Anda di halaman 1dari 8

1.

PENGERTIAN DASAR MANAJEMEN


1.1 Pengantar Pada bab pertama ini akan diterangkan pengertian dasar manajemen serta
sejarah perkembangan keilmuannya dengan tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai
manajemen sebagai suatu ilmu serta latar belakang perkembangannya. 1.2 Pengertian
Manajemen Banyak ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai definisi atau
pengertian manajemen. Beberapa di antaranya merumuskan manajemen sebagai berikut : 1.
Stoner & Wankel : Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin,
mengendalikan usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya
organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. 2. Terry :
Manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan sumberdaya manusia dan sumber daya lain untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Masih banyak lagi definisi atau pengertian yang
diberikan oleh para ahli mengenai manajemen, namun demikian dari sekian banyak definisi
tersebut dapat dikatakan bahwa permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk
memelihara kerjasama sekelompok orang dalam satu kesatuan serta usaha memanfaatkan
sumber daya yang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dengan demikian sebenarnya kegiatan manajemen itu hampir selalu ada pada
setiap kegiatan manusia, sebab sebagai makhluk sosial manusia akan selalu berusaha
berkumpul dan bekerja sama. Jika dilihat dari pengertian paling mendasar dari organisasi,
maka dapat dikatakan bahwa untuk menjalankan suatu organisasi, apapun bentuk organisasi
tersebut, dibutuhkan manajemen. 1.3 Unsur-unsur Manajemen Dari pengertian manajemen di
atas dikemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses untuk memanfaatkan sumber daya
manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan tertentu. Sumber daya manusia dan
sumber daya yang lain yang diperlukan tersebut disebut sebagai unsur-unsur manajemen.
Lebih lengkapnya, unsur-unsur manajemen ini dapat dikelompokkan menjadi: 1. Manusia
(man). 2. Bahan (materials). 3. Mesin (machines). 4. Metode/cara kerja (methods). 5. Modal
uang (money). Unsur-unsur ini dikenal pula sebagai 5 m, bila dinyatakan dalam bahasa
Inggris. Bahan (materials) tidak harus diartikan sebagai logam seperti dalam industri
manufaktur logam misalnya. Ia juga bisa berarti informasi yang diolah misalkan dalam
manajemen perkantoran. Berkenaan dengan unsur-unsur atau sumber daya ini harus diingat
bahwa semua itu tidak tersedia secara berlimpah. Ada keterbatasan yang mengakibatkan
pemanfaatannya harus dilakukan sehemat dan secermat mungkin. Dengan demikian proses
manajemen yang baik harus bisa memanfaatkan keterbatasan tersebut untuk pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan. 1.4 Tingkat Manajemen Suatu organisasi mempunyai tingkatantingkatan tertentu yang berbeda satu sama lain. Ada tingkatan organisasi yang bersifat
operasional atau pelaksanaan misalkan dalam suatu kegiatan industri adalah operator-operator
mesin, ada tingkatan yang bersifat strategis misalkan direksi. Berdasarkan tingkatantingkatan organisasi inilah dapat dibedakan pula tingkatan manajemen. Pada dasarnya
terdapat tiga tingkatan manajemen, yaitu : 1. Manajemen tingkat terbawah (first line
management) yaitu tingkatan manajemen pada tingkat bawah dari suatu organisasi. Pada
tingkatan ini manajemen berfungsi mengarahkan pekerja-pekerja operasional. Jika dilihat dari
segi perencanaan yang dibuat pada tingkatan ini maka jangkauan perencanaan yang dibuat
