Anda di halaman 1dari 10

JURNAL ILMU BERBAGI

PEMANFAATAN KITOSAN SEBAGAI BAHAN


ABSORBEN PADA LIMBAH CAIR BATIK
Ayu Fitri Izaki1, Aditya Yudha PS2, Saptari Joan Tatra3,
Tika Ayu Budiarti4, Pipih Suptijah5
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor
3

1
zakia.fitriani@gmail.com, 2yudhadudidam@yahoo.com,
saptarijoantatra@gmail.com,4heka.tiks@gmail.com, 5suptijah@yahoo.com

Abstract. Batik is an Indonesian cultural heritage. Batik industry is one of the


producers of wastewater from dying processes which have high pigment content. If this batik wastewater flowed directly into the aquatic environment without any prior management of the environment, it will degrade the quality of
these waters. Chitosan can be used as an absorbent in batik wastewater treatment industry. The aims of this study was to determine the water quality, including levels of color substance using chromameter, pH value and turbidity using multimeter, DO and BOD using DO-meter and metal content using Atomic
Absorbent Spectrophotometry (AAS). The study was conducted by using the
method of deposition and fluidation with various concentrations of chitosan
(1.5, 15, 150 and 1500 ppm). The result of pH value was between 8.07 to 8.43.
Turbidity value result was between 0 to 14.8 NTU. Brightness value result was
between 53.14 to 74.86. DO value result was between 4.10 to 6.03. BOD value
result was between 1.93 to 4.4 mg/L. COD value result was between 700-1000
mg/L. The results of the analysis of metal content of batik wastewater showed
that batik wastewater were still in a safe condition, that is its metal content was
less than the standard.
Keywords: absorbent, batik wastewater, chitosan, deposition, fluidation,

Pendahuluan

Semenjak diresmikannya batik oleh UNESCO (Badan Perserikatan


Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dart Kebudayaan) sebagai warisan budaya Indonesia pada 2 Oktober 2009, penggunaan batik dewasa
ini semakin meluas. Bahkan pemerintah telah menetapkan tanggal 2 Oktober
sebagai hari batik nasional dan menetapkan pula wajib batik pada hari tertentu
untuk para pelajar, karyawan maupun pegawai.
Pada proses industri batik banyak menggunakan bahan-bahan kimia.
Polutan yang terkandung dalam industri batik dapat berupa zat organik. Konsentrasi BOD, COD, dan warna pada limbah cair batik biasanya melebihi
standar yang ditentukan oleh pemerintah karena kurangnya pemahaman masyarakat. Oleh karena itu, bila limbah cair batik ini dialirkan langsung ke
lingkungan tanpa adanya pengelolaan terlebih dahulu akan menurunkan kuali-

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
1|Page

JURNAL ILMU BERBAGI


tas lingkungan dan merusak semua kehidupan yang ada di lingkungan tersebut. Berikut ini adalah tabel karakteristik limbah cair industri batik.
Tabel 1. Karakteristik limbah cair industri kecil batik
No.
Parameter
Satuan
Nilai*
Baku Mutu**
1.
pH
5.8
69
2.
BOD
mg/l
1260
30 300
3.
COD
mg/l
3039.7
60 600
4.
Warna
PtCo
185
50
5.
Cr
mg/l
0.0
2.0
Sumber : *Anonim [8], **Kep. Gubernur Kepala DIY. No: 281/ KPTS/ 1998

Kitosan merupakan salah satu senyawa turunan kitin yang diperoleh


melalui proses deasetilasi. Kitosan sebagai produk daur ulang hasil limbah
industri perikanan yaitu kulit udang atau cangkang, dapat digunakan sebagai
absorben dalam pengolahan limbah industri. Adsorbsi adalah proses terjadinya perpindahan masa adsorbat dari fasa gerak (fluida pembawa adsorban)
ke permukaan adsorban [1]. Dengan demikian dapat diciptakan suatu inovasi
produk pengolah limbah cair industri batik menggunakan kitosan. Studi ini
bertujuan untuk memanfaatkan hasil samping limbah perikanan (kitosan),
menghilangakan kandungan zat warna dan logam pada limbah cair batik,
mengetahui efektifitas yang paling tepat dalam penggunaan kitosan sebagai
absorban.

