Anda di halaman 1dari 68

RINGKASAN

Muhammad Rifqi Al Jauhary, Fikri Hadi Rusdianto, Chicha Yayan


Lovelyana, dan Eka Arif Wibawa Hadi Saputra. Laporan Akhir Praktikum
Teknologi Produksi Tanaman: Komoditas Kedelai (Glycine max (L.) Merril).
Di Bawah Bimbingan Rizky A. Puspitasari sebagai Asisten Lapang dan
Akbar Saitama sebagai Asisten Kelas.
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) adalah tanaman pangan penghasil protein
nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi,
maupun harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein
hewani. Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis
tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu
agroekosistem akan berbeda dengan agroekosistem yang lain. Hal ini akan
mengindikasikan adanya spesifikasi cara bertanam kedelai. Oleh karena itu,
langkah-langkah utama yang harus diperhatikan dalam bertanam kedelai yaitu
pemilihan benih, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan.
Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknologi produksi tanaman
kedelai. Serta untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan tanaman kedelai
varietas anjasmoro dan varietas grobogan. Perlakuan yang dilakukan pada
praktikum ini yaitu menggunakan benih kedelai varietas anjasmoro dengan jarak
tanam 15cm x 15cm. Pengaplikasian pupuk dilakukan sesuai dengan ketentuan,
pupuk kompos pada awal penanaman serta pupuk SP36 diberikan setelah 7 hst
sejumlah 4 gram/tanaman. Sedangkan pupuk KCL dan pupuk urea diberikan
setelah 14 hst sejumlah 0.5 gram/tanaman. Parameter pengamatan pada masingmasing varietas antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, indeks penyakit
(IP),jumlah polong dan jumlah bunga.
Teknik budidaya kacang kedelai meliputi pembibitan, pengolahan media
tanam, teknik penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit serta
penanganan panen dan pasca panen. Berdasarkan hasil pengamatan dapat
diketahui bahwa kacang kedelai varietas grobogan memiliki karakter atau sifat
yang lebih baik dibandingkan dengan varietas grobogan. Varietas grobogan lebih
sering dipilih petani karena berumur genjah, memiliki hasil produksi yang tinggi,
tahan hama dan penyakit serta tidak mudah rebah. Sedangkan varietas anjasmoro
berumur dalam, memiliki hasil produksi yang lebih rendah dari varietas grobogan,
tidak tahan hama dan penyakit serta lebih mudah rebah. Untuk karakter tinggi
tanaman dan jumlah daun varietas anjasmoro lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas grobogan.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknologi
Produksi Tanaman ini tentang komoditas Kedelai (Glycine max (L.) Merrill).
Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses
pengerjaannya, tetapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada asisten praktikum
pembimbing Praktikum Teknologi Produksi Tanaman di kelas, asisten
pembimbing praktikum Teknologi Produksi Tanaman di lapang, dan tim asisten
pembimbing praktikum Teknologi Produksi Tanaman yang telah membantu kami
dalam mengerjakan laporan besar ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman sesama mahasiswa yang juga sudah memberikan kontribusi
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan besar
ini.
Semoga laporan yang kami buat ini dapat memberikan pengetahuan yang
luas kepada pembaca. Tentunya laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Atas dasar itu, penyusun membutuhkan kritik dan saran membangun dari
pembaca.
Malang, 11 November 2015

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
RINGKASAN .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Praktikum............................................................................................. 2
2.
2.1
2.2
2.3
2.4

TINJAUAN PUSTAKA
Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Di Indonesia ............. 3
Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) ...................................... 4
Teknik Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) ................... 10
Perlakuan Varietas Pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill) ......... 21

3.
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat ......................................................................................... 25
Alat dan Bahan ............................................................................................... 25
Cara Kerja ...................................................................................................... 26
Parameter Pengamatan ................................................................................... 27
Denah Petak Praktikum.................................................................................. 29

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil ............................................................................................................... 30
4.1.1
Tinggi Tanaman Kedelai ................................................................. 30
4.1.2
Jumlah Daun Tanaman Kedelai ...................................................... 31
4.1.3
Jumlah Bunga Tanaman Kedelai .................................................... 33
4.1.4
Jumlah Polong Tanaman Kedelai.................................................... 34
4.1.5
Intensitas Serangan Penyakit........................................................... 35
4.1.6
Keragaman Serangga ...................................................................... 36
4.2 Pembahasan .................................................................................................... 41
4.2.1
Tinggi Tanaman Kedelai ................................................................. 41
4.2.2
Jumlah Daun Tanaman Kedelai ...................................................... 41
4.2.3
Jumlah Bunga Tanaman Kedelai .................................................... 43
4.2.4
Jumlah Polong Tanaman Kedelai.................................................... 43
4.2.5
Intensitas Serangan Penyakit........................................................... 44
4.2.6
Keragaman Serangga ...................................................................... 45
4.2.7
Pembahasan Umum ......................................................................... 50
5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 53
LAMPIRAN .......................................................................................................... 56

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Kedelai Tahun 2010-2014 ........... 3


2. Penentuan Jarak Tanam Tanaman Kedelai Pada Berbagai Keadaan
Lingkungan .................................................................................................. 13
3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) kedelai umur 45 hst akibat berbagai varietas
dan jarak tanam ............................................................................................ 24
4. Rerata Tinggi Tanaman (cm) akibat perbedaan varietas ............................. 24
5. Kegiatan Praktikum Teknologi Produksi Tanaman ..................................... 25
6. Rerata Tinggi Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada Berbagai
Umur Pengamatan (cm) ............................................................................... 30
7. Rerata Jumlah Daun Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan (helai)............................................................. 32
8. Rerata Jumlah Bunga Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan ........................................................................ 33
9. Rerata Jumlah Polong Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan ........................................................................ 34
10. Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kedelai Akibat Perbedaan Varietas
(%) ............................................................................................................... 35
11. Keragaman Serangga Pada Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro ............ 37
12. Keragaman Serangga Pada Tanaman Kedelai Varietas Grobogan .............. 40
13. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro .............. 56
14. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro .... 56
15. Hasil Pengamatan Jumlah Bunga Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro .. 56
16. Hasil Pengamatan Jumlah Polong Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro . 57
17. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 14 hst .................... 57
18. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 21hst ..................... 57
19. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 29 hst .................... 58
20. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 35 hst .................... 58
21. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 42 hst .................... 58
22. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 49 hst .................... 59
23. Data Rerata Hasil Pengamatan Kedelai Varietas Grobogan........................ 59

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Teks

Halaman

1. Akar Tanaman Kedelai .................................................................................. 5


2. Batang dan Cabang Kedelai........................................................................... 5
3. Daun Tanaman Kedelai ................................................................................. 6
4. Bunga Tanaman Kedelai................................................................................ 7
5. Polong dan Biji Pada Tanaman Kedelai ........................................................ 8
6. Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen ................................................................... 9
7. Denah Petak Praktikum ............................................................................... 29
8. Grafik Rerata Tinggi Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan (cm) ............................................................... 31
9. Grafik Rerata Jumlah Daun Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas
pada Berbagai Umur Pengamatan (helai) .................................................... 32
10. Grafik Rerata Jumlah Bunga Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas
pada Berbagai Umur Pengamatan ............................................................... 33
11. Grafik Rerata Jumlah Polong Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas
pada Berbagai Umur Pengamatan ............................................................... 34
12. Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kedelai Akibat Perbedaan Varietas
(%) ............................................................................................................... 35
13. Penyakit Soybean Mosaic Virus (SMV) Menyerang Kedelai Varietas
Anjasmoro.................................................................................................... 36
14. Gejala Penyakit Soybean Mosaic Virus ...................................................... 36
15. Literatur Belalang Hijau .............................................................................. 37
16. Belalang Hijau ............................................................................................. 37
17. Kumbang Kubah Spot.................................................................................. 37
18. Literatur Kumbang Kubah Spot................................................................... 37
19. Belalang ....................................................................................................... 37
20. Literatur Belalang ........................................................................................ 38
21. Belalang Sembah ......................................................................................... 38
22. Literatur Belalang Sembah .......................................................................... 38
23. Literatur Kumbang Kubah Spot M .............................................................. 38
24. Kumbang Kubah Spot M ............................................................................. 38
25. Literatur Uat Penggulung Daun ................................................................... 39
26. Ulat Penggulung Daun ................................................................................. 39
27. Laba-laba ..................................................................................................... 39

28. Literatur Laba-laba ...................................................................................... 39


29. Literatur Hama Penghisap Polong Kedelai.................................................. 40
30. Penghisap Polong Kedelai ........................................................................... 40
31. Literatur Kumbang Kubah Spot M .............................................................. 40
32. Kumbang Kubah Spot M ............................................................................. 40
33. Grafik Regresi Antara Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas
Anjasmoro.................................................................................................... 42
34. Proses Pengolahan Lahan dan Pengukuran Jarak Tanam untuk Kedelai
Varietas Anjasmoro ..................................................................................... 59
35. Proses Penanaman Benih Kedelai Varietas Anjasmoro .............................. 59
36. Proses Penyiangan Gulma ........................................................................... 60
37. Proses Pemupukan ....................................................................................... 60
38. Proses Pengukuran Tinggi Tanaman Sampel .............................................. 60
39. Skoring Daun untuk Menghitung Indeks Penyakit ...................................... 60
40. Keadaan Lahan Setiap Minggu .................................................................... 60
41. Bunga (kiri) dan Polong(kanan) Kedelai Varietas Anjasmoro .................... 60

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Teks

Halaman

1. Data Hasil Pengamatan Kedelai Varietas Anjasmoro dan Varietas


Grobogan ................................................................................................... 57
2. Dokumentasi Praktikum ............................. Error! Bookmark not defined.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produksi kedelai pada tahun 2014 yaitu sebanyak 955,00 ribu ton biji kering
atau meningkat sebanyak 175,01 ribu ton atau 22,44% lebih tinggi dibandingkan
produksi tahun 2013. Produksi kedelai tahun 2015 diperkirakan sebanyak 998,87
ribu ton biji kering atau meningkat sebanyak 43,87 ribu ton atau 4,59 % lebih
tinggi dibandingkan produksi tahun 2014. Peningkatan produksi kedelai
diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen seluas 24.670 Ha atau sekitar
4,01% dan peningkatan produktivitas sebesar 0,09 kuintal/hektar atau sekitar
0,58% (BPS, 2015).
Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) adalah tanaman pangan penghasil protein
nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi,
maupun harganya yang relatif murah dibandingkan dengan sumber protein
hewani. Di Indonesia, kedelai biasa dikonsumsi dalam bentuk pangan olahan
seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai, tauco, dan berbagai bentuk makanan
ringan. Banyaknya bentuk olahan yang berasal dari tanaman ini mengakibatkan
banyaknya permintaan kedelai di Indonesia. Namun, produksi tanaman kedelai
yang dihasilkan di Indonesia tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat
Indonesia sendiri, sehingga harus ditambah dengan kedelai impor. Berdasarkan
data BPS (2015) pada periode Januari hingga Agustus 2015 tercatat impor kedelai
mencapai 1.525.748 ton dengan nilai US$ 719.807.624.
Produktivitas kedelai dapat ditingkatkan diantaranya dengan perbaikan
teknik budidaya melalui sistem pemupukan dan penggunaan varietas unggul.
Tanaman kedelai memiliki banyak varietas, masing-masing varietas akan
memberikan respons pertumbuhan dan tingkat produksi yang berbeda-beda.
Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang tidak sama, hal ini dapat dilihat dari
penampilan dan karakter dari masing-masing varietas tersebut.Saat ini ada
beberapa varietas unggul kedelai yang telah dilepas ke masyarakat seperti
Sinabung, Anjasmoro, Mahameru, Penderman, Ijen, Kaba, Tanggamus, Sibayak,
Nanti, Ratai, dan Seulawah. Dalam laporan ini akan membahas lebih luas lagi
mengenai teknologi produksi tanaman kedelai serta mengetahui perbedaan hasil
produksi tanaman kedelai varietas anjasmoro dan varietas Grobogan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknologi produksi
tanaman kedelai serta untuk mengetahui perbandingan pertumbuhan tanaman
kedelai antara varietas Anjasmoro dan varietas Grobogan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) Di Indonesia
2.1.1 Produksi Tanaman Kedelai Di Indonesia
Sejak tahun 1991 sampai 1996 impor kedelai Indonesia mencapai sekitar
700.000 ton/tahun. Nilai impor pada tahun 1996 telah mencapai US$ 517.636.000
(Adisarwanto dan Wudianto, 2008). Besarnya produksi kedelai Indonesia dalam
memenuhi kebutuhan dalam negeri ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya
tidak sama. Berdasarkan data dari BPS (2015), pada tahun 2010 produksi kedelai
907.000 ton pada luas panen 661.000 ha kemudian mengalami penurunan pada
tahun 2011 yaitu 851.000 ton pada luas panen 622.000 ha dan turun kembali pada
tahun 2012 dengan produksi 843.000 ton pada luas panen 568.000 ha (Tabel 1).
Penurunan hasil produksi yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2013,
produksi tanaman kedelai ini hanya mencapai 780.000 ton atau 33,9% dari total
kebutuhan yang mencapai 2,2 juta ton sehingga kekurangannya sekitar 1,4 juta
ton. Sementara tahun 2014 produksi kedelai mencapai 954.000 ton. Produksi
kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhan sekitar 30% dan
setidaknya 70% harus impor. Dari data di Kementerian Pertanian produksi kedelai
2015 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) I Badan Pusat Statistik (BPS)
mencapai 998.870 ton biji kering kedelai.
Tabel 1. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Kedelai Tahun 2010-2014
(BPS,2015)
No

Tahun

Luas Panen (ha)

Produktivitas (ton)

1.
2.
3.
4.
5.

2010
2011
2012
2013
2014

661.000
622.000
568.000
551.000
615.000

907.000
851.000
843.000
780.000
954.000

Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan dengan beberapa langkah


yaitu perluasan lahan, teknologi budidaya dan akses penjaminan usaha. Salah satu
teknologi budidaya tanaman kedelai adalah pemanfaatan lahan pasang surut yang
merupakan lahan sub-optimal, alternatif untuk peningkatan produksi kedelai
karena telah terjadi alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian. Luas lahan
pasang surut di Indonesia sekitar 20.1 juta hektar, dan 9.53 juta hektar berpotensi
dijadikan lahan pertanian, dan 2 juta hektar sesuai untuk kedelai (Ananto,1998).
Rendahnya produktivitas kedelai di lahan pasang surut disebabkan oleh tingginya

kadar pirit, Al, Fe, dan Mn serta rendahnya ketersediaan hara P dan K (Suastika
dan Sutriadi, 2001).
2.1.2 Teknologi Produksi Tanaman Kedelai
Adanya teknologi budidaya jenuh air dapat menekan kadar pirit, karena
kondisi lebih reduktif. Budidaya jenuh air merupakan penanaman dengan
memberikan irigasi terus-menerus dan membuat kedalaman muka air tetap,
sehingga lapisan di bawah permukaan tanah jenuh air. Kedalaman muka air tetap
akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan
tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman
memperbaiki pertumbuhannya (Troedson et al., 1983). Kedalaman muka air yang
tepat pada kondisi tanah tetentu perlu diteliti agar diperoleh pertumbuhan kedelai
yang baik dengan hasil yang tinggi di lahan pasang surut. Penerapan budidaya
jenuh air dapat dilakukan pada areal penanaman dengan irigasi cukup baik
maupun pada areal dengan drainase kurang baik. 3 Di beberapa tempat, budidaya
jenuh air dapat memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan produksi
dibandingkan cara irigasi biasa pada beberapa varietas kedelai (Hunter et al.,
1980; Nathanson et al., 1984; Troedson et al., 1984; dan Sumarno, 1986).
2.2 Botani Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)
2.2.1

Klasifikasi
Menurut Adisarwanto (2002), tanaman kedelai termasuk dalam kingdom

plantae, divisi spermatophyta dan subdivisi Angiospermae. Tanaman kedelai


masuk dalam kelas Dicotyledoneae, Ordo Rosales dan family Leguminosae.
Genus tanaman kedelai yaitu Glycine sedangkan spesiesnya adalah Glycine max
(L.) Merrill.
2.2.2

Morfologi
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan

merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh


komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga
pertumbuhannya bisa optimal (Padjar, 2010).

a. Akar
Akar kedelai (Gambar 1) mulai muncul dari belahan kulit biji yang
muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat
ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri atas dua keping akan
terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan hipokotil yang cepat
(Padjar, 2010).

Gambar 1. Akar Tanaman Kedelai (Padjar, 2010)

b. Batang dan Cabang


Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang,
mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping
kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan
tanah. Bagian batang kecambah (Gambar 2) yang berada di atas kotiledon
tersebut dinamakan epikotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Cabang akan muncul di
batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah,
tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa
menjadi banyak bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar
menjadi 500.000 tanaman/hektar (Padjar, 2010).

Gambar 2. Batang dan Cabang Kedelai (Padjar, 2010)

c. Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu
stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah
dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves)
(Gambar 3). Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan
lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipe-ngaruhi oleh faktor
genetik. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya
bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm (Padjar,
2010).
Daun merupakan bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat
penting, karena semua fungsi yang lain tergantung pada daun secara langsung
atau tidak langsung. Dari proses fotosintesis pada daun akan dihasilkan energi
yang dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan daun.
Banyaknya daun akan mempengaruhi jumlah asimilat yang dihasilkan
(Dwidjoseputro 1994). Tanaman yang mempunyai daun yang lebih banyak
pada awal pertumbuhannya, tanaman akan lebih cepat tumbuh karena
kemampuan menghasilkan fotosintesa yang lebih tinggi dari tanaman dengan
jumlah daun yang lebih rendah. Jumlah daun tanaman akan mempengaruhi
pertumbuhan jaringan tanaman yang lain (Sitompul 1995).

Gambar 3. Daun Tanaman Kedelai (Padjar, 2010)


d. Bunga
Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mem-punyai
dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia
vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan
stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji.
Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya
saat pembentukan bunga (Padjar, 2010).

Bunga kedelai (Gambar 4) menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga


umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah
bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, 225 bunga,
tergantung dari kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga
pertama yang terbentuk umumnya pada buku ke lima, ke enam, atau pada
buku yang lebih tinggi. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas
kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Padjar, 2010).
Menurut Lamina (1984) bahwa jumlah bunga yang terbentuk pada
ketiak daun beraneka ragam tergantung dengan kultivar dan lingkungan
tumbuh tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah faktor tanah,
air, cahaya dan unsur hara. Selain itu, apabila pembentukan bunga lebih cepat
dari waktunya maka jumlah polong yang dihasilkan akan sedikit dan akan
lebih cepat matang sehingga hasil produksi yang dihasilkan semakin rendah.

Gambar 4. Bunga Tanaman Kedelai (Padjar, 2010)


e. Polong dan Biji
Menurut Padjar (2010), polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar
7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1
cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat
beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman,
jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan
pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses
pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal
pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh
perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat
masak.

Di dalam polong terdapat biji (Gambar 5) yang berjumlah 2-3 biji.


Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9
g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji
bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak pipih, dan bulat
telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur.
Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin
(embrio). Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang
berwarna coklat, hitam, atau putih. Pada ujung hilum terdapat mikrofil, berupa
lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Warna kulit
biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi
campuran dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa
dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat
langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air
berkisar 12-13% (Padjar, 2010).
Dalam proses pembentukkan polong diperlukan kadar kelembaban
yang cukup tinggi selama beberapa waktu dan cukup unsur hara khususnya
fosfor dan kalsium, akan tetapi terlampau banyak air didalam tanah juga akan
dapat mengganggu proses pembentukkan polong (Stewart, 1994). Untuk
mendapatkan kelembaban dan unsur hara yang cukup dapat dilakukan
pengolahan tanah. Pengolahan tanah bertujuan untuk memberantas gulma,
memasukkan dan mencampurkan sisa tanaman kedalam tanah serta untuk
menggemburkan tanah sehingga terdapat keadaan olah tanah sempurna yang
diperlukan oleh akar tanaman dan akhirnya akan meningkatkan peredaran
udara, infiltrasi air, pertumbuhan akar dan pengambilan unsur hara oleh akar.
(Rafiuddin, 2006),

Gambar 5. Polong dan Biji Pada Tanaman Kedelai (Padjar, 2010)

f. Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen


Tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui
aktivitas bakteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini
terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar
(Gambar 6). Keberadaan Rhizobium japonicum di da-lam tanah memang
sudah ada karena tanah tersebut ditanami kedelai atau memang sengaja
ditambahkan ke dalam tanah.
Kemampuan memfiksasi N2 ini akan bertambah seiring dengan
bertambahnya umur tanaman, tetapi maksimal hanya sampai akhir masa
berbunga atau mulai pembentukan biji. Setelah masa pembentukan biji,
kemampuan bintil akar memfikasi N2 akan menurun bersamaan dengan
semakin banyaknya bintil akar yang tua dan luruh. Di samping itu, diduga
karena kompetisi fotosintesis antara proses pembentukan biji dengan aktivitas
bintil akar (Fachruddin, 2000).

Gambar 6. Bintil Akar dan Fiksasi Nitrogen (Padjar, 2010)


2.2.3

Stadia Pertumbuhan Tanaman


Pengetahuan tentang stadia pertumbuhan tanaman kedelai sangat penting,

terutama bagi para pengguna aspek produksi kedelai. Hal ini terkait dengan jenis
keputusan yang akan diambil untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal
dengan tingkat produksi yang maksimal dari tanaman kedelai, misalnya waktu
pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, serta penentuan waktu
panen (Irwan, 2006).
Irwan (2006) menambahkan stadia pertumbuhan vegetatif dihitung sejak
tanaman mulai muncul ke permukaan tanah sampai saat mulai berbunga. Stadia
perkecambahan dicirikan dengan adanya kotiledon, sedangkan penandaan stadia
pertumbuhan vegetatif dihitung dari jumlah buku yang terbentuk pada batang
utama. Stadia vegetatif umumnya dimulai pada buku ketiga. Stadia pertumbuhan

10

reproduktif (generatif) dihitung sejak tanaman kedelai mulai berbunga sampai


pembentukan polong, perkembangan biji, dan pemasakan biji.
2.3 Teknik Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill)
Tanaman kedelai dapat tumbuh di berbagai agroekosistem dengan jenis
tanah, kesuburan tanah, iklim, dan pola tanam yang berbeda sehingga kendala satu
agroekosistem akan berbeda dengan agroekosistem yang lain. Hal ini akan
mengindikasikan adanya spesifikasi cara bertanam kedelai. Oleh karena itu,
langkah-langkah utama yang harus diperhatikan dalam bertanam kedelai yaitu
pemilihan benih, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan.
2.3.1 Pembibitan
Terdapat tiga tahapan dalam prses pembibitan, yaitu:
1.

Persyaratan Benih
Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai. Pada

penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung, sehingga apabila
kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per satuan luas akan berkurang.
Di samping itu, kedelai tidak dapat membentuk anakan sehingga apabila benih
tidak tumbuh, tidak dapat ditutup oleh tanaman yang ada. Oleh karena itu, agar
dapat memberikan hasil yang memuaskan, harus dipilih varietas kedelai yang
sesuai dengan kebutuhan, mampu beradaptasi dengan kondisi lapang, dan
memenuhi standar mutu benih yang baik (Fachrudin, 2007)
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan varietas yaitu umur
panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat adaptasi terhadap lingkungan tumbuh
yang tinggi (Andriany et al, 2013):
a. Umur panen
Varietas yang akan ditanam harus mempunyai umur panen yang cocok
dalam pola tanam pada agroekosistem yang ada. Hal ini menjadi penting untuk
menghindari terjadinya pergeseran waktu tanam setelah kedelai dipanen.
b. Ukuran dan warna biji
Ukuran dan warna biji harus sesuai dengan permintaan pasar.
Umumnya varietas kedelai yang berbiji besar lebih diminati daripada varietas
kedelai yang berbiji kecil. Kedelai yang berbiji kecil lebih rentan terhadap

11

salinitas sehingga kedelai berbiji kecil tidak mampu tumbuh dan berproduksi.
Tanaman kacang kedelai dengan biji besar cenderung memiliki kandungan
klorofil yang lebih tinggi, ditunjukkan oleh perkecambahan yang cepat dan
pertumbuhan pada fase vegetatif yang lebih baik.
c. Bersifat aditif
Pada tanah masam, varietas kedelai yang dipilih sebaiknya memiliki
tingkat adaptasi yang tinggi terhadap tanah untuk memperoleh hasil yang lebih
optimal. Misalnya dengan menggunakan varietas tanggamus. Sedangkan pada
daerah yang terdapat hama ulat grayak dapat memakai varietas Ijen. Varietas
tanaman kedelai yang akan ditanam harus memiliki sifat aditiff dengan kondisi
lahan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
2.

Penyiapan Benih
Pada tanah yang belum pernah ditanami kedelai, sebelum benih ditanam

harus dicampur dengan legin, Legin adalah suatu inokulum buatan dari bakteri
atau kapang yang ditempatkan di media biakan tanah, kompos untuk memulai
aktifitas biologinya (Rhizobium japonicum). Bakteri ini akan hidup di dalam bintil
akar dan bermanfaat sebagai pengikat unsur N dari udara (Prihatman, 2000).
3.

Teknik Penyemaian Benih


Penanaman dengan benih yang mempunyai daya tumbuh agak rendah dapat

diatasi dengan cara menanamkan 3-4 biji tiap lubang, atau dengan memperpendek
jarak tanam. Jarak tanam pada penanaman benih berdasarkan tipe pertumbuhan
tegak dapat diperpendek, sebaliknya untuk tipe pertumbuhan agak condong
(batang bercabang banyak) diusahakan agak panjang, supaya pertumbuhan
tanaman yang satu dengan lainnya tidak terganggu (Prihatman, 2000).
4.

Pemindahan Bibit
Ketika memindah yaitu menunjuk akar tanaman di kebun, perlu

memperhatikan cara-cara yang baik dan benar. Pemindahan bibit yang ceroboh
dapat merusak perakaran tanaman, sehingga pada saat bibit telah ditanam maka
akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan bahkan mati (Prihatman, 2000).