biasanya hanya melingkupi jangka waktu harian. Mandor-mandor berada dalam tingkatan
manajemen ini. 2. Manajemen tingkat menengah (middle management) adalah tingkatan
manajemen yang berfungsi mengarahkan kegiatan dari manajemen terbawah. Perencanaan
yang dibuat di sini jangkauan waktunya bersifat menengah. 3. Manajemen tingkat atas (top

management) adalah tingkatan paling tinggi dari manajemen yang biasanya terdiri atas
beberapa orang saja. Jangkauan perencanaan yang dibuat di sini bersifat strategis dan
meliputi kurun waktu rencana jangka panjang. 1.5 Perkembangan Ilmu Manajemen Jika
dilihat hakekatnya, sebenarnya proses manajemen atau kegiatan bermanajemen sudah
dilakukan orang sejak dahulu, yaitu sejak manusia mulai merasa perlu untuk membentuk
kelompok untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Namun sebagai
disiplin ilmu, manajemen belum cukup lama berkembang. Dapat dikatakan revolusi industri
merupakan tonggak awal perkembangan ilmu manajemen. Perubahan cara berproduksi
menjadi produksi masal menimbulkan pemikiran untuk mengelola usaha produksi tidak
dengan cara 'coba-coba' lagi. Dan masa-masa selanjutnya muncul banyak hal yang
mendorong perkembangan ilmu manajemen hingga mencapai kondisi seperti saat ini. Secara
kronologis, perkembangan ilmu manajemen dan sebab-sebab yang melatar belakanginya
dapat dikemukakan sebagai berikut : 1.5.1 Menajemen Ilmiah (Scientific Management)
Manajemen Ilmiah dipelopori oleh seorang Amerika bernama F.W. Taylor. Setelah revolusi
industri yang mengakibatkan perubahan struktur industri di Amerika timbul masalah
peningkatan produktivitas. Pada saat itu banyak orang melihat bahwa peningkatan
produktivitas suatu sistem produksi dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi tenaga
kerjanya. Pendapat Taylor bahwa persoalan manajemen dapat dipecahkan secara ilmiah
dimulai dengan penelitian yang dilakukan pada sebuah pabrik baja tempat Taylor bekerja.
Taylor mengembangkan teknik-teknik pengukuran waktu kerja untuk menganalisis suatu
pekerjaan. Dalam penelitian waktu kerja tersebut, Taylor memecah pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan seorang pekerja menjadi elemen-elemen kerja tertentu. Taylor kemudian
menetapkan kecepatan kerja yang terbaik yang harus dilakukan dan menetapkan juga metode
kerja yang terbaik yang harus dilakukan dan menetapkan juga metode yang terbaik
berdasarkan elemen-elemen kerja tersebut. Waktu pengerjaan yang menjadi standar tersebut
akhirnya membawa Taylor pada konsep pemberian upah kerja perangsang. Bonus akan
diberikan bagi pekerja yang bisa kerja melebihi standar kerja yang telah ditentukan. Dengan
cara ini Taylor mengharapkan produktivitas pekerja meningkat. Selain konsep upah
perangsang tersebut, Taylor juga mengemukakan pemikiran tentang pengaturan jam dan
frekuensi istirahat pekerja. Secara garis besar pendekatan Taylor dalam pemecahan masalahmasalah manajemen berorientasi pada pendekatan ilmiah yang memiliki pola sebagai
berikut : a. Identifikasi persoalan. b. Pengumpulan informasi persoalan melalui pengamatan.
c. Perumusan hipotesis awal. d. Pembuktian hipotesis. e. Pemecahan persoalan. Taylor-lah
yang memulai prinsip pemecahan masalah manajemen secara ilmiah sehingga aliran
manajemennya disebut manajemen ilmiah (scientific management). Pendapat-pendapat
Taylor ini banyak diikuti orang pada masa itu, terlebih-lebih setelah ia membukukan hasil
penelitiannya dalam buku Shop Management and The Principles of Scientific Management.
