Ratna 20091015132123 2367 0 PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

Menuju Penduduk Tumbuh Seimbang

Tahun 2020
Ratna Pertiwi Tjaja *)

I. Pendahuluan
Penduduk merupakan sumber daya yang paling penting dan berharga bagi setiap
bangsa dan negara, karena dengan kemampuannya, penduduk dapat mengelola sumber daya
alam dan lingkungannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi diri dan
keluarganya secara berkelanjutan, di samping pengaturan hubungan sosial di antara mereka
sehingga mampu berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
sejahtera.
Dari segi kuantitas, jumlah penduduk merupakan potensi tenaga kerja yang bermanfaat
dalam rangka menghasilkan barang-barang produksi, tetapi di lain pihak penduduk juga
memerlukan barang-barang konsumsi untuk menunjang kehidupannya. Jumlah penduduk yang
besar, dengan tingkat pertumbuhan yang tidak terkendali, serta persebaran penduduk yang
tidak seimbang sesuai dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan, akan menjadi
masalah dan beban bagi masyarakat dan negara yang bersangkutan. Bentuk hubungan antara
pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi adalah positif di negara maju, tetapi di
negara yang sedang berkembang hubungan tersebut masih negatif. Dalam upaya
menanggulangi kelaparan, kemiskinan dan peningkatan pendidikan, akan sangat diuntungkan
jika angka pertumbuhan penduduk dapat diturunkan, karena jika tidak diturunkan, maka
kuantitas dan kualitas sumber daya alam akan mengalami penurunan, seiring dengan tingginya
angka pertumbuhan penduduk.
Pada tanggal 12 Oktober 1999, jumlah penduduk dunia diperkirakan telah mencapai 6
miliar, di mana 205,85 juta jiwa di antaranya adalah penduduk Indonesia (tanpa Timor Timur).
Jumlah tersebut merupakan urutan keempat terbesar di dunia setelah China, India dan
Amerika Serikat. Pada tahun 2050, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai
318 juta jiwa. Ini berarti bahwa dalam kurun waktu 50 tahun penduduk Indonesia bertambah
lebih dari 100 juta jiwa. Sementara itu, jika ditinjau dari segi kualitas penduduk, masih ada
sekitar 79 juta orang yang berada di bawah garis kemiskinan (Kantor Meneg Kependudukan,
1999) meskipun pada tahun 2000 telah berkurang menjadi 37,5 juta; dan secara nasional
tingkat pendapatan per kapita kembali ke tahun 1970-an yaitu sekitar US $ 400,-. Selain itu,
masih ada 6,2 juta orang yang berstatus sebagai pengangguran penuh (BPS, 1999). Berdasarkan
pendidikan tertinggi yang ditamatkan (BPS, 1997), hanya 5,6% penduduk Indonesia
berpendidikan sarjana dan 24,0% yang tamat SLTA. Selanjutnya, 19,3% tamat SLTP, 46,0%
berpendidikan SD (18,0% di antaranya tidak tamat), dan 5,1% tidak/belum pernah sekolah.
Dari segi persebaran penduduk, 58,71% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang
luasnya hanya 6,63% luas Indonesia (tanpa Timor Timur), sejumlah 21,27% penduduk tinggal
di Sumatera (25,09% luas Indonesia), 7,15% tinggal di Sulawesi (9,98% luas Indonesia), 5,51%
tinggal di Kalimantan (28,5% luas Indonesia), 5,24% tinggal di Nusa Tenggara (3,80% luas
Indonesia), 1,08% tinggal di Maluku (4,02% luas Indonesia). Hanya sekitar 1,05% tinggal di
Irian Jaya atau Papua Barat yang luasnya hampir 22% luas Indonesia (BPS, 1997). Persebaran
*)

dr. Ratna Pertiwi Tjaja, SKM adalah Deputi Bidang Pertumbuhan dan Kuantitas Penduduk pada Menteri
Negara Transmigrasi dan Kependudukan. Pokok-pokok pikiran dalam tulisan ini pernah disampaikan pada
Workshop Apresiasi Kebijakan Ketransmigrasian dan Kependudukan di Kantor Menteri Negara Transmigrasi
dan Kependudukan, Jakarta 23 November 2000-red.

