Anda di halaman 1dari 3

1

1. Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi


Asean
Ekonomi ASEAN pada saat sekarang masih dibayangi oleh ketidakpastian
pertumbuhan, ekonominya walaupun masih terlihat dengan pertumbuhan ekonomi
yang tinggi beberapa Negara ASEAN tahun 2004. Sedangkan Bank Pembangunan
Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 akan
mencapai 5,7 persen. Angka ini berarti meningkat dibandingkan prediksi semula
sebesar 5,5 persen tahun 2004. Dampak ketidakpastian tersebut disebabkan oleh
lonjakan harga minyak dunia. Selain itu ketidakstabilan nilai tukar mata uang.
Sehingga ketidakpastian tersebut, juga akan mengganggu proses pemulihan ekonomi
yang sedang berlangsung.
Pertumbuhan ekonomi ASEAN yang cukup tinggi selama tahun 2004 tersebut
antara lain disebabkan oleh meningkatnya permintaan eksternal dan naiknya harga
komoditas non-minyak. Kenaikan harga minyak saat ini akan memberikan dampak
yang lebih besar pada ekonomi ASEAN. Kenaikan harga minyak tersebut
diperkirakan akan menekan nilai tukar di kawasan ASEAN dan meningkatkan tekanan
inflasi. Selain dari itu perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Cina
yang menjadi mitra dagang utama negara ASEAN diperkirakan akan memberikan
dampak yang cukup signifikan di kawasan ASEAN.
Dari beberapa negara ASEAN, hanya Indonesia dan Kamboja yang revisi
pertumbuhan ekonominya dinaikkan. Pertumbuhan ekonomi Thailand direvisi dari 5,6
persen menjadi 4 persen. Malaysia direvisi dari 5,7 persen menjadi 5,1 persen.
Filipina direvisi dari 5 persen menjadi 4,7 persen. Sementara Vietnam tetap di kisaran
7,6 persen. Faktor menyebabkan pertumbuhan ekonomi ASEAN bergerak melemah.
Misalnya saja Filipina dan Thailand yang cukup terpukul oleh tingginya harga minyak
dan gagal panen. Filipina plus Malaysia juga tertekan oleh melambatnya sektor
elektronik dunia. Namun khusus untuk Indonesia, ADB menilai faktor-faktor negatif
tersebut bisa ditutupi oleh membaiknya iklim investasi. Sementara Vietnam tertolong
oleh tingkat pertumbuhan yang baik. Secara keseluruhan, ADB merevisi pertumbuhan
ekonomi Asia Tenggara turun menjadi 5 persen, dari semula 5,4 persen. ADB juga
menyebutkan, karena kebanyakan negara Asia adalah net importir minyak dan juga

digolongkan sebagai kawasan yang tidak efisien dalam penggunaan energi, maka
kawasan Asia sangat rentan oleh kenaikan harga minyak dunia.
The Global Development Finance (GDF) mencatat, selama tahun 2004, sekitar
74 persen atau US$ 143,7 miliar dari total arus modal yang mengalir ke negara
emerging market masuk ke Asia, termasuk ASEAN. Tingginya arus modal masuk ini
terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keterbukaan ekonomi, penerapan
kebijakan ekonomi yang market friendly dan prospek ekonomi yang dinilai baik.
Meskipun mendapat keuntungan dari masuknya modal (capital inflow) yang sebagian
besar di antaranya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI), arus modal juga
telah meningkatkan kerentanan terhadap mata uang negara ASEAN. Berdasarkan
kepada teori ekonomi dan penelitian sebelumnya, terdapat dua bentuk hubungan
antara FDI dengan perdagangan antar negara iaitu sama ada (1) FDI merupakan
pengganti atau pelengkap kepada perdagangan antar negara, atau (2) FDI menjadi
penyebab kepada perdagangan antar negara atau sebaliknya. Karena FDI dianggap
sebagai satu pemicu pertumbuhan ekonomi khususnya melalui pertumbuhan sektor
ekspor dan import, menyediakan peluang pekerjaan, transfer teknologi dan
sebagainya Foreign direct investment semenjak masuknya ke negara ASEAN tahun
2002 disebabkan semakin menguatnya stabilitas ekonomi dan pasar baik di pasar
uang maupun pasar modal. Mengenai perkembangan perekonomian ASEAN-5 yang
terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina semakin tumbuh
dan berkembang. Sedangkan perekonomian ASEAN-4 yang terdiri dari Kamboja,
Laos, Myamar dan Vietnam serta Brunei Darusalam semakin terbuka dan tumbuh.
Investasi Langsung Luar negeri (FDI) dan perkembangan perdagangan di dunia wujud
di negara-negara ASEAN, karena menarik FDI dari negara maju di samping
meningkatkan investasi dan perdagangan antar ASEAN.
Oleh karena itu Bank Sentral negara ASEAN menerapkan berbagai kebijakan
yang bersifat spesifik dan berjangka waktu relatif pendek, yang ditujukan untuk
memelihara kestabilan nilai tukar. Hal itu dimaksudkan agar dapat memberikan
peluang yang lebih besar untuk mencapai tujuan kebijakan ekonomi masing-masing
negara, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Namun demikian, hal
ini bukan berarti ASEAN akan meninggalkan pendekatan kebijakan yang bersifat
terbuka dan berorientasi pasar. Tetapi ASEAN akan tetap mempertahankan kebijakan
ekonomi yang terbuka, dengan berupaya mencapai kebijakan arus modal yang stabil

dan lancar. Mata uang ASEAN saat ini sangat rentan karena faktor internal dan
eksternal. Secara internal, mengecilnya pasar valas menjadi faktor utama. Secara
eksternal, rentannya mata uang ASEAN disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
ketidakseimbangan dunia, kemungkinan naiknya suku bunga The Fed, dan
meningkatnya spekulasi dalam rangka mengantisipasi revaluasi yuan. Untuk
mengantisipasi tantangan tersebut, perekonomian ASEAN cenderung untuk
membatasi spekulasi yang berlebihan akibat meningkatnya arus modal yang kurang
terkendali. Upaya lain untuk mengurangi kerentanan eksternal di kawasan regional
adalah dengan membuat kesepakatan antara Bank Sentral negara-negara ASEAN.
Disamping itu Bank Indonesia memberikan langkah-langkah inisiatif bagi
ekonomi nasional (Indonesia) kedepananya, yang pertama di bidang moneter yang
terdiri dari 3 inisiatif yaitu memperdalam pasar keuangan domestik, memperkuat
efektivitas penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) dan membangun perangkat
analisa kebijakan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kedua Inisiatif
di bidang sektor riil. Perbaikan daya saing daerah untuk menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 adalah kunci bagi perbaikan daya saing nasional di era
tersebut (bank Indonesia 2008). Oleh karena itu, Bank Indonesia melihat pentingnya
untuk lebih mempertajam fungsi-fungsi advisory dan fasilitasi Kantor-Kantor BI
(KBI) di daerah serta pemanfaatnya sebagai pembentuk modal sosial di daerah
kerjanya. Oleh karena itu, program Reorientasi KBI perlu perkuat implementasinya
(Baharuddin, bank Indonesia 2008). Selain dari tu dalam memperdalam pasar
keuangan domestik untuk meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan
serta meminimalisir potensi gejolak dari pasar keuangan global, perlu adanya pasar
keuangan

domestik

yang

lebih

kuat,

dalam

dan

likuid.

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.bunghatta.ac.id/artikel-223-dampak-ketidakpastian-globalisasi-ekonomiterhadap-pertumbuhan-ekonomi-asean.html

Anda mungkin juga menyukai