Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI DI RUANG SRIKANDI BALAI

REHABILITASI SOSIAL ANAK WIRA ADHI KARYA UNGARAN


UNIT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
WENING WARDOYO UNGARAN

DiSusun Oleh :
DWI RATNA SARI
SN142065

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
a. Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastolic di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
(Bruner dan Suddarth, 2002: 896).
b. Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih
besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar
95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003).
c. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg.(Smeltzer,2001).
d. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan
160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim
Nasrin, 2003 ).
e. Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik
>90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.
f. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai
hipertensi maligna.
g. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996).
h. Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini
berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik (Smith Tom, 2006).
2. Etiologi
a Hipertensi Esensial
Yaitu hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dan meliputi 90 % dari seluruh
penderita hipertensi, faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain
1) Genetik
Peran faktor genetik terhadap hipertensi esensial dibuktikan bahwa kejadian
hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada
heterozigot, apabila salah satu diantara menderita hipertensi. Pada 70 % kasus
hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi esensial
2) Usia

Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi


pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian premature
3) Obesitas
Adanya penumpukan lemak terutama pada pembuluh darah mengakibatkan
penurunan tahanan perifer sehingga meningkatkan aktivitas saraf simpatik
yang mengakibatkan peningkatan vasokontriksi dan penurunan vasodilatasi
dimana hal tersebut dapat merangsang medula adrenal untuk mensekresi
epinerpin dan norepineprin yang dapat menyebabkan hipertensi.
4) Hiperkolesterol
Lemak pada berbagai proses akan menyebabkan pembentukan plaque pada
pembuluh darah. Pengembangan ini menyebabkan penyempitan dan
pengerasan yang disebut aterosklerosis
5) Asupan Natrium meningkat (keseimbangan natrium)
Kerusakan ekskresi natrium ginjal merupakan perubahan pertama yang
ditemukan pada proses terjadinya HT. Retensi Na + diikuti dengan ekspansi
volume darah dan kemudian peningkatan output jantung. Autoregulasi perifer
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan berakhir dengan HT
6) Rokok
Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran adrenalin yang
merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu asap rokok
mengandung karbon monoksida yang memiliki kemampuan lebih kuat dari
pada Hb dalam menarik oksigen. Sehingga jaringan kekurangan oksigen
termasuk ke jantung
7) Alkohol
Penggunaan alkohol atau etanol jangka panjang dapat menyebabkan
peningkatan lipogenesis (terjadi hiperlipidemia) sintesis kolesterol dari asetil
ko enzim A, perubahan seklerosis dan fibrosis dalam arteri kecil
8) Obat-obatan tertentu atau pil anti hamil
Pil anti hamil mengandung hormon estrogen yang juga bersifat retensi garam
dan air, serta dapat menaikkan kolesterol darah dan gula darah
9) Stres psikologis
Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan katekolamin yang
tinggi, yang bersifat memperberat kerjaya arteri koroner sehingga suplay darah
ke otot jantung terganggu.
Stres dapat mengaktifkan saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
b

darah secara intermiten


Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh penyakit tertentu, misalnya :
1) Penyakit ginjal

Kerusakan pada ginjal menyebabkan renin oleh sel-sel juxtaglomerular keluar,


mengakibatkan pengeluaran angiostensin II yang berpengaruh terhadap sekresi
aldosteron yang dapat meretensi Na dan air
2) Diabetess Mellitus
Disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam waktu yang sama
mengakibatkan gula darah pekat dan terjadi pengendapan yang menimbulkan
arterosklerosis meningkatkan tekanan darah. (Sjaifoellah Noer, 2001)
3. Klasifikasi
Klasifikasi Stadium hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2001) terdiri dari:
a. Stadium 1 (ringan)
Tekanan sistolik antara 140 159 mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99 mmHg.
b. Stadium 2 (sedang)
Tekanan sistolik antara 160 179 mmHg. Tekanan diastolik antara 100 109
mmHg.
c. Stadium 3 (berat)
Tekanan sistolik antara 180 209 mmHg. Tekanan diastolik antara 110 119
mmHg.
d. Stadium 4 (sangat berat)
Tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg. Tekanan diastolik
antara > 120 mmHg.
Klasifikasi ini tidak untuk seseorang yang memakai obat antihipertensi dan tidak
sedang sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik terdapat pada kategori yang
berbeda. Maka harus dipilih kategori yang tinggi untuk mengklasifikasi status tekanan
darah seseorang.
4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan
darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti
hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu: Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,
Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
d. Rasa berat ditengkuk

e. Penyempitan pembuluh darah


f. Sukar tidur
g. Lemah dan lelah
h. Nokturia
i. Azotemia
j. Sulit bernafas saat beraktivitas
5. Komplikasi
Efek pada organ :
a. Otak
1) Pemekaran pembuluh darah
2) Perdarahan
3) Kematian sel otak : stroke
b. Ginjal
1) Malam banyak kencing
2) Kerusakan sel ginjal
3) Gagal ginjal
c. Jantung
1) Membesar
2) Sesak nafas (dyspnoe)
3) Cepat lelah
4) Gagal jantung
6. Patofisiologi dan Pathway
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2010).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya hipertensi palsu
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2009).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat
pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan
peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ
seperti jantung. ( Suyono, Slamet. 2006 ).

Pathway Hipertensi

umur

Elastisitas

Jenis kelamin

hidup

obesitas

, arteriosklerosis

hipertensi
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur

Penyumbatan pembuluh darah


vasokonstriksi
Gangguan sirkulasi

otak

ginjal

Pembuluh darah

koroner Spasme arteriole

Resistensi pembuluh
Suplai
darah
O2
Vasokonstriksi
otak
otak menurun
pembuluh darah ginjal
sistemik

vasokonstriksi
Blood flow munurun
Nyeri kepala
Gangguan pola tidur
sinkop
Afterload meningkat

Iskemi miocard

Nyeri dada

Respon RAA
Gangguan perfusi jaringan
Penurunan curah jantungFatique
Rangsang aldosteron
Intoleransi aktifitas
Retensi Na
edema

7. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)

Retina

Kelebihan volume cairan

diplopia

Resti injuri

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas


akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur
hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
(JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND
TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan

penyakit

lain

yang

ada

pada

penderita.

Pengobatannya meliputi :
1) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
a) Dosis obat pertama dinaikkan
b) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c) Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca

a)
b)
a)
b)
c)

antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator


3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
Obat ke-2 diganti
Ditambah obat ke-3 jenis lain
4) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
Ditambah obat ke-3 dan ke-4
Re-evaluasi dan konsultasi
Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter ) dengan
cara pemberian pendidikan kesehatan.Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi
pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan
darahnya
2) Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
3) Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas

4) Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan


darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan
mengukur memakai alat tensimeter. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa
didiskusikan lebih dahulu Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara
hidup penderita Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
5) Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat
mengukur tekanan darahnya di rumah
6) Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2
x sehari
7) Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan
masalah-masalah yang mungkin terjadi
8) Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat
untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
9) Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
10) Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
11) Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan
sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan
hipertensi.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
1) Diet
2) Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
3) Penurunan berat badan
4) Penurunan asupan etanol
5) Menghentikan merokok
6) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
7) Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

a) Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan
pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh
subyek dianggap tidak normal.
Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan
somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis
seperti kecemasan dan ketegangan.
b) Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk
mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk
dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan
Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan
pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
1) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama : menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini
b) Riwayat kesehatan sekarang : menjelaskan urian kronologis uraian kronologis
sakit klien sekarang sampai klien dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan
klien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST
P : Paliatif/Provokatif : apakah yang menyebabkan gejala, apa yang dapat
memperberat dan menguranginya
Q : Qualitatif/Quantitatif : bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar,
sejauh mana merasakan sekarang
R: Regio : dimana gejala terasa, apakah menyebar
S: Skala : seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10
T: time : kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tibatiba atau bertahap
2) Riwayat kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau
memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini. Termasuk
faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh
3) Riwayat kesehatan keluarga
Mengdentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit turunan arau
riwayat penyakit menular
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Gejala :
a) Kelemahan

b) Letih
c) Napas pendek
d) Gaya hidup monoton
Tanda :
a) Frekuensi jantung meningkat
b) Perubahan irama jantung
c) Takipnea
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
a) Kenaikan TD
b) Nadi : denyutan jelas
c) Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
d) Bunyi jantung : murmur
e) Distensi vena jugularis
3) Ekstermitas
a) Perubahan warna kulit, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler
mungkin lambat
b) Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan)
Tanda :
a) Letupan suasana hati
b) Gelisah
c) Penyempitan kontinue perhatian
d) Tangisan yang meledak
e) otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
f) Peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal )
5) Makanan / Cairan
Gejala :
a) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol
b) Mual
c) Muntah
d) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda :
a) BB normal atau obesitas
b) Edema
c) Kongesti vena
d) Peningkatan JVP
e) glikosuria
6) Neurosensori

Gejala :
a) Keluhan pusing / pening, sakit kepala
b) Episode kebas
c) Kelemahan pada satu sisi tubuh
d) Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
e) Episode epistaksis
Tanda :
a) Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan )
b) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
c) Perubahan retinal optik
d) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
a) nyeri hilang timbul pada tungkai
b) sakit kepala oksipital berat
c) nyeri abdomen
7) Pernapasan
Gejala :
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
b) Takipnea
c) Ortopnea
d) Dispnea nocturnal proksimal
e) Batuk dengan atau tanpa sputum
f) Riwayat merokok
Tanda :
a) Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
b) Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
c) Sianosis
8) Keamanan
Gejala
: Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda
: Episode parestesia unilateral transien
9) Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala
:
a) Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit
jantung, DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
b) Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
c) Penggunaan obat / alkohol
c. Pemeriksaan Penunjang (Diagnosa/Laboratorium)
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1) Pemeriksaan yang segera seperti :
a) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.

c) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat


diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
d) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
e) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
f) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
g) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
h) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
i) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
j) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
k) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
l) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel
kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana
luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
m) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
2) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :
a) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
b) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
c) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti:

Batu

ginjal,

perbaikan ginjal.
d) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
e) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit
3. Perencanan keperawatan
NO
DIANGOSA
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
DX
KEPERAWATAN
DAN
KOLABORASI
1
Resiko tinggi terhadap NOC :
NIC :
penurunan curah jantung 1. Cardiac Pump effectiveness
Cardiac Care
berhubungan
dengan 2. Circulation Status
1. Evaluasi adanya nyeri
peningkatan
afterload, 3. Vital Sign Status
dada ( intensitas,lokasi,
vasokonstriksi,
Kriteria Hasil:
durasi)
hipertrofi/rigiditas
1. Tanda Vital dalam rentang 2. Catat adanya disritmia
ventrikuler,
iskemia
normal (Tekanan darah,
jantung
miokard
Nadi, respirasi)
3. Catat adanya tanda dan
2. Dapat mentoleransi aktivitas,
gejala penurunan cardiac
tidak ada kelelahan
putput
3. Tidak ada edema paru, 4. Monitor
status
perifer, dan tidak ada asites
kardiovaskuler
4. Tidak
ada
penurunan 5. Monitor status pernafasan
kesadaran
yang menandakan gagal
jantung
6. Monitor abdomen sebagai
indicator
penurunan
perfusi
7. Monitor balance cairan
8. Monitor
adanya
perubahan tekanan darah
9. Monitor respon pasien
terhadap efek pengobatan
antiaritmia
10. Atur periode latihan dan
istirahat
untuk
menghindari kelelahan
11. Monitor
toleransi
aktivitas pasien
12. Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
ortopneu
13. Anjurkan
untuk
menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
4. Auskultasi TD pada

kedua
lengan
dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor adanya pulsus
paradoksus
8. Monitor adanya pulsus
alterans
9. Monitor jumlah dan
irama jantung
10. Monitor bunyi jantung
11. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
12. Monitor suara paru
13. Monitor pola pernapasan
abnormal
14. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
15. Monitor sianosis perifer
16. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
17. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
2

Intoleransi
aktivitas NOC :
NIC :
berhubungan
dengan 1. Energy conservation
Energy Management
kelemahan,
2. Self Care : ADLs
1. Observasi
adanya
ketidakseimbangan suplai Kriteria Hasil :
pembatasan klien dalam
dan kebutuhan oksigen.
1. Berpartisipasi dalam aktivitas
melakukan aktivitas
fisik
tanpa
disertai 2. Dorong
anal
untuk
peningkatan tekanan darah,
mengungkapkan perasaan
nadi dan RR
terhadap keterbatasan
2. Mampu melakukan aktivitas 3. Kaji adanya factor yang
sehari hari (ADLs) secara
menyebabkan kelelahan
mandiri
4. Monitor nutrisi
dan
sumber
energi
tangadekuat
5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan
emosi
secara
berlebihan
6. Monitor
respon
kardivaskuler
terhadap
aktivitas
7. Monitor pola tidur dan
lamanya
tidur/istirahat

pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan
dengan
Tenaga
Rehabilitasi
Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
2. Bantu
klien
untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih
aktivitas
konsisten
yangsesuai
dengan
kemampuan
fisik,
psikologi dan social
4. Bantu
untuk
mengidentifikasi
dan
mendapatkan
sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
6. Bantu
untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu
klien
untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu
pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan
dalam
beraktivitas
9. Sediakan
penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu
pasien
untuk
mengembangkan
motivasi
diri
dan
penguatan
11. Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual
3

Nyeri akut berhubungan


dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral

NOC :
NIC :
1. Pain Level,
Pain Management
2. Pain control,
1. Lakukan
pengkajian
3. Comfort level
nyeri
secara
Kriteria Hasil :
komprehensif termasuk
1. Mampu mengontrol nyeri
lokasi,
karakteristik,
(tahu
penyebab
nyeri,
durasi,
frekuensi,

2.

3.
4.
5.

mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan manajemen
nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal

kualitas dan faktor


presipitasi
2. Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3. Gunakan
teknik
komunikasi terapeutik
untuk
mengetahui
pengalaman
nyeri
pasien
4. Kaji
kultur
yang
mempengaruhi respon
nyer
5. Evaluasi
pengalaman
nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
7. Bantu
pasien
dan
keluarga untuk mencari
dan
menemukan
dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
seperti
suhu
ruangan, pencahayaan
dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi
nyeri
10. Pilih
dan
lakukan
penanganan
nyeri
(farmakologi,
non
farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
14. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil

17. Monitor
penerimaan
pasien
tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan
atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
5. Tentukan
pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan
analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor
vital
sign
sebelum dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi
efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
4

Cemas berhubungan dengan NOC :


NIC :
krisis situasional sekunder Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction
adanya hipertensi yang keperawatan selama 3 x 24 jam, 1.Gunakan pendekatan yang
diderita klien
cemas pasien berkurang dengan
menenangkan
kriteria hasil:
2. Nyatakan dengan jelas
1. Anxiety Control
harapan terhadap pelaku
2. Coping
pasien
3. Vital Sign Status
3. Jelaskan semua prosedur
a. Menunjukan
teknik
dan apa yang dirasakan
untuk mengontrol cemas
selama prosedur
teknik nafas dalam
4. Temani
pasien
untuk
b. Postur tubuh pasien
memberikan keamanan

rileks dan ekspresi wajah


tidak tegang
c. Mengungkapkan cemas
berkurang
d. TTV dbn
TD = 110-130/ 70-80
mmHg
RR = 14 24 x/ menit
N = 60 -100 x/ menit
S = 365 375 0C

Kurang
pengetahuan NOC :
berhubungan
dengan 1. Kowlwdge : disease process
kurangnya informasi tentang 2. Kowledge : health Behavior
proses penyakit
Kriteria Hasil :
1. Pasien
dan
keluarga
menyatakan
pemahaman tentang penyakit,
kondisi,
prognosis
dan
program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan lainnya.

dan mengurangi takut


5. Berikan informasi faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan prognosis
6. Dorong keluarga untuk
menemani anak
7. Lakukan back / neck rub
8. Dengarkan dengan penuh
perhatian
9. Identifikasi
tingkat
kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
situasi
yang
menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi
12. Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik
relaksasi
13. Barikan
obat
untuk
mengurangi kecemasan
NIC :
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang
tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit
yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana
hal
ini
berhubungan
dengan
anatomi
dan
fisiologi, dengan cara yang
tepat.
3. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan
proses
penyakit, dengan cara yang
tepat
5. Identifikasi kemungkinan
penyebab, dengna cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada
pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang
kosong

8. Sediakan bagi keluarga


atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup
yang
mungkin
diperlukan
untuk
mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup
atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang
tepat
14. Instruksikan
pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi
perawatan
kesehatan, dengan cara
yang tepat

4. Evaluasi
a. Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Evaluasi: Nyeri/ ketidaknyamanan berkurang
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder
terhadap kerusakan neuron motorik atas.
Evaluasi: Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan O2.
Evaluasi:
1) Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.

2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.


3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
d. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik
atau persepsi.
Evaluasi:
1) Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
2) Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
3) Meminta bantuan bila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford
University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang

Anda mungkin juga menyukai