12

2.3.2 Pengolahan Media Tanam


Tanaman kedelai biasanya ditanam pada tanah kering (tegalan) atau tanah
persawahan. Pengolahan tanah bagi pertanaman kedelai di lahan kering sebaiknya
dilakukan pada akhir musim kemarau, sedangkan pada lahan sawah, umumnya
dilakukan pada musim kemarau. Berikut ini adalah persiapan media tanam,
pembedengan dan pengapuran menurut (Prihatman, 2000).
1. Persiapan
Terdapat 2 cara mempersiapkan penanaman kedelai, yakni: persiapan tanpa
pengolahan tanah (ekstensif) di sawah bekas ditanami padi dan persiapan dengan
pengolahan tanah (intensif). Persiapan tanam pada tanah tegalan atau sawah tadah
hujan sebaiknya dilakukan 2 kali pencangkulan. Pertama dibiarkan bongkahan
terangin-angin 5-7 hari, pencangkulan ke 2 sekaligus meratakan, memupuk,
menggemburkan dan membersihkan tanah dari sisa-sisa akar.
2. Pembentukan bedengan
Pembuatan bedengan dapat dilakukan dengan pencangkulan ataupun dengan
bajak lebar 50-60 cm, tinggi 20 cm. Apabila akan dibuat drainase, maka jarak
antara drainase yang satu dengan lainnya sekitar 3-4 m.
3. Pengapuran
Tanah dengan keasaman kurang dari 5,5 seperti tanah podsolik merahkuning, harus dilakukan pengapuran untuk mendapatkan hasil tanam yang baik.
Kapur dapat diberikan dengan cara menyebar di permukaan tanah, kemudian
dicampur sedalam lapisan olah tanah sekitar 15 cm. Pengapuran dilakukan 1 bulan
sebelum musim tanam, dengan dosis 2-3 ton/ha. Diharapkan pada saat musim
tanam kapur sudah bereaksi dengan tanah, dan pH tanah sudah meningkat sesuai
dengan yang diinginkan.
2.3.3 Teknik Penanaman
1. Penentuan Jarak Tanam
Jarak tanam pada penanaman dengan membuat tugalan berkisar antara 2040 cm. Jarak tanam yang biasa dipakai adalah 30 x 20 cm, 25 x 25 cm, atau 20 x
20 cm. Jarak tanam hendaknya teratur, agar tanaman memperoleh ruang tumbuh
yang seragam dan mudah disiangi. Jarak tanam kedelai tergantung pada tingkat
kesuburan tanah dan sifat tanaman yang bersangkutan. Pada tanah yang subur,

13

jarak tanam lebih renggang (Tabel 2), dan sebaliknya pada tanah tandus jarak
tanam dapat dirapatkan (Sumarno, 2007).
Tabel 2. Penentuan Jarak Tanam Tanaman Kedelai Pada Berbagai Keadaan
Lingkungan (Sumarno,1998)
Lingkungan
Tanah kurus atau kurang air

Kesuburan tanah sedang, pengairan


cukup

Tanah subur, pengairan cukup

Jarak Tanam
(cm cm)

Populasi Tanaman
Per Hektar

10 35
10 40
20 20
15 25
10 50
5 50
10 45
15 35
15 40
20 25
20 30
15 45
7,5 45
15 50
20 35
20 40
25 25
25 30

571.428
500.000
500.000
533.333
400.000
400.000
444.444
380.952
333.332
400.000
333.333
296.296
296.296
266.666
285.714
250.000
320.000
266.666

2. Pembuatan Lubang Tanam


Jika areal luas dan pengolahan tanah dilakukan dengan pembajakan,
penanaman benih dilakukan menurut alur bajak sedalam kira-kira 5 cm.
Sedangkan jarak jarak antara alur yang satu dengan yang lain dapat dibuat 50-60
cm, dan untuk alur ganda jarak tanam dibuat 20 cm (Sumarno, 2007).
3. Waktu Tanam
Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, agar tanaman yang masih
muda tidak terkena banjir atau kekeringan. Sebaiknya kedelai ditanam menjelang
akhir musim penghujan, yakni saat tanah agak kering tetapi masih mengandung
cukup air.
Waktu tanam yang tepat pada masing-masing daerah sangat berbeda.
Sebagai pedoman: bila ditanam di tanah tegalan, waktu tanam terbaik adalah
permulaan musim penghujan. Bila ditanam di tanah sawah, waktu tanam paling
tepat adalah menjelang akhir musim penghujan. Di lahan sawah dengan irigasi,
kedelai dapat ditanam pada awal sampai pertengahan musim kemarau (Sumarno,
2007).

14

2.3.4 Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman kedelai biasanya dilakukan penjarangan dan
penyulaman, penyiangan, pembumbunan, pemupukan, pengairan dan penyiraman
menurut Suprapto (Prihatman, 2000).
1. Penjarangan dan penyulaman
Kedelai mulai tumbuh kira-kira umur 5-6 hari. Dalam Kenya-taannya tidak
semua biji yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, sehingga akan terlihat tidak
seragam. Untuk menjaga agar produksi tetap baik, benih kedelai yang tidak
tumbuh sebaiknya segera diganti dengan biji-biji yang baru yang telah dicampur
Legin atau Nitrogen. Hal ini perlu dilakukan apabila jumlah benih yang tidak
tumbuh mencapai lebih dari 10 %. Waktu penyulaman yang terbaik adalah sore
hari.
2. Penyiangan
Penyiangan ke-1 pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 2-3 minggu.
Penyiangan ke-2 dilakukan pada saat tanaman selesai berbunga, sekitar 6 minggu
setelah tanam. Penyiangan ke-2 ini dilakukan bersamaan dengan pemupukan ke-2
(pemupukan lanjutan). Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mengikis gulma
yang tumbuh dengan tangan atau kuret. Apabila lahannya luas, dapat juga dengan
menggunakan herbisida. Sebaiknya digunakan herbisida seperti Lasso untuk
gulma berdaun sempit dengan dosis 4 liter/ha
3. Pembumbunan
Pembubunan dilakukan dengan hati-hati dan tidak terlalu dalam agar tidak
merusak perakaran tanaman. Luka pada akar akan menjadi tempat penyakit yang
berbahaya.
4. Pemupukan
Dosis pupuk yang digunakan sangat tergantung pada jenis lahan dan kondis
tanah. Pada tanah subur atau tanah bekas ditanami padi dengan dosis pupuk
tinggi, pemupukan tidak diperlukan. Pada tanah yang kurang subur, pemupukan
dapat menaikkan hasil. Dosis pupuk yang di anjurkan secara tepat adalah sebagai
berikut:

15

a. Sawah kondisi tanah subur : pupuk Urea=50 kg/ha.


b. Sawah kondisi tanah subur sedang : pupuk Urea=50 kg/ha, TSP=75 kg/ha
dan KCl=100 kg/ha.
c. Sawah kondisi tanah subur rendah : pupuk Urea=100 kg/ha, TSP=75 kg/ha
dan KCl=100 kg/ha.
d. Lahan kering kondisi tanah kurang subur : pupuk kandang=2000-5000
kg/ha; Urea=50-100 kg/ha, TSP=50-75 kg/ha dan KCl=50-75 kg/ha.
5. Pengairan dan Penyiraman
Kedelai menghendaki kondisi tanah yang lembab tetapi tidak becek.
Kondisi seperti ini dibutuhkan sejak benih ditanam hingga pengisian polong. Saat
menjelang panen, tanah sebaiknya dalam keadaan kering. Kekurangan air pada
masa

pertumbuhan

akan

menyebabkan

tanaman

kerdil,

bahkan

dapat

menyebabkan kematian apabila kekeringan telah melalui batas toleransinya,


sedangkan pada masa pembungaan dan pengisian polong dapat menyebabkan
kegagalan panen.
Di lahan sawah irigasi, pemberian air di sawah bisa diatur. Namun bila tidak
ada irigasi, penyediaan air hanya hanya dapat dilakukan dengan mengatur waktu
tanamnya dan pemberian mulsa. Mulsa berupa jerami atau potongan-potongan
tanaman lainnya yang dihamparkan pada permukaan tanah. Mulsa ini akan
mencegah penguapan air secara berlebihan.
Apabila ada irigasi dan tidak ada hujan selama lebih dari 7 hari, tanah harus
diairi. Caranya tanaman digenangi air selama 30-60 menit. Pengairan seperti ini
diulangi setiap 7-10 hari. Pengairan tidak dilakukan lagi apabila polong telah terisi
penuh. Pada tanah yang keras (drainase buruk) kelebihan air akan meyebabkan
akar mem-busuk. Di tanah berdrainase buruk harus dibuat saluran drainase di
setiap 3-4 meter lahan memanjang sejajar dengan barisan tanam.
2.3.5 Hama dan Penyakit Tanaman Kedelai
1.

Hama Tanaman Kedelai


Berikut ini adalah hama tanaman kedelai menurut Arsyad (1998):
a. Aphis SPP (Aphis glycine)
Kutu dewasa ukuran kecil 1-1,5 mm berwarna hitam, ada yang
bersayap dan tidak. Kutu ini dapat dapat menularkan virus SMV (Soybean

16

Mosaik Virus). Menyerang pada awal partumbuhan dan masa pertumbuhan


bunga dan polong. Gejala yang ditimbulkan adalah tanaman layu serta
pertumbuhannya terhambat. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan
cara menanam kedelai pada waktunya, membuang bagian tanaman yang
terserang hama dan membakarnya, menggunakan musuh alami (predator
maupun parasit) serta penyemprotan insektisida dilakukan pada permukaan
daun bagian atas dan bawah.
b. Lalat kacang (Ophiomyia phaseoli)
Menyerang tanaman muda yang baru tumbuh. Pengendalian: Saat
benih ditanam, tanah diberi Furadan 36, kemudian setelah benih ditanam,
tanah ditutup dengan jerami . Satu minggu setelah benih menjadi kecambah
dilakukan penyemprotan dengan insektisida Azodrin 15 WSC, dengan dosis 2
cc/liter air, volume larutan 1000 liter/ha. Penyemprotan diulangi pada waktu
kedelai berumur 1 bulan.
c. Kepik hijau (Nezara viridula)
Panjang 16 mm, telur di bawah permukaan daun, berkelompok.
Setelah 6 hari telur menetas menjadi nimfa (kepik muda), yang berwarna
hitam bintik putih. Pagi hari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun
ke polong, memakan polong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga
dewasa antara 1 sampai 6 bulan. Gejala ditandai dengan mengempisnya
polong dan biji serta mengering. Biji bagian dalam atau kulit polong berbintik
coklat.
d. Ulat grayak (Prodenia litura)
Serangan mendadak dan dalam jumlah besar, bermula dari kupu-kupu
berwarna keabu-abuan, panjang 2 cm dan sayapnya 3-5 cm, bertelur di
permukaan daun.Tiap kelompok telur terdiri dari 350 butir. Gejala ditandai
dengan kerusakan pada daun, ulat hidup bergerombol, memakan daun, dan
berpencar mencari rumpun lain. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara
sanitasi dan disemprotkan pada sore/malam hari (saat ulat menyerang
tanaman) beberapa insektisida yang efektif seperti Dursban 20 EC, Azodrin 15
WSC dan Basudin 50 EC.

17

e. Belalang Hijau (Atractomorpha crenulata)


Atractomorpha crenulata merupakan belalang yang tergolong dalam
ordo orthoptera, dengan ciri khas tubuh yang berwarna hijau dan merupakan
serangga hama. Belalang Atractomorpha crenulata memiliki tubuh yang
terdiri atas caput, toraks, dan abdomen. Belalang ini mempunyai kemampuan
polimorfisme warna tubuhnya yaitu kemampuan untuk merubah warna
tubuhnya dari hijau menjadi coklat jika suhu lingkungannya semakin tinggi
terutama pada musim kemarau yang cukup panjang seperti pada musim
kemarau yang lalu. Semakin tinggi suhunya, semakin besar kecenderungan
terjadinya perubahan warna menjadi coklat tersebut. Merupakan serangga
yang mengalami metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola). Belalang
Atractomorpha crenulata merupakan serangga hama yang memakan daundaun tanaman diperkebunan seperti tanaman kedelai. Belalang ini juga
merupakan makanan bagi serangga predator seperti belalang sembah.
f. Kumbang Kubah Spot (Epilachna sparsa)
Serangga hama ini dikenal dengan kumbang daun kentang atau potato
leaf beetle, termasuk ordo Coleptera, famili Coccinellidae dan mempunyai
daerah penyebaran di Indonesia. Telur E. sparsa diletakkan pada daun yang
masih muda. Larva dan kumbang E. Sparsa memakan permukaan atas dan
bawah daun sehingga tinggal epidermis dan tulang daunnya (karancang).
Tanaman inang E. sparse adalah terung, tomat, jagung, padi, dan kacang
tanah. Pengendalian E. Sparse dapat dilakukan dengan pengambilan larva dan
imago kemudian dimusnahkan. Serta melakukan penyemprotan insektisida
sistemik bila sudah ditemukan gejala serangan.
g. Ulat Penggulung daun (L. indicata)
Secara umum hama ulat penggulung daun menyerang tanaman kedelai
16 24 hari setelah kedelai ditanam. Serangan dilakukan dengan menggulung
daun tanaman kedelai sebagai tempat berlindung bagi ulat disiang hari.
Ngengat betina berukuran kecil, berwarna kekuningan dengan lebar rentangan
sayap 20 mm. Telur diletakkan secara berkelompok pada daun-daun muda.
Setiap kelompok terdiri dari 2-5 butir. Ulat ini membentuk gulungan daun
dengan merekatkan daun yang satu dengan yang lainnya dari sisi dalam

18

dengan zat perekat yang dihasilkannya. Di dalam gulungan, ulat memakan


daun, sehingga akhirnya tinggal tulang daunnya saja yang tersisa. Bila
gulungan dibuka, akan dijumpai ulat atau kotorannya yang berwarna coklat
hitam. Selain menyerang kedelai, ulat ini juga menyerang kacang hijau,
kacang tunggak, kacang panjang, Calopogonium sp. dan kacang tanah.
Pengendalian hama ulat penggulung pada tanaman kedelai berlandaskan pada
strategi penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
2.

Penyakit Tanaman Kedelai


Berikut ini adalah hama tanaman kedelai menurut Arsyad (1998):
a. Penyakit layu (Pseudomonas solanacearum)
Penyakit ini menyerang pangkal batang. Penyerangan pada saat
tanaman berumur 2-3 minggu. Penularan melalui tanah dan irigasi. Gejala:
layu mendadak bila kelembaban terlalu tinggi dan jarak tanam rapat.
Pengendalian: biji yang ditanam sebaiknya dari varietas yang tahan layu dan
kebersihan sekitar tanaman dijaga, pergiliran tanaman dilakukan dengan
tanaman yang bukan merupakan tanaman inang penyakit tersebut.
Pemberantasan: belum ada.
b. Penyakit anthracnose (cendawan Colletotrichum glycine)
Penyakit ini menyerang daun dan polong yang telah tua. Penularan
dengan perantaraan biji-biji yang telah kena penyakit, lebih parah jika cuaca
cukup lembab. Gejala ditandai dengan daun dan polong bintik-bintik kecil
berwarna hitam, daun yang paling rendah rontok, polong muda yang terserang
hama menjadi kosong dan isi polong tua menjadi kerdil. Pengendalian
dilakukan dengan memperhatikan pola pergiliran tanam yang tepat serta
penyemprotan Antracol 70 WP, Dithane M 45, Copper Sandoz.
c. Penyakit karat (cendawan Phakospora phachyrizi)
Penyakit ini menyerang daun. Penularan dengan perantaraan angin
yang menerbangkan dan menyebarkan spora. Gejala ditandai daun tampak
bercak dan bintik coklat. Pengendalian dengan cara menanam kedelai yang
tahan terhadap penyakit serta dapat menyemprotkan Dithane M 45.

19

d. Penyakit busuk batang (cendawan Phytium Sp)


Penyakit ini menyerang batang. Penularan melalui tanah dan irigasi.
Gejala ditandai dengan batang menguning kecoklat-coklatan dan basah,
kemudian membusuk dan mati. Pengendalian dengan cara memperbaiki
drainase lahan dan menyemprotkan Dithane M 45.
e. Soybean Virus mosaik (SMV)
Penyakit ini menyerang Yang diserang daun dan tunas. Penularan
vektor penyebar virus ini adalah Aphis glycine. Gejalanya yaitu perkembangan
dan pertumbuhan lambat, tanaman menjadi kerdil. Pengendalian: penanaman
varietas yang tahan terhadap virus dan menyemprotkan Tokuthion 500 EC.
2.3.6 Panen dan Pasca Panen tanaman Kedelai
1.

Panen
Panen kedelai dilakukan apabila sebagian besar daun sudah menguning,

tetapi bukan karena serangan hama atau penyakit, lalu gugur, buah mulai berubah
warna dari hijau menjadi kuning kecoklatan dan retak-retak, atau polong sudah
kelihatan tua, batang berwarna kuning agak coklat dan gundul. Panen yang
terlambat akan merugikan, karena banyak buah yang sudah tua dan kering,
sehingga kulit polong retak-retak atau pecah dan biji lepas berhamburan.
Disamping itu, buah akan gugur akibat tangkai buah mengering dan lepas dari
cabangnya.
Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar 75-110
hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu diperhatikan, kedelai
yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi dipetik pada usia 75-100 hari,
sedangkan untuk dijadikan benih dipetik pada umur 100-110 hari, agar kemasakan
biji betulbetul sempurna dan merata.
a. Pemungutan dengan cara mencabut
Sebelum tanaman dicabut, keadaan tanah perlu diperhatikan terlebih
dulu. Pada tanah ringan dan berpasir, proses pencabutan akan lebih mudah.
Cara pencabutan yang benar ialah dengan memegang batang poko, tangan
dalam posisi tepat di bawah ranting dan cabang yang berbuah. Pencabutan
harus dilakukan dengan hati-hati sebab kedelai yang sudah tua mudah sekali
rontok bila tersentuh tangan.

20

b. Pemungutan dengan cara memotong


Alat yang biasanya digunakan untuk memotong adalah sabit yang
cukup tajam, sehingga tidak terlalu banyak menimbulkan goncangan. Di
samping itu dengan alat pemotong yang tajam, pekerjaan bisa dilakukan
dengan cepat dan jumlah buah yang rontok akibat goncangan bisa ditekan.
Pemungutan dengan cara memotong bisa meningkatkan kesuburan tanah,
karena akar dengan bintilbintilnya yang menyimpan banyak senyawa nitrat
tidak ikut tercabut, tapi tertinggal di dalam tanah.
c. Periode panen
Mengingat kemasakan buah tidak serempak, dan untuk menjaga agar
buah yang belum masak benar tidak ikut dipetik, pemetikan sebaiknya
dilakukan secara bertahap, beberapa kali. Hasil panen sementara belum
diketahui, dikarenakan waktu panen belum mencukupin, namun hasil panen di
konfersikan dari satu hektar menjadi 6 meter persegi, dapat di hasilkan yaitu
masing hasil panen komoditas kacang kedelai di indonsia rata rata 2
ton/hektar. Hasil yang di dapt ialah 1,2 kg/ 6 M/segi.
2.

Pasca panen
Setelah melewati masa panen, hasil yang telah diperoleh akan melewati

tahapan pasca panen. Tahapan tersebut adalah pengumpulan dan pengeringan,


penyortiran dan penggolongan serta penyimpanan dan pengemasan.
a. Pengumpulan dan Pengeringan
Setelah pemungutan selesai, seluruh hasil panen hendaknya segera
dijemur. Kedelai dikumpulkan kemudian dijemur di atas tikar, anyaman
bambu, atau di lantai semen selama 3 hari. Sesudah kering sempurna dan
merata, polong kedelai akan mudah pecah sehingga bijinya mudah
dikeluarkan. Agar kedelai kering sempurna, pada saat penjemuran hendaknya
dilakukan pembalikan berulang kali. Pembalikan juga menguntungkan karena
dengan pembalikan banyak polong pecah dan banyak biji lepas dari
polongnya. Sedangkan biji-biji masih terbungkus polong dengan mudah bisa
dikeluarkan dari polong, asalkan polong sudah cukup kering.
Biji kedelai yang akan digunakan sebagai benih, dijemur secara
terpisah. Biji tersebut sebenarnya telah dipilih dari tanaman-tanaman yang

21

sehat dan dipanen tersendiri, kemudian dijemur sampai betul-betul kering


dengan kadar air 10-15 %. Penjemuran benih sebaiknya dilakukan pada pagi
hari, dari pukul 10.00 hingga 12.00 siang.
b. Penyortiran dan Penggolongan
Terdapat beberapa cara untuk memisahkan biji dari kulit polongan.
Diantaranya dengan cara memukul-mukul tumpukan brangkasan kedelai
secara langsung dengan kayu atau brangkasan kedelai sebelum dipukul-pukul
dimasukkan ke dalam karung, atau dirontokkan dengan alat pemotong padi.
Setelah biji terpisah, brangkasan disingkirkan. Biji yang terpisah
kemudian ditampi agar terpisah dari kotoran-kotoran lainnya. Biji yang luka
dan keriput dipisahkan. Biji yang bersih ini selanjutnya dijemur kembali
sampai kadar airnya 9-11 %. Biji yang sudah kering lalu dimasukkan ke dalam
karung dan dipasarkan atau disimpan. Sebagai perkiraan dari batang dan daun
basah hasil panen akan diperoleh biji kedelai sekitar 18,2 %.
c. Penyimpanan dan pengemasan
Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu
cukup lama. Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung.
Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar
tidak langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam
waktu lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur.
2.4

Perlakuan Varietas Pada Tanaman Kedelai (Glycine max (L) Merrill)


Saat ini ada beberapa varietas unggul kedelai yang telah dilepas ke

masyarakat seperti Sinabung, Anjasmoro, Mahameru, Panderman, Ijen, Kaba,


Tanggamus, Sibayak, Nanti, Ratai, dan Seulawah. Varietas unggul baru yang
dilepas tersebut mempunyai potensi hasil rata-rata 2,5 ton.ha-1. Namun, di tingkat
petani yang dicerminkan oleh rataan produktivitas nasional baru mencapai 1,28
ton.ha-1. Ini berarti bahwa masih terdapat potensi dan peluang yang sangat besar
untuk meningkatkan produksi kedelai melalui peningkatan produktivitas.
Varietas Anjasmoro sendiri merupakan seleksi awal dari populasi galur
murni Mansuria yang dilepas pada tahun sekitar tahun 2001. Varietas ini
mempunyai umur tanaman sekitar 82 93 hari dengan potensi hasil sekitar 2 2,5

22

ton setiap hektarnya. Keunggulan varietas ini adalah tahan rebah dan pecah
polong, serta cukup tahan terhadap karat daun (Pitojo, 2003).
Menurut Marizka (2010), berikut ini adalah data statistik terkait tanaman
kedelai varietas Anjasmoro:
Nama varietas

: Anjasmoro

Kategori

: Varietas ungggul nasional (released variety)

SK

: 537/Kpts/TP.240/10/2001 (22 Oktober 2001

Tahun

: 2001

Tetua

: Seleksi massa dari galur murni MANSURIA

Potensi hasil

: 2,25-2,03 ton/ha

Pemulia

: Takashi Sanbuichi, Nagaaki Sekiya, Jamaludin


M, Susanto, Darman M. Arsyad, Muchlis Adie

Nomor galur

: MANSURIA 359-49-4

Warna Hipokotil

: Ungu

Warna epikotil

: Ungu

Warna daun

: Hijau

Warna Bulu

: Putih

Warna Bunga

: Ungu

Warna polong masak

: Cokelat muda

Warna kulit biji

: Kuning

Warna Hilum

: Kuning kecokelatan

Tipe tumbuh

: Determinate

Bentuk Daun

: Oval

Ukuran daun

: Lebar

Perkecambahan

: 78-76%

Tinggi Tanaman

: 64-68 cm

Jumlah cabang

: 2,9- 5,6

Jumlah buku pada batang utama : 12,9-14,8


Umur Berbunga

: 35,7-39,4 Hari

Umur masak

: 82,5-92,5 hari

Bobot 100 biji

: 14,8-15,3 gram

Kandungan protein biji

: 41,78 42,05%

23

Kandungan lemak

: 17,12 18,60%

Ketahanan terhadap kerebahan

: Tahan rebah

Ketahanan terhadap karat daun

: Sedang

Ketahanan terhadap pecah polong: Tahan


Menurut Marizka (2010), berikut ini adalah data statistik terkait tanaman
kedelai varietas Grobogan:
Nama Varietas

: Grobogan

SK

: 238/Kpts/SR.120/3/2008

Tahun

: 2008

Tetua

: Pemurnian populasi lokal Malabar Grobogan

Potensi Hasil (t/ha)

: 2,77 t/ha

Rataan Hasil

: 3.40 t/ha

Karakter

: polong masak tidak mudah pecah, saat panen


daun luruh 95-100%

Pemulia

: Suhartina, M. Muchlish Adie, T. Adisarwanto,


Sumarsono, Sunardi, Tjandramukti, Ali Muh,
Sihono, SB. Purwanto, Siti Khawariyah,
Murbantoro,

Alrodi,

Mufhti, dan Suharno


Warna Hipokotil

: Ungu

Warna Epikotil

: Ungu

Warna Bunga

: Ungu

Warna daun

: Hijau agak tus

Warna Bulu

: Cokelat

Warna Kulit Biji

: Kuning muda

Warna Hilum

: Cokelat

Bentuk Daun

: Lanceolate

Tipe Pertumbuhan

: Determinate

Umur Berbunga (hari)

: 30-32 hari

Umur Masak (hari)

: 76 hari

Tinggi Tanaman(cm)

: 50-60 cm

Berat 100 biji (g)

: 18 gram

Tino

Vihara,

Farid

24

Kandungan Nutrisi
Protein (% bk)

: 43,9%

Lemak (% bk)

: 18,4%

Daerah Sebaran

: beradaptasi baik pada beberapa kondisi lingkungan tumbuh yang berbeda cukup besar, pada
musim hujan dan daerah beririgasi baik

Pengusul

: Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan, serta


BPSB Jawa Tengah, dan Pemerintah Daerah
Provinsi Jawa Tengah

Menurut Marliah dkk (2012), terdapat interaksi yang nyata antara varietas dan
jarak tanam terhadap jumlah polong per tanaman, jumlah polong bebas per
tanaman dan berat biji per tanaman. Hasil terbaik diperoleh pada varietas
Anjasmoro berjarak tanam 40 cm 40 cm (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) kedelai umur 45 hst akibat berbagai
varietas dan jarak tanam (Marliah dkk, 2012)
Varietas
Anjasmoro
Grobogan
Kipas Merah
Rata-rata

Jarak Tanam (cm cm)


20 20
20 40
40 40
53,94
46,67
47,89
49,50

44,56
40,94
41,22
42,24

Rata-rata
(cm)

41,94
33,11
37,94
37,66

46,81
40,24
42,75

Pada tanaman kedelai varietas anjasmoro memiliki tanamannya lebih tinggi


dibandingkan dengan varietas grobogan (Tabel 4). Perbedaan ini disebabkan
adanya perbedaan karakter diantara kedua varietas tersebut. Masing-masing
varietas mempunyai keunggulan-keunggulannya tersendiri. Menurut Zahrah
(2011) menyatakan bahwa tanaman kedelai memiliki banyak varietas, masingmasing varietas akan memberikan respons pertumbuhan dan tingkat produksi
yang berbeda-beda. Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang tidak sama, hal
ini dapat dilihat dari penampilan dan karakter.
Tabel 4. Rerata Tinggi Tanaman (cm) akibat perbedaan varietas (Ratnasari, 2015)
Perlakuan
Anjasmoro
Grobogan

Minggu Setelah Tanam (MST)


5
6
33,52
32,42

41,01
34,12

25

3. BAHAN DAN METODE


3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman dilakukan setiap hari Senin, dan
dilakukan beberapa kegiatan (Tabel 5). Praktikum ini dimulai pada tanggal 28
September 2015 sampai tanggal 30 November, Bertempat di kebun percobaan
Ngijo, Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Tabel 5. Kegiatan Praktikum Teknologi Produksi Tanaman
Kegiatan

28
sep

5
okt

12
okt

Tanggal Praktikum (2015)


19
26
3
9
16
okt okt nov nov nov

23
nov

30
nov

Pengolahan tanah
Penanaman
Pemupukan
Aplikasi Agen Hayati
Perawatan
Pengamatan

Keterangan:
Sep
: September
Okt
: Oktober
Nov : November
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman antara
lain tugal yang berfungsi untuk membuat lubang tanam. Cangkul dan cangkil
yang berfungsi untuk menggemburkan tanah. Gembor yang berfungsi sebagai alat
untuk menyiram. Meteran untuk mengukur lahan dan jarak antar tanaman, Plastik
yang digunakan sebagai wadah pupuk dan sampah. Pasak digunakan untuk
menandai objek pengamatan. Alat Tulis untuk mencatat hasil pengamatan,
Kamera sebagai alat untuk dokumentasi dan pasak digunakan untuk menandai
objek pengamatan.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah benih kedelai
varietas Anjasmoro dan varietas Grobogan yang digunakan sebagai bahan tanam,
Pupuk kompos yang berfungsi untuk menambah unsur hara dan bahan organik,
Agen hayati yang berfungsi untuk mengendalikan Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT), Furadan (insektisida) yang berfungsi untuk mengendalikan
serangga, Pupuk SP36 yang berfungsi untuk menyuplai unsur hara fosfor (P),

26

Pupuk urea yang berfungsi untuk menyuplai unsur hara nitrogen (N), Pupuk KCL
yang berfungsi untuk menyuplai unsur hara kalium (K).
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Persiapan Lahan
Langkah awal dalam memulai budidaya kedelai adalah mempersiapkan
lahan tanam, persiapan lahan tanam dengan pengolahan primer kemudian
dilanjutkan dengan pengolahan sekunder. Pengolahan lahan primer dilakukan
dengan membajak lahan sehingga menghasilkan bongkahan tanah yang masih
besar, Selanjutnya diratakan kembali dengan menggunakan cangkul. Selanjutnya,
dibuat petakan-petakan untuk tempat budidaya tanaman kedelai yang akan
ditanam. Setelah itu, kegiatan selanjutnya adalah memberikan pupuk kompos di
setiap petak pada lahan budidaya. Pada akhir persiapan lahan, melakukan
penyemprotan agen hayati menggunakan knapsack sprayer pada setiap petak.
3.3.2 Penanaman
Pada minggu kedua, kegiatan yang dilakukan adalah penanaman. Proses
penanaman dimulai dengan mengukur petak lahan yang akan ditanami yang
ukuran panjang 5 meter dan lebar 1,5 meter. Ukuran border dengan tepi lahan
yaitu sebesar 15 cm. Jarak tanam antar benih yaitu 15 cm 15 cm. Sedangkan
jarak antar 2 baris tanaman yaitu 30 cm. Perlakuan yang dilakukan yaitu
menggunakan benih tanaman kedelai vairetas anjasmoro. Penanaman dilakukan
dengan cara membuat lubang tanam menggunakan tugal dengan kedalaman antara
1,5 2 cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 2 biji dan diupayakan biji tersebut
bisa tumbuh. Saat penanaman benih berlangsung, aplikasi tambahan yang
digunakan adalah pemberian furadan dan kemudian menutup lubang tanam.
3.3.3 Penyulaman
Satu minggu setelah penanaman, dilakukan kegiatan penyulaman, yang
bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh.
Keterlambatan penyulaman akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan tanaman
yang jauh berbeda. Tanaman yang tidak tumbuh atau mati dicabut, kemudian
membuat lubang tanam baru dengan tugal dan setiap lubang diberi 2 benih kedelai
varietas Anjasmoro.

27

3.3.4 Pemupukan
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman
kedelai agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat maksimal. Pemupukan
pertama menggunakan pupuk SP36 yang berperan untuk memenuhi kebutuhan
fosfor (P) di dalam tanah. Pupuk ini diberikan pada awal penanaman karena
bersifat slow release, jadi aplikasi pupuk ini sangat baik pada saat awal
penanaman. Setiap lubang tanam dilakukan aplikasi pupuk SP36 sebanyak 4
gram/lubang tanam. Pemupukan kedua dilakukan dengan mengaplikasikan pupuk
urea dan pupuk KCL. Pupuk urea berperan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen
(N) dan pupuk KCL berperan untuk memenuhi kebutuhan kalium (K). Kedua
pupuk ini bersifat fast release atau dapat mudah hilang karena tercuci atau
menguap. Setiap lubang tanam dilakukan aplikasi pupuk urea dan KCL sebanyak
0,5 gram/lubang tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara membuat lubang
disebelah tanaman menggunakan tugal dengan kedalaman antara 5cm 10 cm.
3.3.5 Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan dilakukan saat minggu ketiga praktikum hingga
praktikum berakhir. Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiangan, dan penyiraman.
Penyiangan

bertujuan

untuk

mengurangi

pertumbuhan

gulma

sehingga

meminimalkan adanya kompetisi penyerapan unsur hara. Kegiatan penyiangan


dilakukan setiap minggu pada saat praktikum berlangsung. Selain itu, kegiatan
lainnya adalah menggemburkan dan membalik tanah dengan cangkil. Kemudian,
kegiatan pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman yang dilakukan satu
kali sehari, yaitu pada pagi atau sore hari. Setiap hari ada petugas kelompok yang
sudah diberikan jadwal untuk menyiram lahan komoditas kedelai.
3.4 Parameter Pengamatan
3.4.1 Tinggi Tanaman
Pada pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur tinggi tanaman
dimulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh. Alat yang dibutuhkan dalam
pengamatan ini adalah penggaris dan alat tulis.

28

3.4.2 Jumlah Daun


Pada pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun
tanaman kedelai. Perlu diketahui bahwa tanaman kedelai bertipe daun trifoliat.
Jadi, setiap 1 daun memiliki 3 helai daun.
3.4.3 Jumlah Bunga
Pada pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah bunga yang
muncul pada tanaman kedelai. Warna bunga kedelai yang muncul adalah ungu.
3.4.4 Jumlah Polong
Pada pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah polong
kedelai yang muncul. Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2-3 biji,
Bentuk biji tersebut bervariasi tergantung pada jenis varietasnya.
3.4.5 Indeks Penyakit (IP)
Parameter penyakit dihitung dengan melihat intensitas serangan penyakit
pada daun. Untuk menghitungnya, menggunakan metode skoring mulai dari skala
1 sampai 4. Skala 0 terjadi ketika tidak ada daun yang terserang penyakit. Skala 1
terjadi ketika serangan penyakit mencapai 1 - 25%. Skala 2 terjadi ketika serangan
penyakit mencapai 26 - 50%. Skala 3 terjadi ketika serangan penyakit mencapai
51 - 75%. Skala 4 terjadi ketika serangan penyakit mencapai 76 - 100%.Dari
perhitungan skala tersebut, kemudian dihitung menggunakan rumus:
I=

()
100%

Keterangan :
I = Intensitas Serangan (100%)
n = jumlah daun dari tiap katagori serangan
v = nilai skala tiap kategori serangan
Z = nilai skala dari kategori serangan tertinggi
N = jumlah daun yang diamati

29

3.5 Denah Petak Praktikum


Denah petak praktikum (Gambar 7) yang bertempat di lahan percobaan
Kepuharjo Kecamatan karangploso.
1,5 meter
Keterangan
:
= 28 Lubang tanam

= 60 centimeter
= 30 centimeter
= 15 centimeter
= 15 centimeter
= Tanaman Sampel
5 meter

Gambar 7. Denah Petak Praktikum

30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
4.1.1

Tinggi Tanaman Kedelai


Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman (Tabel 6) yang dimulai 14

hst hingga 49 hst, rerata tinggi tanaman pada kedua varietas selalu mengalami
kenaikan. Pada varietas anjasmoro rerata tinggi tanaman yaitu sebesar 69,2 cm
sedangkan untuk varietas grobogan sebesar 43,7 cm. Pada saat 14 hst tinggi
tanaman kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 9,44 cm sedangkan
varietas grobogan memiliki rerata 7,29 cm. Pada saat 21 hst tinggi tanaman
kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 12 cm sedangkan varietas
grobogan memiliki rerata 8,87 cm. Pada saat 29 hst tinggi tanaman kedelai
varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 21,6 cm sedangkan varietas grobogan
memiliki rerata

17,6 cm. Pada saat 35 hst tinggi tanaman kedelai varietas

anjasmoro memiliki rerata yaitu 31,2 cm sedangkan varietas grobogan memiliki


rerata 28,8 cm. Pada saat 42 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro
memiliki rerata yaitu 51 cm sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 41 cm.
Pada saat 49 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu
69,2 cm sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 43,7 cm.
Tabel 6. Rerata Tinggi Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada Berbagai
Umur Pengamatan (cm)
No

Perlakuan

1
2

Anjasmoro
Grobogan

14
9,44
7,29

Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam)


21
29
35
42
12
8,87

21,6
17,6

31,2
28,8

51
41

49
69,2
43,7

Berdasarkan rerata tinggi tanaman kedelai diketahui bahwa rerata tinggi


tanaman varietas anjasmoro lebih signifikan dibandingkan dengan varietas
grobogan (Gambar 8). Pada 14 hst, rerata kenaikan tinggi tanaman varietas
anjasmoro mencapai 17,27% dan varietas grobogan mencapai 16,66%. Pada saat
21 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro mengalami peningkatan sebesar
3,7% sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 3,61%. Pada
saat 29 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro mengalami peningkatan
sebesar 13,87%, sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar
19,97%. Pada saat 35 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro mengalami
peningkatan

sebesar

13,87%,

sedangkan

varietas

grobogan

mengalami

31

peningkatan sebesar 25,62%. Pada saat 42 hst tinggi tanaman kedelai varietas
anjasmoro mengalami peningkatan sebesar 28,61% yang memiliki rerata yaitu 51
sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 27,91%. Pada saat
49 hst tinggi tanaman kedelai varietas anjasmoro mengalami peningkatan sebesar
26,3%, sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 6,1%. Pada
saat 21 hst sampai 49 hst, kenaikan tinggi tanaman pada varietas anjasmoro dan
varietas grobogan konstan. Pada varietas anjasmoro kenaikan tinggi tanaman
paing sgnifikan terjadi pada 42 hst ke 49 hst.
Tinggi Tanaman Kedelai

Tinggi (cm)

80
60
40

Anjasmoro
Grobogan

20
0
14

21
29
35
42
Umur Tanaman (hst)

49

Gambar 8. Grafik Rerata Tinggi Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan (cm)
4.1.2

Jumlah Daun Tanaman Kedelai


Berdasarkan hasil pengamatan yang dimulai 14 hst hingga 49 hst, rerata

jumlah daun (Tabel 7) pada kedua varietas selalu mengalami kenaikan dengan
rerata daun tertinggi terdapat pada varietas grobogan yaitu sebesar 24,6.
Sedangkan untuk varietas anjasmoro, rerata jumlah daun tertinggi sebesar 16,5.
Pada saat 14 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 1,2
sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 2,2. Pada saat 21 hst jumlah daun
kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 2,9 sedangkan varietas grobogan
memiliki rerata 2,2. Pada saat 29 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro
memiliki rerata yaitu 4,9 sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 6,4. Pada
saat 35 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 6,8
sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 13. Pada saat 42 hst jumlah daun
kedelai varietas anjasmoro memiliki rerata yaitu 9,9 sedangkan varietas grobogan

32

memiliki rerata 19. Pada saat 49 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro
memiliki rerata yaitu 16,5 sedangkan varietas grobogan memiliki rerata 24,6.
Tabel 7. Rerata Jumlah Daun Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan (helai)
No

Perlakuan

1
2

Anjasmoro
Grobogan

14
1,2
2,2

Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam)


21
29
35
42
2,9
2,2

4,9
6,4

6,8
13

9,9
19

49
16,5
24,6

Ratarata kenaikan jumlah daun varietas anjasmoro mencapai 18,54% dan


varietas grobogan mencapai 18,21%. Pada saat 21 hst jumlah daun kedelai
varietas anjasmoro mengalami peningkatan sebesar 10,3% yang memiliki rerata
yaitu 2,9 sedangkan varietas grobogan tidak mengalami peningkatan yang
memiliki rerata 2,2 yang sama pada 14 hst. Pada saat 29 hst jumlah daun kedelai
varietas anjasmoro mengalami peningkatan sebesar 12,12% yang memiliki rerata
yaitu 4,9 sedangkan varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 17,07%
yang memiliki rerata 6,4. Pada saat 35 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro
mengalami peningkatan sebesar 11,51% yang memiliki rerata yaitu 6,8 sedangkan
varietas grobogan mengalami peningkatan sebesar 26,82% yang memiliki rerata
13. Pada saat 42 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro mengalami
peningkatan sebesar 18,78% yang memiliki rerata yaitu 9,9 sedangkan varietas
grobogan mengalami peningkatan sebesar 24,39% yang memiliki rerata 19. Pada
saat 49 hst jumlah daun kedelai varietas anjasmoro mengalami peningkatan
sebesar 40% yang memiliki rerata yaitu 16,5 sedangkan varietas grobogan
mengalami peningkatan sebesar 22,76% yang memiliki rerata 24,6.

Jumlah Daun (helai)

Jumlah Daun Tanaman Kedelai


30
25
20
15

Anjasmoro

10

Grobogan

5
0
14

21
29
35
42
Umur Tanaman (hst)

49

Gambar 9. Grafik Rerata Jumlah Daun Tanaman Kedelai akibat perbedaan


varietas pada Berbagai Umur Pengamatan (helai)

33

4.1.3

Jumlah Bunga Tanaman Kedelai


Dari hasil pengamatan dengan parameter jumlah bunga (Tabel 8) pada

varietas anjasmoro, rerata jumlah bunga lebih sedikit dibandingkan dengan


tanaman kedelai varietas grobogan. Pada saat 35 hst rerata bunga kedelai varietas
grobogan yaitu 8,6. Pada saat 42 hst, rerata bunga varietas anjasmoro yaitu 2,2
sedangkan pada varietas grobogan memiliki rerata bunga sebesar 12,4. Pada saat
49 hst, rerata bunga varietas anjasmoro yaitu 21,6 sedangkan pada varietas
grobogan memiliki rerata bunga sebesar 1,6. Pada saat 56 hst, rerata bunga
varietas anjasmoro yaitu 6,5 sedangkan pada varietas grobogan bunga tidak
muncul lagi.
Tabel 8. Rerata Jumlah Bunga Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan
No
1
2

Perlakuan
14
0
0

Anjasmoro
Grobogan

Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam)


21
29
35
42
49
0
0
0
2,2
21,6
0
0
0
12,4
1,6

56
6,5

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa bunga pada varietas


anjasmoro lebih banyak terbentuk dibandingkan pada varietas grobogan (Gambar
10). Pada tanaman kedelai varietas anjasmoro mengalami kenaikan jumlah bunga
pada 49 hst sebesar 64,02% dan mengalami penurunan jumlah bunga pada 56 hst
sebesar 49,83% , sedangkan pada varietas grobogan mengalami penurunan jumlah
bunga pada 49 hst sebesar 77,14% dan mengalami penurunan jumlah bunga pada
56 hst sebesar 11,42%.
Jumlah Bunga Tanaman Kedelai

Jumlah Bunga

25
20
15
Anjasmoro

10

Grobogan

5
0
14

21

29
35
42
49
Umur Tanaman (hst)

56

Gambar 10. Grafik Rerata Jumlah Bunga Tanaman Kedelai akibat


perbedaan varietas pada Berbagai Umur Pengamatan

34

4.1.4

Jumlah Polong Tanaman Kedelai


Dari hasil pengamatan dengan parameter jumlah polong (Tabel 9) pada

saat 42 hst jumlah polong kedelai varietas anjasmoro belum muncul polong
sedangkan varietas grobogan sudah mulai muncul polong dengan rerata 14,6.
Pada saat 49 hst jumlah polong kedelai varietas anjasmoro mulai muncul polong
dengan rerata 5,9 sedangkan varietas grobogan muncul polong dengan rarata 14,6.
Pada saat 56 hst jumlah polong kedelai varietas anjasmoro muncul polong dengan
rerata 16,9 sedangkan varietas grobogan muncul polong dengan rerata 52,8.
Tabel 9. Rerata Jumlah Polong Tanaman Kedelai akibat perbedaan varietas pada
Berbagai Umur Pengamatan
No
1
2

Perlakuan
14
0
0

Anjasmoro
Grobogan

Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam)


21
29
35
42
49
0
0
0
0
5,9
0
0
0
14,6
34,2

56
16,9

52,8

Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman kedelai varietas anjasmoro


mengalami kenaikan jumlah jumlah polong pada 49 hst sebesar 25,87% dan
mengalami peningkatan jumlah jumlah polong pada 56 hst sebesar 48,24%. Pada
varietas grobogan mengalami peningkatan jumlah polong pada 49 hst sebesar
19,28% dan mengalami peningkatan jumlah polong pada 56 hst sebesar 18,3%.
Jumlah Polong Tanaman Kedelai

Jumlah Polong

60
50
40
30

Anjasmoro

20

Grobogan

10
0
14

21

29
35
42
49
Umur Tanaman (hst)

56

Gambar 11. Grafik Rerata Jumlah Polong Tanaman Kedelai akibat perbedaan
varietas pada Berbagai Umur Pengamatan

35

4.1.5

Intensitas Serangan Penyakit


Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pada kedelai dengan

varietas anjasmoro memiliki intensitas serangan penyakit (Tabel 10) yang


meningkat hingga 42 hst dan mengalami penurunan pada 49 hst. Saat 14 hst,
intensitas serangan penyakit tanaman kedelai varietas anjasmoro sebesar 2,5%.
Pada saat 21 hst, intensitas serangan penyakit tanaman kedelai memiliki intensitas
serangan sebesar 7,29%. Pada saat 29 hst memiliki intensitas serangan sebesar
19,67%. Kemudian pada saat 35 hst memiliki intensitas serangan sebesar 29,38%
dan saat 42 hst memiliki intensitas serangan 39,44%. Pada 46 hst tanaman kedelai
varietas anjasmoro memiliki intensitas serangan penyakit sebesar 27,54%.
Sedangkan pada varietas grobogan, intensitas serangan penyakitnya yaitu 0%.
Tabel 10. Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kedelai Akibat Perbedaan
Varietas (%)
No
1
2

Perlakuan
14
2,5%
0

Anjasmoro
Grobogan

Umur Tanaman (Hari Setelah Tanam)


21
29
35
42
7,29%
19,67% 29,38% 39,44%
0
0
0
0

49
27,54%
0

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa pada tanaman kedelai intensitas


serangan penyakit mulai meningkat pada saat 21 hst dan mengalami penurunan
pada saat 46 hst (Gambar 12). Pada saat 21 hst, intensitas serangan penyakit
tanaman kedelai mengalami kenaikan sebesar 17,39%. Pada saat 29 hst
mengalami kenaikan sebesar 44,95%. Pada saat 35 hst mengalami kenaikan
sebesar 35,25% dan saat 42 hst mengalami kenaikan sebesar 36,52%. Sedangkan
pada 46 hst memiliki intensitas serangan penyakit mengalami penurunan yang
sangat derastis mencapai 43,21%.

Intensitas Serangan Penyakit (%)

Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kedelai


50
40
30
Anjasmoro

20

Grobogan

10
0
14

21
29
35
42
Umur Tanaman (hst)

49

Gambar 12. Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Kedelai Akibat


Perbedaan Varietas (%)

36

Gambar 13. Penyakit Soybean Mosaic Virus (SMV) Menyerang Kedelai


Varietas Anjasmoro

Gambar 14. Gejala Penyakit Soybean Mosaic Virus (Putri, 2013)

4.1.6

Keragaman Serangga
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada lahan tanaman

kedelai varietas Anjasmoro ditemukan keragaman serangga (Tabel 11). Terdapat


7 spesies serangga yang berhasil diidentifikasi yaitu belalang hijau 1 ekor sebagai
hama, kumbang kubah spot 4 ekor sebagai hama, belalang 4 ekor sebagai hama,
belalang sembah 1 ekor sebagai musuh alami, kumbang kubah spot M 1 ekor
sebagai musuh alami, ulat penggulung daun kedelai 1 ekor sebagai hama, dan
laba-laba 1 ekor sebagai musuh alami.

37

Tabel 11. Keragaman Serangga Pada Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro


No
1

Spesies

Foto

Nama Lokal:
Belalang Hijau

Populasi

Peran

Hama

Hama

Hama

Nama Ilmiah:
Atractomorpha crenula

Gambar 16. Belalang Hijau

Gambar 15. Literatur Belalang Hijau


(Sembel, 2009)
2

Nama Lokal:
Kumbang Kubah Spot
Nama Ilmiah:
Epilachna sparsa

Gambar 17. Kumbang Kubah Spot

Gambar 18. Literatur Kumbang


Kubah Spot (Sembel, 2009)
3

Nama Lokal:
Belalang
Nama Ilmiah:
Oxya chinensis

Gambar 19. Belalang

38

Gambar 20. Literatur Belalang


(Sembel, 2009)
4

Nama Lokal:
Belalang Sembah

Musuh
alami

Nama Ilmiah:
Stagmomantis
carolina

Gambar 21. Belalang Sembah

Gambar 22. Literatur Belalang


Sembah (Sembel, 2009)
5

Nama Lokal:
Kumbang Kubah Spot
M

Nama Ilmiah:
Menochillus
sexmaculatus

Gambar 24. Kumbang Kubah Spot M

Gambar 23. Literatur Kumbang


Kubah Spot M (Sembel, 2009)

Musuh
alami

39

Nama Lokal: Ulat


Penggulung Daun

Hama

Nama Ilmiah: L.
indicata

Gambar 26. Ulat Penggulung Daun

Gambar 25. Literatur Uat Penggulung


Daun (Marwoto, 2013)
7

Nama Lokal:
Laba-laba

Musuh
alami

Nama Ilmiah:
Lycosa
pseudoannulata

Gambar 27. Laba-laba

Gambar 28. Literatur Laba-laba


(Sembel, 2009)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada lahan tanaman


kedelai varietas Grobogan ditemukan keragaman serangga. Terdapat 2 spesies
serangga yang berhasil diidentifikasi yaitu penghisap polong kedelai 1 ekor
sebagai hama dan kumbang kubah spot M 1 ekor sebagai musuh alami.

40

Tabel 12. Keragaman Serangga Pada Tanaman Kedelai Varietas Grobogan


No
1

Spesies

Foto

Nama Lokal:
hama pengisap polong
kedelai
Nama Ilmiah:
Riptortus linearis

Populasi

Peran

Hama

Musuh
alami

Gambar 30. Penghisap Polong Kedelai

Gambar 29. Literatur Hama Penghisap


Polong Kedelai (Balitkabi, 2015)
2

Nama Lokal:
Kumbang Kubah Spot
M
Nama Ilmiah:
Menochillus
sexmaculatus

Gambar 32. Kumbang Kubah Spot M

Gambar 31.Literatur Kumbang Kubah


Spot M (Sembel, 2015)

41

4.2 PEMBAHASAN
4.2.1

Tinggi Tanaman Kedelai


Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat bahwa tinggi tanaman pada

tanaman kedelai varietas anjasmoro dan varietas grobogan sangat berbeda.


Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan karakter diantara kedua varietas yang
digunakan. Masing-masing varietas mempunyai keunggulan-keunggulannya
tersendiri. Zahrah (2011) menyatakan bahwa tanaman kedelai memiliki banyak
varietas, masing-masing varietas akan memberikan respons pertumbuhan dan
tingkat produksi yang berbeda-beda. Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang
tidak sama, hal ini dapat dilihat dari penampilan dan karakter.
Menurut Marizka (2010), tinggi tanaman pada kedelai varietas anjasmoro
berkisar antara 64 cm hingga 68 cm. sedangkan tinggi tanaman kedelai varietas
grobogan hanya berkisar antara 50 sampai dengan 60 cm. Hal ini mendukung
hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapang, bahwa tanaman kedelai varietas
anjasmoro memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi yaitu 69,2 cm dibandingkan
dengan kedelai varietas grobogan yaitu 43,7 cm.
4.2.2

Jumlah Daun Tanaman Kedelai


Dari hasil pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kedelai

varietas Anjasmoro, dibuat grafik regresi. Hasilnya, diketahui nilai regresi sebesar
0,9758 (Gambar 33). Berdasarkan nilai regresi yang telah diketahui, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada hubungan antara tinggi tanaman dan jumlah daun.
Semakin tinggi tanaman maka jumlah daun juga akan bertambah, atau bisa
dikatakan bahwa tinggi tanaman dan jumlah daun berbanding lurus. Herfyany et
al. (2013) menyatakan bahwa banyaknya jumlah daun dalam suatu tanaman
memiliki pengaruh penting terhadap besarnya peluang suatu tanaman untuk
memiliki pertumbuhan yang lebih baik.

42

Regresi Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman


80
y = 4.1892x + 2.9426
R = 0.9758

Tinggi Tanaman

70
60
50

Tinggi Tanaman

40
30

Linear (Tinggi
Tanaman)

20
10
0
0

10
Jumlah Daun

15

20

Gambar 33. Grafik Regresi Antara Jumlah Daun dan Tinggi Tanaman
Kedelai Varietas Anjasmoro
Daun memegang peranan yang sangat penting bagi poduktivitas suatu
tanaman. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan faktor
lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah faktor tanah, air, cahaya
dan unsur hara. Dwidjoseputro (1994), menyatakan bahwa daun merupakan
bagian tanaman yang mempunyai fungsi sangat penting, karena semua fungsi
yang lain tergantung pada daun secara langsung atau tidak langsung. Dari proses
fotosintesis pada daun akan dihasilkan energi yang dapat digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangan daun. Banyaknya daun akan mempengaruhi
jumlah asimilat yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa kedelai varietas
grobogan memiliki jumlah daun yang lebih banyak dibandingkan dengan varietas
anjasmoro. Jumlah daun yang lebih banyak akan mempercepat proses
perkembangan organ atau jaringan lain dari suatu tanaman. Menurut Sitompul
dan Guritno (1995), tanaman yang mempunyai daun yang lebih banyak pada awal
pertumbuhannya, tanaman akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan
menghasilkan fotosintesa yang lebih tinggi dari tanaman dengan jumlah daun
yang lebih rendah. Jumlah daun tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan
jaringan tanaman yang lain.

43

4.2.3

Jumlah Bunga Tanaman Kedelai


Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu memiliki alat kelamit

betina dan alat kelamin jantan. Kedelai akan segera berbunga apabila lama
penyinaran kurang dari 13 jam atau biasa disebut dengan tanaman berhari pendek.
Menurut Lamina (1984) bahwa apabila pembentukan bunga lebih cepat dari
waktunya maka jumlah polong yang dihasilkan akan sedikit dan akan lebih cepat
matang sehingga hasil produksi yang dihasilkan semakin rendah.
Sebagian besar kedelai akan mulai berbunga pada umur 5 hingga 7 minggu
setelah tanam. Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada varietas
grobogan lebih cepat berbunga yaitu pada saat 35 hst. Sedangkan pada varietas
anjasmoro bunga muncul pada saat 41 hst. Menurut Marizka (2010) bahwa pada
varietas anjasmoro memiliki umur berbunga mulai 35,7 sampai 39,4 hari,
sedangkan varietas grobogan memiliki umur berbunga mulai 30 32 hari.
Menurut Lamina (1984) bahwa jumlah bunga yang terbentuk pada ketiak daun
beraneka ragam tergantung dengan kultivar dan lingkungan tumbuh tanaman.
Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah faktor tanah, air, cahaya dan unsur
hara.
4.2.4

Jumlah Polong Tanaman Kedelai


Jumlah bunga tanaman dan jumlah polong tanaman berbanding terbalik,

karena polong pada tanaman terbentuk dari bunga, bunga tersebut berubah
menjadi polong setelah mengalami polinasi dan vertilisasi. Pada saat bunga sudah
mengalami penyerbukan maka bunga tersebut akan berubah menjadi polong dan
begitu seterusnya. Menjadikan jumlah bunga menjadi turun dan jumlah polong
menjadi meningkat. Berdasarkan hasil penelitian Sufianto (2007), bunga yang
telah dibuahi dan berpeluang dapat menjadi polong. Bunga terletak pada ruas-ruas
batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong
walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok
sebelum membentuk polong (Danarti dan Najiyati, 2000).
Dalam proses pembentukan polong, sangat diperlukan tingkat kelembaban
yang cukup serta penyediaan unsur hara yang terpenuhi untuk proses pembuahan
dan pemasakan biji. Menurut Stewart, (1994), yaitu untuk pembentukkan polong
diperlukan kadar kelembaban yang cukup tinggi selama beberapa waktu dan

44

cukup unsur hara khususnya fosfor dan kalsium, akan tetapi terlampau banyak air
didalam tanah juga akan dapat mengganggu proses pembentukkan polong.
Jumlah polong yang dihasilkan dari setiap tanaman merupakan komponen
hasil yang paling pokok bagi tanaman kedelai. Salah satu cara yang dapat
meningkatkan perkembangan jumlah polong pada kedelai ini yaitu dengan
pengolahan lahan. Hal ini dikarenakan dengan pengolahan tanah akan menjadikan
tanah semakin gembur sehingga akar tanaman lebih mudah masuk kedalam tanah
dan lebih mudah menyerap unsur hara yang terdapat didalam tanah yang
dipergunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Rafiuddin et al (2006), yang menyatakan bahwa pengolahan tanah
bertujuan untuk

memberantas gulma, memasukkan dan mencampurkan sisa

tanaman kedalam tanah serta untuk menggemburkan tanah sehingga terdapat


keadaan olah tanah sempurna yang diperlukan oleh akar tanaman dan akhirnya
akan meningkatkan peredaran udara, infiltrasi air, pertumbuhan akar dan
pengambilan unsur hara oleh akar.
4.2.5

Intensitas Serangan Penyakit


Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa pada tanaman kedelai

varietas anjasmoro memiliki intensitas serangan penyakit yang sangat signifkan


sedangkan pada tanaman kedelai varietas grobogan tidak memiliki intensitas
serangan penyakit. Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
cahaya, suhu, kelembaban, unsur hara, dan tekstur tanah serta dapat dipengaruhi
oleh benih yang ditanam. Menurut Semangun (1996), Patogen penyebab penyakit
tumbuhan merupakan jasad yang berukuran sangat kecil sehingga faktor
lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga juga akan sangat menentukan
terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkannya.
Penyakit Soybean Mosaic Virus (SMV) merupakan penyakit yang paling
banyak menyerang tanaman kedelai varietas anjasmoro. Penyakit ini sudah mulai
muncul sejak 14 hst dimana gejala yang ditimbulkan yaitu daun mengkerut serta
warna daun tidak hijau melainkan membentuk mosaic. Menurut Rahmawati
(2012), tanaman kedelai yang terserang oleh SMV ditandai dengan warna daun

45

muda yang kurang jernih, daun berkerut berwarna hijau gelap sepanjang tulang
daun serta terdapat gambaran mosaic di permukaan daun.
Menurut Rahmana (1998), variasi gejala karena infeksi penyakit mosaik
pada tanaman kedelai umur 14 -28 hari, daun pertamanya berkeriput dan daundaun muda mengecil disertai dengan tepi daun agak menggulung, selanjutnya
dengan bertambahnya umur tanaman (28- 49 hari) permukaan daun tidak rata atau
mengkerut, daun melengkung ke dalam (cupping) atau melengkung keluar,
melepuh dan berukuran kecil, tepi daun sering mengalami klorosis dan
mempunyai gambaran mosaik dengan warna hijau gelap disepanjang tulang daun,
kadang dijumpai pemucatan pada tulang daun
Penyebaran penyakit SMV ini sangat luas dan biasanya sudah terbawa
oleh benih kedelai yang akan ditanam. Oleh karena itu, pemilihan benih kedelai
yang tahan terhadap penyakit ini harus dilakukan secara efektik agar penurunan
hasil tanaman kedelai tidak terlalu tinggi. Menurut Hasdianto (1999), virus yang
terbawa oleh benih dapat menyebabkan rendahnya mutu benih. Biji yang
terinfeksi penyakit mosaik kedelai dapat mempengaruhi viabilitas benih atau
kemampuan benih untuk tumbuh.

Kebanyakan patogen terbawa oleh benih

menjadi aktif segera setelah benih disebar atau disemaikan


Virus mosaic pada kedelai ini dapat ditularkan oleh Aphis glycine.
Penurunan hasil di lapang oleh SMV tergantung pada strain virus, genotip inang
dan waktu infeksi. Semua bagian vegetatif dari tanaman yang telah terinfeksi
suatu virus pada umumnya telah mengandung virus tersebut. Selain bagian
vegetatif, beberapa virus dapat menginfeksi bagian generatif seperti bagian bunga
dan biji tanaman. Disekitar Yogyakarta, virus ini menyebabkan penurunan hasil 540% melaporkan penurunan hasil sebesar 50% di Makasar (Rahmana, 1989).
4.2.6

Keragaman Serangga
Pada tanaman kedelai Varietas Anjasmoro ditemukan keragaman serangga

yang lebih tinggi dibandingkan dengan keragaman serangga pada tanaman kedelai
Varietas Grobogan. Berikut ini adalah keragaman serangga yang ditemukan pada
tanaman kedelai Varietas Anjasmoro dan varietas grobogan:

46

1. Belalang Hijau (Belalang curing) (Atractomorpha crenulata)


Belalang curing ini merupakan serangga hama yang memakan daundaun tanaman diperkebunan seperti tanaman kedelai. Belalang Atractomorpha
crenulata memiliki tubuh yang terdiri atas caput, toraks, dan abdomen.
Belalang ini mempunyai kemampuan polimorfisme warna tubuhnya yaitu
kemampuan untuk merubah warna tubuhnya dari hijau menjadi coklat jika
suhu lingkungannya semakin tinggi terutama pada musim kemarau yang
cukup panjang seperti pada musim kemarau yang lalu. Semakin tinggi
suhunya, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan warna menjadi
coklat tersebut. Merupakan serangga yang mengalami metamorfosis tidak
sempurna (hemimetabola). Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa populasi
belalang hijau hanya sedikit yaitu 1 ekor dan yang berhasil teridentifikasi
hanya pada awal masa tanam ketika tanaman kedelai berumur antara 14-21
hst. Atractomorpha crenulata merupakan belalang yang tergolong dalam ordo
orthoptera, dengan ciri khas tubuh yang berwarna hijau (Arsyad, 1998).
2. Kumbang Kubah Spot (Epilachna sparsa)
Hasil pengamatan ditemukan adanya keragaman serangga spesies
kumbang-kumbangan yang biasa menjadikan tanaman sayur dan pangan
menjadi habitatnya karena biodiversitas lahan budidaya yang digunakan cukup
tinggi dan beragam. Populasi kumbang kubah spot cukup tinggi karena setiap
minggu saat dilakukan pengamatan serangga jenis ini sering ditemukan pada
daun tanaman kedelai dan populasi yang berhasil teridentifikasi yaitu 4 ekor.
Serangga hama ini dikenal dengan kumbang daun kentang atau potato leaf
beetle, termasuk ordo Coleptera. Larva dan kumbang E. Sparsa memakan
permukaan atas dan bawah daun sehingga tinggal epidermis dan tulang
daunnya (karancang). Tanaman inang E. sparse adalah terung, tomat, jagung,
padi, dan kacang tanah. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara
mengambil larva dan imago kemudian dimusnahkan serat melakukan
penyemprotan insektisida sistemik bila sudah ditemukan gejala serangan
(Arsyad, 1998).

47

3. Belalang (Oxya chinensis)


Hasil pengamatan dengan kondisi lahan yang memiliki biodiversitas
keragaman jenis tanaman budidaya yang tinggi ditemukan belalang namun
dengan spesies yang berbeda yaitu Oxya chinensis. Serangga ini sering
ditemukan saat melakukan pengamatan dan populasi yang berhasil
teridentifikasi yaitu 4 ekor. Serangga ini berperan sebagai hama yang
memakan daun tanaman kedelai sama halnya dengan belalang daun. Tanaman
inang utama hama belalang adalah padi dan sebagai tanaman inang alternatif
dapat menyerang tanaman jagung. Gejala serangan yang ditimbulkan seperti
daun berlubang dan tepi daun bergerigi (Arsyad, 1998). Hama ini bisa berada
di peratanaman kedelai karena lahan antara tanaman jagung dan tanaman
kedelai berdekatan. Sehingga hama belalang ini menyerang tanaman kedelai
varietas anjasmoro.
4. Belalang Sembah (Stagmomantis carolina)
Hasil pengamatan di lahan menunjukkan bahwa biodiversitas baik
jenis tanaman yang dibudidayakan dan keragaman serangga tinggi. Terutama
serangga yang ditemukan berperan sebagai hama pada tanaman budidaya.
Namun ditemukan juga keragaman serangga lain yang memiliki peran penting
lainnya yaitu belalang sembah dan populasi yang berhasil teridentifikasi 1
ekor. Belalang jenis ini berbeda dengan 2 jenis belalang yang telah ditemukan
sebelumnya meskipun jumlah populasi belalang sembah yang ditemukan
sedikit, serangga ini berperan penting sebagai musuh alami dan predator bagi
jenis belalang lainnya. Belalang jenis ini memangsa berbagai serangga yang
ukuranya lebih kecil dari ukuran badannya. Belalang jenis ini memangsa
berbagai serangga yang ukuranya lebih kecil dari ukuran badannya. Pada
dasarnya, Stagmomantis carolina adalah predator sehingga tidak perlu
dikendalikan. Namun, apabila keberadaanya berlebihan perlu dilakukan
pengendalian (Arsyad, 1998).
5. Kumbang kubah spot M (Menochillus sexmaculatus)
Kumbang kubah spot M termasuk dalam ordo coleoptera dan termasuk
dalam musuh alami sehingga keberadaanya tidak merusak tanaman kedelai.
Untuk populasi serangga ini sama halnya dengan serangga lain yang berperan

48

sebagai musuh alami yang berhasil teridentifikasi hanya sedikit dan pada
lahan kedelai yang ditanam populasinya sendiri hanya 2 ekor. Ciri-ciri
kumbang spot M memiliki panjang tubuh 5-6 mm, warna merah dengan
bercak-bercak hitam putih dan kuning, merupakan predator tungau dan kutu
daun, menangkap mangsa dengan gerak lambat. Mangsa/inang utama adalah
Aphid sp, kutu daun, kebul (Arsyad, 1998).
6. Ulat Penggulung (L. indicata)
Populasi ulat penggulung yang ditemukan yaitu 1 ekor saat awal masa
vegetatif tanaman kedelai. Secara umum hama ulat penggulung daun
menyerang tanaman kedelai 16 24 hari setelah kedelai ditanam. Serangan
dilakukan dengan menggulung daun tanaman kedelai sebagai tempat
berlindung bagi ulat disiang hari. Serangan hama ini terlihat dengan adanya
daun-daun yang tergulung menjadi satu. Bila gulungan dibuka, akan dijumpai
ulat atau kotorannya yang berwarna coklat hitam. Selain menyerang kedelai,
ulat ini juga menyerang kacang hijau, kacang tunggak, kacang panjang,
Calopogonium sp. kacang kedelai dan kacang tanah (Arsyad, 1998).
7. Laba-laba (Lycosa sp)
Hasil pengamatan pada lahan dengan tingkat biodiversitas yang tinggi
ditemukan jenis organisme lain yang sebenarnya tidak termasuk kedalam kelas
insekta atau serangga namun berhasil teridentifikasi keberadaannya yaitu labalaba. Jenis laba-laba yang berhasil ditemukan pada permukaan tanah lahan
budidaya kedelai hanya 1 ekor. Lycosa pseudoannulata (Araneae: Lycosidae)
merupakan salah satu jenis laba-laba musuh alami yang sering dijumpai pada
pertanaman padi dan palawija setelah padi di lahan sawah irigasi. Laba-laba
yang dikenal petani sebagai "Lycosa" ini bersifat generalis karena memiliki
mangsa berbagai jenis serangga, terutama yang berstatus hama. Peranannya
sebagai musuh alami dalam ekosistem pertanian sangat penting, bahkan
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan pengendalian hama dengan
insektisida (Arsyad, 1998).
8. Pengisap Polong Kedelai (Riptortus linearis)
Hasil pengamatan keragaman serangga pada tanaman kedelai varietas
Grobogan sama halnya dengan kedelai varietas Anjasmoro memiliki tingkat

49

biodiversitas yang tinggi karena kedua jenis kedelai ini ditanam pada lahan
budidaya yang sama meskipun secara khusus ditanam dengan pola tanam
sistem monokultur. Akan tetapi tingkat keragaman yang ada disekitar lahan
penanamannya masih tinggi dikarenakan jarak antar komoditas yang ditanam
tidak berjauhan. Keragaman serangga yang berperan sebagai hama pada
kedelai varietas Grobogan yang berhasil teridentifikasi adalah hama
penghisap polong kedelai. Untuk populasi serangga ini saat pengamatan
berlangsung

berhasil

ditemukan

ekor.

Hama

pengisap

polong

kedelai (Riptortus linearis) dapat menimbulkan kerusakan yang dicirikan


dengan polong menjadi kempis tidak berbiji dan menimbulkan kerusakan
yang sangat parah. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai
80% bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Sebaran hama ini
terdapat hampir di seluruh provinsi dan merupakan salah satu hama utama di
daerah sentra produksi kedelai (Arsyad, 1998).
9. Kumbang kubah spot M (Menochillus sexmaculatus)
Hasil pengamatan pada lahan kedelai varietas Grobogan dengan
biodiversitas sama tinggi dengan kedelai varietas Anjasmoro, baik jenis
tanaman dan keragaman seranga ditemukan kembali keragaman serangga
jenis kumbang-kumbangan yang berperan sebagai musuh alami yaitu
Kumbang kubah spot M yang akan menjadi predator untuk Aphid sp, kutu
daun, dan kutu kebul. Untuk populasi serangga ini sama halnya dengan
serangga lain yang berperan sebagai musuh alami yang berhasil teridentifikasi
hanya sedikit dan pada lahan kedelai varietas Grobogan yang ditanam
populasinya sendiri hanya 1 ekor. Sama halnya dengan kumbang kubah spot
M yang ditemukan pada kedelai varietas Anjasmoro, kumbang jenis

ini

termasuk kedalam ordo coleoptera dan berperan sebagai predator. Ciri-ciri


kumbang spot M memiliki panjang tubuh 5-6 mm, warna merah dengan
bercak-bercak hitam putih dan kuning, merupakan predator tungau dan kutu
daun, menangkap mangsa dengan gerak lambat (Arsyad, 1998).

50

4.2.7

Pembahasan Umum
Kedelai merupakan salah satu salah satu komoditas penting yang sangat

dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia karena telah menjadi bagian penting dalam
menu makanan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, kedelai perlu tersedia
dalam jumlah yang cukup bagi penduduk Indonesia yang jumlahnya terus
meningkat dari tahun ke tahun. Hingga saat ini pemerintah telah melepas lebih
dari 70 varietas unggul kedelai dengan berbagai keunggulannya tetapi belum
diketahui penggunaannya

oleh petani. Varietas-varietas unggul tersebut

diharapkan dapat dikembangkan petani sesuai dengan preferensi di masingmasing daerah. Dalam prakikum teknologi produksi tanaman, menggunakan
tanaman kedelai varietas anjasmoro dan varietas grobogan.
Pada pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa varietas
anjasmoro memiliki tanaman yang lebih tinggi daripada varietas anjasmoro.
Tanaman kedelai varietas anjasmoro yang terlalu tinggi akan lebih mudah rebah
dibandingkan dengan tanaman yang pendek. Selain itu pada varietas anjasmoro
lebih mudah terserang penyakit Soybean Mosaic virus (SMV) sedangkan pada
varietas grobogan tidak terserang penyakit. Ketahanan rebah pada varietas
anjasmoro ini berbeda dengan pendapat Marizka (2010), bahwa varietas
anjasmoro memiliki ketahanan tinggi terhadap kerebahan. Selain itu, varietas
anjasmoro juga memiliki ketahanan tinggi dalam pecah polong dan ketahanan
sedang terhadap serangan penyakit karat daun. Varietas grobogan memiliki
ketahanan terhadap pecah polong dan daun akan luruh pada saat menjelang panen.
Dari beberapa parameter yang telah diamati, dapat diketahui bahwa
varietas grobogan memiliki kemampuan yang cukup cepat dalam menghasilkan
polong. . Pada varietas anjasmoro fase vegetative tanaman lebih lama dan mulai
masuk ke fase generative pada 49 hari setelah tanam. Sedangkan pada varietas
grobogan, fase generative sudah dimulai saat 41 hari setelah tanam. Menurut
Zahrah (2011), menyatakan bahwa tanaman kedelai memiliki banyak varietas,
masing-masing varietas akan memberikan respons pertumbuhan dan tingkat
produksi yang berbeda-beda. Setiap varietas mempunyai sifat genetik yang tidak
sama, hal ini dapat dilihat dari penampilan dan karakter. Menurut Marizka (2010)

51

kedelai varietas grobogan berumur genjah yaitu sekitar 70-79 hari, sedangkan
pada varietas anjasmoro berumur dalam yaitu sekitar 82-93 hari.
Dalam memenuhi kebutuhan kedelai yang semakin meningkat, tanaman
kedelai dengan varietas grobogan sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan varietas
ini memiliki kemampuan yang cepat dalam pembentukan polong serta hasil
produksi yang dihasilkan lebih banyak pula. Menurut Marizka (2010), kedelai
varietas anjasmoro mulai dilepas pada tahun 2001 dan memiliki potensi hasil
sebesar 2,25sampai 2,03 ton/ha. Kedelai varietas grobogan mulai dilepas pada
tahun 2008 dan memiliki potensi hasil sebesar 2,77-3,5 ton/ha.
Di daerah Jawa Barat, masyarakat lebih suka menanam tanaman kedelai
varietas grobogan. Menurut Krisdiana (2014) dalam penelitiannya dapat diketahui
bahwa di daerah Jawa Barat petani lebih memilih kedelai dengan varietas
grobogan. Hampir 54.736 ha lahan ditanami kedelai varietas grobogan.
Sedangkan untuk varietas anjasmoro ditanam pada lahan seluas 18.854 ha.
Sebagian besar petani lebih menyukai biji kedelai dengan warna kuning dan putih
kekuningan. Dari bentuk dan ukuran biji kedelai, petani lebih menyukai biji yang
bulat dan besar. Hal ini dikarenakan, kedelai dengan karakter seperti itu lebih
disukai dan mudah dijual.

52

5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum teknologi produksi tanaman dengan
komoditas kacang kedelai, dapat disimpulkan bahwa:
1.

Teknik budidaya kacang kedelai meliputi pembibitan, pengolahan media


tanam, teknik penanaman, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit
serta penanganan panen dan pasca panen

2.

Varietas grobogan memiliki sifat atau karakteristik yang baik dibangkan


dengan varietas grobogan. Varietas grobogan lebih sering dipilih petani
karena memiliki karakteristik berumur genjah, memiliki hasil produksi yang
tinggi, tahan hama dan penyakit serta tidak mudah rebah. Sedangkan
karakteristik varietas anjasmoro berumur dalam, memiliki hasil produksi yang
lebih rendah dari varietas grobogan, tidak tahan hama dan penyakit serta lebih
mudah rebah. Untuk karakter tinggi tanaman dan jumlah daun varietas
anjasmoro lebih tinggi dibandingkan dengan varietas grobogan.

53

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T dan Wudianto, R. 2008. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Adisarwanto, T. 2002. Budidaya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya. Jakarta.
Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
p412.65 69.
Ananto, E. Eko, dan H. Subagyo. 1998. Prospek Pengembangan Sistem Usaha
Pertanian Modern di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Proyek
Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera
Selatan
Arsyad, D.M. dan M. Syam. 1998. Budidaya Kedelai. Bumi Aksara. Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2015. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Pada
Tahun 2015. Jakarta. Badan Pusat Statistik (Statistics Indonesia).
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI). 2005.
Deskripsi Varietas Unggul Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.
Balitbangtan. Jakarta
Damanik, Andriany F., Rosmayati, Hasmawi Hasyim. 2013. Respons
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Terhadap Pemberian Mikoriza dan
Penggunaan Ukuran Biji pada Tanah Salin. Jurnal Online Agroekoteknologi
Vol. 1 (2). ISSN No. 2337- 6597.
Danarti dan S. Najiyati. 2000. Palawija : Budidaya dan Analisa Usaha Tani.
Penebar Swadaya. Jakarta
Dwidjoseputro. 1994. Pengetahuan Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta. p232.
Fachrudin, Lisdiana. 2007. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius. Yogyakarta.
Hadiastono, T., 1999. Uji ketahanan berbagai varietas kedelai terhadap serangan
virus mosaik kedelai (BLCMV) Pada tingkat pemupukan N (urea). Agrivita
Vol. 20 No. 1. Hal 1-6.
Herfyany, Enny, Mukarlina, dan R. Linda. 2013. Pertumbuhan Tanaman Kedelai
(Glycine max (L.) Merril) pada Media Tanah Gambut yang Diberi Au
Jerami PAdi dan Pupuk Kandang Sapi. Jurnal Protobiont 2013 Vol 2(2):
107-111.

54

Irwan A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran,
Jatinangor. Bandung.
Krisdiana Rudi. 2014. Penyebaran Varietas Unggu KedeLai dan Dampaknya
terhadap Ekonomi Pedesaan.. J. Tanaman Pangan. Vol 33 (1) ; 61-69
Lamina. 1989. Kedelai dan Pengembangannya. CV. Simplex, Jakarta.
Marizka, Dinda. 2010. Uji Ketahanan Tanaman Kedelai (Glycine max (L.)
Merrill) Hasil Radiasi Sinar Gamma (M2) pada Cekaman Aluminium
Secara In Vitro. Skripsi Program Studi Pemuliaan Tanaman, Departemen
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan
Marliah, Ainun, T. Hidayat, dan N. Husna. 2012. Pengaruh Varietas dan Jarak
Tanam Terhadap Pertumbuhan Kedelai [Glycine max (L.) Merrill]. Jurnal
Agrista, vol. 16, no. 1, hal 22-28.
Marwoto, dkk. 2013. Hama, Penyakit, dan Masalah Hara Pada Tanaman Kedelai.
BALITKABI, Malang.
Nathanson, K., R. L. Lawn, P.L.M. De Fabrun and D.E. Byth. 1984. Growth,
Nodulation, and Nitrogen Accumulation by Soybean in Saturated Soil
Culture. Field Crops Res. 8: 73-92.
Padjar. 2010. Kedelai Setalah Satu. Dekade. Majalah Tempo. Jakarta.
Pitojo, Setijo. 2003. Benih Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Prihatman, Kemal (Ed). 2000. Kedelai (online). http://www.warintek.ristek.go.id.
Diakses pada tanggal 8 November 2015.
Putri, A. M, Martondiro dan Hadiastomo, T. 2013. Pengaruh Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (PGPR) Terhadap Infeksi Soybean Mosaic Virus
(SMV), Pertumbuhan dan Produksi Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max
(L.) Merr). J. HPT vol 1 (3): 1-10
Rahamna, S. dan A. Hasanuddin, 1989. Inokulasi virus mosaik kedelai pada
berbagai umur tanaman kedelai. Kongr. Nas. X PFI, Denpasar, Nov.
1989.115-117.
Rahmawati, Reny. 2012. Cepat & Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

55

Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada


University Press. 754p.
Sembel, D.T. 2009. Entomologi Kedokteran. ANDI. Yogyakarta
Sustika, I.W., dan M.T. Sutriadi. 2001. Pengaruh Perbaikan Tata Air Mikro
Terhadap Kualitas Air Tanah dan Hasil Tanaman. Seminar Hasil Penelitian
Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Lahan Pasang Surut Sumatera
Selatan. Badan Penelitian dan Pengembanan Pertanian , Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor, Juni 2001.
Sufianto. 2007. Respon Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Pupuk
Kandang, Kalsium Pada Perontokan setelah 20 hari Berbunga. DPP UMM.
Malang
Sumarno dan A.G.Manshuri. 2007. Persyaratan Tumbuh dan Wilayah Produksi
Kedelai di Indonesia, Dalam Kedelai Tehnik Produksi dan Pengembangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik 6:53.
Sumarno. 1986. Response of Soybeans (Glycine max (L.) Merrill) Genotypes to
Continous Saturated Culture. Indonesian J. Crop Sci. 2:71-78
Suprapto. 1997. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta
Troedson, R.J., R.J. Lawn, D.E. Byth, and G.L. Wilson. 1983. Saturated Soil
Culture in Innovated Water Management Option for Soybean in the Tropics
and Subtropics. In S. Shanmugasundaran and E.w. Sulzberger (ed). Soybean
in Tropical and Subtropical System. Proc. Symp. Tsukuba. Japan.
Zahrah, S., 2011. Respons Berbagai Varietas Kedelai (Glycine Max (L) Merril)
terhadap Pemberian Pupuk NPK Organik. J. Teknobiol. 2(1): Sitompul,
S.M. dan B. Guritno. 1995.

56

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Hasil Pengamatan Kedelai Varietas Anjasmoro
Tabel 13. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Sampel
1
2
3
4
5
Rerata

14

21

8
9
9
8
10
11
11
10,5
10
9
9,444444

12
13
3
11
12
13,5
17
15
16,5
13
12

Umur Tanaman (hst)


29
35
21
20
16
17
17
22
7
25
7
24
21,6

31
29
24
25
29
26
34
33
37
41
31,2

42

49

52
47
55
52
40
49
50
54
56
55
51

73
70
73
73
54
66
68
70
75
70
69,2

Tabel 14. Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Sampel
1
2
3
4
5
Rerata

14

21

1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1,2

2
3
3
3
3
4
3
2
3
3
2,9

Umur Tanaman (hst)


29
35
6
5
3
4
5
5
5
4
6
6
4,9

8
6
9
8
7
7
7
4
6
6
6,8

42

49

10
9
12
11
7
10
11
7
12
10
9,9

22
20
23
12
9
21
18
11
15
14
16,5

Tabel 15. Hasil Pengamatan Jumlah Bunga Tanaman Kedelai Varietas Anjasmoro
Sampel
1
2
3
4
5
Rerata

42
2
0
5
0
0
3
0
1
6
5
2,2

Umur Tanaman (hst)


49
20
18
29
27
11
17
17
19
31
27
21,6

56
4
19
1
5
13
5
6
4
5
3
6,5

57

Tabel 16. Hasil Pengamatan Jumlah Polong Tanaman Kedelai Varietas


Anjasmoro
Umur Tanaman (hst)
56

Sampel

16
5
20
35
9
26
11
13
12
22
16,9

1
2
3
4
5
Rerata

IP (Metode Skoring)

Tabel 17. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 14 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5

Skor
2

1
1
1
1
0
2
1
1
2
1

0
0
0
0
1
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Nilai IP
0
0
0
0
25
0
0
0
0
0

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

Tabel 18. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 21hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5

Skor
2

2
3
3
3
2
3
1
2
1
1

0
0
0
0
1
1
2
0
2
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Nilai IP
0
0
0
0
8,33
6,25
16,67
0
16,67
25

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

58

Tabel 19. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 29 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5

Skor
2

4
4
0
3
4
3
0
1
3
3

1
1
2
1
1
2
3
2
1
0

0
0
1
0
0
0
2
1
2
2

1
0
0
0
0
0
0
0
0
1

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Nilai IP
16,67
5
33,34
16,67
5
10
35
25
20,83
29,17

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

Tabel 20. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 35 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5

Skor
2

5
2
3
6
2
3
0
0
2
1

2
4
3
2
3
1
2
1
0
2

1
0
3
0
2
3
3
1
2
1

0
0
0
0
0
0
2
2
1
2

0
0
0
0
0
0
0
0
1
0

Nilai IP
12,5
25
25
6,25
6,25
5
50
56,25
46
41,6

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

Tabel 21. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 42 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5

Skor
2

2
1
2
2
6
3
2
1
3
2

2
4
4
4
1
3
3
1
3
2

3
4
3
2
0
2
2
2
2
3

3
0
3
3
0
2
4
3
3
3

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Nilai IP
42,5
33,34
39,5
38,6
35
32,5
43
50
37,5
42,5

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

59

Tabel 22. Nilai Indeks Penyakit Varietas Anjasmoro Pada Umur 49 hst
Tanaman
Sampel
1
2
3
4
5

Skor
2

1
8
8
1
5
11
6
3
6
6

5
4
8
5
3
8
5
4
5
4

5
4
4
2
1
0
4
3
3
3

3
3
2
1
0
2
2
1
1
1

0
1
1
3
0
0
1
0
0
0

Tabel 23. Data Rerata Hasil Pengamatan Kedelai Varietas Grobogan


Umur Tanaman (hst)
No
Perlakuan
14
21
28
35
42
41
1 Tinggi Tanaman (cm) 7,29 8,87 17,6 28,8
2,2
2,2
6,4
13
19
2 Jumlah Daun (helai)
8,6 12,4
3 Jumlah Bunga
14,6
4 Jumlah Polong
0
0
0
0
0
5 Indeks Penyakit (%)

Nilai IP
27,27
31,25
28,26
50
13,89
16,67
31,94
29,54
23,34
23,21

49
43,7
24,6
1,6
34,2
0

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

56
48,8
27
52,8
-

Lampiran 2. Dokumentasi Praktikum

Gambar 344. Proses Pengolahan Lahan dan Pengukuran Jarak Tanam untuk
Kedelai
Varietas
AnjasmoroJarak Tanam
Pengolahan
Lahan
dan Penentuan

Gambar 355. Proses Penanaman Benih Kedelai Varietas


Anjasmoro

60

Gambar 366. Proses Penyiangan Gulma

Gambar 377. Proses Pemupukan

Gambar 388. Proses Pengukuran Tinggi Tanaman Sampel

Gambar 39. Skoring Daun untuk Menghitung Indeks Penyakit

61

7 hst

14 hst

35 hst

21 hst

18 hst

29 hst

49 hst
42 hst
49 hst
Gambar 390. Keadaan Lahan Setiap Minggu

Gambar 401. Bunga (kiri) dan Polong(kanan) Kedelai Varietas


Anjasmoro

Anda mungkin juga menyukai