penduduk seperti itu menimbulkan ketidakseimbangan dalam pembinaan kependudukan dan


pengelolaan sumber daya alam.
Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah
terbesar keempat di dunia, harus diperlambat pertumbuhannya dan lebih diarahkan
persebarannya. Jika ini berhasil sumber daya yang ada dapat dikelola dengan lebih baik dan
optimal, sehingga upaya-upaya untuk lebih memprioritaskan peningkatan kualitas dan
pemberdayaan penduduk dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga bangsa Indonesia
mampu bersaing dengan bangsa lain dalam perikehidupan dunia yang bergerak maju dengan
sangat cepat di masa depan, dengan iptek yang semakin canggih/tinggi, tidak mengenal lagi
batas-batas negara (borderless).
Pelaksanaan pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk ini menjadi tanggung
jawab seluruh komponen bangsa, baik pemerintah, lembaga-lembaga negara, pihak swasta,
lembaga swadaya dan organisasi masyarakat (LSOM), maupun masyarakat itu sendiri. Secara
internasional, kegiatan kependudukan ini telah menjadi kesepakatan dunia sebagaimana
dituangkan dalam Program Aksi Kependudukan International yang merupakan salah satu hasil
dari Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo Tahun 1994, yang ditindaklanjuti
oleh pemerintah Indonesia melalui Program Aksi Nasional Pembangunan Kependudukan
Indonesia Sampai Tahun 2020. Dari Program Aksi tersebut, berbagai kemajuan telah
diperoleh selama ini antara lain laju pertumbuhan penduduk telah berhasil menurun dari
2,32% per tahun pada periode 1971-1980 menjadi 1,98% per tahun pada tahun 1990, dan
diperkirakan menjadi 1,50% per tahun pada tahun 1999 (BPS, 1998). Akan tetapi jumlah
penduduk Indonesia secara absolut masih akan terus meningkat, diperkirakan mencapai 223,1
juta jiwa pada tahun 2005 dan 259,8 juta pada tahun 2020.
Perkembangan kependudukan tersebut di atas harus menjadi dasar pemikiran dan
mengangkat kesadaran semua pihak guna meneruskan dan meningkatkan upaya-upaya
memperlambat pertumbuhan penduduk, melalui penetapan kebijakan-kebijakan pembangunan
kependudukan dan pelaksanaan program-program pembangunan kependudukan yang
menyeluruh dan terpadu, yaitu sebagai jabaran lebih lanjut Garis-garis Besar Haluan Negara
1999 dan Program Aksi Nasional Pembangunan Kependudukan, yang disesuaikan dengan
tantangan di masa depan. Perumusan kebijakan dan penyusunan program-program
pembangunan kependudukan harus melibatkan dan dikoordinasikan dengan semua pihak yang
terkait sejak dini, sehingga diperoleh kesamaan visi dan persepsi bagi upaya-upaya yang
dilakukan oleh seluruh bidang dan seluruh sektor pembangunan, baik pusat maupun daerah.

II.

Situasi dan Kondisi Saat Ini

A.

Hasil Pelaksanaan Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan dan Kuantitas


Penduduk Sampai Saat Ini

Dari berbagai pelaksanaan kebijakan pengendalian pertumbuhan dan kuantitas


penduduk selama ini, telah dicapai hasil-hasil sebagai berikut:
1.

Jumlah Penduduk

Pada tiga dekade terakhir, jumlah penduduk Indonesia meningkat dari 119,2 juta jiwa
pada tahun 1971, menjadi 195,3 juta jiwa pada tahun 1995, 200 juta jiwa pada tahun 1997,
mencapai 205,85 juta jiwa pada saat penduduk dunia diperhitungkan telah mencapai 6 miliar
jiwa pada tanggal 12 Oktober 1999 (tidak termasuk Timor Timur), dan jumlah tersebut masih
akan terus bertambah (Kantor Meneg Kependudukan, 1999).
Berdasarkan perkiraan, tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 208,0
juta jiwa yang terdiri dari 103,5 juta laki-laki dan 104,5 juta perempuan (BPS, 2000). Jumlah
penduduk tersebut masih merupakan proyeksi, menunggu hasil sensus penduduk tahun 2000
yang telah dilaksanakan pada bulan Juni 2000.
2.

Struktur Penduduk

Piramida penduduk Indonesia menunjukkan bahwa persentase anak-anak berumur 014 tahun turun dari 43,97 % pada tahun 1971, menjadi 40,9% pada tahun 1980, dan terus
turun menjadi 36,73% pada tahun 1990, dan diperkirakan masih akan menurun menjadi 29,8%
pada tahun 2000 (BPS, 1998). Penurunan tersebut terjadi karena adanya penurunan tingkat
kelahiran di Indonesia.
Sementara itu, penduduk usia kerja (15-59 tahun), meningkat dari 51,5% pada tahun
1971, menjadi 53,6% pada tahun 1980, dan meningkat lagi menjadi 57,06% pada tahun 1990,
dan diperkirakan masih akan meningkat menjadi 62,8% pada tahun 2000. Untuk penduduk
yang berusia 60 tahun ke atas meningkat dari 4,5% menjadi 5,5%, dan terus meningkat
menjadi 6,3%, serta diperkirakan masih meningkat menjadi 7,53% dalam kurun waktu yang
sama (BPS, 1998).
Perubahan struktur penduduk tersebut, mempengaruhi angka beban ketergantungan
(dependency ratio) Indonesia, yang pada tahun 1971 sebesar 86,84, menurun menjadi 79,10 pada
tahun 1980, dan terus menurun menjadi 67,82 pada tahun 1990. Diperkirakan angka beban
ketergantungan semakin menurun menjadi 59,2 pada tahun 2000, yang berarti bahwa
kemampuan seseorang untuk mengalokasikan dana dalam usaha produktif semakin besar.
Dalam upaya memperlambat pertumbuhan penduduk selama tiga dekade, telah terjadi
perubahan-perubahan dalam komposisi dan struktur penduduk sebagaimana terlihat pada
struktur jumlah penduduk usia 0-4 tahun menurun dari tahun 1971-1990, namun kelompok
umur ini diperkirakan kembali meningkat pada tahun 2000 ini sebagai akibat dari baby boom
pada tahun 1970-1980an (gambar 1).

Piramida Penduduk Indonesia 1971-2000


Piram ida P end ud uk In do nes ia Th . 19 80

Piram ida Penduduk Indonesia Th. 1971

X 1 .000 jiw a

X 1.000 jiwa
75 +

75 +

7 0 ~7 4

7 0 ~7 4

6 5 ~6 9

6 5 ~6 9

6 0 ~6 4

118.352.791

6 0 ~6 4
5 5 ~5 9

5 5 ~5 9
5 0 ~5 4

5 0 ~5 4

4 5 ~4 9

4 5 ~4 9

4 0 ~4 4

4 0 ~4 4

3 5 ~3 9

3 5 ~3 9

3 0 ~3 4

3 0 ~3 4

2 5 ~2 9

2 5 ~2 9

2 0 ~2 4

146.756.095

2 0 ~2 4
1 5 ~1 9

1 5 ~1 9
1 0 ~1 4

1 0 ~1 4

5~ 9

5~ 9

0~ 4

0~ 4

1 5 ,00 0

1 0 ,00 0

5,00 0

5,00 0

1 0,00 0

1 5 ,00 0

1 5, 00 0

1 0 ,00 0

5,00 0

5,00 0

1 0,00 0

1 5, 00 0

S umb er : H asil Sen su s P endu duk 1 980 .


S umb er : Hasil Sen su s Pendu duk 1 971 .

Piram ida P end ud uk In donesia Th . 20 00

Piram ida Penduduk Indonesia Th. 1990

X 1.000 jiw a

X 1.000 jiwa

75+
7 0~ 74

75 +

65~69

7 0 ~7 4

6 0~ 64

6 5 ~6 9

179.243.368

6 0 ~6 4
5 5 ~5 9

55~59
5 0~ 54

5 0 ~5 4

45~49

4 5 ~4 9

4 0~ 44

4 0 ~4 4

35~39

3 5 ~3 9

3 0~ 34

3 0 ~3 4

25~29

2 5 ~2 9

2 0~ 24

208.199.800

2 0 ~2 4
1 5 ~1 9

15~19
1 0~ 14

1 0 ~1 4

5~9

5~ 9

0~ 4

0~ 4

1 5 ,00 0

1 0 ,00 0

5,00 0

5,00 0

1 0,00 0

1 5, 00 0

1 5 ,0 00

1 0 ,000

5 ,0 00

5 ,0 00

1 0 ,0 00

1 5 ,000

S umb er : Hasil Sen su s Pendu duk 1 990 .


Sum be r : K epm e nko K es ra dan T as kin/ B KK B N N o. Ke p.6B / Me nko/ Ke sra/V /98

3.

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP)

Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1971-1980 adalah 2,32% per tahun,
dan telah berhasil ditekan menjadi 1,98% per tahun pada periode 1980-1990, dan berhasil
terus ditekan menjadi 1,66% per tahun pada periode tahun 1990-1995 (BPS, 1997). Penurunan
angka laju pertumbuhan penduduk secara nasional terutama berkat keberhasilan pembangunan
keluarga berencana, yang didukung oleh perbaikan kondisi kesehatan dan ekonomi penduduk
Walaupun laju pertumbuhan penduduk telah dapat ditekan, namun secara absolut masih
memberikan tambahan jumlah penduduk yang cukup besar. Pada periode tahun 1995-2000,
laju pertumbuhan penduduk diharapkan dapat terus ditekan menjadi 1,50% per tahun.
4.

Angka Kelahiran Total (TFR)

Angka Kelahiran Total (TFR) pada tahun 1971 adalah 5,605 per 1.000 perempuan, dan
berhasil diturunkan menjadi 4,680 per 1.000 perempuan pada tahun 1980, dan terus menurun
menjadi 3,020 per 1.000 perempuan pada tahun 1990, menjadi 2,938 per 1.000 perempuan
pada tahun 1995, dan diperkirakan menjadi 2,647 per 1.000 perempuan pada tahun 2000
(Kasto dan Sembiring, 1995). Perubahan penurunan fertilitas tersebut sebagai akibat
keberhasilan program KB selama ini, dan akibat pengaruh pelayanan kesehatan yang
meningkat. Selain itu faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya juga mempengaruhi penurunan
fertilitas. Pada periode tahun 1995-2000, diharapkan TFR semakin menurun menjadi 2,593 per
1.000 perempuan.

Grafik 1. TFR Indonesia 1971-2000 per


wanita
6
5
4
3
2
1
0

5.605
4.68
3.02

1971

5.

1980

1990

2.938

1995

2.647

2000

Angka Kelahiran Kasar (CBR)

Angka Kelahiran Kasar (CBR) berhasil diturunkan dari 44 per 1.000 penduduk pada
tahun 1971 menjadi 27,9 per 1.000 penduduk pada tahun 1990, dan terus menurun menjadi
22,41 per 1.000 penduduk pada tahun 1999 (Kantor Meneg Kependudukan, 1999). Pada tahun
2000, diharapkan CBR semakin menurun menjadi 22,0 per 1.000 penduduk.

Grafik 2. CBR Indonesia 1971-2000 per


1000 penduduk
50
40

44

30

27.9

20

22.41

22

10
0
1971

6.

1990

1999

2000

Angka Kematian Bayi (IMR)

Angka Kematian Bayi (IMR) di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 145 per 1.000 lahir
hidup pada tahun 1971, akan tetapi telah berhasil diturunkan menjadi 109 per 1.000 lahir
hidup pada tahun 1980, dan menurun terus menjadi 71 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
1990, dan menjadi 60 per 1.000 lahir hidup pada periode 1990-1995 (BPS, 1993, Kasto dan
Sembiring, 1995). Penurunan angka kematian bayi tidak hanya dipengaruhi oleh sektor
kesehatan yang telah menemukan beberapa cara pengobatan dan peningkatan penyediaan
sarana kesehatan serta perbaikan kondisi lingkungan, tetapi juga erat kaitannya dengan
pembangunan sosial, ekonomi, dan infrastruktur yang mempengaruhi perubahan perilaku
pencegahan penyakit dan gizi yang baik. Pada periode tahun 1995-2000, diharapkan IMR
semakin menurun menjadi 50 per 1.000 kelahiran hidup.

Grafik 3. IMR Indonesia 1971-2000 per 1000


lahir hidup
200
150

145
109

100

71

50

60

50

0
1971

7.

1980

1990

1990-1995 1995-2000

Angka Kematian Kasar (CDR)

Angka Kematian Kasar (CDR) berhasil diturunkan dari 19,1 per 1.000 penduduk pada
tahun 1971 menjadi 8,9 per 1.000 penduduk pada tahun 1990, dan terus menurun menjadi
7,51 per 1.000 penduduk pada tahun 1999. (Kantor Meneg Kependudukan, 1999).
Walaupun telah terjadi perubahan pada beberapa variabel demografi, secara
proporsional perubahan-perubahan struktur dan komposisi penduduk Indonesia masih
menetap atau sangat kecil, sehingga perlu dicermati lebih lanjut perkembangannya pada tahun
2020 nanti.

B.

Perkembangan
Penduduk

Kebijakan

Pengendalian

Pertumbuhan

dan

Kuantitas

Indonesia adalah salah satu dari 179 peserta konferensi International Conference on
Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo, yang merupakan bukti komitmen
bangsa Indonesia dalam pembangunan yang berwawasan kependudukan.
ICPD-1994 menyepakati bahwa dalam hubungan timbal balik antara penduduk,
kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan, senantiasa akan selalu
dilandasi pada prinsip-prinsip: (1) manusia dilahirkan secara bebas dengan hak dan martabat
yang sama; (2) manusia merupakan titik sentral bagi pembangunan yang berkelanjutan; (3) hak
untuk pembangunan adalah universal dan tidak dapat dipisahkan sebagai suatu bagian integral
dari hak-hak asasi manusia; (4) keadilan gender, persamaan dan pemberdayaan perempuan
adalah landasan utama bagi program pembangunan kependudukan; (5) kebijakan
pembangunan kependudukan adalah bagian integral pembangunan sosial, ekonomi dan budaya
yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia; (6) pembangunan berkelanjutan
harus seimbang, harmonis dan dinamis dengan pengelolaan penduduk, sumber daya, dan
lingkungan hidup; (7) pemberantasan kemiskinan merupakan bagian utama pembangunan
berkelanjutan; (8) setiap orang berhak mendapatkan standar kesehatan fisik dan mental yang
setinggi-tingginya; (9) keluarga sebagai unit dasar dari masyarakat perlu ditingkatkan
ketahanannya; (10) setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, terutama perhatian kepada
perempuan dan anak perempuan; (11) negara dan keluarga harus memberikan prioritas kepada
anak-anak; (12) negara penerima migran harus memberikan perlakuan untuk kesejahteraan
6

sosial yang memadai bagi migran dan keluarganya, serta memperhatikan masalah kesehatan
dan keamanan; (13) setiap orang berhak mendapatkan suaka dari negara lain untuk
menghindarkan diri dari penyiksaan; (14) pembangunan kependudukan bagi penduduk asli,
pemerintah harus mengenal dan melindungi identitas, budaya, dan kebutuhan mereka, serta
memberi kesempatan untuk berperan dalam kegiatan ekonomi, politik dan sosial negara; dan
(15) persamaan kesempatan bagi seluruh penduduk pada pertumbuhan ekonomi dan sosial.
Secara umum, tujuan ICPD 1994 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteran umat manusia serta mempromosikan pembangunan manusia dengan menerima
kenyataan adanya keterkaitan antara kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan, yang
ditujukan pada: (1) pengentasan kemiskinan; (2) peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam
rangka pembangunan berkelanjutan; (3) pendidikan, khususnya bagi perempuan; (4) kesamaan
dan kesetaraan gender; (5) penurunan angka kematian bayi, anak dan ibu; (6) pemberian
pelayanan dan akses kesehatan reproduksi yang universal termasuk keluarga berencana dan
kesehatan seksual; (7) keberlanjutan pola produksi dan konsumsi; (8) keamanan persediaan
pangan; (9) pembangunan sumberdaya manusia; dan (10) kepastian terhadap perlindungan
hak-hak asasi manusia, termasuk hak dalam pembangunan sebagai bagian dasar dari hak-hak
asasi manusia yang bersifat universal.
Tujuan tersebut akan dicapai melalui Program Aksi Kependudukan yang
dikelompokkan dalam berbagai bidang yaitu: (1) hubungan timbal balik antara kependudukan,
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan; (2) gender, dan pemberdayaan
perempuan; (3) keluarga: peranan, hak, susunan dan strukturnya; (4) pertumbuhan dan
struktur penduduk; (5) hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi; (6) kesehatan, kesakitan
dan kematian; (7) distribusi penduduk, urbanisasi dan migrasi internal; (8) migrasi
internasional; (9) kependudukan, pembangunan dan pendidikan; (10) teknologi, penelitian dan
pengembangan; (11) kegiatan nasional; (12) kerja sama internasional; (13) kemitraan dengan
sektor non pemerintah; dan (14) tindak lanjut konferensi.
Dari hasil evaluasi oleh Sidang Khusus ke-21 Mejelis Umum PBB setelah lima tahun
pelaksanaan Program Aksi Kependudukan ICPD-1994 (ICPD+5, 1999), diketahui bahwa di
samping beberapa hasil positif, terdapat berbagai kekurangan atau bahkan kemunduran, yang
perlu mendapat perhatian seperti: (1) masih adanya perlakuan diskriminatif pada perempuan
dan anak perempuan; (2) pandemi HIV/AIDS yang meningkatkan angka kematian; (3)
tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat penyakit infeksi, parasit dan penyakit yang
ditularkan melalui air, khususnya di negara berkembang; (4) remaja masih sangat rawan
terhadap resiko reproduksi dan seksual; (5) kurangnya informasi dan pelayanan kesehatan
reproduksi; (6) adanya peningkatan kematian laki-laki dewasa di negara berkembang dan yang
sedang mengalami transisi ekonomi; (7) dampak krisis ekonomi (di Asia) dan lingkungan yang
berakibat buruk pada kesehatan dan kesejahteraan penduduk; dan (8) masalah penanganan
pengungsi yang masih memprihatinkan.
Dengan mempelajari kondisi demografi dan pertumbuhan penduduk sampai dengan
saat ini, maka Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan bersama-sama dengan
lintas sektor (BPS, BKKBN, Depkes, dll) telah memproyeksikan suatu perkembangan
demografi sampai dengan tahun 2020 (Tabel 1).

Tabel 1. Proyeksi Parameter Demografi Indonesia sampai tahun 2020.


1995-2000

2000-2005

2005-2010

2010-2015

2015-2020

Parameter
1. Penduduk total
a. Laki-laki
b. Perempuan
2. Laju Pertumbuhan
Penduduk
3. Angka Kelahiran
Total
4. Angka Kelahiran
Kasar
5. Angka Kematian
Kasar
6. Angka Kematian
Bayi
7. Rata-rata Harapan
Hidup
Sumber :

Satuan
Ribu orang
Ribu orang
Ribu orang
% per tahun
per
perempuan
per 1.000
penduduk
per 1.000
penduduk
per 1.000
lahir hidup
Tahun

1998*)
202.113,2
100.585,0
101.528,2

2003*)
217.354,0
108.171,4
109.182,6

2008*)
232.435,4
115.688,5
116.746,9

2013*)
246.756,6
122.835,2
123.921,4

2018*)
259.818,1
129.334,9
130.483,2

1,50

1,40

1,28

1,10

0,95

2,593

2,382

2,244

2,155

2,099

22,7

21,0

19,3

17,6

16,3

7,7

7,0

6,6

6,6

6,8

50

37

28

23

20

64,7

67,9

70,2

71,7

72,5

Keputusan Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan No. Kep.40/MEN-NEG/2000,


*) Periode rujukan, perhitungan tengah tahun bulan Oktober.

Dalam proyeksi disepakati bahwa pada tahun 2020 akan tercapai suatu kondisi
penduduk tumbuh seimbang, di mana jumlah penduduk akan mencapai kurang lebih 260 juta
jiwa, suatu proyeksi yang lebih rendah dari perkiraan PBB sebesar 263,8 juta jiwa. PBB
memproyeksikan penduduk dunia yang terbagi dalam masing-masing negara dengan 3 variasi
yaitu tinggi, sedang dan rendah, di mana ketiga jenis varian ini berdasarkan atas tingkat
kelahiran di masa depan. PBB memproyeksikan jumlah penduduk dunia dengan tiga variasi,
akan berjumlah 8,38 miliar pada varian tinggi, 7,82 miliar pada varian sedang dan 7,28 miliar
pada varian rendah. Untuk Indonesia, diproyeksikan dengan varian tinggi berjumlah 282,7 juta
jiwa, varian sedang 263,8 juta jiwa dan varian rendah 244 juta jiwa.
Tabel 1 memperlihatkan proyeksi parameter demografi yang hendak dicapai Indonesia
dalam rangka menuju kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) 2020. Angka kelahiran
kasar diharapkan terus menurun dari 22,7 per 1000 penduduk pada periode tahun 1995-2000
menjadi 16,3 pada periode tahun 2015-2020, sehingga diharapkan bahwa setiap tahun hanya
terdapat 4 4,5 juta kelahiran bayi. Untuk mencapai angka kelahiran kasar yang terus
menurun, maka angka kelahiran total (TFR) diharapkan makin menurun mendekati 2,0 per
wanita yang berarti rata-rata jumlah anak hanya dua per wanita. Meskipun angka kematian ibu,
bayi dan anak-anak akibat penyakit infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA) menurun
karena pelayanan kesehatan sudah makin baik, tetapi penyakit degeneratif mulai meningkat,
sehingga angka kematian kasar menetap atau berkurang sedikit setiap tahunnya. Dengan
pelayanan kesehatan yang makin membaik, gizi yang makin baik dan tingkat pendidikan
penduduk yang makin tinggi, maka rata-rata harapan makin meningkat dari 64,7 tahun pada
perode tahun 1995-2000 menjadi 72,5 tahun pada periode tahun 2015-2020. Dengan
perkembangan tersebut di atas maka LPP diharapkan akan makin menurun mencapai di
bawah 1% pada tahun 2020 dengan mengasumsikan migrasi internasional mendekati 0 (nol).
C.

Siapkah kita mencapai Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) pada tahun 2020?

Sebelum meninjau kesiapan kita untuk mencapai PTS pada tahun 2020, maka kita akan
melihat situasi kependudukan Indonesia dibandingkan dengan negara lain. Komposisi
penduduk dunia masih ditandai oleh perbedaan yang menyolok pada parameter kuantitatif
kependudukan antara negara maju dan negara sedang berkembang. Kelompok negara yang
8

lebih maju (more developed region) yaitu Amerika Utara, Jepang, Eropa, Australia-New Zealand,
ternyata hanya memiliki penduduk sebanyak 1,167 miliar atau sekitar 20 % penduduk dunia.
Sedang kelompok negara yang kurang maju, memiliki penduduk sejumlah 4,550 miliar, dengan
tiga negara terbesar penduduknya berada di Asia (China, India, Indonesia).
Negara-negara maju pada umumnya telah mencapai TFR lebih kecil dari 2,1 (belowreplacement fertility, yaitu suatu besaran angka TFR yang diperlukan untuk penggantian suatu
generasi), sedang negara berkembang kecuali China dan Thailand, mempunyai TFR lebih dari
2,1.
Dengan TFR > 2,1, pada tahun 2050 penduduk Pakistan akan menjadi dua kali lipat
(0,35 miliar) dari pada jumlah penduduk pada tahun 2000, penduduk India akan menjadi satu
setengah kali lipat (1,5 miliar), penduduk Filipina akan menjadi hampir dua kali lipat (0,13
miliar), dan penduduk Nigeria akan menjadi hampir tiga kali lipat (0,33 miliar). Negara China
walaupun TFR-nya rendah (1,80) namun secara absolut penduduknya akan menjadi 1,5 miliar
pada tahun 2050.
Dari proyeksi yang telah diperhitungkan PBB, bilamana Indonesia tidak dapat
mencapai pertumbuhan penduduk dengan varian sedang, diperkirakan pada tahun 2050
jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 318 juta jiwa, berarti terjadi penambahan
penduduk sebesar 100 juta hanya dalam kurun waktu 50 tahun.

Tabel 2. Proyeksi Penduduk Beberapa Negara (dalam ribuan jiwa)


Negara
Jerman
Jepang
Swedia
Perancis
Inggeris
AS
Thailand
China
India
Indonesia
Pakistan
Filipina
Nigeria

2000
Jml Pdd
TFR
82.688
1,30
126.428
1,43
8.898
1,57
59.061
1,71
58.336
1,72
277.825
1,99
60.495
1,74
1.276.301
1,80
1.006.770
>2,10
212.565
2,50*)
208.026*)
>2,10
156.007
>2,10
75.037
>2,10
128.786

2005

2010

2020

2050

82.769
127.196
8.989
59.607
58.541
287.863
62.612
1.321.569
1.082.184
226.938
223.193*)
177.540
82.102
-

82.483
127.044
9.098
59.944
58.727
298.885
64.568
1.364.950
1.152.283
239.377
232.435*)
200.621
88.813
-

81.525
123.809
9.384
60.330
59.297
322.280
67.798
1.448.818
1.271.606
263.802
259.818*)
247.802
99.948
-

69.542
109.546
9.574
58.370
58.733
347.543
72.969
1.516.664
1.532.674
318.264
na
357.353
130.511
338.510

Sumber : UN, 1996.

*) Data dari Keputusan Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan No. Kep.40/MENNEG/2000

Melihat gambaran situasi kependudukan Indonesia di atas, maka masing-masing sektor


yang terkait dengan kependudukan baik kuantitas, kualitas maupun mobilitas penduduk harus
sepakat mengupayakan agar angka-angka parameter demografi yang telah disepakati bersama
dapat tercapai. Apabila tidak, maka jumlah penduduk yang diharapkan tidak akan tercapai dan
hal ini akan makin berpengaruh terhadap pembangunan nasional. Bagaimanapun di masa
depan akan banyak menghadapi berbagai tantangan disamping peluang-peluang yang akan
muncul. Secara sekilas akan dikemukan hal-hal sebagai berikut:
1.

Globalisasi

Dalam era globalisasi, kemajuan teknologi, transportasi, telekomunikasi dan informasi


telah semakin menghubungkan dunia dalam berbagai aspek kehidupan, dan telah dengan
sangat cepat dan kuat mengintrusi seluruh bangsa-bangsa di dunia. Dengan berbagai
kemajuan tersebut, mobilitas penduduk dunia semakin meningkat, dan informasi tentang
berbagai hal di dunia dengan cepat mengglobal dan dengan mudah diakses oleh siapa saja di
negara mana saja.
Kemudahan memperoleh informasi dalam era globalisasi, dapat menjadi peluang
didalam membantu memberikan pengertian kepada penduduk tentang perlunya pengendalian
pertumbuhan dan kuantitas penduduk, dengan memberikan contoh-contoh nyata seperti
kehidupan sejahtera keluarga kecil bahagia yang terjadi di berbagai negara maju, atau kelaparan
dan kesengsaraan yang terjadi di negara berkembang yang jumlah penduduknya tidak
seimbang dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungannya.
Kemajuan transportasi global juga mendorong terjadinya migrasi internasional baik
yang keluar maupun yang masuk Indonesia. Migrasi internasional menjadi peluang bagi bangsa
Indonesia, asalkan migran Indonesia tersebut berkualitas sehingga di terima di negara tujuan.
Namun migrasi internasional akan berubah menjadi ancaman jika ternyata lebih banyak migran
internasional dari negara berpenduduk padat atau dari negara miskin yang masuk dan kurang
berkualitas, sehingga semakin membebani kehidupan bangsa Indonesia.
2.

Krisis Moneter

Krisis moneter yang melanda kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara pada akhir tahun
1997, telah berkembang menjadi krisis ekonomi yang sangat mempengaruhi pelaksanaan
pembangunan di segala bidang. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dunia sangat merosot
yang mengakibatkan kenaikan harga barang yang sangat tajam sehingga sangat membebani
masyarakat. Krisis moneter juga mempengaruhi dunia usaha yang terpaksa harus melakukan
pemutusan hubungan kerja, sehingga menyebabkan semakin banyaknya pengangguran
(tercatat oleh BPS, 1999, ada 6,2 juta orang pengangguran penuh). Adanya krisis moneter
menyebabkan bertambahnya penduduk miskin, yang semula tercatat 79 juta orang (Kantor
Meneg Kependudukan, 1999), kini mulai menurun menjadi 37,5 juta orang, namun angka
tersebut masih lebih tinggi dari pada saat sebelum krisis (17 juta orang).
Krisis moneter merupakan ancaman bagi pengendalian pertumbuhan dan kuantitas
penduduk karena dengan menurunnya pendapatan dan daya beli masyarakat, menyebabkan
kesulitan dalam mengatasi biaya hidup, pendidikan dan kesehatan termasuk pula ber-KB.
Angka kesakitan terutama kekurangan gizi semakin meningkat, sehingga kematian bayi dan ibu
juga meningkat, sementara anak balita yang menderita gangguan gizi akan terganggu
10

kecerdasannya dan menimbulkan generasi yang hilang untuk penduduk Indonesia di masa
depan.
Kemiskinan juga menyebabkan jumlah anak putus sekolah meningkat tajam, anak-anak
remaja khususnya perempuan yang kurang berpendidikan dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan fertilitas remaja, dan mereka menjadi semakin kurang menerima informasi
khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi sehingga dikhawatirkan terjadi
peningkatan perkawinan usia remaja dan mereka akan melahirkan anak yang tidak
dikehendaki/tidak dipersiapkan, terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS dan
terjerat dalam penyalahgunaan narkoba, sehingga dapat mengancam eksistensi bangsa
Indonesia di masa depan. Jika kemiskinan dibiarkan terus berlanjut, dan apabila tidak
diintervensi dengan berbagai upaya, maka kelompok unreach dapat meningkatkan fertilitas.
3.

Reformasi dan Otonomi Daerah

Situasi politik yang berubah di Indonesia, terjadi suatu reinventing government dan good
government merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah untuk merubah dominasi peran
serta pemerintah menjadi lebih banyak kepada peran serta dan tanggung jawab masyarakat
untuk melaksanakan seluruh upaya pembangunan yang mensejahterakan penduduk.
Pemerintah lebih terbuka, bersih, bekerja lebih baik dengan biaya yang lebih efisien, baik di
tingkat pusat maupun sampai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Reformasi dan Undangundang Nomor 22 Tahun 2000 memberi peluang termasuk tantangan bagi pemerintah daerah
dan masyarakat bersama-sama bertanggungjawab melaksanakan operasionalisasi pembangunan
kependudukan secara spesifik sesuai dengan karakteristik daerah dalam pengaturan
pertumbuhan dan kuantitas penduduk sebagai salah satu upaya mensejahterakan penduduk.
Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) di Indonesia akan dapat tercapai dengan upayaupaya menurunkan angka kelahiran kasar dan menurunkan TFR yang dapat memperlambat
pertumbuhan penduduk. Tantangan dan peluang yang telah dikemukakan di atas kiranya dapat
menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah, lintas sektor dan masyarakat baik individu maupun
dalam organisasi masyarakat untuk turut aktif berperan serta dengan penuh tanggung jawab
mencapai kondisi yang diharapkan.
III.

Penutup

Keberhasilan pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk, akan membuka


peluang dalam pengelolaan perubahan jumlah, struktur dan komposisi penduduk, sebagai
masyarakat atau keluarga, misalnya yang berkaitan dengan aspek peningkatan angkatan kerja,
penduduk usia remaja, pasangan usia subur dan penduduk usia lanjut. Peningkatan angkatan
kerja dibarengi dengan peningkatan kualitasnya, akan menjadikannya pelaku pembangunan
yang potensial. Adanya kesempatan untuk berpindah antar daerah dengan semakin
membaiknya sarana dan prasarana perhubungan dan pembangunan infrastruktur, akan
mendorong proses otonomi daerah berjalan dengan percepatan.
Demikian telah diuraikan mengenai proyeksi penduduk Indonesia pada tahun 2020 di
mana diharapkan dapat tercapai suatu periode penduduk tumbuh seimbang (PTS). Bilamana
proyeksi tersebut dapat tercapai pada waktu yang telah ditetapkan, maka periode penduduk
tanpa pertumbuhan (PTP) seperti di negara-negara maju pada saat ini, akan dapat dicapai pada
akhir abad 21.
11

12

Daftar Pustaka

Kantor Menteri Negara Kependudukan, 1999, ICPD+5: Program Strategis Kependudukan


dan Pembangunan Menuju Tahun 2015, Jakarta.
Kantor Menteri Negara Kependudukan, 1999, Program Aksi Nasional Pembangunan
Kependudukan sampai Tahun 2020, Jakarta.
Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan, 2000, Keputusan Menteri Negara
Transmigrasi dan Kependudukan Nomor Kep.40/MEN-NEG/2000 tentang
Penetapan Jumlah, Struktur dan Komposisi Penduduk Indonesia 2000-2005.
United Nations, 2000, Population Issues Briefing Kit 2000, UNFPA
United Nations, 1994, Programme of Action, International Conference on Population and Development,
Cairo.
United Nations, 1997, The Sex and Age Distribution of the World Population, The 1996 Revision.

13

Anda mungkin juga menyukai