Pada dasarnya prinsip-prinsip dalam manajemen ilmiah yang dikembangkan Taylor adalah :
a. Pemakaian cara-cara ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah manajemen sebagai ganti
cara coba-coba. b. Pemilihan pekerja secara ilmiah dengan tujuan penyesuaian kemampuan
pekerja & spesifikasi jabatan/pekerjaan. c. Pengembangan kerja sama yang baik antara
manajer dengan pekerja. Pemikiran-pemikiran mengenai manajemen ilmiah ini diperkaya
dengan pendapat-pendapat para ahli lainnya. Salah satu yang terkenal adalah pasangan
suami-istri Frank B. dan Lilian M. Gilbreth yang mengembangkan studi gerakan (motion
study) untuk perbaikan metode kerja. Dengan demikian dapat dilihat bahwa perkembangan
manajemen secara formal dimulai dari dunia industri. Namun demikian prinsip-prinsip yang
dikembangkan di sini dapat pula dipakai dalam bidang-bidang lain selain industri. Banyak
sumbangan positif yang diberikan oleh aliran manajemen ini, seperti pengukuran waktu kerja
dan konsep-konsep penetapan efisiensi, yang sampai saat ini masih digunakan. Selain
sumbangan positif yang diberikan aliran ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan

paling menonjol yang dirasakan adalah dalam masalah "memanusiakan pekerja". Manajemen
ilmiah dinilai memandang pekerja semata-mata hanya sebagai obyek kerja saja. Pendapat
yang menyatakan bahwa bonus untuk kelebihan kerja akan dapat mendorong produktivitas
kerja, ternyata tidak selamanya benar. Walaupun sudah diberikan bonus ternyata perbaikan
produktivitas yang dihasilkankan kurang memadai. Kenyataan inilah yang kemudian
mendorong pemikiran-pemikiran baru di kalangan ilmuwan manajemen. 1.5.2 Pendekatan
Hubungan Manusia (Human Relation Behavioral Approach) Masalah manusia yang tidak
dapat dijawab oleh pendekatan manajemen ilmiah menjadi pendorong bagi perkembangan
ilmu manajemen berikutnya. Bersamaan dengan itu berkembang pula ilmu psikologi industri,
yang dipelopori oleh Hugo Munsterberg, dan ilmu sosiologi yang ikut memberi pengaruh
pada ilmu manajemen. Ditinjau dari sudut hubungan antar manusia (human relations) praktek
manajemen dapat dilihat sebagai pola hubungan antara manajer (atasan) dengan bawahannya.
Kondisi efisiensi kerja yang rendah merupakan petunjuk adanya hubungan yang buruk antara
bawahan dan atasan. Atasan harus mengetahui faktor-faktor sosial dan faktor-faktor lain yang
dapat memotivasi bawahan agar ia dapat membina hubungan yang lebih baik dengan
bawahannya. Pelopor dari aliran manajemen ini adalah Elton Mayo. Mayo merumuskan
pendapatnya melalui serangkaian penelitian yang sangat dikenal, yaitu The Hawthorne
Experiments. Berdasarkan penelitian tersebut, Mayo yang dibantu juga oleh beberapa
temannya mengemukakan beberapa hasil temuannya, antara lain : a. Perangsang finansial
atau bonus yang tidak selamanya akan meningkatkan produktivitas pekerja. b. Perilaku
manajemen, dalam hal ini manajer atau pengawas, juga mempengaruhi produktivitas pekerja.
Perhatian pengawas pada bawahannya bisa memberi pengaruh baik pada produktivitas kerja.
c. Kelompok informal dalam lingkungan pekerja yang berfungsi sebagai lingkungan sosial
pekerja juga mempengaruhi produktivitas pekerja. Dalam perkembangannya, pendekatan
hubungan antar manusia (human relation) ini berkembang menjadi ilmu perilaku (behavior
science), dan pendekatannya dalam manajemen menjadi pendekatan perilaku. Pengikut aliran
ini memandang praktek-praktek manajemen sebagai rangkaian pola tingkah laku manusia
yang berperan di dalamnya. Berdasarkan pandangan tersebut, aliran manajemen ini tidak lagi
melihat manusia sebagai manusia rasional dan ekonomis (rational-economic-man) tetapi
melihat manusia sebagai makhluk sosial (social-man). Kebutuhan manusia tidak hanya
kebutuhan fisiologis saja (makan, rumah, pakaian) tetapi mencakup juga kebutuhankebutuhan lain seperti keinginan untuk diterima dan dihargai oleh orang lain yang harus
dipenuhi juga dalam bekerja. Dalam praktek manajemen, pendekatan perilaku banyak
memberikan perbaikan dari segi kemanusiaan. Penemuan-penemuan yang dihasilkan
pendekatan ini seperti tentang bagaimana munculnya motivasi orang, bagaimana kelompok
berperilaku, bagaimana hubungan antar individu terjadi dalam bekerja, menyebabkan makin
diperbaikinya cara-cara berhubungan antara atasan dengan bawahannya. Ini berarti gaya
manajer mengalami perubahan dan akibatnya terjadi pula perubahan pada pola pelatihan
manajemen (management training). Kelemahan-kelemahan ternyata juga ada dalam
pendekatan manajemen ini. Hasil-hasil penelitian dengan ilmu perilaku (behavioral science)
ini seringkali sulit diterapkan dengan praktis. Lebih dari itu tingkah laku manusia itu sendiri
sangat rumit, sehingga sangat sulit untuk dipelajari. 1.5.3 Penyelidikan Operasional
(Management Science) Perang Dunia II juga memberi pengaruh pada perkembangan ilmu
manajemen. Pada saat itu pihak sekutu tengah mengembangkan teknik-teknik optimasi
penyelidikan operasional (operations research) untuk menghadapi pasukan kapal selam
pihak Jerman. Ketika perang selesai ternyata teknik-teknik optimasi yang dikembangkan
tersebut dapat dipakai dalam dunia industri, bahkan selanjutnya terjadi pengembangan terusmenerus dalam teknik optimasi tersebut. Perkembangan inilah yang kemudian mempengaruhi
perkembangan ilmu manajemen. Penyelidikan operasional dikenal juga sebagai aliran
kuantitatif dalam manajemen. Berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, aliran ini

memanfaatkan matematika sebagai alat untuk memecahkan persoalan-persoalan manajemen.


Aliran ini memandang manajemen sebagai suatu kesatuan logis dari tindakan-tindakan yang
dapat dinyatakan secara matematis dan dapat diukur. Menurut aliran ini persoalan dalam
manajemen adalah : a. Optimasi masukan-keluaran. b. Permodelan persoalan secara
matematis. Sebagai contoh, misalkan ingin dicapai penghematan biaya produksi tanpa
mengurangi mutu produk tersebut. Dengan mengadakan optimasi variabel-variabel yang
mempengaruhi biaya produksi (masukan) seperti biaya untuk bahan, biaya untuk tenaga
kerja, yang dengan sendirinya mempengaruhi mutu produk, maka tujuan yang diinginkan
dapat dicapai. Teknik-teknik yang dikembangkan dalam penyelidikan operasional ini tidak
hanya dipakai dalam sistem produksi. Metode Lintasan Kritis atau Critical Part Method
(CPM) dan Teknik Evaluasi Revisi Proyek atau Project Evaluation and Review Technique
(PERT) adalah metode yang dikembangkan dengan pendekatan ini yang dimanfaatkan dalam
manajemen proyek. Tidak dapat dipungkiri bahwa teknik-teknik kuantitatif tersebut
merupakan alat yang sangat tangguh untuk memecahkan persoalan-persoalan dalam
manajemen. Namun demikian, pemecahan tersebut hanya terbatas pada masalah manajemen
yang bersifat kuantitatif seperti persediaan, perencanaan produksi, dan lain-lain. Bila masalah
yang dihadapi sangat komprehensif sehingga sulit untuk dikuantitatifkan, maka pendekatan
ini sulit diterapkan. 1.5.4 Manajemen Dengan Pendekatan Sistem Perkembangan teknologi
menyebabkan semakin rumitnya sistem produksi dan semakin pendeknya umur suatu produk.
Selain itu penyebaran teknologi yang begitu cepat, ditambah dengan adanya perdagangan
yang bebas menyebabkan makin ketatnya persaingan, tidak lagi antar perusahaan dalam satu
negara melainkan sudah mencapai tingkatan antar negara. Hal ini menuntut pengelolaan
usaha yang makin baik, yang dengan perkataan lain makin mendorong perkembangan ilmu
manajemen. Perkembangan berikutnya dari ilmu manajemen adalah manajemen dengan
pendekatan sistem dan manajemen dengan pendekatan situsional (contingency approach).
Pendekatan sistem memandang manajemen sebagai suatu sistem. Sistem itu sendiri adalah
suatu kesatuan dari beberapa bagian yang disebut subsistem, dan mempunyai suatu tujuan
tertentu. Setiap sistem memiliki masukan-masukan tertentu dan memiliki proses transformasi
tertentu yang memproses masukan-masukan tersebut menjadi keluaran-keluaran tertentu.
