Diaree PDF
Diaree PDF
Bab II
Landasan Teori
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Diare
1. Pengertian
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 2 minggu (Subagyo
B dan Nurtjahjo BS, 2010).
Diare umumnya dibagi menjadi diare akut dan diare kronis, yang
keduanya dapat disebabkan karena infeksi dan non infeksi (Subagyo B
dan Nurtjahjo BS, 2010).
2. Insidensi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5
tahun. Di dunia terdapat 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare
dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Dari
17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare, sedangkan di
Indonesia, dari hasil Riskesdas 2007 didapatkan bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi terbanyak untuk golongan 1 4
tahun yaitu 25,2% dibanding pneumonia 15,5%. Dari survei kesehatan
demografi Indonesia (1991 ) menyatakan bahwa satu dari sepuluh balita
menderita diare dalam dua minggu terakhir, selain itu setiap tahun di
Indonesia terjadi 150 kejadian luar biasa dengan jumlah kasus sekitar
20.000 orang dan angka kematian sekitar 2 %. Angka kesakitan diare
diperkirakan antara 120 130 kejadian per 1000 penduduk, 60% kejadian
tersebut terjadi pada Balita (Depkes, 1993)
3. Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi non
inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non
inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi
sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh
bakteri, sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri
yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin
(Subagyo B dan Nurtjahjo BS, 2010).
Beberapa
Virus
Astrovirus
Calcivirus
Enteric Adenovirus
Parasit
Balantidium coli
Blastocystis homonis
Cryptosporidium
parvum
Entamoeba histolytica
Clostridium
Coronavirus*
perfringens
Clostridium defficile
Rotavirus
Giardia lambia
Escherichia coli
Norwalk virus
Isospora belli
Plesiomonas
Herpes simplex virus*
Strongyloides
shigeloides
stercoralis
Salmonella
Cytomegalovirus
Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Yersinia enterocolitica
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita
imunocompromised
Sumber : ( Nelson Textbook of Pediatric dan Subagyo B dan Nurtjahjo
BS, 2010).
4. Faktor-faktor risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu:
(Subagyo B dan Nurtjahjo BS, 2010).
a. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan, insiden tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 -11 bulan pada
saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan
kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif
bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak (Subagyo B & Nurtjahjo BS, 2010).
b. Infeksi asimptomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung
beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau
kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka
tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah
pindah dari satu tempat ke tempat lain ( Tjitra E,1994 )
10
c. Faktor musim
Di daerah tropik termasuk (Indonesia), diare yang disebabkan
oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat
pada musim hujan (Subagyo B & Nurtjahjo BS, 2010)
d. Epidemi dan pandemik
Vibrio cholera 0.1 dan shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemik dan pandemik yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan
dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang
disebabkan oleh Vibrio cholera 1.0 biotipe Eltor telah menyebar ke negara
negara di afrika, Amerika latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa
daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama
Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika
Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun
1992, dikenal strain baru Vibrio Cholera 0139 yang menyebabkan
epidemik di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah (Widayana
IW, 2003)
5. Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh 2 hal, yaitu gangguan pada
proses absorbsi atau sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi dari satu
atau beberapa mekanisme yang saling tumpah tindih . Diare dapat juga
dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi (Subagyo
B & Nurtjahjo BS, 2010).
a. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorbsi oleh berbagai sebab
seperti celiac spure atau karena :
1) Mengkonsumsi magnesium klorida
2) Defisiensi enzim sukrase - isomaltase adanya defisiensi laktase
defisien pada anak yang lebih besar.
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus
11
halus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel,
air akan mengalir kearah lumen jejunum, sehingga air akan banyak
terkumpul dalam lumen usus. Natrium (Na) akan mengikuti masuk ke
dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang
besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan
diabsorbsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak bisa diserap seperti magnesium, glukosa,
sukrosa, laktosa, maltosa disegmen ileum dan melebihi kemampuan
absorbsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan bahan seperti karbohidrat
dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlebihan, akan memberikan dampak yang sama (Subagyo B & Nurtjahjo
BS, 2010).
b. Malabsoprsi
Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi
usus halus adalah atropi vili. Lebih lanjut mikroorganisme tertentu (bakteri
tumbuh
lampau,
giardiasis,
enteroadherent
E.coli)
menyebabkan
12
penyebab
diare
ini
terutama
bekerja
dengan
cara
meningkatkan
permeabilitas
intestinal
dan
sebagian
ada,
kemungkinan
disebabkan
obat
atau
tumor
seperti
13
14
Komplemen
yang
diaktifkan
kemudian
melepaskan
15
melakukan
pemeriksaan
fisik
terdapat
beberapa
kondisi
sadar
segera
lakukan
pemeriksaan
fisik
sesuai
16
Pemeriksaan Makroskopik
17
b) Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta
adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai
respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin.
