun warnanya. Sangat khas
bagi penderita kwashiorkor ialah rambut yang mudah dicabut. Misalnya tarikan ringan di daerah temporal
menghasilkan tercabutnya seberkas rambut tanpa reaksi si penderita. Pada penyakit kwashiorkor yang lanjut
dapat terlihat rambut kepala yang kusam, kering, halus, jarang, dan berubah warnanya. Warna rambut yang
hitam menjadi merah, coklat kelabu, maupun putih. Rambut aslipun menunjukkan perubahan demikian,
akan tetapi tidak demikian dengan rambut matanya yang justru memanjang. Perubahan kulit yang oleh
Williams, dokter wanita pertama yang melaporkan adanya penyakit kwashiorkor, diberi namacrazy
pavement dermatosis merupakan kelainan kulit yang khas bagi penyakit kwashiorkor. Kelainan kulit
tersebut dimulai dengan titik-titik merah menyerupai petehia, berpadu menjadi bercak yang lambat laun
menghitam. Setelah bercak hitam mengelupas, maka terdapat bagianbagian yang merah dikelilingi oleh
batas-batas yang masih hitam. Bagian tubuh yang sering membasah dikarenakan keringat atau air kencing,
dan yang terus-menerus mendapat tekanan merupakan predeleksi crazy pavement dermatosis, seperti di
punggung, pantat, sekitar vulva, dan sebagainya. Perubahan kulit lainpun dapat ditemui, seperti kulit yang
kering dengan garis kulit yang mendalam, luka yang mendalam tanpa tanda-tanda inflamasi. Kadang-kadang
pada kasus yang sangat lanjut ditemui petehia tanpa trombositopenia dengan prognosis yang buruk bagi si
penderita.6
Hati yang membesar merupakan gejala yang sering ditemukan. Kadang-kadangbatas hati terdapat
setinggi pusar. Hati yang membesar denganmudah dapat dirabah dan terasa kenyal pada rabahan dengan
permukaanyang licin dan pinggir yang tajam. Sediaan hati demikian jika dilihat dibawah mikroskop
menunjukkan, bahwa banyak sel hati terisi dengan lemak. Pada kwashiorkor yang relatif ringan infiltrasi
lemak itu terdapat terutama di segi tiga Kirnan, lebih berat penyakitnya lebih banyak sel hatiyang terisi
dengan lemak, sedangkan pada yang sangat berat perlemakanterdapat pada hampir semua sel hati.
Adakalanya terlihat juga adanya fibrinosis dan nekrosis hati. Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita
demikian. Bilamana kwashiorkor disertai oleh penyakit lain, terutama ankylostomiasis, maka dapat dijumpai
anemia yang berat. Jenis anemia pada kwashiorkor bermacam-macam, seperti normositik normokrom,
mikrositik hipokrom, makrositik hiperkrom, dan sebagainya. Perbedaan macam anemia pada kwashiorkor
dapat dijelaskan oleh kekurangan berbagai faktor yang mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam
17

folik, vitamin B12, vitamin C, tembaga, insufisiensi hormon, dan sebagainya. Macam anemiayang terjadi
menunjukkan faktor mana yang lebih dominan. Pada pemeriksaan sumsum tulang sering-sering ditemukan
mengurangnya sel sistem eripoitik. Hipoplasia atau aplasia sumsum tulang demikian disebabkan terutama
oleh kekurangan protein dan infeksi menahun.6
Tabel 7. Manifestasi klinis pada Marasmus-kwashiorkor
Marasmus
Kwshiorkor
Obesitas
Pertumbuha
Perubahan
wajah bulat
n berkurang atau berhenti
mental sampai apatis
dengan pipi tembem dan
dagu rangkap
Terlihat
Anemia
leher relatif
sangat kurus
Perubahan
pendek
Penampilan warna dan tekstur rambut,
dada
wajah seperti orangtua
mudah dicabut / rontok
membusung dengan
Perubahan
Gangguan
payudara membesar
mental
sistem gastrointestinal
- perut membuncit dan striae
Cengeng
Pembesaran abdomen
hati
- pada anak laki-laki :
Kulit
Burried penis,
Perubahan
kering, dingin, mengendor,
gynaecomastia
keriput
kulit
- pubertas dini
- genu valgum (tungkai
Lemak
Atrofi otot
berbentuk X) dengan
kedua pangkal paha bagian
subkutan menghilang
Edema
dalam saling menempel
hingga turgor kulit
simetris
pada
kedua
dan bergesekan yang dapat
berkurang
menyebabkan laserasi kulit
punggung kaki, dapat
Otot atrofi
sampai seluruh tubuh.
sehingga kontur tulang
terlihat jelas
Vena
superfisialis tampak jelas
Ubun
ubun besar cekung
tulang pipi
dan dagu kelihatan
menonjol
mata
tampak besar dan dalam
Kadang
terdapat bradikardi
Tekanan
darah lebih rendah
18

dibandingkan anak sebaya


*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor

a. Marasmus4
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan orang tua
anak terganggu.
Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance.
Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung,
deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis
pankreas.
b. Kwashiorkor5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlangsung kronis. Faktor
yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/
asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang
diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur,
keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi
anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan
pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil
ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat
menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada
keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun
dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan
imunitas tubuh terhadap infeksi.
c. Marasmic kwashiorkor6
Penyebab marasmic kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan
malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein
maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan
yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh.

19

Gambar 1. Perbedaan marasmus dan kwarshiorkor


Diagnosis
Diagnosis untuk marasmus-kwashiorkor dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, pemeriksaan
penunjang, dan antropometrik.13,14
1. Manifestasi klinis: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah
diderita) dan pemeriksaan fisik. Manifestasi yang umumnya timbul adalah gagal tumbuh kembang. Di
samping itu terdapat pula satu atau lebih manifestasi klinis marasmus dan kwashiorkor lainnya.
2. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium darah tepi yaitu Hb memperlihatkan anemia ringan
sampai sedang. Pada pemeriksaan faal hepar, kadar albumin serum sedikit menurun.Kadar elektrolit seperti
Kalium dan Magnesium rendah, bahkan K mungkin sangat rendah, sedangkan kadar Natrium, Zinc, dan
Cuprum bisa normal atau menurun. Kadar glukosa darah umumnya rendah, asam lemak bebas normal atau
meninggi, nilai -lipoprotein dapat rendah ataupun tinggi, dan kolesterol serum rendah. Kadar asam amino
esensial plasma menurun. Kadar hormon insulin umumnya menurun, tetapi hormon pertumbuhan dapar
normal, rendah, maupun tinggi. Pada biopsi hati hanya tampak perlemakan yang ringan, jarang dijumpai
kasus dengan perlemakan yang berat. Pada pemeriksaan radiologi tulang tampak pertumbuhan tulang yang
terlambat dan terdapat osteoporosis ringan.
3. Antropometrik: ukuran yang sering dipakai adalah berat badan, panjang / tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas, dan lipaan kulit. Diagnosis ditegakkan dengan adanya data antropometrik untuk
perbandingan seperti BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U
(lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan
atas menurut tinggi badan). Dari pemeriksaan antropometrik dapat diklasifikasikan menurut Wellcome Trust
Party, klasifikasi menurut Waterlow, klasifikasi Jelliffe, dan klasifikasi berdasarkan WHO dan Depkes RI.
2.7.

2.8.

Penatalaksanaan
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:4
20

21

Bagan 4. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk4

1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.

1.
2.

1.
2.
3.

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat berbagai komplikasi yang
membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada ada tidaknya tanda bahaya dan tanda
penting, yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu:4
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:4
Pasang O2 1-2L/menit
Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1 (RLG 5%)
Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan dengan
ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana II, dengan tindakan segera,
yaitu:4
Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak 50ml
2 jam pertama
berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III, dengan tindakan segera, yaitu:4
Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2 Jam pertama
berikan ReSoMal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgBB setiap pemberian
catat nadi, frekuensi nafas dan beri ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:4
Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak 50ml
2 jam pertama
berikan F 75 setiap 30 menit, . dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat badan (NGT)
22

catat nadi, frekuensi nafas


Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana V,
dengan tindakan segera, yaitu:4
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran
Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 faseyang harus dilalui yaitu fase
stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 14), faserehabilitasi (Minggu ke 3 6), fase tindak lanjut
(Minggu ke 7 26). Dimana tindakan pelayanan terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:4

*) Pada fase tindak lanjut dapat dilakukan di rumah, dimana anak secara berkala (1 minggu/kali) berobat
jalan ke Puskesmas atau Rumah Sakit
Bagan 5. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk

A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah utama)


Langkah Ke-1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali sebagai tanda adanya
infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia ( suhu ketiak <36C/suhu dubur <36C).
Pemberian makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.4,15
Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
23

1. 50 ml bolus (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air)
secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan bagian dari jatah untuk
2 jam).
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6).
Pemantauan:
Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari ujung jari atau tumit
setelah 2 jam.
Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus) larutan glukosa 10% atau
sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil.
Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran menurun.
Pencegahan :
Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang ada dikoreksi.
Selalu memberikan makanan sepanjang malam.
Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat/gizi buruk menderita
hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di atas.

Langkah Ke-2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia


Bila suhu ketiak <36C :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak tersedia termometer
suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan dengan termometer biasa, anggap anak
menderita hipotermia.4,15
Bila suhu dubur <36C :
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas
(jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
Berikan antibiotika (lihat langkah 5).
Pemantauan:
Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai pemanas ukur setiap 30
menit
Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
Raba suhu anak
Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.
Pencegahan:
Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
Sepanjang malam selalu beri makan
Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)
Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama).
Langkah Ke-3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena / i.v. untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok/renjatan.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari beban sirkulasi
dan jantung. (Lihat penanganan kegawatan).4,15
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan kurang kalium untuk
digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus
24

yaitu Resomal. Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi buruk dengan diare encer
mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:4,15
Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam secara oral atau lewat pipa
nasogastrik.
Selanjutnya beri 510 ml/kg/jam untuk 410 jam berikutnya; jumlah tepat yang harus diberikan tergantung
berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah yang sama bila
keadaan rehidrasi menetap/stabil.
Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).
Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak mulai kencing.
Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap -1 jam selama 2 jam pertama, kemudian setiap
jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing,
frekwensi diare / muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang berkurang, perbaikan turgor
kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung, tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini
seringkali tidak terlihat, walaupun rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan
menetap selama rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.4,15
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan kelopak
mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1
jam.
Pencegahan:
Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali buang air besar cair
Bila masih mendapat ASI, teruskan.
Langkah Ke-4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk
pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema
dengan pemberian diuretikum). 4,15
Berikan :
Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan langsung pada makanan.
Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter formula, dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat
lampiran 6 untuk cara pembuatan larutan).
Langkah Ke-5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk beri secara rutin:4,15
Antibiotik spektrum luas
Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda bila ada syok). Ulangi
pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.
25

1.
2.

3.
4.
5.
6.

Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari) sebagai tambahan
pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mucosa usus dan mengurangi resiko kerusakan
oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas:
Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari selama 5 hari (2,5 ml bila
berat badan < 4 Kg),Atau
Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia: hipotermia, infeksi kulit, saluran
nafas atau saluran kencing), beri :
Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan dengan Amoksisilin secara oral 15
mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6
jam secara oral.Dan
Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6
jam selama 5 hari.
Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai. Tambahkan obat anti
malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif.
Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian hingga 10 hari.
Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi infeksi, kemungkinan
adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral telah diberikan dengan benar.
Langkah Ke-6: Mulai Pemberian Makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena keadaan faali anak sangat
lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat
dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.4,15
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
Berikan secara oral/nasogastrik
Energi : 80 100 kal/kgBB/hari
Protein : 1 1.5 g/kgBB/hari
Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas: (lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula
dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok / pipet.4,15
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi
ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai
dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih 100
Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.4,15
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi buang air besar dan konsistensi
tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada penderita dengan
edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai
naik.
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-hati, lihat bab diare
persisten.
Langkah Ke-7: Fasilitasi Tumbuh Kejar
Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai masukan makanan
yang tinggi dan pertambahan berat badan 50g/minggu. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya
26

selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari
risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan
dalam jumlah banyak secara mendadak.4,15
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal ke
formula khusus lanjutan :4,15
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus
lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat
tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila terjadi peningkatan detak
nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula.Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
Protein 4-6 gram/kgBB/hari
Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi : kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat
badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan, evaluasi kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan
BB:
kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah asupan makanan mencapai target atau
apakah infeksi telah dapat diatasi.
baik ( 50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan
Langkah Ke-8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien
Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa dijumpai, jangan
terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya
mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan
infeksinya. Berikan setiap hari:4,15
Suplementasi multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI, < 6 bulan : 50.000 SI,
kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada
tanda / gejala defisiensi vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.
Langkah Ke-9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan:4,15
Kasih sayang
Lingkungan yang ceria
Terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
Aktifitas fisik segera setelah sembuh
Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).
27

Langkah Ke-10: Tindak Lanjut Di Rumah


Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak
sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah penderita
dipulangkan.Peragakan kepada orangtua tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi
dan nutrien yang padat dan terapi bermain terstruktur.4,15
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti
nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara
teratur di posyandu / puskesmas.
pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak
setiap Bulan Februari dan Agustus

B. Pengobatan Penyakit Penyerta


1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14 atau sebelum keluar rumah
sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vitamin A dengan dosis:4,15
umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali
umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep matatetrasiklin, setiap 2-3 jam
selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa
yang dibasahi larutan garam faal.4,15
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi
eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksisekunder, antara lain oleh Candida.4,15
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (Kpermanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit / Cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.4,15
4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas /
rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 7 hari.4,15
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering kali anergi) dan Ro-foto toraks.
Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.4,15
C. Kegagalan Pengobatan
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan:4,15
28

1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian
dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang terlambat atau tidak terdeteksi,
atau proses rehidrasi kurang tepat.
dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat
malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan, perubahan
konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian kenaikan BB:
Baik
: 50 gram/kgBB/minggu
Kurang
: <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
pemberian makanan tidak adekuat
defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.
masalah psikologik.
D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas
Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah menghilang, BB/U
mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal 80%.4,15
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi makanan tinggi energi
(150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6 gram/kgBB/hari):
beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit 5 kali sehari
beri makanan selingan di antara makanan utama
upayakan makanan selalu dihabiskan
beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
teruskan ASI.
E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara
klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan
pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.4,15
Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak
15 ml/KgBB dalam satu jam pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan
dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan
pemberian Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai
berikan formula khusus (F-75 / pengganti).
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4
ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam).
Kemudian mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda
gagal jantung. Transfusi darah :
Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama.

29

Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi
(demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau
antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

2.9.

Pencegahan KEP
Prevalensi KEP ringan seperti pendek dan kurus kering adalah 40-50 % sementara KEP berat
mencapai 5-10 % pada negara yang sedang berkembang. Jika kasus KEP ini bisa dideteksi awal dengan
pengukuran berat badan dan tinggi badan serta langkah yang tepat maka KEP berat dapat dicegah dengan
mudah. Tidaklah bijaksana jika hanya mengobati malnutrisi berat yang datang ke sarana layanan kesehatan.
Seolah-olah seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu diperulkan pendekatan kepada masyarakat
terutama masyarakat level ekonomi menengah ke bawah. Di bawah ini adalah beberapa pendekatan
penanganan nutrisi yang bisa dilakukan di masyatakat :

2.9.1. Penganekaragaman makanan dan pendidikan gizi


Pendekatan ini difokuskan kepada pendidikan ibu / pengasuh terhadap pentingnya makanan seimbang
melalui penganekaragaman makanan. Ini juga ditujukan agar ibu bisa mengolah bahan makanan dari kebun
dan hasil pertanian. Pendidikan gizi ini berfokus pada :
Mengubah pola pikir ibu yang salah tentang pemberian makan dan proses menyusui, serta paparan sinar
matahari, yang sering dipengaruhi oleh budaya dan kepercayaan yang keliru.
Memperbaiki kesalahan pembagian jatah makanan di rumah antaranggota keluarga yang dipengaruhi oleh
umur dan jenis kelamin.
Menumbuhkan kesadaran terhadap status gizi anak serta penanganan praktis dan tepat jika terjadi
gangguang status gizi pada anak.
Pentingnya ASI eksklusif.
Meningkatkan higiene (hygiene personal, makanan, dan lingkungan).
Pentingnya imunisasi.
Pentingnya menanam buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa dikonsumsi oleh anggota kelarga di
pekarangan rumah.
Pentingnya memantau pertumbuhan anak dengan membawanya ke pusat pelayanan kesehatan.
2.9.2.

Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan komunitas target sebagai solusi terhadap masalah
gizi mereka. Beberapa metode yang bisa digunakan adalah :
Food for work
Menawarkan sejumlah pekerjaan kepada masyarakat miskin atau yang membutuhkan dan membayarnya
dengan makanan.
Food subsidy
Metode ini berupa pemberian makanan jadi atau bahan makanan oleh pemerintah.
Income generating project
Metode ini telah dipraktikkan di beberapa daerah di Ethiopia dengan menggunakan cara mengumpulkan
dana dari masyarakat untuk dibelikan makanan. Metode ini melibatkan lembaga-lembaga swadaya
masyarakat.

2.10.

Komplikasi

Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :
Masalah pada mata

Anemia berat

Lesi kulit pada kwashiorkor


30

Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa, diare osmotik)

Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:
- Faktor Risiko Penyakit Kardiovaskuler
- Diabetes Mellitus tipe-2
- Obstruktive sleep apnea
- Gangguan ortopedik
- Pseudotumor serebri
2.11.
Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh
karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri.
Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun
kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin
disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.
2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries. CMAJ 173:279-86
3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses dari
http://www.gizi.net/busung-apar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%20Des2005-Final.pdf tanggal 3
Maret 2011.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina
Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.
5. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. 2006.
6. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Edisi 4 2000. Hal
97-190.
7. Admin.Program Perbaikan Gizi Makro. Diakses dari http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI
%20MAKRO.doc, 2004.
8. Simanjuntak,E. Faktor Resiko Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kota Medan. Diakses dari
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journalreview&id=3197&task=view, 2008.
9. Marizza, Nofelia.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kurang Energi Protein (KEP) Pada Balita
Di
URJ
RSU
Dr.
Soetomo
Surabaya.
Diakses
dari
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.
php/bprsuds/article/view/1439/1438.
10. Boerhan H, Roedi. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-rswg255.htm.
11. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook of Pediatrics, 19 th ed. P. 16773. Philadelphia: Sauders Elsevier.
12. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.
13. Gulden, MHN. Malnutrition. In Textbook of Pediatric Gastroenterology and Nutrition. 2004. USA: Taylor
and Franchis. P.489-523.
14. Braun TV, McComb J, et al. Urban Food Inseconts and Malnutrition in Developing Countries. 1993. USA:
International Food Policy Research Institute. P. 12-16.
15. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
2009. Hal 193-222.

31

Anda mungkin juga menyukai