Sistem berada dalam suatu lingkungan tertentu yang sangat mempengaruhi, dan sifat khas
lingkungan adalah sulit untuk dikendalikan. Misalkan suatu perusahaan dipandang sebagai
suatu sistem, maka situasi ekonomi, dan persaingan, merupakan lingkungan sistem
(perusahaan) yang akan mempengaruhi setiap aktivitas perusahaan dan sulit untuk
dikendalikan. Manajemen yang baik harus dapat mengendalikan subsistem-subsistem yang
dimilikinya dengan baik dan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang dapat terjadi
dalam lingkungan. Dengan kata lain, pendekatan ini berusaha melihat persoalan-persoalan
manajemen dalam perspektif kesatuan sebab-akibat yang bersifat menyeluruh, bukan sebagai
satuan-satuan yang terpisah-pisah. Dalam prakteknya pendekatan-pendekatan kuantitatif
dalam penyelidikan operasional banyak dipakai dalam pendekatan sistem ini. Dapat
dibayangkan betapa rumitnya penyelesaian yang harus dilakukan mengingat persoalan dilihat
dalam perspektif kesatuan, sehingga komputer banyak dipakai dalam penerapan manajemen
dengan pendekatan sistem ini. 1.5.5 Manajemen Dengan Pendekatan Situasional
(Contingency Approach) Pengembangan lebih lanjut dari manajemen dengan pendekatan
sistem adalah manajemen dengan pendekatan situasional. Pendekatan situasional ini
dikembangkan berdasarkan kenyataan bahwa banyak pemecahan masalah manajemen yang
efektif di suatu tempat belum tentu berhasil di tempat lain. Timbul pendapat bahwa faktorfaktor keadaanlah (situasional factor) yang menyebabkan hal-hal tersebut terjadi. Sesuai
dengan prinsipnya, maka tugas dari seorang manajer adalah mencari atau menentukan teknikteknik manajemen yang dapat memecahkan persoalan sesuai dengan tujuan dan situasi yang
dihadapi, batasan-batasan, dan jangka waktu yang tersedia. Sebagai contoh, bila suatu

perusahaan ingin meningkatkan produktivitas pekerjanya, manajemen dengan pendekatan


perilaku akan segera mengusahakan pengembangan motivasi kerja pekerja. Tetapi dengan
pendekatan situasional, pihak manajemen terlebih dahulu akan melihat keadaan pekerja. Bila
pekerja masih belum memiliki keterampilan yang baik, maka manajemen mungkin akan
mengusulkan program penyederhanaan kerja (work simplification). Sebaliknya jika pekerja
sudah terampil program yang mungkin baik dilakukan bukan penyederhanaan kerja,
melainkan pengkayaan kerja (job enrichment). Dalam pendekatan ini kecenderungan dalam
memandang setiap situasi yang rumit sangat diperlukan, dan manajerlah yang harus berperan
aktif dalam menentukan apa yang baik bagi situasi yang dihadapinya itu. Pendekatan
manajemen situasional ini dikembangkan oleh beberapa ahli antara lain Fremont Kast, James
Rosenzweig, Robert Kahn, dan lain-lain. 2 PROSES MANAJEMEN 2.1 Pengantar Dalam
bab sebelumnya telah dibahas mengenai pengertian dasar manajemen serta perkembangan
keilmuannya maupun cara pendekatannya. Untuk memberikan gambaran yang lebih
komprehensif mengenai manajemen ini maka dalam bab berikut akan dibahas permasalahan
manajemen dilihat dari sudut kegiatan-kegiatan utamanya. Setiap organisasi dapat dipastikan
memiliki satu atau beberapa tujuan yang memberikan arah dan menyatukan pandangan unsur
yang terdapat di dalam organisasi tersebut. Sudah barang tentu tujuan yang akan dicapai di
masa yang akan datang tersebut adalah suatu keadaan yang lebih baik dari pada keadaan
sebelumnya. Dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan inilah diperlukan serangkaian kegiatan
seperti yang telah dikemukakan di atas yang lebih dikenal sebagai proses manajemen. Secara
umum proses manajemen dapat dikelompokkan menjadi : 1. Penetapan tujuan (goal setting).
2. Perencanaan (planning). 3. Staffing. 4. Pengaturan (Directing). 5. Pengawasan
(Supervising). 6. Pengendalian (controlling). Rangkaian proses manajemen ini merupakan
proses yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, proses tersebut tidak dapat dilihat sebagai
suatu tahapan-tahapan yang berdiri sendiri melainkan sebagai proses yang berkait yang
memungkinkan adanya pengulangan kembali suatu tahapan proses yang telah dilakukan
sebelumnya, terutama dalam kaitannya dengan hubungan antara perencanaan dan
pengendalian. Untuk melaksanakan proses-proses manajemen di atas, manajer memerlukan
prasarana dan sarana, di antaranya memerlukan kekuasaan, tujuan orientasi, manusia, serta
sumber daya lainnya. Kekuasaan dibutuhkan oleh seorang manager untuk mempengaruhi
orang lain. Terdapat beberapa jenis kekuasaan yang mungkin diperlukan, di antaranya
adalah : 1. Kekuasaan formal yang terjadi karena suatu posisi atau jabatan tertentu
(Legitimate). 2. Kekuasaan untuk memaksa atau menghukum (Coercive power). 3.
Kekuasaan untuk memberikan penghargaan (Reward power). 4. Kekuasaan/kekuatan yang
bisa menyebabkan orang lain mengikuti atau melakukan peniruan (Reference power). 5.
Kekuasaan yang ditimbulkan oleh keunggulan pengetahuan, pengalaman, kemampuan, dan
keterampilan (Expert power). 2.2 Penetapan Tujuan Penetapan tujuan merupakan tahapan
paling awal dari suatu proses manajemen. Tujuan merupakan misi sasaran yang ingin dicapai
oleh suatu organisasi di masa yang akan datang dan manajer bertugas mengarahkan jalannya
organisasi untuk mencapai tujuan tersebut. Effektifitas pencapaian tujuan tersebut, selain
ditentukan oleh kemampuan manajer, juga ditentukan oleh sifat-sifat dari tujuan itu sendiri.
Tujuan yang baik harus memenuhi sifat-sifat sebagai berikut : 1. Spesifik, jelas apa yang
ingin dicapai atau diperoleh. 2. Realistis, bisa dicapai dan bukan sekedar angan-angan. 3.
Terukur, memiliki ukuran-ukuran tertentu untuk menentukan keberhasilannya. 4. Terbatas
waktu, mempunyai batas waktu sebagai target kapan tujuan tersebut harus bisa dicapai.
Dalam penetapan tujuan ini terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu apa yang
disebut dengan pendekatan puncak-bawah (top-down) atau pendekatan dari atas dan
pendekatan bawah-puncak (bottom-up) atau pendekatan dari bawah. Dengan menggunakan
pendekatan dari atas puncak-bawah (top-down), tujuan dibuat terlebih dahulu oleh
manajemen lapisan atas. Tujuan yan telah dirumuskan di sini kemudian dikaji dan dijabarkan

lagi oleh lapisan manajemen di bawahnya untuk kemudian dirumuskan lagi. Begitu
seterusnya sampai ke lapisan manajemen paling bawah sehingga memungkinkan
didapatkannya konsistensi tujuan akhir. Berbeda dengan pendekatan dari atas, maka
pendekatan dari bawah merupakan kebalikan dari pendekatan tersebut. Penetapan tujuan
dimulai dari individu-individu pada lapisan manajemen bawah. Kemudian dilakukan
pengkajian terhadap tujuan-tujuan tersebut pada lapisan manajemen di atasnya untuk
dirumuskan dalam suatu tujuan tertentu. Begitu seterusnya sampai akhirnya mencapai lapisan
manajemen puncak (top management), tujuan tersebut akhirnya terumuskan sebagai
kesepakatan bersama. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam tujuan ini berkenaan
dengan tingkatan dalam organisasi adalah tujuan memiliki hirarki atau tingkatan tertentu
pula. Pada tingkatan organisasi paling atas, dengan kata lain tingkat manajemen puncak,
tujuan bersifat sangat global. Makin ke bawah tingkatan tujuan tersebut makin terjabarkan
sehingga bersifat sangat spesifik dan operasional. Misalkan sebuah perusahaan bertujuan
meningkatkan jumlah keuntungan pada tahun produksi mendatang. Bagi bagian pemasaran,
tujuan tersebut dapat dirumuskan lagi dalam bentuk sasaran penjualan (misalkan dalam
rupiah) tahun mendatang yang harus dicapai. Pada tingkatan di bawahnya lagi tujuan tersebut
dijabarkan lagi dalam penentuan strategi promosi yang harus dilakukan. 2.3 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses pemilihan informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai
keadaan di masa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Terdapat
berbagai bentuk rencana yang pada dasarnya dibedakan menjadi : 1. Kebijaksanaan
(policy),adalah rencana yang menerangkan keseluruhan batasan kegiatan secara umum dan
komprehensif yang menjadi pegangan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan. 2.
Prosedur,adalah rencana yang menerangkan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk
menjalankan suatu kegiatan. 3. Metode,adalah rencana yang menerangkan tindakan-tindakan
yang harus dilakukan untuk menjalankan suatu kegiatan. 4. Standard, yaitu suatu gambaran
pencapaian yang diharapkan dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan. 5. Anggaran, yaitu
rencana mengenai penerimaan dan pengeluaran uang dalam suatu kegiatan. 6. Program,
adalah rencana komprehensif yang menyangkut pemakaian sumber daya secara integratif
termasuk jadwal pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Di samping itu perencanaan juga dapat
dilihat dari sudut jangkauan waktu atau kurun (horizon) perencanaannya. Ada rencana yang
jangkauan waktunya panjang atau lebih dikenal lagi dengan sebutan rencana janka panjang
(strategis), misalkan rencana untuk 5 tahun mendatang. Di lain pihak ada rencana yag
jangkauan waktunya lebih pendek, misalkan rencana untuk satu tahun bahkan satu bulan
mendatang, yang disebut sebagai rencana operasional (taktis). Langkah-langkah yang perlu
dilakukan dalam menyusun perencanaan secara umum adalah sebagai berikut : 1.
Mendefinisikan persoalan yang direncanakan dengan jelas dan baik sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. 2. Mengumpulkan informasi-informasi yang berkenaan dengan
kegiatan-kegiatan yang mungkin akan terjadi dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. 3.
Melakukan analisis terhadap informasi yang dapat dikumpulkan dan mengklasifikasikannya
atas kepentingannya. 4. Menetapkan batasan-batasan perencanaan. 5. Menetapkan alternatifalternatif rencana. 6. Memilih rencana yang akan dipakai dari alternatif-alternatif yang ada. 7.
Menyiapkan langkah-langkah pelaksanaan yang lebih rinci serta penjadwalan
pelaksanaannya. 8. Melakukan pemeriksaan ulang (review) terhadap rencana yang diusulkan
sebelum rencana dilaksanakan. 2.4 Staffing Staffing adalah proses manajemen yang
berkenaan dengan pengerahan (recruitment), penempatan, pelatihan, dan pengembangan
tenaga kerja dalam organisasi. Pada dasarnya prinsip dari tahapan proses manajemen ini
adalah menempatkan orang yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pada saat yang tepat
(right people, right position, right time). Sebelum mencari orang untuk ditempatkan dalam
satu posisi tertentu maka terlebih dahulu ditetapkan struktur organisasi yang akan dipakai.

Masing-masing posisi pada organisasi tersebut kemudian harus dijelaskan lingkup tugas,
tanggung jawab, dan keahlian serta keterampilan yang diisyaratkan yang dikenal sebagai
uraian jabatan (job description) dan persyaratan jabatan (job requirement). Berdasarkan
kedua hal inilah baru dilakuan proses staffing tersebut. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan dalam tahapan staffing ini pada dasarnya adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan
sumber daya manusia, yaitu tahapan penentuan akan kebutuhan tenaga kerja dalam suatu
organisasi dengan mempertimbangkan rencana organisasi seperti pengembangan yang akan
dilakukan di samping juga mempertimbangkan faktor luar seperti kondisi pasar tenaga kerja.