18
8. Penatalaksanaan
Dari penilaian pemeriksaan fisik diare dengan tabel WHO 1995 akan
didapatkan nilai skor untuk dapat dilakukan penatalaksanaan sesuai
derajatnya, rencana terapi yang dilakukan yaitu :
Rencana Terapi A : Terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan
malnutrisi
Anak-anak tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan
garam untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika
ini tidak diberikan, tanda-tanda dehidrasi dapat terjadi.
Rencana Terapi B: Terapi rehidrasi oral untuk anak-anak dengan
dehidrasi ringan-sedang
Jika berat badan anak diketahui maka hal ini harus digunakan untuk
menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah larutan ditentukan dari
berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak diketahui
maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak.
Rencana Terapi C : untuk Pasien dengan Dehidrasi Berat
Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah rehidrasi
intravena cepat, mengikuti Rencana Terapi C. Jika mungkin, anak harus
dirawat di rumah sakit.
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare
bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di
rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit ( IDAI, 2010 )
a. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
b. Zinc diberikan selama 10 hari berturut turut
c. ASI dan makanan tetap diteruskan
d. Antibiotik selektif
e. Nasihat kepada orang tua
19
telah
direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non kolera
pada anak.
Tabel 4. Komposisi Oralit Baru
Oralit Baru Osmolaritas Rendah
Mmol/liter
Natrium
75
Klorida
65
Glucose, Anhydrous
75
Kalium
20
Sitrat
10
Total Osmolaritas
245
20
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka
sisa larutan harus dibuang.
Zinc
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak.
Beberapa penelitian telah membuktikannya. Pemberian zinc yang
dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan
menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan
elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
menigkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun
yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat
menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak:
Anak di bawah umur 6 bulan
Pemberian
antibiotik
yang
tidak
rasional
justru
akan
21
22
23
Antibiotik pilihan
Alternatif
Kolera
Tetracycline
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 4x sehari selama 3
hari
hari
Shigella
Ciprofloxacin
Pivmecillinam
15 mg/kgBB
20 mg/kgBB
dysentery
2x sehari selama 3 4x sehari selama 3
hari
hari
Ceftrioaxone
50
100
mg/kgBB
1x sehari
IM
selama 2 -5 hari
Amoebiasis
Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5
hari
( 10 hari pada
kasus berat )
Giardiasis
Metronidazole
5 mg/kg
3x sehari selama 5
hari
Sumber : WHO 2006
b. Obat anti diare
Obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan
praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak.
( Subagyo B & Santoso NB, 2010)
c. Adsorben
Obat
seperti
cholestyramin.
kaolin,
Digunakan
atapulgite,
untuk
smectite,
pengobatan
activatedcharcoal,
diare
atas
dasar
24
d. Bismuth subsalicylate
Bila diberikan setiap 4 jam, dilaporkan dapat mengurangi
pengeluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30 %, akan tetapi
cara ini jarang digunakan
9. Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi.
Beberapa diantaranya membutuhkan pengobatan khusus ( IDAI, 2010)
a. Gangguan Elektrolit
1) Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar
natrium secara perlahan lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat akan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan edema
otak.
Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan
paling aman.
2) Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi ( Na <
130mol/L ). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan shigellosis dan
pada anak malnutrisi berat edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi
hampir semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer
laktat atau normal saline.
3) Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi jika kadar K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan
dengan pemberian kalsium glukonas 10 % 0,5 1 ml/kgBB secara
intravena dalam 5 10 menit dengan monitor detak jantung.
4) Hipokalemi
Dikatakan hipokalemi bila K < 3,5 mEq/L, Hipokalemi dapat
menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
25
26
27
Umur
Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang
akan
lebih
matang
dalam
berpikir,
belajar,
bekerja
sehingga
Pendidikan
Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan
28
termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk
sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. (Notoatmodjo S,
2005).
3)
Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu
29
dan
mengusahakan
agar
anak
dapat
menerapkan
dan
30
penularan penyakit. Pada kasus diare kuman - kuman diare ikut keluar
bersama kotoran/feses dan mudah berpindah ke tangan saat penderita
cebok. Bila sesudahnya ia tidak mencuci tangan dengan baik, kuman
tersebut bisa berpindah ke benda - benda yang disentuhnya termasuk
makanan/minuman yang mungkin dikonsumsi juga oleh orang lain
(Mansyah B. 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Faktor predisposisi
(predisposing factors) merupakan faktor - faktor yang mencangkup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, system nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat social ekonomi dan sebagainya. Kemudian faktor pemungkin
(enabling factor) adalah faktor - faktor yang mencangkup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air
bersih,
tempat
pembuangan
sampah,
tempat
pembuangan
tinja,
31
32
33
sebaliknya terlalu
banyak
cahaya
dalam
rumah akan
34
35
disebut juga air permukaan dan jika digunakan sebagai air minum harus
diolah terlebih dahulu, kemudian mata air yaitu berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah, jika digunakan air minum harus direbus dahulu,
selanjutnya air sumur dangkal merupakan sumber air yang keluar dari
lapisan air di dalam tanah yang dangkal yaitu berkisar antara 5 sampai
dengan 15 meter dari permukaan tanah. Selanjutnya air sumur yang
berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah, sudah cukup sehat untuk
dijadikan air minum yang langsung (tanpa melaluhi proses pengolahan).
Pembuangan kotoran manusia merupakan ruang lingkup yang kedua.
Yang dimaksud dengan kotoran manusia adalah semua benda atau zat
yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Dilihat dari segi kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran
manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin diatasi.
Untuk mencegah sekurang - kurangnya mengurangi kontaminasi tinja
terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola
dengan baik, yaitu pembuangan kotoran harus disuatu tempat tertentu atau
jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan
apabila memenuhi persyaratan - persyaratan yaitu tidak mengotori
permukaan tanah di sekeliling jamban, tidak mengotori air permukaan di
sekitarnya, tidak mengotori air tanah, tidak terjangkau oleh serangga
terutama lalat dan kecoa dan binatang lainnya, tidak menimbulkan bau,
sudah digunakan dan dipelihara, murah dan dapat diterima oleh
pemakainya (Notoatmodjo, 2007)
Ruang lingkup yang ketiga yaitu pengolahan sampah. Sampah terkait
erat dengan kesehatan masyarakat, karena dari sampah akan hidup
berbagai mikroorganisme penyebab penyakit (bacteri pathogen), dan
binatang serangga sebagai pemindah atau penyebar penyakit (vektor).
Sehingga sampah harus dikelola dengan baik agar tidak menggangu atau
mengancam kesehatan masyarakat. Dalam pengelolaan sampah yaitu
meliputi pengumpulan dan pengangkutan sampah yang menjadi tanggung
jawab dari masing - masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan
sampah, maka masyarakat harus membangun dan mangadakan tempat
36
37
penelitian
didapatkan
adanya
hubungan
antara
faktor
38
Faktor Penguat :
Sumber air utama
Jenis jamban
Jenis lantai
Jarak Sumber Air
dari rembesan
tinja
Pengetahuan
sikap
Faktor Pendukung :
1. Malabsorbsi
2. Infeksi :
Bakteri
Virus
Parasit
3. faktor makanan
39
Perilaku Ibu:
- Kebiasaan cuci
tangan sebelum
memberi makan anak
- Kebiasaan cuci
tangan alat
makan/minum
Sanitasi Rumah:
- sumber air utama.
- jenis jamban
- jenis lantai
- jarak sumber
air dari
rembesan tinja
DIARE AKUT
DENGAN DEHIDRASI
DAN TANPA
DEHIDRASI
40
II.6 Hipotesa
1. Adanya hubungan antara usia ibu terhadap kejadian diare dengan dehidrasi
dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
2. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian diare
dengan dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
3. Adanya hubungan antara pekerjaan ibu terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
4. Adanya hubungan antara sumber air utama terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
5. Adanya hubungan antara jenis jamban terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
6. Adanya hubungan antara jenis lantai terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
7. Adanya hubungan antara mencuci tangan terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
8. Adanya hubungan antara mencuci alat makan atau minum terhadap
kejadian diare dengan dehidrasi dan diare tanpa dehidrasi pada balita.
9. Adanya hubungan antara jarak sumber air terhadap kejadian diare dengan
dehidrasi dan diare tanpa dehiarasi pada balita.