KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi
Produksi Tanaman ini tentang komoditas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill).
Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tetapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada asisten praktikum
pembimbing Praktikum Teknologi Produksi Tanaman di kelas, asisten
pembimbing praktikum Teknologi Produksi Tanaman di lapang, dan tim asisten
pembimbing praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang telah membantu kami
dalam mengerjakan laporan besar ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman sesama mahasiswa yang juga sudah memberikan kontribusi
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan besar
ini.
Semoga laporan yang kami buat ini dapat memberikan pengetahuan yang
luas kepada pembaca. Tentunya laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Atas dasar itu, penyusun membutuhkan kritik dan saran membangun dari
pembaca.
Malang, 11 November 2015
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
RINGKASAN .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum............................................................................................. 2
2.
2.1
2.2
2.3
2.4
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Di Indonesia ............. 3
Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) ...................................... 4
Teknik Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) ................... 10
Perlakuan Varietas Pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) ......... 21
3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Teks
Halaman
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi kedelai pada tahun 2014 yaitu sebanyak 955,00 ribu ton biji kering
atau meningkat sebanyak 175,01 ribu ton atau 22,44% lebih tinggi dibandingkan
produksi tahun 2013. Produksi kedelai tahun 2015 diperkirakan sebanyak 998,87
ribu ton biji kering atau meningkat sebanyak 43,87 ribu ton atau 4,59 % lebih
tinggi dibandingkan produksi tahun 2014. Peningkatan produksi kedelai
diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen seluas 24.670 Ha atau sekitar
4,01% dan peningkatan produktivitas sebesar 0,09 kuintal/hektar atau sekitar
0,58% (BPS, 2015).
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) adalah tanaman pangan penghasil protein
nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi,
maupun harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein
hewani. Di Indonesia, kedelai biasa dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan
seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai, tauco, dan berbagai bentuk makanan
ringan. Banyaknya bentuk olahan yang berasal dari tanaman ini mengakibatkan
banyaknya permintaan kedelai di Indonesia. Namun, produksi tanaman kedelai
yang dihasilkan di Indonesia tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat
Indonesia sendiri, sehingga harus ditambah dengan kedelai impor. Berdasarkan
data BPS (2015) pada periode Januari hingga Agustus 2015 tercatat impor kedelai
mencapai 1.525.748 ton dengan nilai US$ 719.807.624.
Produktivitas kedelai dapat ditingkatkan diantaranya dengan perbaikan
teknik budidaya melalui sistem pemupukan dan penggunaan varietas unggul.
Tanaman kedelai memiliki banyak varietas, masing-masing varietas akan
memberikan respons pertumbuhan dan tingkat produksi yang berbeda-beda.
Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang tidak sama, hal ini dapat dilihat dari
penampilan dan karakter dari masing-masing varietas tersebut.Saat ini ada
beberapa varietas unggul kedelai yang telah dilepas ke masyarakat seperti
Sinabung, Anjasmoro, Mahameru, Penderman, Ijen, Kaba, Tanggamus, Sibayak,
Nanti, Ratai, dan Seulawah. Dalam laporan ini akan membahas lebih luas lagi
mengenai teknologi produksi tanaman kedelai serta mengetahui perbedaan hasil
produksi tanaman kedelai varietas anjasmoro dan varietas Grobogan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Di Indonesia
2.1.1 Produksi Tanaman Kedelai Di Indonesia
Sejak tahun 1991 sampai 1996 impor kedelai Indonesia mencapai sekitar
700.000 ton/tahun. Nilai impor pada tahun 1996 telah mencapai US$ 517.636.000
(Adisarwanto dan Wudianto, 2008). Besarnya produksi kedelai Indonesia dalam
memenuhi kebutuhan dalam negeri ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya
tidak sama. Berdasarkan data dari BPS (2015), pada tahun 2010 produksi kedelai
907.000 ton pada luas panen 661.000 ha kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2011 yaitu 851.000 ton pada luas panen 622.000 ha dan turun kembali pada
tahun 2012 dengan produksi 843.000 ton pada luas panen 568.000 ha (Tabel 1).
Penurunan hasil produksi yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2013,
produksi tanaman kedelai ini hanya mencapai 780.000 ton atau 33,9% dari total
kebutuhan yang mencapai 2,2 juta ton sehingga kekurangannya sekitar 1,4 juta
ton. Sementara tahun 2014 produksi kedelai mencapai 954.000 ton. Produksi
kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan sekitar 30% dan
setidaknya 70% harus impor. Dari data di Kementerian Pertanian produksi kedelai
2015 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) I Badan Pusat Statistik (BPS)
mencapai 998.870 ton biji kering kedelai.
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Kedelai Tahun 2010-2014
(BPS,2015)
No
Tahun
Produktivitas (ton)
1.
2.
3.
4.
5.
2010
2011
2012
2013
2014
661.000
622.000
568.000
551.000
615.000
907.000
851.000
843.000
780.000
954.000
kadar pirit, Al, Fe, dan Mn serta rendahnya ketersediaan hara P dan K (Suastika
dan Sutriadi, 2001).
2.1.2 Teknologi Produksi Tanaman Kedelai
Adanya teknologi budidaya jenuh air dapat menekan kadar pirit, karena
kondisi lebih reduktif. Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan
memberikan irigasi terus-menerus dan membuat kedalaman muka air tetap,
sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Kedalaman muka air tetap
akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan
tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman
memperbaiki pertumbuhannya (Troedson et al., 1983). Kedalaman muka air yang
tepat pada kondisi tanah tetentu perlu diteliti agar diperoleh pertumbuhan kedelai
yang baik dengan hasil yang tinggi di lahan pasang surut. Penerapan budidaya
jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik
maupun pada areal dengan drainase kurang baik. 3 Di beberapa tempat, budidaya
jenuh air dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi
dibandingkan cara irigasi biasa pada beberapa varietas kedelai (Hunter et al.,
1980; Nathanson et al., 1984; Troedson et al., 1984; dan Sumarno, 1986).
2.2 Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)
2.2.1
Klasifikasi
Menurut Adisarwanto (2002), tanaman kedelai termasuk dalam kingdom
Morfologi
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan
a. Akar
Akar kedelai (Gambar 1) mulai muncul dari belahan kulit biji yang
muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat
ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri atas dua keping akan
terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan hipokotil yang cepat
(Padjar, 2010).
c. Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu
stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah
dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves)
(Gambar 3). Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan
lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipe-ngaruhi oleh faktor
genetik. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya
bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm (Padjar,
2010).
Daun merupakan bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat
penting, karena semua fungsi yang lain tergantung pada daun secara langsung
atau tidak langsung. Dari proses fotosintesis pada daun akan dihasilkan energi
yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan daun.
Banyaknya daun akan mempengaruhi jumlah asimilat yang dihasilkan
(Dwidjoseputro 1994). Tanaman yang mempunyai daun yang lebih banyak
pada awal pertumbuhannya, tanaman akan lebih cepat tumbuh karena
kemampuan menghasilkan fotosintesa yang lebih tinggi dari tanaman dengan
jumlah daun yang lebih rendah. Jumlah daun tanaman akan mempengaruhi
pertumbuhan jaringan tanaman yang lain (Sitompul 1995).
terutama bagi para pengguna aspek produksi kedelai. Hal ini terkait dengan jenis
keputusan yang akan diambil untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal
dengan tingkat produksi yang maksimal dari tanaman kedelai, misalnya waktu
pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, serta penentuan waktu
panen (Irwan, 2006).
Irwan (2006) menambahkan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak
tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Stadia
perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia
pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang
utama. Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga. Stadia pertumbuhan
10
Persyaratan Benih
Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai. Pada
penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung, sehingga apabila
kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per satuan luas akan berkurang.
Di samping itu, kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga apabila benih
tidak tumbuh, tidak dapat ditutup oleh tanaman yang ada. Oleh karena itu, agar
dapat memberikan hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang
sesuai dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan
memenuhi standar mutu benih yang baik (Fachrudin, 2007)
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan varietas yaitu umur
panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh
yang tinggi (Andriany et al, 2013):
a. Umur panen
Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok
dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal ini menjadi penting untuk
menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen.
b. Ukuran dan warna biji
Ukuran dan warna biji harus sesuai dengan permintaan pasar.
Umumnya varietas kedelai yang berbiji besar lebih diminati daripada varietas
kedelai yang berbiji kecil. Kedelai yang berbiji kecil lebih rentan terhadap
11
salinitas sehingga kedelai berbiji kecil tidak mampu tumbuh dan berproduksi.
Tanaman kacang kedelai dengan biji besar cenderung memiliki kandungan
klorofil yang lebih tinggi, ditunjukkan oleh perkecambahan yang cepat dan
pertumbuhan pada fase vegetatif yang lebih baik.
c. Bersifat aditif
Pada tanah masam, varietas kedelai yang dipilih sebaiknya memiliki
tingkat adaptasi yang tinggi terhadap tanah untuk memperoleh hasil yang lebih
optimal. Misalnya dengan menggunakan varietas tanggamus. Sedangkan pada
daerah yang terdapat hama ulat grayak dapat memakai varietas Ijen. Varietas
tanaman kedelai yang akan ditanam harus memiliki sifat aditiff dengan kondisi
lahan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
2.
Penyiapan Benih
Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam
harus dicampur dengan legin, Legin adalah suatu inokulum buatan dari bakteri
atau kapang yang ditempatkan di media biakan tanah, kompos untuk memulai
aktifitas biologinya (Rhizobium japonicum). Bakteri ini akan hidup di dalam bintil
akar dan bermanfaat sebagai pengikat unsur N dari udara (Prihatman, 2000).
3.
diatasi dengan cara menanamkan 3-4 biji tiap lubang, atau dengan memperpendek
jarak tanam. Jarak tanam pada penanaman benih berdasarkan tipe pertumbuhan
tegak dapat diperpendek, sebaliknya untuk tipe pertumbuhan agak condong
(batang bercabang banyak) diusahakan agak panjang, supaya pertumbuhan
tanaman yang satu dengan lainnya tidak terganggu (Prihatman, 2000).
4.
Pemindahan Bibit
Ketika memindah yaitu menunjuk akar tanaman di kebun, perlu
memperhatikan cara-cara yang baik dan benar. Pemindahan bibit yang ceroboh
dapat merusak perakaran tanaman, sehingga pada saat bibit telah ditanam maka
akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan bahkan mati (Prihatman, 2000).
12
13
jarak tanam lebih renggang (Tabel 2), dan sebaliknya pada tanah tandus jarak
tanam dapat dirapatkan (Sumarno, 2007).
Tabel 2. Penentuan Jarak Tanam Tanaman Kedelai Pada Berbagai Keadaan
Lingkungan (Sumarno,1998)
Lingkungan
Tanah kurus atau kurang air
Jarak Tanam
(cm cm)
Populasi Tanaman
Per Hektar
10 35
10 40
20 20
15 25
10 50
5 50
10 45
15 35
15 40
20 25
20 30
15 45
7,5 45
15 50
20 35
20 40
25 25
25 30
571.428
500.000
500.000
533.333
400.000
400.000
444.444
380.952
333.332
400.000
333.333
296.296
296.296
266.666
285.714
250.000
320.000
266.666
14
2.3.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kedelai biasanya dilakukan penjarangan dan
penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pengairan dan penyiraman
menurut Suprapto (Prihatman, 2000).
1. Penjarangan dan penyulaman
Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam Kenya-taannya tidak
semua biji yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak
seragam. Untuk menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak
tumbuh sebaiknya segera diganti dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur
Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah benih yang tidak
tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu penyulaman yang terbaik adalah sore
hari.
2. Penyiangan
Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu.
Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6 minggu
setelah tanam. Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2
(pemupukan lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mengikis gulma
yang tumbuh dengan tangan atau kuret. Apabila lahannya luas, dapat juga dengan
menggunakan herbisida. Sebaiknya digunakan herbisida seperti Lasso untuk
gulma berdaun sempit dengan dosis 4 liter/ha
3. Pembumbunan
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak
merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang
berbahaya.
4. Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan kondis
tanah. Pada tanah subur atau tanah bekas ditanami padi dengan dosis pupuk
tinggi, pemupukan tidak diperlukan. Pada tanah yang kurang subur, pemupukan
dapat menaikkan hasil. Dosis pupuk yang di anjurkan secara tepat adalah sebagai
berikut:
15
pertumbuhan
akan
menyebabkan
tanaman
kerdil,
bahkan
dapat
16
17
18
19
Panen
Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning,
tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah
kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang
terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering,
sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan.
Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari
cabangnya.
Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-110
hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai
yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari,
sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan
biji betulbetul sempurna dan merata.
a. Pemungutan dengan cara mencabut
Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih
dulu. Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah.
Cara pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang poko, tangan
dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan
harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali
rontok bila tersentuh tangan.
20
Pasca panen
Setelah melewati masa panen, hasil yang telah diperoleh akan melewati
21
22
ton setiap hektarnya. Keunggulan varietas ini adalah tahan rebah dan pecah
polong, serta cukup tahan terhadap karat daun (Pitojo, 2003).
Menurut Marizka (2010), berikut ini adalah data statistik terkait tanaman
kedelai varietas Anjasmoro:
Nama varietas
: Anjasmoro
Kategori
SK
Tahun
: 2001
Tetua
Potensi hasil
: 2,25-2,03 ton/ha
Pemulia
Nomor galur
: MANSURIA 359-49-4
Warna Hipokotil
: Ungu
Warna epikotil
: Ungu
Warna daun
: Hijau
Warna Bulu
: Putih
Warna Bunga
: Ungu
: Cokelat muda
: Kuning
Warna Hilum
: Kuning kecokelatan
Tipe tumbuh
: Determinate
Bentuk Daun
: Oval
Ukuran daun
: Lebar
Perkecambahan
: 78-76%
Tinggi Tanaman
: 64-68 cm
Jumlah cabang
: 2,9- 5,6
: 35,7-39,4 Hari
Umur masak
: 82,5-92,5 hari
: 14,8-15,3 gram
: 41,78 42,05%
23
Kandungan lemak
: 17,12 18,60%
: Tahan rebah
: Sedang
: Grobogan
SK
: 238/Kpts/SR.120/3/2008
Tahun
: 2008
Tetua
: 2,77 t/ha
Rataan Hasil
: 3.40 t/ha
Karakter
Pemulia
Alrodi,
: Ungu
Warna Epikotil
: Ungu
Warna Bunga
: Ungu
Warna daun
Warna Bulu
: Cokelat
: Kuning muda
Warna Hilum
: Cokelat
Bentuk Daun
: Lanceolate
Tipe Pertumbuhan
: Determinate
: 30-32 hari
: 76 hari
Tinggi Tanaman(cm)
: 50-60 cm
: 18 gram
Tino
Vihara,
Farid
24
Kandungan Nutrisi
Protein (% bk)
: 43,9%
Lemak (% bk)
: 18,4%
Daerah Sebaran
: beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada
musim hujan dan daerah beririgasi baik
Pengusul
Menurut Marliah dkk (2012), terdapat interaksi yang nyata antara varietas dan
jarak tanam terhadap jumlah polong per tanaman, jumlah polong bebas per
tanaman dan berat biji per tanaman. Hasil terbaik diperoleh pada varietas
Anjasmoro berjarak tanam 40 cm 40 cm (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) kedelai umur 45 hst akibat berbagai
varietas dan jarak tanam (Marliah dkk, 2012)
Varietas
Anjasmoro
Grobogan
Kipas Merah
Rata-rata
44,56
40,94
41,22
42,24
Rata-rata
(cm)
41,94
33,11
37,94
37,66
46,81
40,24
42,75
41,01
34,12
25
28
sep
5
okt
12
okt
23
nov
30
nov
Pengolahan tanah
Penanaman
Pemupukan
Aplikasi Agen Hayati
Perawatan
Pengamatan
Keterangan:
Sep
: September
Okt
: Oktober
Nov : November
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman antara
lain tugal yang berfungsi untuk membuat lubang tanam. Cangkul dan cangkil
yang berfungsi untuk menggemburkan tanah. Gembor yang berfungsi sebagai alat
untuk menyiram. Meteran untuk mengukur lahan dan jarak antar tanaman, Plastik
yang digunakan sebagai wadah pupuk dan sampah. Pasak digunakan untuk
menandai objek pengamatan. Alat Tulis untuk mencatat hasil pengamatan,
Kamera sebagai alat untuk dokumentasi dan pasak digunakan untuk menandai
objek pengamatan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah benih kedelai
varietas Anjasmoro dan varietas Grobogan yang digunakan sebagai bahan tanam,
Pupuk kompos yang berfungsi untuk menambah unsur hara dan bahan organik,
Agen hayati yang berfungsi untuk mengendalikan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT), Furadan (insektisida) yang berfungsi untuk mengendalikan
serangga, Pupuk SP36 yang berfungsi untuk menyuplai unsur hara fosfor (P),
26
Pupuk urea yang berfungsi untuk menyuplai unsur hara nitrogen (N), Pupuk KCL
yang berfungsi untuk menyuplai unsur hara kalium (K).
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persiapan Lahan
Langkah awal dalam memulai budidaya kedelai adalah mempersiapkan
lahan tanam, persiapan lahan tanam dengan pengolahan primer kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan sekunder. Pengolahan lahan primer dilakukan
dengan membajak lahan sehingga menghasilkan bongkahan tanah yang masih
besar, Selanjutnya diratakan kembali dengan menggunakan cangkul. Selanjutnya,
dibuat petakan-petakan untuk tempat budidaya tanaman kedelai yang akan
ditanam. Setelah itu, kegiatan selanjutnya adalah memberikan pupuk kompos di
setiap petak pada lahan budidaya. Pada akhir persiapan lahan, melakukan
penyemprotan agen hayati menggunakan knapsack sprayer pada setiap petak.
3.3.2 Penanaman
Pada minggu kedua, kegiatan yang dilakukan adalah penanaman. Proses
penanaman dimulai dengan mengukur petak lahan yang akan ditanami yang
ukuran panjang 5 meter dan lebar 1,5 meter. Ukuran border dengan tepi lahan
yaitu sebesar 15 cm. Jarak tanam antar benih yaitu 15 cm 15 cm. Sedangkan
jarak antar 2 baris tanaman yaitu 30 cm. Perlakuan yang dilakukan yaitu
menggunakan benih tanaman kedelai vairetas anjasmoro. Penanaman dilakukan
dengan cara membuat lubang tanam menggunakan tugal dengan kedalaman antara
1,5 2 cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 2 biji dan diupayakan biji tersebut
bisa tumbuh. Saat penanaman benih berlangsung, aplikasi tambahan yang
digunakan adalah pemberian furadan dan kemudian menutup lubang tanam.
3.3.3 Penyulaman
Satu minggu setelah penanaman, dilakukan kegiatan penyulaman, yang
bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh.
Keterlambatan penyulaman akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan tanaman
yang jauh berbeda. Tanaman yang tidak tumbuh atau mati dicabut, kemudian
membuat lubang tanam baru dengan tugal dan setiap lubang diberi 2 benih kedelai
varietas Anjasmoro.
27
3.3.4 Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman
kedelai agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat maksimal. Pemupukan
pertama menggunakan pupuk SP36 yang berperan untuk memenuhi kebutuhan
fosfor (P) di dalam tanah. Pupuk ini diberikan pada awal penanaman karena
bersifat slow release, jadi aplikasi pupuk ini sangat baik pada saat awal
penanaman. Setiap lubang tanam dilakukan aplikasi pupuk SP36 sebanyak 4
gram/lubang tanam. Pemupukan kedua dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk
urea dan pupuk KCL. Pupuk urea berperan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen
(N) dan pupuk KCL berperan untuk memenuhi kebutuhan kalium (K). Kedua
pupuk ini bersifat fast release atau dapat mudah hilang karena tercuci atau
menguap. Setiap lubang tanam dilakukan aplikasi pupuk urea dan KCL sebanyak
0,5 gram/lubang tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat lubang
disebelah tanaman menggunakan tugal dengan kedalaman antara 5cm 10 cm.
3.3.5 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan saat minggu ketiga praktikum hingga
praktikum berakhir. Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiangan, dan penyiraman.
Penyiangan
bertujuan
untuk
mengurangi
pertumbuhan
gulma
sehingga
28
()
100%
Keterangan :
I = Intensitas Serangan (100%)
n = jumlah daun dari tiap katagori serangan
v = nilai skala tiap kategori serangan
Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = jumlah daun yang diamati
29
= 60 centimeter
= 30 centimeter
= 15 centimeter
= 15 centimeter
= Tanaman Sampel
5 meter
30
hst hingga 49 hst, rerata tinggi tanaman pada kedua varietas selalu mengalami
kenaikan. Pada varietas anjasmoro rerata tinggi tanaman yaitu sebesar 69,2 cm
sedangkan untuk varietas grobogan sebesar 43,7 cm. Pada saat 14 hst tinggi
tanaman kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 9,44 cm sedangkan
varietas grobogan memiliki rerata 7,29 cm. Pada saat 21 hst tinggi tanaman
kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 12 cm sedangkan varietas
grobogan memiliki rerata 8,87 cm. Pada saat 29 hst tinggi tanaman kedelai
varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 21,6 cm sedangkan varietas grobogan
memiliki rerata
Perlakuan
1
2
Anjasmoro
Grobogan
14
9,44
7,29
21,6
17,6
31,2
28,8
51
41
49
69,2
43,7
sebesar
13,87%,
sedangkan
varietas
grobogan
mengalami
31
peningkatan sebesar 25,62%. Pada saat 42 hst tinggi tanaman kedelai varietas
anjasmoro mengalami peningkatan sebesar 28,61% yang memiliki rerata yaitu 51
sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 27,91%. Pada saat
49 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro mengalami peningkatan sebesar
26,3%, sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 6,1%. Pada
saat 21 hst sampai 49 hst, kenaikan tinggi tanaman pada varietas anjasmoro dan
varietas grobogan konstan. Pada varietas anjasmoro kenaikan tinggi tanaman
paing sgnifikan terjadi pada 42 hst ke 49 hst.
Tinggi Tanaman Kedelai
Tinggi (cm)
80
60
40
Anjasmoro
Grobogan
20
0
14
21
29
35
42
Umur Tanaman (hst)
49
Gambar 8. Grafik Rerata Tinggi Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan (cm)
4.1.2
jumlah daun (Tabel 7) pada kedua varietas selalu mengalami kenaikan dengan
rerata daun tertinggi terdapat pada varietas grobogan yaitu sebesar 24,6.
Sedangkan untuk varietas anjasmoro, rerata jumlah daun tertinggi sebesar 16,5.
Pada saat 14 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 1,2
sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 2,2. Pada saat 21 hst jumlah daun
kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 2,9 sedangkan varietas grobogan
memiliki rerata 2,2. Pada saat 29 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro
memiliki rerata yaitu 4,9 sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 6,4. Pada
saat 35 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 6,8
sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 13. Pada saat 42 hst jumlah daun
kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 9,9 sedangkan varietas grobogan
32
memiliki rerata 19. Pada saat 49 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro
memiliki rerata yaitu 16,5 sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 24,6.
Tabel 7. Rerata Jumlah Daun Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan (helai)
No
Perlakuan
1
2
Anjasmoro
Grobogan
14
1,2
2,2
4,9
6,4
6,8
13
9,9
19
49
16,5
24,6
Anjasmoro
10
Grobogan
5
0
14
21
29
35
42
Umur Tanaman (hst)
49
33
4.1.3
Perlakuan
14
0
0
Anjasmoro
Grobogan
56
6,5
Jumlah Bunga
25
20
15
Anjasmoro
10
Grobogan
5
0
14
21
29
35
42
49
Umur Tanaman (hst)
56
34
4.1.4
saat 42 hst jumlah polong kedelai varietas anjasmoro belum muncul polong
sedangkan varietas grobogan sudah mulai muncul polong dengan rerata 14,6.
Pada saat 49 hst jumlah polong kedelai varietas anjasmoro mulai muncul polong
dengan rerata 5,9 sedangkan varietas grobogan muncul polong dengan rarata 14,6.
Pada saat 56 hst jumlah polong kedelai varietas anjasmoro muncul polong dengan
rerata 16,9 sedangkan varietas grobogan muncul polong dengan rerata 52,8.
Tabel 9. Rerata Jumlah Polong Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan
No
1
2
Perlakuan
14
0
0
Anjasmoro
Grobogan
56
16,9
52,8
Jumlah Polong
60
50
40
30
Anjasmoro
20
Grobogan
10
0
14
21
29
35
42
49
Umur Tanaman (hst)
56
Gambar 11. Grafik Rerata Jumlah Polong Tanaman Kedelai akibat perbedaan
varietas pada Berbagai Umur Pengamatan
35
4.1.5
Perlakuan
14
2,5%
0
Anjasmoro
Grobogan
49
27,54%
0
20
Grobogan
10
0
14
21
29
35
42
Umur Tanaman (hst)
49
36
4.1.6
Keragaman Serangga
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada lahan tanaman
37
Spesies
Foto
Nama Lokal:
Belalang Hijau
Populasi
Peran
Hama
Hama
Hama
Nama Ilmiah:
Atractomorpha crenula
Nama Lokal:
Kumbang Kubah Spot
Nama Ilmiah:
Epilachna sparsa
Nama Lokal:
Belalang
Nama Ilmiah:
Oxya chinensis
38
Nama Lokal:
Belalang Sembah
Musuh
alami
Nama Ilmiah:
Stagmomantis
carolina
Nama Lokal:
Kumbang Kubah Spot
M
Nama Ilmiah:
Menochillus
sexmaculatus
Musuh
alami
39
Hama
Nama Ilmiah: L.
indicata
Nama Lokal:
Laba-laba
Musuh
alami
Nama Ilmiah:
Lycosa
pseudoannulata
40
Spesies
Foto
Nama Lokal:
hama pengisap polong
kedelai
Nama Ilmiah:
Riptortus linearis
Populasi
Peran
Hama
Musuh
alami
Nama Lokal:
Kumbang Kubah Spot
M
Nama Ilmiah:
Menochillus
sexmaculatus
41
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1
varietas Anjasmoro, dibuat grafik regresi. Hasilnya, diketahui nilai regresi sebesar
0,9758 (Gambar 33). Berdasarkan nilai regresi yang telah diketahui, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada hubungan antara tinggi tanaman dan jumlah daun.
Semakin tinggi tanaman maka jumlah daun juga akan bertambah, atau bisa
dikatakan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun berbanding lurus. Herfyany et
al. (2013) menyatakan bahwa banyaknya jumlah daun dalam suatu tanaman
memiliki pengaruh penting terhadap besarnya peluang suatu tanaman untuk
memiliki pertumbuhan yang lebih baik.
42
Tinggi Tanaman
70
60
50
Tinggi Tanaman
40
30
Linear (Tinggi
Tanaman)
20
10
0
0
10
Jumlah Daun
15
20
Gambar 33. Grafik Regresi Antara Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman
Kedelai Varietas Anjasmoro
Daun memegang peranan yang sangat penting bagi poduktivitas suatu
tanaman. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah faktor tanah, air, cahaya
dan unsur hara. Dwidjoseputro (1994), menyatakan bahwa daun merupakan
bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat penting, karena semua fungsi
yang lain tergantung pada daun secara langsung atau tidak langsung. Dari proses
fotosintesis pada daun akan dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan daun. Banyaknya daun akan mempengaruhi
jumlah asimilat yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kedelai varietas
grobogan memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas
anjasmoro. Jumlah daun yang lebih banyak akan mempercepat proses
perkembangan organ atau jaringan lain dari suatu tanaman. Menurut Sitompul
dan Guritno (1995), tanaman yang mempunyai daun yang lebih banyak pada awal
pertumbuhannya, tanaman akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan
menghasilkan fotosintesa yang lebih tinggi dari tanaman dengan jumlah daun
yang lebih rendah. Jumlah daun tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan
jaringan tanaman yang lain.
43
4.2.3
betina dan alat kelamin jantan. Kedelai akan segera berbunga apabila lama
penyinaran kurang dari 13 jam atau biasa disebut dengan tanaman berhari pendek.
Menurut Lamina (1984) bahwa apabila pembentukan bunga lebih cepat dari
waktunya maka jumlah polong yang dihasilkan akan sedikit dan akan lebih cepat
matang sehingga hasil produksi yang dihasilkan semakin rendah.
Sebagian besar kedelai akan mulai berbunga pada umur 5 hingga 7 minggu
setelah tanam. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada varietas
grobogan lebih cepat berbunga yaitu pada saat 35 hst. Sedangkan pada varietas
anjasmoro bunga muncul pada saat 41 hst. Menurut Marizka (2010) bahwa pada
varietas anjasmoro memiliki umur berbunga mulai 35,7 sampai 39,4 hari,
sedangkan varietas grobogan memiliki umur berbunga mulai 30 32 hari.
Menurut Lamina (1984) bahwa jumlah bunga yang terbentuk pada ketiak daun
beraneka ragam tergantung dengan kultivar dan lingkungan tumbuh tanaman.
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah faktor tanah, air, cahaya dan unsur
hara.
4.2.4
karena polong pada tanaman terbentuk dari bunga, bunga tersebut berubah
menjadi polong setelah mengalami polinasi dan vertilisasi. Pada saat bunga sudah
mengalami penyerbukan maka bunga tersebut akan berubah menjadi polong dan
begitu seterusnya. Menjadikan jumlah bunga menjadi turun dan jumlah polong
menjadi meningkat. Berdasarkan hasil penelitian Sufianto (2007), bunga yang
telah dibuahi dan berpeluang dapat menjadi polong. Bunga terletak pada ruas-ruas
batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong
walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok
sebelum membentuk polong (Danarti dan Najiyati, 2000).
Dalam proses pembentukan polong, sangat diperlukan tingkat kelembaban
yang cukup serta penyediaan unsur hara yang terpenuhi untuk proses pembuahan
dan pemasakan biji. Menurut Stewart, (1994), yaitu untuk pembentukkan polong
diperlukan kadar kelembaban yang cukup tinggi selama beberapa waktu dan
44
cukup unsur hara khususnya fosfor dan kalsium, akan tetapi terlampau banyak air
didalam tanah juga akan dapat mengganggu proses pembentukkan polong.
Jumlah polong yang dihasilkan dari setiap tanaman merupakan komponen
hasil yang paling pokok bagi tanaman kedelai. Salah satu cara yang dapat
meningkatkan perkembangan jumlah polong pada kedelai ini yaitu dengan
pengolahan lahan. Hal ini dikarenakan dengan pengolahan tanah akan menjadikan
tanah semakin gembur sehingga akar tanaman lebih mudah masuk kedalam tanah
dan lebih mudah menyerap unsur hara yang terdapat didalam tanah yang
dipergunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Rafiuddin et al (2006), yang menyatakan bahwa pengolahan tanah
bertujuan untuk
45
muda yang kurang jernih, daun berkerut berwarna hijau gelap sepanjang tulang
daun serta terdapat gambaran mosaic di permukaan daun.
Menurut Rahmana (1998), variasi gejala karena infeksi penyakit mosaik
pada tanaman kedelai umur 14 -28 hari, daun pertamanya berkeriput dan daundaun muda mengecil disertai dengan tepi daun agak menggulung, selanjutnya
dengan bertambahnya umur tanaman (28- 49 hari) permukaan daun tidak rata atau
mengkerut, daun melengkung ke dalam (cupping) atau melengkung keluar,
melepuh dan berukuran kecil, tepi daun sering mengalami klorosis dan
mempunyai gambaran mosaik dengan warna hijau gelap disepanjang tulang daun,
kadang dijumpai pemucatan pada tulang daun
Penyebaran penyakit SMV ini sangat luas dan biasanya sudah terbawa
oleh benih kedelai yang akan ditanam. Oleh karena itu, pemilihan benih kedelai
yang tahan terhadap penyakit ini harus dilakukan secara efektik agar penurunan
hasil tanaman kedelai tidak terlalu tinggi. Menurut Hasdianto (1999), virus yang
terbawa oleh benih dapat menyebabkan rendahnya mutu benih. Biji yang
terinfeksi penyakit mosaik kedelai dapat mempengaruhi viabilitas benih atau
kemampuan benih untuk tumbuh.
Keragaman Serangga
Pada tanaman kedelai Varietas Anjasmoro ditemukan keragaman serangga
yang lebih tinggi dibandingkan dengan keragaman serangga pada tanaman kedelai
Varietas Grobogan. Berikut ini adalah keragaman serangga yang ditemukan pada
tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dan varietas grobogan:
46
47
48
sebagai musuh alami yang berhasil teridentifikasi hanya sedikit dan pada
lahan kedelai yang ditanam populasinya sendiri hanya 2 ekor. Ciri-ciri
kumbang spot M memiliki panjang tubuh 5-6 mm, warna merah dengan
bercak-bercak hitam putih dan kuning, merupakan predator tungau dan kutu
daun, menangkap mangsa dengan gerak lambat. Mangsa/inang utama adalah
Aphid sp, kutu daun, kebul (Arsyad, 1998).
6. Ulat Penggulung (L. indicata)
Populasi ulat penggulung yang ditemukan yaitu 1 ekor saat awal masa
vegetatif tanaman kedelai. Secara umum hama ulat penggulung daun
menyerang tanaman kedelai 16 24 hari setelah kedelai ditanam. Serangan
dilakukan dengan menggulung daun tanaman kedelai sebagai tempat
berlindung bagi ulat disiang hari. Serangan hama ini terlihat dengan adanya
daun-daun yang tergulung menjadi satu. Bila gulungan dibuka, akan dijumpai
ulat atau kotorannya yang berwarna coklat hitam. Selain menyerang kedelai,
ulat ini juga menyerang kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang,
Calopogonium sp. kacang kedelai dan kacang tanah (Arsyad, 1998).
7. Laba-laba (Lycosa sp)
Hasil pengamatan pada lahan dengan tingkat biodiversitas yang tinggi
ditemukan jenis organisme lain yang sebenarnya tidak termasuk kedalam kelas
insekta atau serangga namun berhasil teridentifikasi keberadaannya yaitu labalaba. Jenis laba-laba yang berhasil ditemukan pada permukaan tanah lahan
budidaya kedelai hanya 1 ekor. Lycosa pseudoannulata (Araneae: Lycosidae)
merupakan salah satu jenis laba-laba musuh alami yang sering dijumpai pada
pertanaman padi dan palawija setelah padi di lahan sawah irigasi. Laba-laba
yang dikenal petani sebagai "Lycosa" ini bersifat generalis karena memiliki
mangsa berbagai jenis serangga, terutama yang berstatus hama. Peranannya
sebagai musuh alami dalam ekosistem pertanian sangat penting, bahkan
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pengendalian hama dengan
insektisida (Arsyad, 1998).
8. Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis)
Hasil pengamatan keragaman serangga pada tanaman kedelai varietas
Grobogan sama halnya dengan kedelai varietas Anjasmoro memiliki tingkat
49
biodiversitas yang tinggi karena kedua jenis kedelai ini ditanam pada lahan
budidaya yang sama meskipun secara khusus ditanam dengan pola tanam
sistem monokultur. Akan tetapi tingkat keragaman yang ada disekitar lahan
penanamannya masih tinggi dikarenakan jarak antar komoditas yang ditanam
tidak berjauhan. Keragaman serangga yang berperan sebagai hama pada
kedelai varietas Grobogan yang berhasil teridentifikasi adalah hama
penghisap polong kedelai. Untuk populasi serangga ini saat pengamatan
berlangsung
berhasil
ditemukan
ekor.
Hama
pengisap
polong
ini
50
4.2.7
Pembahasan Umum
Kedelai merupakan salah satu salah satu komoditas penting yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia karena telah menjadi bagian penting dalam
menu makanan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kedelai perlu tersedia
dalam jumlah yang cukup bagi penduduk Indonesia yang jumlahnya terus
meningkat dari tahun ke tahun. Hingga saat ini pemerintah telah melepas lebih
dari 70 varietas unggul kedelai dengan berbagai keunggulannya tetapi belum
diketahui penggunaannya
diharapkan dapat dikembangkan petani sesuai dengan preferensi di masingmasing daerah. Dalam prakikum teknologi produksi tanaman, menggunakan
tanaman kedelai varietas anjasmoro dan varietas grobogan.
Pada pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa varietas
anjasmoro memiliki tanaman yang lebih tinggi daripada varietas anjasmoro.
Tanaman kedelai varietas anjasmoro yang terlalu tinggi akan lebih mudah rebah
dibandingkan dengan tanaman yang pendek. Selain itu pada varietas anjasmoro
lebih mudah terserang penyakit Soybean Mosaic virus (SMV) sedangkan pada
varietas grobogan tidak terserang penyakit. Ketahanan rebah pada varietas
anjasmoro ini berbeda dengan pendapat Marizka (2010), bahwa varietas
anjasmoro memiliki ketahanan tinggi terhadap kerebahan. Selain itu, varietas
anjasmoro juga memiliki ketahanan tinggi dalam pecah polong dan ketahanan
sedang terhadap serangan penyakit karat daun. Varietas grobogan memiliki
ketahanan terhadap pecah polong dan daun akan luruh pada saat menjelang panen.
Dari beberapa parameter yang telah diamati, dapat diketahui bahwa
varietas grobogan memiliki kemampuan yang cukup cepat dalam menghasilkan
polong. . Pada varietas anjasmoro fase vegetative tanaman lebih lama dan mulai
masuk ke fase generative pada 49 hari setelah tanam. Sedangkan pada varietas
grobogan, fase generative sudah dimulai saat 41 hari setelah tanam. Menurut
Zahrah (2011), menyatakan bahwa tanaman kedelai memiliki banyak varietas,
masing-masing varietas akan memberikan respons pertumbuhan dan tingkat
produksi yang berbeda-beda. Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang tidak
sama, hal ini dapat dilihat dari penampilan dan karakter. Menurut Marizka (2010)
51
kedelai varietas grobogan berumur genjah yaitu sekitar 70-79 hari, sedangkan
pada varietas anjasmoro berumur dalam yaitu sekitar 82-93 hari.
Dalam memenuhi kebutuhan kedelai yang semakin meningkat, tanaman
kedelai dengan varietas grobogan sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan varietas
ini memiliki kemampuan yang cepat dalam pembentukan polong serta hasil
produksi yang dihasilkan lebih banyak pula. Menurut Marizka (2010), kedelai
varietas anjasmoro mulai dilepas pada tahun 2001 dan memiliki potensi hasil
sebesar 2,25sampai 2,03 ton/ha. Kedelai varietas grobogan mulai dilepas pada
tahun 2008 dan memiliki potensi hasil sebesar 2,77-3,5 ton/ha.
Di daerah Jawa Barat, masyarakat lebih suka menanam tanaman kedelai
varietas grobogan. Menurut Krisdiana (2014) dalam penelitiannya dapat diketahui
bahwa di daerah Jawa Barat petani lebih memilih kedelai dengan varietas
grobogan. Hampir 54.736 ha lahan ditanami kedelai varietas grobogan.
Sedangkan untuk varietas anjasmoro ditanam pada lahan seluas 18.854 ha.
Sebagian besar petani lebih menyukai biji kedelai dengan warna kuning dan putih
kekuningan. Dari bentuk dan ukuran biji kedelai, petani lebih menyukai biji yang
bulat dan besar. Hal ini dikarenakan, kedelai dengan karakter seperti itu lebih
disukai dan mudah dijual.
52
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum teknologi produksi tanaman dengan
komoditas kacang kedelai, dapat disimpulkan bahwa:
1.
2.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T dan Wudianto, R. 2008. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Adisarwanto, T. 2002. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya. Jakarta.
Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
p412.65 69.
Ananto, E. Eko, dan H. Subagyo. 1998. Prospek Pengembangan Sistem Usaha
Pertanian Modern di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Proyek
Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera
Selatan
Arsyad, D.M. dan M. Syam. 1998. Budidaya Kedelai. Bumi Aksara. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Pada
Tahun 2015. Jakarta. Badan Pusat Statistik (Statistics Indonesia).
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI). 2005.
Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Balitbangtan. Jakarta
Damanik, Andriany F., Rosmayati, Hasmawi Hasyim. 2013. Respons
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Terhadap Pemberian Mikoriza dan
Penggunaan Ukuran Biji pada Tanah Salin. Jurnal Online Agroekoteknologi
Vol. 1 (2). ISSN No. 2337- 6597.
Danarti dan S. Najiyati. 2000. Palawija : Budidaya dan Analisa Usaha Tani.
Penebar Swadaya. Jakarta
Dwidjoseputro. 1994. Pengetahuan Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. p232.
Fachrudin, Lisdiana. 2007. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Hadiastono, T., 1999. Uji ketahanan berbagai varietas kedelai terhadap serangan
virus mosaik kedelai (BLCMV) Pada tingkat pemupukan N (urea). Agrivita
Vol. 20 No. 1. Hal 1-6.
Herfyany, Enny, Mukarlina, dan R. Linda. 2013. Pertumbuhan Tanaman Kedelai
(Glycine max (L.) Merril) pada Media Tanah Gambut yang Diberi Au
Jerami PAdi dan Pupuk Kandang Sapi. Jurnal Protobiont 2013 Vol 2(2):
107-111.
54
Irwan A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran,
Jatinangor. Bandung.
Krisdiana Rudi. 2014. Penyebaran Varietas Unggu KedeLai dan Dampaknya
terhadap Ekonomi Pedesaan.. J. Tanaman Pangan. Vol 33 (1) ; 61-69
Lamina. 1989. Kedelai dan Pengembangannya. CV. Simplex, Jakarta.
Marizka, Dinda. 2010. Uji Ketahanan Tanaman Kedelai (Glycine max (L.)
Merrill) Hasil Radiasi Sinar Gamma (M2) pada Cekaman Aluminium
Secara In Vitro. Skripsi Program Studi Pemuliaan Tanaman, Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
Marliah, Ainun, T. Hidayat, dan N. Husna. 2012. Pengaruh Varietas dan Jarak
Tanam Terhadap Pertumbuhan Kedelai [Glycine max (L.) Merrill]. Jurnal
Agrista, vol. 16, no. 1, hal 22-28.
Marwoto, dkk. 2013. Hama, Penyakit, dan Masalah Hara Pada Tanaman Kedelai.
BALITKABI, Malang.
Nathanson, K., R. L. Lawn, P.L.M. De Fabrun and D.E. Byth. 1984. Growth,
Nodulation, and Nitrogen Accumulation by Soybean in Saturated Soil
Culture. Field Crops Res. 8: 73-92.
Padjar. 2010. Kedelai Setalah Satu. Dekade. Majalah Tempo. Jakarta.
Pitojo, Setijo. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Prihatman, Kemal (Ed). 2000. Kedelai (online). http://www.warintek.ristek.go.id.
Diakses pada tanggal 8 November 2015.
Putri, A. M, Martondiro dan Hadiastomo, T. 2013. Pengaruh Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR) Terhadap Infeksi Soybean Mosaic Virus
(SMV), Pertumbuhan dan Produksi Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max
(L.) Merr). J. HPT vol 1 (3): 1-10
Rahamna, S. dan A. Hasanuddin, 1989. Inokulasi virus mosaik kedelai pada
berbagai umur tanaman kedelai. Kongr. Nas. X PFI, Denpasar, Nov.
1989.115-117.
Rahmawati, Reny. 2012. Cepat & Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
55
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Kedelai Varietas Anjasmoro
Tabel 13. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Sampel
1
2
3
4
5
Rerata
14
21
8
9
9
8
10
11
11
10,5
10
9
9,444444
12
13
3
11
12
13,5
17
15
16,5
13
12
31
29
24
25
29
26
34
33
37
41
31,2
42
49
52
47
55
52
40
49
50
54
56
55
51
73
70
73
73
54
66
68
70
75
70
69,2
Tabel 14. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Sampel
1
2
3
4
5
Rerata
14
21
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1,2
2
3
3
3
3
4
3
2
3
3
2,9
8
6
9
8
7
7
7
4
6
6
6,8
42
49
10
9
12
11
7
10
11
7
12
10
9,9
22
20
23
12
9
21
18
11
15
14
16,5
Tabel 15. Hasil Pengamatan Jumlah Bunga Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Sampel
1
2
3
4
5
Rerata
42
2
0
5
0
0
3
0
1
6
5
2,2
56
4
19
1
5
13
5
6
4
5
3
6,5
57
Sampel
16
5
20
35
9
26
11
13
12
22
16,9
1
2
3
4
5
Rerata
IP (Metode Skoring)
Tabel 17. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 14 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5
Skor
2
1
1
1
1
0
2
1
1
2
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Nilai IP
0
0
0
0
25
0
0
0
0
0
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Tabel 18. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 21hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5
Skor
2
2
3
3
3
2
3
1
2
1
1
0
0
0
0
1
1
2
0
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Nilai IP
0
0
0
0
8,33
6,25
16,67
0
16,67
25
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
58
Tabel 19. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 29 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5
Skor
2
4
4
0
3
4
3
0
1
3
3
1
1
2
1
1
2
3
2
1
0
0
0
1
0
0
0
2
1
2
2
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Nilai IP
16,67
5
33,34
16,67
5
10
35
25
20,83
29,17
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Tabel 20. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 35 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5
Skor
2
5
2
3
6
2
3
0
0
2
1
2
4
3
2
3
1
2
1
0
2
1
0
3
0
2
3
3
1
2
1
0
0
0
0
0
0
2
2
1
2
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
Nilai IP
12,5
25
25
6,25
6,25
5
50
56,25
46
41,6
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
Tabel 21. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 42 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5
Skor
2
2
1
2
2
6
3
2
1
3
2
2
4
4
4
1
3
3
1
3
2
3
4
3
2
0
2
2
2
2
3
3
0
3
3
0
2
4
3
3
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Nilai IP
42,5
33,34
39,5
38,6
35
32,5
43
50
37,5
42,5
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
59
Tabel 22. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 49 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5
Skor
2
1
8
8
1
5
11
6
3
6
6
5
4
8
5
3
8
5
4
5
4
5
4
4
2
1
0
4
3
3
3
3
3
2
1
0
2
2
1
1
1
0
1
1
3
0
0
1
0
0
0
Nilai IP
27,27
31,25
28,26
50
13,89
16,67
31,94
29,54
23,34
23,21
49
43,7
24,6
1,6
34,2
0
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
56
48,8
27
52,8
-
Gambar 344. Proses Pengolahan Lahan dan Pengukuran Jarak Tanam untuk
Kedelai
Varietas
AnjasmoroJarak Tanam
Pengolahan
Lahan
dan Penentuan
60
61
7 hst
14 hst
35 hst
21 hst
18 hst
29 hst
49 hst
42 hst
49 hst
Gambar 390. Keadaan Lahan Setiap Minggu