2. Pengerahan tenaga kerja (recruitment), yang dapat berasal dari pasar tenaga kerja maupun
berasal dari promosi dalam organisasi itu sendiri. 3. Seleksi, yaitu proses pemilihan tenaga
kerja yang sesuai dengan posisi yang akan diisi dari sekumpulan orang yang didapat dari
proses pengerahan tenaga kerja. 4. Pelatihan (training), setelah didapatkan orang yang sesuai
untuk satu posisi tertentu, maka langkah berikutnya adalah melakukan pelatihan bagi orang
tersebut sehingga memenuhi kualifikasi persyaratan jabatannya. 5. Penilaian kinerja
(performance appraisal) setiap tenaga kerja yang ada untuk melihat kemungkinan promosi,
mutasi, atau bahkan mungkin pemberian hukuman, setelah jangka waktu tertentu (secara
berkala). 2.5 PENGATURAN (Directing) Pengaturan (directing) adalah usaha untuk
memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam
satu kesatuan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan proses ini terkandung
usaha-usaha bagaimana memotivasi orang agar dapat bekerja dengan baik, bagaimana proses
kepemimpinan yang memungkinkan pencapaian tujuan serta dapat memberikan suasana
hubungan kerja yang baik, dan bagaimana mengkoordinasi orang-orang dan kegiatankegiatan dalam suatu organisasi. Pada dasarnya dalam bekerja orang memiliki motivasi yang
berbeda-beda. Apabila motivasi ini dapat dikenali dan kemudian dirangsang dengan tepat
maka bisa diharapkan orang tersebut akan memiliki kinerja yang baik. Proses kepemimpinan
yang baik harus memperhatikan aspek motivasi tersebut. Aspek lain yang sangat penting
dalam pengaturan adalah koordinasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
koordinasi antara lain adalah sebagai berikut : 1. Rentang kendali (span of control) yaitu
banyaknya orang yang masih dapat dikendalikan oleh seseorang secara efektif. Pada dasarnya
makin banyak bawahan yang harus dikendalikan maka koordinasi yang semakin sulit. namun
harus pula diingat bahwa jenis pekerjaan dan tingkat manajemen juga mempengaruhi
kemampuan tersebut. 2. Hirarki organisasi sesedikit mungkin sehingga perintah atau
informasi jangan sampai terlambat atau menyimpang. 3. Adanya kesatuan komando. 2.6
PENGAWASAN (Supervising) Pengawasan (supervising) didefinisikan sebagai interaksi
langsung antar individu-individu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja serta tujuan
organisasi tersebut. Berkenaan dengan tahapan proses ini perlu dikenal adanya suatu kondisi
tertentu dalam organisasi yaitu fenomena kelompok formal dan informal dalam suatu
organisasi. Kelompok formal adalah kelompok yang dapat dilihat pada struktur organisasi
resmi yang dibentuk oleh manajemen untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan tertentu.
Namun demikian dapat timbul suatu kelompok informal yang berbeda dengan kelompok
formal. Kelompok ini bisa membentuk struktur yang kuat dengan pemimpin sendiri serta
mungkin aturan-aturan sendiri pula. Kelompok informal ini bisa mendukung organisasi tetapi
juga bisa menghambat organisasi. Tahapan pengawsan ini harus bisa mengatasi kemungkinan
hambatan dari kelompok informal ini. Bagaimana menjaga hubungan antar individu dan juga
antar kelompok formal-informal harus dilakukan dengan baik. 2.7 Pengendalian
Pengendalian adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, yaitu proses evaluasi kinerja,
dan jika diperlukan dilakukan perbaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Kegiatan ini sangat erat kaitannya dengan kegiatan perencanaan sebab pada kegiatan
pengendalian inilah dilihat apakah yag direncanakan tersebut dapat dicapai atau tidak. Proses
pengendalian tersebut dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Sebagai langkah pertama

dilakukan pengukuran terhadap kinerja yang telah ditampilkan dalam selang waktu
pengendalian tertentu. 2. Kemudian hasil yang dicapai tersebut dibandingkan dengan
standard yang telah ditetapkan dalam rencana untuk menentukan penyimpanganpenyimpangan yang terjadi. 3. Apabila penyimpangan-penyimpangan yang terjadi masih
berada dalam batasan-batasan yang diijinkan dalam rencana maka proses manajemen terus
dilakukan, jika tidak maka harus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap rencana yang telah
dibuat sehingga proses manajemen berulang kembali. 3. DAFTAR PUSTAKA Stoner, James
A.F. dan C. Wankel, Management, 3rd ed., Englewood Cliffs : Prentice Hall International,
1986. Sukarno K., Dasar-dasar Manajemen, Penerbit Miswar, 1985. Terry, George R. dan
S.G. Franklin, Principles of Management, 8rd ed,, Homewood : Richard Irwin, Inc., 1982.
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai