Askep CKD
Askep CKD
DISUSUN OLEH :
1.
2.
3.
4.
DEWI UNTARI
ERNA SETYA DWI K.
INDAH AISSYIATUL F.
RYNI FITRI
(18)
(19)
(20)
(21)
TINGKAT 3 REGULER A
ANATOMI GINJAL
1.
Ginjal
Struktur ginjal
Ginjal terdiri atas:
a. Medulla (bagian dalam): substansi medularis terdiri atas pyramid renalis,
jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal,
sedangkan apeksnya menghadap kesinus renalis
b. Korteks (bagian luar): subtansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Subtansi tepat dibawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam diantara piramid dinamakan kolumna renalis.
3.
Pembungkus ginjal
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adiposa
(peritonel feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal memanjang melalui
hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh lamina khusus dari fasia
subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat diantara lapisan dalam dari fasia
profunda dan stratum fasia subserosa internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua,
yaitu :
a. Lamella anterior atau fasia prerenalis.
b. Lamella posterior atau fasia retrorenalis
4.
Satuan fungsional ginjal disebut juga dengan nefron, mempunyai + 1,3 juta.
Selama 24 jam nefron dapat menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawa darah
murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal piramid masingmasing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan malpigi yang disebut
glomerulus.
5.
Glomerulus
B.
DEFINISI CKD
Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit
renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002).
Gagal ginjal kronis (GGK) ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal secara
progresif dan irreversibel dalam berbagai periode waktu, dan beberapa bulan hingga
beberapa dekade. Gagal ginjal kronis terjadi karena sejumlah keadaan nefron tidak
berfungsi secara permanen dan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) (Chang, dkk,
2010).
C.
ETIOLOGI
Penyebab GGK dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu:
1. Penyebab pre-renal: berupa gangguan aliran darah kearah ginjal sehingga ginjal
kekurangan suplai darah menyebabkan kurang oksigen dengan akibat lebih lanjut
jaringan ginjal mengalami kerusakan, misal: volume darah berkurang karena
dehidrasi berat atau kehilangan darah dalam jumlah besar, berkurangnya daya
pompa jantung, adanya sumbatan/ hambatan aliran darah pada arteri besar yang
ke arah ginjal, dsb.
2. Penyebab renal: berupa gangguan/ kerusakan yang mengenai jaringan ginjal
sendiri,
misal:
kerusakan
akibat penyakit diabetes mellitus (diabetic
nephropathy), hipertensi (hypertensive nephropathy), penyakit sistem kekebalan
tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat,
kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak
jaringan ginjal, dll.
3. Penyebab post renal: berupa gangguan/ hambatan aliran keluar (output) urin
sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat menyebabkan
kerusakan ginjal, misal: akibat adanya sumbatan atau penyempitan pada saluran
pengeluaran urin antara ginjal sampai ujung saluran kencing. Contoh: adanya batu
pada ureter sampai urethra, penyempitan akibat saluran tertekuk penyempitan
akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dll.
D.
KLASIFIKASI
Klasifkasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/mnt/1,73m2) =
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Penjelasan
LFG (ml/mnt/1,73m2)
60 89
30 59
15 29
Gagal ginjal
Stadium 1:
Kerusakan ginjal dengan LFG normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal dapat
dideteksi sebelum LFG mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit ginjal ini, tujuan
pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan GGK dan mengurangi risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah.
Stadium 2:
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada LFG (60-89). Saat fungsi ginjal kita
mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan GGK kita dan meneruskan
pengobatan untuk mengurangi risiko masalah kesehatan lain.
Stadium 3:
Penurunan lanjut pada LFG (30-59). Saat GGK sudah berlanjut pada stadium ini,
anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya bekerja sama dengan
dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
Stadium 4:
Penurunan berat pada LFG (15-29). Teruskan pengobatan untuk komplikasi GGK dan
belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan untuk kegagalan ginjal. Masing-masing
pengobatan membutuhkan persiapan. Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan
tindakan untuk memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap
menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah kateter harus
ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta anggota keluarga atau teman
menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
Stadium 5:
Kegagalan ginjal (LFG di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup untuk
menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialisis atau pencangkokan ginjal.
E.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Perubahan berkemih
Pada stadium awal gagal ginjal, poliuria dan nukturia tampak jelas karena
ginjal tidak mampu memekatkan urin, khususnya di malam hari. Berat jenis urin
secara bertahap menetap pada nilai di sekitar 1,010 (konsentrasi osmolar plasma)
yang mencerminkan ketidakmampuan ginjal untuk mengencerkan atau memekatkan
urin.
2.
Sindrom uremia
Ginjal merupakan organ yang bertanggung jawab untuk ekskresi ureum yaitu
produk akhir metabolism protein. Pada gagal ginjal terjadi peningkatan ureum dan
kreatinin dimana kenaikan kadar kreatinin serum merupakan indikator terbaik untuk
menunjukkan gagal ginjal. Retensi ureum dan kreatinin mempengaruhi semua sistem
tubuh dan keadaan ini disebut sindrom uremia.
4.
Gangguan kardiovaskuler
Gangguan pernafasan
Dispnea akibat kelebihan cairan, edema paru, pleuritis uremia, dan efusi
pleura sering ditemukan pada pasien gagal ginjal.
6.
Gangguan neurologi
7.
Gangguan gastrointestinal
Rambut kering serta rapuh dan kuku tipis dan beralur. Pada akhirnya dapat terjadi
petekia dan ekimosis yang disebabkan oleh abnormalitas trombosit.
12. Disfungsi reproduksi
Fungsi reproduksi normal juga berubah pada gagal ginjal. Hormon pria dan
wanita menurun dan mereka mengalami penurunan libido serta masalah infertilitas
(Chang, dkk., 2010).
F. PATOFISIOLOGI
Penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh penyakit sistemik seperti
diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi yang tidak
terkontrol, infeksi, medikasi dan agen toksik sehingga menyebabkan fungsi renal
menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan kedalam
urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.
Semakin banyak tertimbun produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Gangguan klirens renal muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Menurunnya filtrasi glomerulus akibat
tidak berfungsinya glomeruli klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin akan
meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat.
Selain itu, ginjal juga tidak mampu untuk mengkosentrasikan atau
mengencerkan urin secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir. Respon ginjal
yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi
sehingga natrium dan cairan tertahan ditubuh sehingga miningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongesif, dan hipertensi.
Selain itu dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi asidosis
metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresi muatan asam (H+).
Selain itu anemia juga sering terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan
kecenderungan terjadinya perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Eritropoetin merupakan suatu subtansi normal yang
diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah
merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2002).
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1
2
3
4
5
H.
I.
PENCEGAHAN
Supaya terhindar dari penyakit gagal ginjal, harus melakukan pencegahan sebagai berikut :
a.
Olah Raga.
b.
Berhenti merokok.
c.
d.
e.
f.
h.
J.
Hemodialisa
Pengertian Hemodialisa
Tujuan Hemodialisa
Proses Hemodialisa
Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :
a) Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena perbedaan kadar di
dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi perbedaan kadar dalam darah
maka semakin banyak bahan yang dipindahkan ke dalam dialisat.
b) Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan terlarut karena
perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.
c) Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia, yaitu
perbedaan osmolaritas darah dan dialisat ( Lumenta, 1996 ).
Frekuensi Hemodialisa.
b.
Obat-obatan
c.
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan
panyakit renal tahap akhir. Pasien memilih transplantasi ginjal dengan berbagai
alasan, seperti keinginan untuk menghindari dialisis atau untuk memperbaiki
perasaan sejahtera, dan harapan untuk hidup secara lebih normal. Selain itu, biaya
transplantasi ginjal yang sukses dibandingkan dialisis adalah sepertiganya
Penatalaksanaan Keperawatan
a.
Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal ginjal
akut, hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam jiwa pada
gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya hiperkalemia melalui
serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium > 5,5 mEq/L, SI: 5,5
mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi),
dan perubahan status klinis. Peningakatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (Natrium polistriten sulfonat [kayexalatel]), secara
oral atau melalui retensi enema.
b.
Identitas klien
2.
3.
4.
a.
b.
c.
pembedahan
5.
Pemeriksaan fisik
a.
b.
c.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
a)
Mulut
Abdomen
Meatus urimary
Laki-laki: posisi duduk atau berdiri, tekan gland penis dengan memakai
sarung tangan untuk membuka meatus urinary. Wanita: posisi dorsal
rekumben, litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan.
2)
Palpasi
a)
Ginjal
b)
Kandung kemih
Perkusi
a)
Ginjal
Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa
Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostavertebral
(CVA), lakukan perkusi di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan.
Ulangi prosedur pada ginjal di sisi lainnya. Tenderness dan nyeri
pada
perkusi
merupakan
indikasi
glomerulonefritis
atau
glomerulonefrosis.
b)
Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali
volume urin di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih
dapat diperkusi sampai setinggi umbilikus.
Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas
region suprapubic.
4)
Auskultasi
a)
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan:
Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output.
Intervensi
Rasional
cairan.
b)
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
volume sirkulasi, ketidakseimbangan elektrolit
Tujuan: klien dapat mempertahankan curah jantung yang adekuat
Kriteria Hasil:
1)
2)
Rasional
a. Ketidakseimbangan dapat
menggangu konduksi elektrikal
b. Siapkan dialysis
c)
Risiko perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil: menunjukkan berat badan yang stabil.
Intervensi
Rasional
a. Mengidentifikasi kekurangan
nutrisi
e. Menurunkan
ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi
masukan makanan
d)
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit terhadap gangguan status metabolik, sirkulasi
( anemia dan iskemia jaringan) dan sensasi
Tujuan: Mempertahankan kulit
Rasional
e)
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis.
Tujuan: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan.
Intervensi
Rasional
a. Menyediakan informasi
tentang indikasi tingakt keletihan.
b. Meningkatkan aktivitas
ringan/ sedang dan memperbaiki
harga diri.
f)
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis berhubungan dengan kurang terpajan,
salah interprestasi imformasi
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria Hasil: Menunjukkan/ melakukan pola hidup yang benar
Intervensi
Rasional
a. Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan
imformasi.
c. Menurunkan resiko
sehubungan dengan perubahan
pembekuan/ penurunan jumlah
trombosit.
d. Membantu dalam
mempertahankan tonus otot dan
kelenturan sendi.
e. Depresi sistem imun, anemia,
malnutrisi, dan semua
meningkatkan resiko infeksi.
DAFTAR PUSTAKA