Metode

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 Februari 2012 hingga 3 Mei


2012. Penelitian bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan
sampel dilaksanakan di Tirto, Pekalongan, Jawa Tengah.
Penelitian ini diawali dengan penyediaan 4 wadah yang selanjutnya diisi dengan sampel limbah cair batik, masing-masing sebanyak 200 mL. Larutan kitosan dengan berbagai konsentrasi (1,5, 15, 150, dan 1500 ppm) kemudian dimasukkan kedalam wadah yang sudah terisi sampel limbah batik tersebut dan diendapkan selama 3 hari. Setelah itu, supernatan diambil dan dilakukan metode fluidasi. Metode fluidasi dilakukan dengan menyiapkan 4 buah
pipa paralon yang berukuran panjang 30 cm, dan alasnya telah diberi kasa dan
kemudian pipa yang telah diberi alas kasa dimasukkan ke dalam botol jar
yang telah dilubangi tutupnya. Selanjutnya kitosan padat dimasukkan ke dalam masing-masing pipa sebesar 20 gram. Lalu sampel limbah yang telah diendapkan, dimasukkan ke dalam masing-masing pipa tersebut dan dibiarkan
mengalir melewati kitosan padat yang terdapat di dalam pipa tersebut. Hasil
dari fluidasi tersebut diambil lalu dilakukan pengujian dan analisis. Diagram
alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
2|Page

JURNAL ILMU BERBAGI

Gambar 1. Prosedur kerja penelitian

Gambar 2. Alat fluidasi

Hasil dan Pembahasan

Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung jenis proses yang
dilakukan. Umumnya limbah cair bersifat basa dan kadar organik tinggi yang
disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan. Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai
penyerap (adsorben) logam dan bahan organik pada air limbah karena kitosan
mempunyai gugus amino bebas (-NH2) dan hidroksil yang berfungsi sebagai

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
3|Page

JURNAL ILMU BERBAGI


situs chelation (situs ikatan koordinasi) dengan ion logam guna membentuk
chelate [2]. Terdapat tiga mekanisme serapan kitosan terhadap logam yaitu:
Pertama, secara pengkelat, dimana terbentuknya ikatan aktif antara nitrogen
kitosan dengan kation logam, dalam hal ini nitrogen dari kitosan bertindak
sebagai basa Lewis yang menyumbang sepasang elektron untuk berkoordinat
dengan logam. Kedua, secara pertukaran ion, yaitu berlaku pertukaran antara
proton dan kitosan dengan kation logam. Ketiga, secara memperangkap, dimana ion logam terperangkap dalam lingkaran rantai polimer kitosan [3]. Hasil analisis kualitas air, kecerahan, dan logam berat dapat dilihat pada Gambar
dan Tabel dibawah ini.
Nilai pH sangat penting dalam pengolahan limbah karena akan mempengaruhi kehidupan organisme [4]. Hasil perubahan pH pada limbah cair
batik yang telah ditambah kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram nilai rata-rata perubahan pH sampel

Hasil menunjukkan bahwa pH meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan cair. Nilai pH tertinggi ditunjukkan pada perlakuan penambahan kitosan cair konsentrasi 1,5 dan 15 ppm yakni dengan nilai sama sebesar
8,43. Nilai pH sampel kontrol adalah sebesar 8,07. Hasil (Gambar 3) menunjukkan bahwa pH meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan cair tetapi perubahan nilai pH-nya tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan
karena kitosan memiliki pH basa sehingga penambahan kitosan tidak berpengaruh terhadap limbah cair batik. Selain itu, berdasarkan nilai pH maka limbah cair batik ini masih tergolong aman. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Ibrahim et al. [4] yang menyatakan bahwa nilai pH yang menunjang kehidupan organisme adalah berkisar antara 6-9.
Kekeruhan sangat dipengaruhi oleh adanya bahan-bahan tersuspensi seperti pasir, lumpur, bahan organik dan anorganik, plankton serta organisme
mikroskopik lainnya. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan ekologis suatu
habitat karena dapat mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk [4].
Hasil pengukuran nilai turbiditas dapat dilihat pada Gambar 4. di bawah ini.

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
4|Page

JURNAL ILMU BERBAGI

Gambar 4. Histogram nilai rata-rata turbiditas (kekeruhan) sampel


Hasil menunjukkan semakin meningkat konsentrasi kitosan cair maka kekeruhan semakin menurun. Penurunan kekeruhan efektif ditunjukkan pada perlakuan penambahan kitosan cair konsentrasi 1,5 dan 15 ppm dengan nilai kekeruhan sebesar 0 NTU. Nilai kekeruhan pada kontrol adalah sebesar 14,8 NTU.
Hasil (Gambar 4) menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi kitosan cair maka kekeruhan semakin menurun. Penurunan kekeruhan efektif ditunjukkan pada perlakuan penambahan kitosan cair konsentrasi 1,5 dan 15
ppm. Penurunan nilai kekeruhan disebabkan karena adanya penambahan kitosan yang mana kitosan ini bersifat sebagai koagulan sehingga dapat digunakan
untuk mengolah air limbah dan pemurnian air minum [4].
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad
hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses
aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses
difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam
perairan tersebut [5]. Hasil pengukuran nilai DO dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Histogram nilai rata-rata nilai DO sampel

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
5|Page

JURNAL ILMU BERBAGI


Hasil menunjukkan penambahan kitosan cair akan meningkatkan nilai DO
(Dissolve Oxygen) dibandingkan dengan kontrol (limbah tanpa penambahan
kitosan cair). Nilai DO tertinggi ditunjukkan pada perlakuan penambahan
kitosan cair konsentrasi 150 ppm yakni sebesar 6,03 mg/L. Nilai DO kontrol
adalah sebesar 4,10 mg/L. Hasil (Gambar 5) menunjukkan bahwa nilai DO
tertinggi ditunjukkan pada perlakuan penambahan kitosan cair konsentrasi
150 ppm yakni sebesar 6,03 mg/L. Penambahan kitosan cair akan meningkatkan nilai DO (Dissolve Oxygen) dibandingkan dengan kontrol (limbah tanpa penambahan kitosan cair). Hal ini karena kitosan dapat bersifat sebagai
adsorben yang dapat menyerap zat warna sehingga cahaya dapat masuk ke
suatu perairan tanpa adanya penghambat sehingga jumlah oksigen terlarut
pada suatu perairan akan meningkat juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Meriatna [2] yang menyatakan bahwa kitosan dapat bersifat sebagai adsorben
karena kitosan memiliki gugus amino bebas dan hidroksil yang berfungsi sebagai situs chelation. Menurut Salmin [5], semakin tinggi kandungan oksigen
terlarut di suatu perairan maka akan semakin baik kualitas perairan tersebut.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah ukuran kandungan bahan
organik dalam limbah cair. BOD ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen
yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama
satu periode waktu tertentu [6]. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan kualitas
air yang tidak baik [4]. Hasil pengukuran nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Histogram nilai rata-rata nilai BOD sampel

Hasil menunjukkan bahwa penambahan kitosan cair kadang-kadang menaikkan nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan kadang-kadang menurunkan nilai BOD. Nilai BOD tertinggi ditunjukkan pada konsentrasi kitosan
1500 ppm sebesar 4,4 mg/L dan nilai BOD terendah ditunjukkan pada konsentrasi kitosan 15 ppm sebesar 1,933 mg/L, sedangkan nilai BOD kontrol
sebesar 2 mg/L. Konsentrasi kitosan yang efektif dapat menurunkan nilai
BOD adalah konsentrasi kitosan 15 ppm. Hasil (Gambar 6) menunjukkan
bahwa nilai BOD terendah ditunjukkan pada konsentrasi kitosan 15 ppm sebesar 1,933 mg/L. Konsentrasi kitosan yang efektif dapat menurunkan nilai

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
6|Page

JURNAL ILMU BERBAGI


BOD adalah konsentrasi kitosan 15 ppm. Menurut Ibrahim et al. [4], penambahan kitosan dapat memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penurunan nilai BOD limbah cair karena kitosan dapat bersifat sebagai adsorben
yang dapat mengadsorbsi bahan-bahan organik pada suatu perairan.
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia [6]. Hasil pengukuran nilai COD dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram nilai rata-rata nilai COD sampel

Gambar 7. menunjukkan bahwa Nilai COD terendah ditunjukkan pada penambahan kitosan cair konsentrasi 1,5 ppm yakni sebesar 797,87 ppm. Penambahan kitosan cair sampel akan menurunkan nilai COD. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ibrahim et al. [4] yang menyatakan bahwa penambahan
kitosan dapat menurunkan nilai COD limbah cair, makin tinggi nilai COD
maka limbah tersebut banyak mengandung bahan-bahan organik dan anorganik. Hasil menunjukkan bahwa penambahan kitosan cair sampel akan menurunkan nilai COD. Nilai COD terendah ditunjukkan pada penambahan kitosan
cair konsentrasi 1,5 ppm yakni sebesar 797,87 ppm dengan nilai COD kontrol
sebesar 1132,8 mg/L.
Pengukuran zat warna limbah cair batik dilakukan dengan melihat nilai
kecerahan limbah cair batik. Hasil pengukuran nilai kecerahan dapat dilihat
pada Gambar 8.

Gambar 8. Histogram nilai rata-rata nilai kecerahan sampel

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
7|Page

JURNAL ILMU BERBAGI


Hasil menunjukkan semakin meningkat konsentrasi kitosan semakin tinggi
nilai kecerahan sampel. Nilai tertinggi kecerahan ditunjukkan pada perlakuan
kitosan konsentrasi 1500 ppm yakni sebesar 74,86, sedangkan nilai kecerahan
pada kontrol adalah sebesar 53,14. Gambar 8. menunjukkan nilai tertinggi
kecerahan ditunjukkan pada perlakuan kitosan konsentrasi 1500 ppm yakni
sebesar 74,86, sedangkan nilai kecerahan pada kontrol adalah sebesar 53,14.
Penambahan kitosan menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi
kitosan semakin tinggi nilai kecerahan sampel. Hal ini disebabkan karena kitosan memiliki sifat adsorben sehingga dapat menyerap zat warna yang ada
pada limbah cair batik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Meriatna [2] yang
menyatakan bahwa kitosan dapat berfungsi sebagai adsorben. Proses adsorpsi
pada pH basa dapat dijelaskan dengan adanya ion (CH2O-) dari kitosan yang
berikatan kovalen dengan zat warna menggantikan gugus klorida (Cl-) yang
lepas kedalam larutan. Mekanisme ini adalah sama seperti pada mekanisme
adsorpsi zat warna dengan selulosa pada proses pewarnaan. Pada proses pewarnaan, gugus hidroksi dari selulosa (selulosa-OH) terdeprotonasi pada kondisi basa menjadi ion selulosa (selulosa-O-) yang kemudian berikatan kovalen
dengan zat warna. Tidak hanya ikatan kovalen yang berperan, tetapi ikatan
Van der Walls juga berperan dalam mekanisme adsorpsi pada suasana basa.
Ikatan Van der Walls merupakan ikatan lemah yang terjadi antara gugus azo
(N=N) dari zat warna dengan gugus hidroksi (OH) dari kitosan [7].
Hasil analisis logam berat pada limbah batik cair dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis logam berat pada limbah
Kadar Cr Kadar Cd
Kadar Pb
Kadar Hg
Sampel
(ppm)
(ppm)
(ppm)
(ppm)
Limbah cair < 0,005
< 0,005
< 0,005
< 0,002
batik

Hasil analisis logam berat pada limbah menunjukkan kadar Cr < 0,005 ppm,
kadar Cd < 0,005 ppm, kadar Pb < 0,005 ppm, dan kadar Hg < 0,002 ppm.
Hasil analisis logam-logam berat tersebut dinyatakan masih di bawah standar.

(a)

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
8|Page

JURNAL ILMU BERBAGI

(b)
Gambar 9. Limbah cair batik sebelum (a) dan sesudah (b) treatment

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan cair dan kitosan padat


dapat digunakan sebagai bahan absorben. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
turbiditas, DO, COD, BOD dan kecerahan yang mempengaruhi perubahan
karakteristik suatu limbah cair batik, dimana terjadi peningkatan nilai kecerahan, nilai DO serta mengalami penurunan turbitas, BOD, dan COD setelah
diberi kitosan sehingga limbah tersebut sudah layak dibuang kelingkungan
karena sudah sesuai dengan baku mutu. Penggunakan kitosan yang efektif
adalah penggunaan kitosan 15 ppm. Saran yang diajukan pada penelitian ini
adalah perlu dilakukan variasi panjang pipa yang digunakan ketika proses
fluidasi dilakukan. Selain itu, untuk mengembangkan penggunaan kitosan
pada pengelolaan limbah cair batik ini, perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai modifikasi alat pengelolaan limbah untuk skala industri.

Penghargaan
Penelitian ini disponsori oleh Program Kreativitas Mahasiswa Bidang
Penelitian (PKM-P) Tahun 2012, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi
1. Atmojo MYT. 2007. Pemanfaatan lembaran kitosan sebagai adsorber pada
pengolahan limbah cair perikanan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
2. Meriatna. 2008. Penggunaan membran kitosan untuk menurunkan kadar
logam krom (Cr) dan nikel (Ni) dalam limbah cair industri pelapisan logam. [Tesis]. Sumatera Utara: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
9|Page

JURNAL ILMU BERBAGI


3. Sukmawati. 2006. Penggunaan kitosan manik sebagai adsorben untuk menurunkan kadar Pb (II) dan Cr (IV) dalam limbah cair industri pelapisan
logam. [Tesis]. Sumatera Utara: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibrahim B, Suptijah P, Prantommy. 2009. Pemanfaatan Kitosan pada Pengolahan Limbah Cair Industri Perikanan. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan. XII(2): 154-166.
5. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi
(BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan.
Oseana. XXX(3): 21-26.
6. Nurhasanah. 2009. Penentuan kadar COD (Chemical Oxygen Demand)
pada limbah cair pabrik kelapa sawit, pabrik karet dan domestik. [Karya
Ilmiah]. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.
7. Sakkayawong, N., Thiravetyan, P., dan Nakbanpote, W. 2005. Adsorption
mechanism of synthetic dye wastewater by chitosan. Journal of Colloid
and Interface Science. Vol 286. 36-42.
8. Anonim. 1997. Perencanaan Teknik Pengelolaan Pencemaran Industri
Sekala Kecil Sentra Batik DIY. Balai Besar Penelitian dan Perkembangan
Industri Kerajinan dan Batik. Yogyakarta.

Jurnal Ilmu Berbagi Vol. 2014, No. 2: Seri Ilmu Kesehatan dan Lingkungan,
Agustus 2014
10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai