Anda di halaman 1dari 63

TINJAUAN KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG, KUAT TEKAN BEBAS,

DAN PERMEABILITAS CAMPURAN DINGIN ROLLED ASPHALT


DENGAN RAPID CURING CUTBACK ASPHALT SEBAGAI BINDER

ISTIQOMAH NURUBAY
NIM I 0105008

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

BAB1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa tidak lepas dari peran
sarana dan prasarana transportasi sebagai unsur penunjang yang utama dalam
pemenuhannya. Sebagai konsekuensi meningkatnya kebutuhan tersebut, maka
perlu adanya penyeimbangan antara permintaan dan penyediaan sarana prasarana
transportasi. Transportasi darat merupakan jenis transportasi yang paling sering
digunakan. Salah satu bentuk transportasi darat yang berperan vital dan
mempunyai aksesibilitas tinggi adalah jalan raya.

Tingginya kebutuhan akan prasarana jalan raya menuntut adanya upaya untuk
mengembangkan kualitas dari lapis perkerasan jalan. Konstruksi jalan didesain
agar mampu memikul beban lalu lintas kendaraan selama umur pelayanannya
dengan aman dan nyaman. Konstruksi jalan terdiri atas beberapa lapis perkerasan,
yaitu lapis permukaan (surface course), lapis pondasi (base and sub-base course)
dan tanah dasar.

Lapis permukaan jalan (surface course) merupakan lapis perkerasan paling atas
yang terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis antara (binder course).
Wearing course yaitu lapisan yang dapat aus yang selanjutnya dapat diganti lagi
dengan yang baru. Kerusakan yang sering terjadi pada lapisan ini antara lain pot
holes, cracking, bleeding, shoving, dan sebagainya. Untuk itu diperlukan
maintenance secara berkala. Maintenance ini dapat dilakukan dengan cutting pada

bagian yang rusak, kemudian melakukan penambalan dengan menggunakan aspal.


Jenis aspal yang digunakan harus mempunyai karakteristik tahan terhadap
kelelahan (fatigue), pembebanan lalu lintas yang terus-menerus, cukup kedap air
yang melindungi masuknya air ke lapisan di bawahnya, lapisan yang tahan
terhadap perubahan cuaca dan temperature, serta lapisan yang tahan terhadap
pengaruh garam dan minyak. Aspal jenis Rolled Asphalt merupakan salah satu
solusi tepat untuk memperbaiki kerusakan kecil pada lapis permukaan jalan (yang
tidak sampai merusak struktur perkerasan jalan), terutama pada wearing course,
serta untuk overlay.

Campuran Rolled Asphalt dipilih sebagai bahan lapis permukaan pada sebagian
jalan di Indonesia dengan pertimbangan bahwa campuran ini bersifat lebih lentur
(flexible) dibandingkan dengan campuran lain seperti beton aspal. Salah satu
karakteristik yang penting dari campuran Rolled Asphalt adalah penggunaan
gradasi senjang. Campuran ini lebih banyak mengandung agregat halus, filler
(bahan pengisi), dan bitumen (aspal) kemudian agregat kasar ditambahkan.
Walaupun adanya fraksi agregat kasar akan meningkatkan kekakuan campuran,
fungsi utama agregat kasar pada Rolled Asphalt adalah untuk mengembangkan
mortarnya, sehingga campuran menjadi lebih ekonomis. Rolled Asphalt
mempunyai permukaan yang rata untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna
jalan, serta mempunyai sifat tahan terhadap kelelahan (fatigue) namun peka
terhadap penurunan (deformasi). Dengan penebaran precoated chipping membuat
Rolled Asphalt cukup tahan terhadap gesekan (skid resistance) dan juga tahan
terhadap beban lalu lintas termasuk pengereman maupun percepatan.

Penggunaan Rolled Asphalt dengan campuran dingin (cold mix design) adalah
solusi alternatif guna memperbaiki berbagai kerusakan yang terjadi. Dibanding
campuran panas (hot mix), campuran dingin mempunyai beberapa keunggulan.
Campuran dingin lebih praktis karena dapat dikerjakan secara manual dan pada
suhu normal. Mempunyai nilai efisiensi dan hemat biaya, karena dapat digunakan

dalam skala kecil sesuai kebutuhan. Campuran dingin tidak memerlukan bahan
bakar sehingga ramah lingkungan. Lebih hemat waktu karena tidak perlu
memasak. Bentuk cair, dingin, dan siap pakai. Sedangkan campuran panas harus
dibuat dalam skala besar, sehingga kurang efektif jika digunakan untuk perbaikan
kerusakan-kerusakan kecil. Meskipun demikian, campuran dingin juga memiliki
kelemahan, antara lain campuran dingin memerlukan waktu setting yang lebih
lama daripada campuran panas. Hal tersebut berakibat terhadap waktu tundaan
lalu lintas yang dapat terjadi karena penggunaan campuran dingin. Berdasarkan
pertimbangan beberapa kelebihan dalam hal praktis dan efisien, maka campuran
dingin menjadi alternatif yang tepat pengganti campuran panas, untuk penggunaan
pada skala yang lebih kecil. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa
campuran dingin dapat digunakan sebagai alternatif pengganti campuran panas.

Aspal campuran dingin juga dapat digunakan untuk pelapisan aspal pertama kali
di atas permukaan pondasi jalan (priming) dan pemberian aspal pada bagian
permukaan yang sudah ada lapisan aspalnya (tacking). Aspal yang biasa
digunakan dalam campuran dingin adalah cutback asphalt (aspal cair) dan
emulsified asphalt (aspal emulsi). Cutback Asphalt merupakan aspal keras yang
dicairkan menggunakan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti
bensin, solar atau minyak tanah. Sedangkan Emulsified Asphalt merupakan suatu
campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Jika dibanding aspal emulsi,
pemakaian aspal cair pada campuran dingin lebih mudah dilakukan karena hanya
diperlukan bahan pencair hasil penyulingan minyak bumi yang sangat mudah
didapatkan. Diantara hasil penyulingan minyak bumi, premium paling cepat
menguap daripada solar dan minyak tanah, sehingga membutuhkan waktu setting
yang lebih singkat pula. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa untuk lapis
ikat diperlukan aspal cair yang lebih sedikit jika dibanding dengan aspal emulsi.

Penggunaan cutback asphalt dengan campuran dingin untuk pembangunan


konstruksi jalan baru masih terus dikembangkan untuk menghasilkan perkerasan

jalan yang baik, terutama di daerah dengan cuaca dingin serta daerah yang jauh
dari AMP. Penggunaan hot mix di daerah dingin dan jauh dari AMP sering terjadi
kerusakan dini karena suhu penghamparan yang sudah tidak sesuai saat tiba di
lokasi proyek, ataupun pemanasan yang melebihi batas sehingga menghilangkan
sifat plastis dari aspal.

Rolled Asphalt digunakan pada lapisan atas (surface course) sebagai wearing
course, sehingga akan menerima beban secara langsung dari kendaraan. Beban
inilah yang menyebabkan terjadinya retak awal (crack initiation) pada bagian
bawah lapisan perkerasan yang kemudian akan menjalar ke permukaan
perkerasan. Beban tekan disebabkan oleh muatan kendaraan yang menimbulkan
adanya gaya vertikal. Akibat adanya gaya vertikal tersebut perkerasan mengalami
deformasi sehingga terdesak ke samping dan menyebabkan adanya beban tarik.
Hal inilah yang menyebabkan perlunya pengujian kuat tarik tidak langsung dan
kuat tekan bebas. Beban tarik yang merusak lapis permukaan menyebabkan
kekuatan tarik lapis perkerasan semakin berkurang, sehingga perlu dilakukan
perawatan untuk mempertahankan kuat tarik dari lapis perkerasan jalan. Rolled
Asphalt sebagai wearing course harus cukup kedap air, sehingga perlu adanya
pengujian permeabilitas.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut:
1.

Bagaimanakah karakteristik marshall campuran dingin Rolled Asphalt


menggunakan pengikat rapid curing cutback asphalt (RC 70).

2.

Bagaimanakah kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas
campuran dingin Rolled Asphalt menggunakan pengikat rapid curing cutback
asphalt (RC 70) pada kadar aspal optimum.

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas tinjauannya dan tidak menyimpang dari
rumusan masalah diatas, maka perlu adanya pembatasan masalah yang ditinjau.
Batasan-batasan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.

Perkerasan lentur (flexible) yang direncanakan adalah campuran dingin


Rolled Asphalt

2.

Aspal keras yang digunakan adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70

3.

Pencairan aspal dengan menggunakan premium dalam kondisi suhu ruang

4.

Gradasi yang digunakan adalah SNI (Standar Nasional Indonesia)

5.

Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadarma (ex: Sentolo), Surakarta

6.

Filler yang digunakan adalah abu batu

7.

Kadar RC 70 yang digunakan adalah 9.5%, 10%, 10.5%, 11%, 11.5%

8.

Pencampuran dilakukan dengan manual dan tanpa menggunakan bahan


tambah, dalam kondisi suhu ruangan tanpa pemanasan

9.

Pengujian dengan metode Marshall Test dilakukan dalam kondisi suhu


ruangan

10. Karakteristik Marshall yang ditinjau dalam penelitian ini adalah porositas,
densitas, stabilitas, flow, dan Marshall Quotient
11. Pengujian ITST (Indirect Tensile Strength Test), UCST (Unconfined
Compressive Strength Test), dan permeabilitas
12. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1.

Mengetahui karakteristik Marshall serta kadar aspal optimum campuran


dingin Rolled Asphalt menggunakan pengikat rapid curing cutback asphalt
(RC 70).

2.

Mengetahui kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas
campuran dingin Rolled Asphalt menggunakan pengikat rapid curing cutback
asphalt (RC 70) pada kadar aspal optimum.

3.

Mengetahui perbandingan nilai Marshall properties, kuat tarik tidak


langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas antara campuran dingin Rolled
Asphalt dengan campuran panas Rolled Asphalt pada penelitian sebelumnya.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:


1.

Manfaat teoritis:
Mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang teknik sipil khususnya
konstruksi jalan raya yaitu karakteristik yang dimiliki Rolled Asphalt apabila
pencampuran dilakukan tanpa pemanasan dan digunakan rapid curing
cutback asphalt sebagai binder.

2.

Manfaat praktis:
Mengembangkan perencanaan perkerasan lentur dengan campuran dingin.

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1.

Tinjauan Pustaka

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk tack coat yang menggunakan aspal
cair RC 250, kuar geser maksimum diperoleh pada kuantitas pelaburan sebesar
0,315 l/m2. Sedangkan untuk tack coat yang menggunakan aspal emulsi jenis
CRS-1, kuat geser maksimum diperoleh pada kuantitas pelaburan sebesar 0,5046
l/m2. Dalam ketentuan Bina Marga juga disebutkan bahwa untuk keperluan lapis
ikat, aspal cair yang digunakan adalah sebesar 0,2 0,5 l/m2 dan untuk aspal
emulsi adalah sebesar 0,25 0,75 l/m2. Hal ini berarti dibutuhkan aspal cair yang
lebih sedikit dibanding dengan aspal emulsi untuk mendapatkan kuat geser
maksimum. (Wie Fuk, 2002)

Pengujian campuran Hot Rolled Asphalt dengan variasi kadar aspal yang
digunakan adalah 7%; 7,5%; 8%; 8,5%; 9% diperoleh kadar aspal optimum
7,38%. Campuran ini menggunakan aspal pen 60/70, agregat kasar dengan abrasi
24.6% dan gradasi sesuai dengan SNI. Tabel 2.1. menunjukkan hasil pengujian
campuran HRA.

Tabel 2.1. Hasil pengujian campuran HRA


No

Jenis Pengujian

Hasil

Stabilitas (kg)

Flow (mm)

Marshall Quotient (kg/mm)

Densitas (gr/cm3)

2,304

Porositas (%)

3,896

ITS (KPa)

792,43

UCS (KPa)

6202,48

Regangan

0,0077

Modulus elastisitas (KPa)

103087,01

10

Permeabilitas (cm/detik)

7.35x10-4

(Harjono, 2009)

Thanaya menjelaskan sebagai berikut:

919,513
4,152
260,117

Cold asphalt emulsion mixes (CAEMs) when properly designed and at full
curing condition, even without the addition of cement were comparable in
stiffness (ITSM) to hot mixes (of equivalent grade asphalt), although the
porosity values were generally higher than in hot mixes. This is likely due to
the effect of the quality of asphalt emulsion. The addition of one to two percent
cement by mass of aggregates into cold asphalt emulsion mixes significantly
improves the overall mechanical performances of the CAEMs. (Thanaya, 2007)

Sandah menjelaskan sebagai berikut:


High moisture or surface water may not be suitable for cold mix because of it
tendency to disintegrate under repeated axle loadings. However, based on new
technology and researching that will be make the cold mix design may be
explored for used in everywhere, because of it simplicity. (Sandah, 2008)

Olutaiwo dkk menjelaskan aplikasi cutback asphalt sebagai berikut:


The significant role of liquid asphalt binders in the construction, maintenance
and rehabilitation of bituminous pavements cannot be ignored. Incidentally, it
is estimated that more than 98% of Nigerias over 40.000 km surfaced road
network is bituminous-surfaced. The Common experience in maintenance and
rehabilitation of roads in Nigeria is that the pavements fail very soon after
rehabilitation. In conducting research into the possible causes of these early
failures, this study takes a look at the characteristics of the liquid asphalt
binders used in maintenance and rehabilitation of roads in the country. The
nearly exclusive use of cutback asphalt, even when asphalt emulsions would
give higher returns in terms of performance and cost-effectiveness, is
evaluated, the faulty processes of production of cutback asphalt are
highlighted and appropriate recommendations are made. Most probably, the
popularized usage of cutback asphalt in the country in contrast to asphalt
emulsion is due to the simplicity in the blending process. Unfortunately, this
simplistic blending by large percentage of road contractors cannot achieve the
level of miscibility required between bitumen and solvent (kerosene) to produce
qualitative cutback asphalt. (Olutaiwo dkk, 2008)

2.2.

Dasar Teori

2.2.1. Struktur Perkerasan Jalan

Lapisan perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar
yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban
di atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Tujuan utama
pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau
tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima
oleh tanah yang menyokong beban tersebut.

Saat kendaraan bergerak, timbul tegangan dinamis akibat pergerakan kendaraan


ke atas dan ke bawah karena ketidakrataan perkerasan, beban angin, dan
sebagainya. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan
perkerasan dan terdistribusi dalam bentuk piramid dalam arah vertikal pada
seluruh ketebalan struktur perkerasan. Makin ke bawah makin kecil beban yang
telah terdistribusi, sehingga lapis tanah dasar tidak mengalami distorsi atau rusak.
Untuk lebih jelasnya disajikan dalam Gambar 2.1.

Beban lalu lintas


Deformasi
Wearing course Gaya tarik
Base course
Sub base course

Tanah dasar

Gaya tarik

Gambar 2.1. Distribusi Beban Roda pada Struktur Perkerasan


Konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut lentur karena
konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu
lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan mendistribusikan beban
lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar.
2) Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan Portland Cement (PC) sebagai bahan pengikat. Disebut kaku
karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan didesain
untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besar-besaran.
Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan atau tanpa
tulangan yang diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah.
3)

Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan


yang mengkombinasikan antara aspal dan Portland Cement (PC) sebagai
bahan pengikatnya. Perkerasan komposit merupakan penggabungan secara
berlapis antara perkerasan lentur (menggunakan aspal sebagai bahan
pengikat) dan perkerasan kaku (menggunakan Portland Cement (PC) sebagai
bahan pengikat).

Perkerasan umumnya terdiri dari empat lapis material konstruksi jalan yang
mempunyai fungsi sebagai berikut:

1) Lapis Permukaan (Surface Course)


Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang
terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis antara (binder course). Fungsi
lapis permukaan adalah:
Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk
mengurangi tegangan pada lapis bawah lapisan perkerasan jalan.
Menyediakan permukaan jalan yang rata, aman, dan kesat (anti selip).
Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga
melindungi struktur perkerasan jalan dari perubahan cuaca.
Menahan gaya geser dari beban roda kendaraan.
Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat
diganti lagi dengan yang baru.
2) Lapis Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah dasar apabila tidak
menggunakan lapis pondasi bawah. Fungsi lapis pondasi atas antara lain
sebagai:
Lapis pendukung bagi lapis permukaan.
Pemikul beban horisontal dan vertikal.
Lapis perkerasan bagi pondasi bawah.
3) Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai:
Lapis pencegah masuknya tanah dasar ke lapis pondasi atas.
Lapis pertama pada pembuatan perkerasan.
Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
Melindungi lapis tanah dasar langsung setelah terkena udara.

4) Tanah Dasar (Sub Grade)


Tanah dasar (sub grade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah
galian atau permukaan tanah yang setelah dipadatkan dan merupakan
permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya,
yang berfungsi:
Memberi daya dukung terhadap lapisan diatasnya.
Sebagai tempat perletakan pondasi jalan.

2.2.2. Rolled Asphalt

Rolled Asphalt merupakan bahan konstruksi lapis keras lentur bergradasi senjang
(gap-graded material) yang terdiri dari campuran padat dari mineral filler, pasir
(fine aggregate) dan bitumen (aspal) dimana didalamnya agregat kasar
ditambahkan. Rolled Asphalt mempunyai permukaan yang rata untuk memberikan
kenyamanan bagi pengguna jalan, serta mempunyai sifat tahan terhadap kelelahan
(fatigue) namun peka terhadap penurunan (deformasi). Dengan penebaran
precoated chipping membuat Rolled Asphalt cukup tahan terhadap gesekan (skid
resistance) dan juga tahan terhadap beban lalu lintas termasuk pengereman
maupun percepatan. Rolled Asphalt memiliki komposisi agregat kasar yang relatif
sedikit sehingga sangat peka terhadap suhu dan pembebanan yang cukup lama.
Pada suhu tinggi Rolled Asphalt akan bersifat lembek dan rawan terjadi penurunan
(deformasi), sedangkan suhu rendah membuat Rolled Asphalt menjadi rapuh
(getas) dan mudah mengalami patah. Sifat ini lebih disebabkan karena sifat aspal
yang merupakan material termoplastis yang akan menjadi keras atau lebih kental
jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur
bertambah. (Sukirman, 1999).

Sifat-sifat umum yang dimiliki Rolled Asphalt antara lain, lapisan yang cukup
kaku tahan terhadap beban lalu lintas. Cukup kedap air, sehingga melindungi

masuknya air ke lapisan di bawahnya. Lapisan Rolled Asphalt merupakan lapisan


yang awet, tahan terhadap perubahan cuaca dan temperatur, serta tahan terhadap
pengaruh garam dan minyak. Apabila ditinjau dari segi pemakai jalan, maka
Rolled Asphalt memiliki kelebihan antara lain, permukaan cukup rata dan skid
resistance yang memberikan kenyamanan bagi pengendara. Rolled Asphalt tahan
terhadap penurunan atau perubahan bentuk dan tahan terhadap beban lalu lintas
(termasuk pengereman dan percepatan). Aplikasi Rolled Asphalt antara lain:

Dapat digunakan untuk berbagai jenis perkerasan, dari footway sampai


motorway.

Cocok untuk kondisi yang membutuhkan kekuatan struktur, tahan deformasi,


keretakan, kedap air dan skid resistance

Cocok untuk kendaraan semacam tank

Digunakan untuk lantal mall dengan kombinasi aggregate dan bitumen yang
diberi pigmen

Penambahan agregat hingga 40% dapat diaplikasikan untuk tempat parkir

(Sarwono dan Sumarsono, 2008)

Campuran Rolled Asphalt mempunyai spesifikasi gradasi tertentu untuk


menghasilkan stabilitas, keamanan dan kenyamanan yang tinggi. Spesifikasi
gradasi tersebut menunjukkan prosentase agregat yang lolos pada setiap saringan
terhadap berat total agregat. Spesifikasi gradasi yang digunakan adalah SNI,
seperti yang tersaji pada tabel berikut.
Tabel 2.2. Spesifikasi Gradasi Campuran

Ukuran saringan

% berat lolos
HRA

BS
1 1/2"
1"

(mm)
37.5
25

WC
-

BC
-

3/4"
1/2"
3/8"
No.8
No.30
No.200

19
12.5
9.5
2.36
0.600
0.075

100
90 - 100
75 - 85
50 - 72
35 - 60
6 - 12

100
90 - 100
65 - 100
35 - 55
15 - 35
2-9

Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal

Komposisi campuran Rolled Asphalt yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rolled Asphalt sebagai Wearing Course.

2.2.3. Perencanaan Campuran

Untuk mendapatkan lapis perkerasan yang berkualitas baik, antara campuran


agregat dengan aspal yang merupakan bahan cair yang mendekati kental (plastis),
maka cara pemakaian aspal tersebut perlu diproses terlebih dahulu. Ada dua cara
pencampuran yang dikenal luas yaitu:
a.

Campuran dingin (Cold mix)


Campuran ini merupakan campuran pada suhu dingin/suhu ruang.
Pencampuran agregat dan aspal dilakukan dalam keadaan dingin (tanpa
pemanasan). Aspal yang biasa digunakan adalah aspal cair atau aspal emulsi.

b.

Campuran panas (Hot mix)


Proses pencampuran ini dilakukan dalam keadaan panas dengan cara
mencampurkan agregat dan aspal yang sebelumnya telah dipanaskan terlebih
dahulu, kemudian diaduk supaya aspal merata dalam campuran. Proses
pemanasan harus dikontrol secara cermat agar tidak terjadi perbedaan
temperatur antara aspal dan agregat.

2.2.4. Karakteristik Campuran

Lapis perkerasan harus memenuhi karakteristik tertentu sehingga didapat suatu


lapisan yang kuat menahan beban, aman dan dapat dilalui kendaraan dengan
nyaman. Karakteristik perkerasan antara lain:
1) Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang (deformasi
permanen), alur ataupun bleeding (keluarnya aspal ke permukaan). Stabilitas
terjadi dari hasil interaksi antara fraksi kasar dalam suatu campuran. Fraksi
kasar memiliki stabilitas tinggi dan tahan terhadap gaya geser dari campuran,
sedangkan campuran aspal dan fraksi halus (pasir, filler dan additive) akan
menjadi mastik untuk menyatukan agregat kasarnya. Sehingga stabilitas yang
tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan:
a. Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded).
b. Agregat dengan permukaan kasar.
c. Agregat berbentuk kubus.
d. Aspal dengan penetrasi rendah.
e. Aspal dalam jumlah yang cukup banyak untuk penyelimutan agregat dan
ikatan antar butir.

Angka stabilitas benda uji didapat dari pembacaan alat tekan Marshall.
Angka stabilitas ini masih harus dikoreksi lagi dengan kalibrasi alat dan
ketebalan benda uji. Nilai stabilitas yang dipakai dihitung dengan rumus:
S = q k H 0,454....Rumus 2.1
Dengan:

= Stabilitas

(kg)

= Pembacaan stabilitas alat

(lb)

= Faktor kalibrasi proving ring

= Koreksi tebal benda uji

0,454

= Konversi satuan dari lb ke kg

2) Flow (kelelahan plastis)


Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal
pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel hancur,
dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran flow bersamaan
dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall. Nilai flow mengindikasikan
campuran bersifat elastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban.
Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan viskositas aspal, gradasi, suhu,
dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai flow, maka campuran akan
semakin elastis. Sedangkan apabila nilai flow rendah, maka campuran sangat
potensial terhadap retak. Angka flow diperoleh dari hasil pembacaan arloji
flow yang menyatakan deformasi benda uji.

Hasil bagi dari stabilitas dan flow, yang besarnya merupakan indikator dari
kelenturan yang potensial terhadap keretakan disebut Marshall Quotient.
Nilai Marshall Quotient dihitung dengan Rumus 2.2.
MQ =

S
.Rumus 2.2
f

Dengan:
MQ

= Marshall Quotient (kg/mm)

= Stabilitas

(kg)

= Nilai flow

(mm)

3) Durability (daya tahan)


Daya tahan lapis perkerasan menunjukkan kemampuan lapis perkerasan
untuk mempertahankan dari kerusakan yang terjadi selama masa pelayanan
jalan. Kerusakan tersebut terjadi karena pengaruh buruk lingkungan dan iklim
(udara, air, dan temperatur).
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis perkerasan adalah:
a. Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan
lapis aspal beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadi
bleeding menjadi tinggi.
b. Void In Mix (VIM) kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke
dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal
menjadi rapuh/getas.
c. Void in Material (VMA) besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika
VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadi
bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan
agregat bergradasi senjang.

4) Skid Resistance (tahanan geser/kekesatan)


Skid resistance adalah kemampuan lapis permukaan pada lapis perkerasan
untuk memperkecil kemungkinan terjadinya roda selip atau tergelincir pada
waktu permukaan basah. Hal ini terjadi karena pada saat terjadi hujan
kekesatan pada lapis permukaan akan berkurang walaupun tidak sampai
terjadi aquaplaning. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara
permukaan jalan dan ban kendaraan.
Untuk mendapatkan ketahanan geser yang tinggi dapat dilakukan dengan
cara:

a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.


b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c. Penggunaan agregat yang cukup.
d. Penggunaan agregat berbentuk kubus.

5) Fleksibilitas
Fleksibilitas pada lapis perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat
mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas yang berulang tanpa
timbulnya retak dan perubahan volume.
Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan :
a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang
besar.
b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi tinggi).
c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil.

6) Porositas
Porositas adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran perkerasan.
Berfungsi untuk mengalirkan air permukaan secara sempurna bersamaan
dengan kemiringan perkerasan sehingga dapat mengurangi beban drainase
yang terjadi di permukaan. Porositas dipengaruhi oleh densitas dan spesific
gravity campuran.
Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran Rolled Asphalt.
Besarnya densitas diperoleh dari rumus berikut:
D=

Wdry
(Ws - Ww) ........Rumus 2.3

Dengan:
D

= Densitas/berat isi

Wdry

= Berat kering/berat di udara

(gr)

Ws

= Berat SSD

(gr)

Ww

= Berat di dalam air

(gr)

Spesific gravity campuran menunjukkan berat jenis pada campuran (SGmix)


diperoleh dengan persamaan Rumus 2.4:

SGmix =

Wag

100
....Rumus 2.4
%Wak %Wah %Wf %Wb
+
+
+
SGak SGah SGf
SGb

= Vag x SGag..................Rumus 2.5

Waspal = Vaspal x SGaspal.....Rumus 2.6


Wfiller = Vfiller x SGfiller........Rumus 2.7
Dengan:

Wag

: berat agregat

(gram)

Wfiller : berat filler

(gram)

Waspal : berat aspal

(gram)

Vag

(cm3)

: volume agregat

Vfiller : volume filler

(cm3)

Vaspal : volume aspal

(cm3)

SGag

(gr/cm3)

: Specific Gravity Agregat

SGfiller : Specific Gravity Filler

(gr/cm3)

Sgaspal : Specific Gravity Aspal

(gr/cm3)

SGmix : Specific Gravity Campuran

(gr/cm3)

%Wx : % berat tiap komponen


SG

: Spesific gravity tiap komponen

(gr/cm3)

(ak = agregat kasar, ah = agregat halus, f = filler, b =


bitumen)
Dari specific gravity campuran dan densitas dapat dihitung besarnya porositas
dengan rumus sebagai berikut:
D

P = 1 100 ...............Rumus 2.8


SGmix

Dengan:

2.3.

= Porositas benda uji

(%)

= Densitas benda uji yang dipadatkan

(gr/cm3)

SGmix

= Spesific gravity campuran

(gr/cm3)

Pengujian Campuran

2.3.1. Marshall Test

Uji Marshall dilakukan untuk menentukan stabilitas, flow, dan Marshall Quotient.
Selanjutnya hasil tersebut digunakan untuk menentukan kadar aspal optimum.

2.3.2. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test)

Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang
berupa tarikan yang terjadi pada arah horisontal. Kuat tarik digunakan untuk
mengevaluasi kemungkinan terjadinya retakan pada lapis perkerasan. Rolled

Asphalt sebagai lapis tipis permukaan jalan, secara langsung menerima beban dari
roda kendaraan. Lapisan Rolled Asphalt yang tipis tersebut harus mampu menahan
gaya tarik akibat beban. Sehingga diperlukan kekuatan tarik yang besar supaya
tidak terjadi retak.

Indirect Tensile Strength Test adalah metode pengujian gaya tarik secara tidak
langsung untuk mengetahui karakter tensile dari campuran perkerasan. Tensile test
diperlukan untuk mengetahui nilai gaya tarik dari campuran rolled asphalt. Sifat
uji ini adalah kegagalan gaya tarik yang berguna untuk memperkirakan potensial
retakan. Campuran penyusun lapisan perkerasan yang baik dapat menahan beban
maksimum, sehingga dapat mencegah terjadinya retakan.

Gaya tarik tidak langsung menggunakan benda uji yang berbentuk silindris yang
mengalami pembebanan tekan dengan dua pelat penekan yang menciptakan
tegangan tarik yang tegak lurus sepanjang diameter benda uji sehingga
menyebabkan pecahnya benda uji. Pengujian gaya tarik tidak langsung secara
normal dilaksanakan menggunakan alat Marshall test yang telah dimodifikasi
dengan pelat berbentuk cekung dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan
Marshall. Pengukuran kekuatan tarik dihentikan apabila jarum pengukur
pembebanan telah berbalik arah atau berlawanan dengan arah jarum jam.
Perhitungan gaya tarik tidak langsung menggunakan Rumus 2.9

ITS =

2xP
............................................................................................Rumus 2.9
pxdxh

Dengan:
ITS

= Kuat tarik tidak langsung (KPa)

= Beban maksimum

(N)

= Tebal benda uji

(m)

= Diameter benda uji

(m)

2.3.3. Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Strength Test)

Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang
bekerja secara vertikal. Beban vertikal yang bekerja disebabkan oleh berat
kendaraan termasuk muatan yang membebani perkerasan pada arah vertikal
termasuk pukulan roda kendaraan akibat permukaan perkerasan yang tidak rata.
Nilai kuat tekan juga sangat dipengaruhi oleh sifat bahan-bahan penyusunnya
termasuk aspal yang relatif kuat pada suhu rendah namun mudah patah (getas) dan
menjadi lebih lunak pada suhu tinggi (visco-elastis). Waktu pembebanan (loading
time) juga menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan lapis perkerasan.
Pembatasan kecepatan minimum kendaraan merupakan cara yang efektif untuk
menghindari terjadinya waktu pembebanan yang lama.

Unconfined compressive strength test adalah pengujian secara tidak langsung


untuk menentukan besarnya kekuatan tekan bebas pada suatu campuran
perkerasan. Pengujian ini dilakukan dengan alat uji dimana pembebanan berupa
pelat yang rata dan diberikan penekanan secara aksial atau searah dengan arah
pemadatan. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban

P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur
(terkoreksi) dari benda uji tersebut dilakukan perhitungan dengan Rumus 2.10.
UCS =

P
...Rumus 2.10
A

Dengan:
UCS

= Kuat desak

(KPa)

= Beban desak maksimum

(N)

= Luas permukaan benda uji tertekan

(m2)

2.3.4. Uji Permeabilitas

Permeabilitas merupakan salah satu dari karakteristik campuran aspal.


Permeabilitas adalah sifat yang menunjukkan kemampuan material untuk
meloloskan zat alir (fluida) baik udara maupun air.

Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Ukuran


permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm) dan koefisien
permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k adalah:
k = K.

g
m
, atau K = k . ......Rumus 2.11
m
g

Dengan:

= berat jenis zat alir (gr/cm)

= viskositas zat alir (gr.detik/cm)

= Permeabilitas (cm)

= koefisien permeabilitas (cm/detik)

Permeabilitas campuran Rolled Asphalt dapat diukur dengan nilai yang


menunjukkan nilai permeabilitas atau sebagai koefisien permeabilitas (k), (cm/dt).
Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang
sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan
dari hukum Darcy adalah sebagai berikut :
q = k . i . A ...Rumus 2.12

Rumus diatas diturunkan menjadi :


k=

q
.Rumus 2.13
i. A

k=

V .L
..Rumus 2.14
h. A.T

k=

V .L.g
.Rumus 2.15
A.P.T

Dengan:
V
= debit rembesan (cm/detik)
T

= volume rembesan (cm)

= lama waktu rembesan terukur (detik)

= tekanan air pengujian (dyne/cm)

h
= gradient hidrolik, parameter tak berdimensi
L

g air

= selisih tinggi tekanan total (cm)

air = air x g = berat unit (980,7 dyne/cm)


A

= luas penampang benda uji yang dilalui q (cm)

Pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti pada Tabel 2.3. berikut:

Tabel 2.3. Klasifikasi Campuran Aspal Berdasarkan Angka Permeabilitas


K (cm/detik)

Permeabilitas

1.10-8

Impervious

1.10-6

Practically impervious

1.10-4

Poor drainage

1.10-2

Fair drainage

1.10-1

Good drainage

Sumber: Mullen 1967. Dikutip dari: Harjono, 2009

Rolled Asphalt sebagai lapis permukaan diharapkan kedap air/impermeable. Hal


ini bertujuan untuk melindungi lapisan di bawahnya dari air yang dapat merusak
struktur perkerasan jalan.

Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk


mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat
membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama.

Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas
AF-16 yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen)
untuk membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah
tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter
benda uji.

2.4.

Bahan Penyusun Lapis Perkerasan

2.4.1. Agregat

Agregat merupakan kombinasi dari pasir kerikil, batu pecah, terak atau komposisi
mineral lainnya, baik hasil alam atau pengolahan (penyaringan, pemecahan).
Agregat adalah bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran
besar ataupun fragmen-fragmen.

Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur oleh karena
pengaruh mekanis ataupun kimia. Agregat yang digunakan untuk lapisan
perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan) yang
mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, beban lalu lintas dan
disintegrasi (penghancuran) yang terjadi selama pelayanan jalan tersebut. Tingkat
degradasi dipengaruhi oleh jenis agregat, gradasi, bentuk agregat, ukuran partikel,
energi pemadatan.

Ketahanan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan menggunakan percobaan


Abrasi Los Angeles. Agregat yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam mesin Los
Angeles bersama bola-bola lalu diputar dengan kecepatan 30/33 rpm selama 500
putaran. Nilai akhir dinyatakan dalam satuan persen yang didapat dari hasil
perbandingan antara berat benda uji semula dikurangi

berat benda uji yang

tertahan saringan No. 12 dengan berat benda uji semula. Syarat keausan agregat
yang akan digunakan untuk perkerasan jalan adalah < 40.

Menurut ukuran butirnya, agregat dikelompokkan menjadi:


a.

Agregat kasar, agregat > 4,75 mm menurut ASTM atau > 2 mm menurut
AASHTO.

b.

Agregat halus, agregat < 4,75 mm menurut ASTM atau < 2 mm menurut
AASHTO dan > 0,075 mm menurut AASHTO.

c.

Agregat pengisi (filler), yaitu agregat halus yang umumnya lolos saringan
No.200.

(Sukirman, 1999)

Agregat yang akan dipakai pada perkerasan harus memperhatikan sifat-sifat


agregat yaitu gradasi dan ukuran, kebersihan, kekuatan dan kekerasan, bentuk
tekstur permukaan dan porositas serta kelekatan pada aspal.
1) Gradasi dan ukuran
Gradasi adalah ukuran butiran dalam agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan
atas:

Gradasi seragam/terbuka (uniform graded) adalah gradasi dengan ukuran


yang hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya
sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.

Gradasi rapat/baik (dense graded) adalah campuran agregat kasar dan


halus dalam porsi yang berimbang.

Gradasi buruk/senjang (poorly graded) adalah campuran agregat dengan


proporsi satu fraksi tertentu hanya relatif sedikit atau bahkan hilang sama
sekali.

2) Kebersihan
Agregat yang mengandung substansi asing perusak harus dihilangkan sebelum
digunakan dalam campuran perkerasan, seperti tumbuh-tumbuhan, partikel
halus dan gumpalan lumpur. Hal ini disebabkan substansi asing dapat
mengurangi daya lekat aspal terhadap batuan sehingga mempengaruhi
perkerasan.

3) Kekuatan dan Kekerasan

Kekuatan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau pecah
oleh pengaruh mekanis atau kimiawi. Agregat yang digunakan untuk lapisan
perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan)
yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban
lalu lintas dan disintegrasi (penghancuran) yang terjadsi selama masa
pelayanan jalan tersebut. Kekuatan dan keausan agregat diperiksa dengan
menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles, berdasarkan PB-0206-76,
AASHTO T96-7 (1982). (Sukirman, 1999)

4) Bentuk permukaan
Bentuk permukaan agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan
yang dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel berbentuk kubus merupakan
bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu (stone crusher) yang
mempunyai bidang kontak lebih luas (berbentuk bidang rata sehingga
memberikan interlock/saling mengunci yang lebih besar) sehingga agregat
bentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan konstruksi perkerasan
jalan dibandingkan agregat berbentuk bulat. (Sukirman, 1999)

5) Tekstur permukaan
Besarnya gesekan dipengaruhi oleh jenis permukaan agregat yang dapat
dibedakan atas agregat yang permukaannya kasar (rough), agregat yang
permukaannya halus (smooth), agregat yang permukaannya licin dan
mengkilap (glassy) dan agregat yang permukaannya berpori (porous).
Gesekan timbul terutama pada partikel-partikel yang permukaannya kasar,
sudut geser dalam antar partikel bertambah besar dengan semakin bertambah
kasarnya permukaan agregat. Disamping itu agregat yang lebih kasar lebih
mampu menahan deformasi yang timbul dengan menghasilkan ikatan antar
partikel yang lebih kuat. Pada campuran dengan aspalpun ikatan antar
partikel-partikel dan lapisan aspal lebih baik pada permukaan kasar

dibandingkan dengan permukaan halus. Agregat berpori akan menyerap aspal


lebih banyak sehingga aspal yang menyalimuti agregat akan lebih tipis dan
menyebabkan cepat lepasnya ikatan antara agregat dengan aspal, disamping
itu agregat berpori umumnya lebih mudah pecah/hancur. (Sukirman, 1999)

6) Porositas
Porositas berpengaruh besar terhadap nilai ekonomis suatu campuran lapis
perkerasan. Semakin besar porositas batuan maka aspal yang digunakan
semakin banyak. Hal ini disebabkan kemampuan absorbsi dari batuan
terhadap aspal juga semakin tinggi.

7) Kelekatan terhadap aspal


Daya lekatan dengan aspal dipengaruhi juga oleh sifat agregat terhadap air.
Granit dan batuan yang mengandung silika merupakan agregat bersifat
hydrophilic yaitu agregat yang cenderung menyerap air. Agregat demikian
tidak baik untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan aspal, karena
mudah terjadi stripping yaitu lepasnya lapis aspal dari agregat akibat pengaruh
air. (Sukirman, 1999)

2.4.2. Filler

Filler merupakan butiran sangat halus minimum 83 % lolos saringan No.200


bersifat non-plastis yang diperlukan untuk mendapatkan suatu gradasi yang rapat
(dense). Fungsi filler dalam campuran aspal dengan agregat adalah mengisi
rongga-rongga (voids) di antara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi
lebih kecil dan kerapatan massanya menjadi lebih besar. Dengan bubuk isian yang
berbutir halus maka luas permukaan butir akan bertambah, sehingga luas bidang

kontak yang ditimbulkan antara butiran juga akan bertambah luas, akibatnya
tahanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar yang selanjutnya stabilitas
terhadap geseran akan bertambah.

2.4.3. Binders (Bahan Pengikat)

Bahan pengikat yang digunakan pada perkerasan lentur adalah aspal. Aspal
dikenal sebagai suatu bahan atau material yang bersifat viskos atau padat,
berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesive), mengandung
bagian-bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau
kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida.

Aspal yang digunakan dalam material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut:
a.

Sebagai bahan pengikat, meningkatkan adhesi dan kohesi sehingga


memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan aspal dan antara aspal
dengan agregat.

b.

Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang
ada di dalam agregat itu sendiri

Berdasarkan sumbernya aspal dibedakan menjadi dua macam, yaitu :


1) Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, diantaranya:
a. Aspal Danau (lake asphalt), terdapat di Trinidat, Bermuda.
b. Aspal Gunung (rock asphalt), terdapat di pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Aspal ini sering dikenal dengan nama Butas (buton asphalt) atau

Asbuton (aspal batu Buton), terdapat di dalam batu karang, sehingga


aspalnya bercampur dengan batu kapur (CaCO3).

2) Aspal Buatan
a. Aspal Minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi
b. Ter, merupakan hasil penyulingan batubara.
Tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan, karena lebih cepat
mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.

2.4.4. Aspal Minyak (Petroleum Asphalt)

Aspal minyak diperoleh dari minyak bumi atau sering disebut juga sebagai aspal
minyak (asmin), aspal murni atau petroleum asphalt.
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:

1) Aspal keras (asphalt cement)


Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk
padat pada keadaan penyimpanan (suhu ruang). Pengelompokkan aspal
semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada temperatur 25C atau
berdasarkan nilai viskositasnya.

Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas


atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan
penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas
dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal
semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100.

2) Aspal cair (cutback asphalt)


Aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal ini digunakan pada
keadaan cair tanpa adanya pemanasan. Aspal cair adalah aspal keras yang
dicairkan menggunakakn bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi
seperti bensin, solar atau minyak tanah.
Berdasarkan bahan pencairnya, aspal cair dibedakan menjadi tiga macam :
Aspal cair RC (rapid curing) dengan pencair bensin (premium),
merupakan aspal cair yang paling cepat menguap
Aspal cair MC (medium curing) dengan pencair minyak tanah (kerosin),
merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap sedang
Aspal cair SC (slow curing) dengan pencair minyak diesel (solar),
merupakan aspal cair dengan kecepatan menguap paling lambat.

Jenis aspal cair dibedakan menurut kekentalannya. Cara mengukur


kekentalan ada dua cara, yaitu berdasarkan cara lama dan cara baru.

Tabel 2.4. Jenis aspal cair berdasarkan cara lama pengukuran kekentalannya
Indek

Kekentalan (detik)

15 30

45 90

100 200

250 500

500 1200

1500 3500

Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)

Dengan demikian akan didapat aspal cair:


RC0

RC1

RC2

MC0

MC1 MC2 MC3 MC4 MC5

SC0

SC1

SC2

RC3

SC3

RC4

SC4

RC5

SC5

Tabel 2.5. Jenis aspal cair berdasarkan cara baru pengukuran kekentalannya
Indek

Kekentalan (sentistoke)

30

30 60

70

70 140

250

250 500

800

800 1600

3000

3000 6000

Sumber: Bahan dan Struktur Jalan Raya (1995)

Dengan demikian akan didapat aspal cair:


RC30

RC70

RC250

RC800

RC3000

MC30

MC70

MC250

MC800

MC3000

SC30

SC70

SC250

SC800

SC3000

Aspal cair umumnya dipakai pada pekerjaan coating, pembuatan beton aspal
campuran dingin (cold mix). Persyaratan umum aspal cair antara lain, aspal
cair harus berasal dari hasil minyak bumi, aspal harus mempunyai sifat yang
sejenis, kadar parafin dalam aspal lebih kecil dari 2%, dan jika dipanaskan
tidak menunjukkan adanya pemisahan dan penggumpalan. (Soeprapto, 1995).

Viskositas aspal cair jenis RC dengan alat Say Bolt Furol dapat dinyatakan
dengan rentang detik sebagai berikut:
- Kelas RC 70 Viskositas Say Bolt Furol pada 50oC adalah 60 detik sampai
dengan 120 detik
- Kelas RC 250 Viskositas Say Bolt Furol pada 125oC adalah 125 detik
sampai dengan 250 detik
- Kelas RC 800 Viskositas Say Bolt Furol pada 82,2oC adalah 100 detik
sampai dengan 200 detik
- Kelas RC 3000 Viskositas Say Bolt Furol pada 82,2oC adalah 300 detik
sampai dengan 600 detik
(Revisi SNI 03-4800-1998)

3) Aspal emulsi (emulsified asphalt)


Aspal emulsi merupakan suatu campuran aspal dengan air dan bahan
pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi
dapat dibedakan atas:
Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang
bermuatan arus listrik positif
Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang
bermuatan negatif

Nonionik merupakan aspal emulsi ysng tidak mengalami ionisasi (tidak


menghantarkan listrik)
Aspal emulsi yang umum digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah
aspal emulsi anionik dan kationik.

2.5.

Spesifikasi Bahan Dan Campuran

2.5.1. Spesifikasi Agregat

Agregat yang digunakan dalam campuran aspal harus memenuhi persyaratan


sebagaimana tertera pada Tabel 2.6. dan Tabel 2.7.

Tabel 2.6. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat Kasar


No.

Jenis Pemeriksaan

Syarat

1.

Keausan dengan Los Angeles

Maks. 40%

2.

Kelekatan Aspal

> 95%

3.

Penyerapan agregat terhadap air

Maks. 3%

4.

Berat jenis oven dry

Min. 2,5 gr/cc

Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal

Tabel 2.7. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat Halus

No.

Jenis Pemeriksaan

Syarat

1.

Penyerapan agregat terhadap air

Maks. 3%

2.

Berat jenis oven dry

Min. 2,5 gr/cc

Sumber: SNI 03-6819-2002

2.5.2. Spesifikasi Filler

Filler yang digunakan adalah abu batu dengan persyaratan seperti tertera pada
Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Spesifikasi Pemeriksaan Filler
No. Jenis Pemeriksaan

Syarat

1.

Lolos saringan No. 200

Min.75%

2.

Berat jenis oven dry

Min. 2,5 gr/cc

Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal

2.5.3. Spesifikasi Aspal

Aspal yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan


sebagaimana tertera pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Spesifikasi Pemeriksaan Aspal Keras pen 60/70
No

Jenis Pengujian

Metode

Persyaratan

Penetrasi, 25C; 100 gr, 5 detik; 0,1 mm

SNI 06-2456-1991

60-79

Titik Lembek, C

SNI 06-2434-1991

48-58

Titik nyala, C

SNI 06-2433-1991

min. 200

Daktalitas 25C,cm

SNI 06-2432-1991

min. 100

Berat jenis gr/cc

SNI 06-2441-1991

min. 1,0

Kelarutan dalam trichlor,% berat

RSNI M -04-2004

min. 99

Penurunan Berat (dengan TFOF)% berat

SNI 06 -2440-1991

mak. 0,8

Penetrasi setelah penurunan berat,% asli

SNI 06-2456-1991

min.54

Daktilitas setelah penurunan berat,% asli SNI 06-2432-1991

min. 50

10

Uji nodal aspal

negatif

Standar naptha
Naptha xylene
Hephtane Xylene
Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal

SNI 03-6885-2002

Tabel 2.10. Persyaratan aspal cair tipe penguapan cepat


No. Jenis Pengujian

Satuan

Metode

Viskositas kinematis, 60 C

C St

Titik nyala, Tag open cup

RC 70

RC 250

RC 800

RC 3000

Min.

Max.

Min.

Max.

Min.

Max.

Min.

Max.

SNI 06-6721-2002

70

140

250

500

800

1600

3000

6000

SNI 06-6722-2002

27

Kadar air

SNI 06-2490-1991

Penyulingan
1. Sampai temp 190oC
2. Sampai temp 225oC
3. Sampai temp 260oC
4. Sampai temp 315oC
Sisa penyulingan sampai 360oC

% total isi
destilat
pada
SNI 06-2488-1991
temp360oC

% isi contoh

27
0.2

27
0.2

27
0.2

0.2

10
50
70
85
55

35
60
80
65

15
45
75
75

25
70
80

Pengujian pada sisa penyulingan


Viskositas absolut pada 60 oC

PaS (Poise) SNI 03-6440-2000

60
(600)

240
(2400)

60
(600)

240
(2400)

60
(600)

240
(2400)

60
(600)

240
(2400)

Daktilitas, 5cm/mnt, 25oC

cm

SNI 06-2432-1991

100

100

100

100

Kelarutan dlm Trichlor Ethylen (TCE)

SNI 06-2438-1991

99.0

99.0

99.0

99.0

Uji bintik dgn pelarut

SNI 06-6721-2000

Naptha Standar
Naptha-xylene, % xylen

Negatip semua kelas

Hepthan-xylene, % xylene
7

Kelekatan terhadap batuan standar

KVBB-1962

80

80

80

80

Sumber: RSNI 03-4800-1998

2.5.4. Spesifikasi Campuran

Tabel 2.11. Ketentuan sifat-sifat campuran Rolled Asphalt


Rolled Asphalt

Sifat- sifat campuran

WC
Jumlah tumbukan per bidang

BC
75

Penyerapan aspal,%
Rongga dalam campuran (VIM), %

mak.

1,7

min.

3,0

mak.

6,0

Rongga dalam agregat (VMA), %

min.

18

17

Rongga terisi aspal (VFB),%

min.

68

Stabilitas marshall, kg

min.

800

Pelelehan, mm

min.

Marshall quotient, kg/mm

min.

250

stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman

min.
75

selama 24 jam, pada 60C


Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
membal (refusal),

min.
2

Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal

48

49

2.6.

Kerangka Pikir
Mulai

1.
2.
3.
4.

Latar Belakang Masalah :


Perlunya perbaikan pada lapis permukaan jalan yang rusak.
Beberapa keunggulan Rolled Asphalt
Keunggulan cold mix dibanding dengan hot mix
Penggunaan cutback asphalt dengan campuran dingin masih terus dikembangkan untuk
menghasilkan perkerasan jalan yang baik.

Rumusan Masalah:
Bagaimanakah marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan
permeabilitas campuran dingin Rolled Asphalt apabila digunakan
cutback asphalt RC-250 sebagai binder.

1.

Tujuan Penelitian:
Mengetahui karakteristik Marshall serta kadar aspal optimum campuran dingin Rolled
Asphalt menggunakan pengikat rapid curing cutback asphalt (RC 70).

2.

Mengetahui kuat tarik tidak langsung, kuat tekan bebas, dan permeabilitas campuran
dingin Rolled Asphalt menggunakan pengikat rapid curing cutback asphalt (RC 70)
pada kadar aspal optimum.

3.

Mengetahui perbandingan nilai Marshall properties, kuat tarik tidak langsung, kuat
tekan bebas, dan permeabilitas antara campuran dingin Rolled Asphalt dengan
Pembuatan benda uji dengan komposisi gradasi Rolled Asphalt
(Revisi SNI 03-1737-1989)
Pengujian Volumetrik dan Marshall

Penentuan kadar aspal optimum

Pengujian:
ITST (Indirect Tensile Strenght Test)
UCST (Unconfined Compressive Strenght Test)

Analisis Data

50

Gambar 2.2. Diagram kerangka pikir penelitian

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, yaitu metode yang dilakukan


dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data dan kemudian
data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syaratsyarat yang ada. Data ini dapat menggambarkan bagaimanakah kedudukan
variabel-variabel yang diamati.

3.2.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini berjalan dari
tanggal 7 September sampai dengan 15 Desember 2009.

51

3.3.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilaksanakan dengan metode eksperimental terhadap


beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium.
Data sekunder digunakan sebagai analisis pembanding hasil penelitian.
Penggunaan data sekunder dikarenakan keterbatasan alat dan waktu yang tersedia
di laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik UNS.

3.3.1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian
kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk
manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian/pengujian secara
langsung.
Data-data yang termasuk ke dalam data primer adalah sebagai berikut:
a.

Pemeriksaan Marshall Properties

b.

Pemeriksaan kuat tarik tidak langsung (ITST).

c.

Pemeriksaan kuat tekan bebas (UCST).

d.

Pemeriksaan permeabilitas.

e.

Viskositas aspal cair

f.

Penetrasi aspal keras

g.

Titik lembek aspal keras

h.

Titik nyala aspal keras

i.

Daktilitas aspal keras

52

j.

Berat jenis aspal keras

k.

Kelekatan aspal terhadap agregat

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari
penelitian lain). Dalam banyak hal peneliti harus menerima data sekunder menurut
apa adanya. Data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan data
peneliti lain, yaitu:
a.

Pemeriksaan Marshall Properties campuran Hot Rolled Asphalt (Harjono,


2009)

b.

Pemeriksaan kuat tarik tidak langsung (ITST) Hot Rolled Asphalt (Harjono,
2009)

c.

Pemeriksaan kuat tekan bebas (UCST) Hot Rolled Asphalt (Harjono, 2009)

d.

Pemeriksaan permeabilitas Hot Rolled Asphalt (Harjono, 2009)

e.

Data pemeriksaan agregat

3.4.

Peralatan dan Bahan

3.4.1. Peralatan

53

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:


a.

Oven dan pengatur suhu.

b.

Timbangan triple beam.

c.

Alat pembuat briket campuran aspal terdiri dari:


1) Satu set cetakan (mould) berbentuk silinder dengan diameter 101.45 mm,
tinggi 80 mm lengkap dengan plat atas dan leher sambung.
2) Satu set alat pemadat (compactor) yang terdiri dari alat penumbuk dan
landasan pemadat
3) Dongkrak hidrolis (hydraulic jack)

d.

Untuk pemeriksaan Density, Specific Gravity dan Porosity


1) Jangka Sorong
2) Timbangan Triple Beam

e.

Satu set alat marshall, terdiri dari:


1) Kepala penekan yang berbentuk lengkung (Breaking head).
2) Cincin penguji berkapasitas 2500 kg dengan arloji tekan.
3) Arloji penunjuk kelelahan (Flow meter).

f.

Satu set alat uji Indirect Tensile, terdiri dari:


1) Kepala penekan yang berbentuk balok.
2) Arloji tekan.

g.

Satu set alat uji kuat tekan bebas, terdiri dari:


1) Kepala penekan yang berbentuk pelat silinder.
2) Arloji tekan.

54

h.

Satu set alat uji Permeabilitas Tipe AF-16, terdiri dari:


1) Alat ukur tekanan: 35 kg/cm (tekanan tinggi) dan 10 kg/cm (tekanan
rendah).
2) Tekanan normal: 3-10 kg/cm (dengan katup pengatur tekanan)
3) Tabung gas Nitrogen (N2).
4) Tangki air pengumpul tekanan.
5) Bejana rembesan.
6) Tabung pengukur 1000cc.

i.

Peralatan bantu lainnya:


1) Spatula.
2) Wajan lengkap dengan alat pengaduk.
3) Kertas

3.4.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

55

a.

Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70
yang telah tersedia di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik UNS.

b.

Agregat
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Pancadarma (ex: Sentolo), Surakarta

c.

Filler
Filler yang digunakan adalah abu batu dari PT. Pancadarma (ex: Sentolo),
Surakarta.

3.5.

Pemeriksaan Bahan

3.5.1. Pemeriksaan agregat

Pemeriksaan agregat meliputi:


a.

Pemeriksaan abrasi agregat dilakukan sesuai dengan SNI 03-2417-1991.

56

b.

Pemeriksaan analisa saringan agregat sesuai dengan SNI 03-1968-1990.

c.

Pemeriksaan berat jenis agregat kasar sesuai dengan SNI 03-1969-1990.

d.

Pemeriksaan berat jenis agregat halus sesuai dengan SNI 03-1970-1990.

Pemeriksaan agregat telah dilakukan di Workshop Laboratorium Pengujian Mutu,


Karangjati, Semarang.

3.5.2. Pemeriksaan aspal

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras penetrasi 60/70.
Pemeriksaan aspal meliputi:
a.

Pemeriksaan penetrasi aspal keras sesuai SNI 06-2456-1991.

b.

Pemeriksaan titik lembek aspal keras sesuai SNI 06-2434-1991.

c.

Pemeriksaan titik nyala aspal keras sesuai SNI 06-2433-1991.

d.

Pemeriksaan daktilitas aspal keras sesuai SNI 06-2432-1991.

e.

Pemeriksaan berat jenis aspal keras sesuai SNI 06-2441-1991.

f.

Pemeriksaan kekentalan aspal cair sesuai SNI 06-6721-2002.

g.

Pemeriksaan kelekatan aspal terhadap agregat sesuai SNI 03-2439-1991.

3.6.

Pembuatan Benda Uji

Penelitian ini menggunakan jenis gradasi dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Jenis pengujian pada penelitian ini adalah Marshall Test, pengujian kuat tarik

57

(ITST), pengujian kuat tekan (UCST) dan permeabilitas udara. Adapun jumlah
benda uji yang dibuat sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jumlah benda uji untuk menentukan kadar aspal RC 70 optimum
Kadar aspal RC 70

9,5%

10%

10,5%

11%

11,5%

Jumlah benda uji

(ditambah 1 benda uji cadangan untuk setiap kadar aspal)

Tabel 3.2. Jumlah benda uji untuk UCST, ITST, dan Permeabilitas dengan kadar
aspal RC 70 optimum
Pengujian

Jumlah benda uji

UCST

ITST

Permeabilitas udara

Sehingga jumlah benda uji adalah 30 benda uji.

3.6.1. Tahapan pembuatan benda uji untuk Marshall test

1) Tahap I
Tahap persiapan dimana kita mempersiapkan bahan dan alat yang akan
digunakan.

2) Tahap II
Tahap pemeriksaan bahan:

58

Pemeriksaan aspal, meliputi penetrasi, titik lembek, titik nyala, daktilitas,


berat jenis, kelekatan aspal pada agregat dan viskositas.
Pemeriksaan agregat dan filler, telah diperiksa di Workshop Laboratorium
Pengujian Mutu, Karangjati, Semarang.

3) Tahap III
Tahap Perencanaan Rancang Campuran (Job Mix Design):
- Perhitungan jumlah agregat yang digunakan pada tiap campuran.
- Perhitungan kadar aspal yang digunakan pada tiap campuran.
Adapun gradasi yang digunakan adalah gradasi Standar Nasional Indonesia
(SNI), sama seperti gradasi yang digunakan pada penelitian Harjono (2009)
yang disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3.Gradasi rencana campuran Rolled Asphalt yang akan digunakan
Spesifikasi
ukuran saringan

Prosentase
Lolos

(mm)

BS

19
12.5
9.5
2.36
0.6
0.075

3/4"
1/2"
3/8"
#8
#30
#200
Pan

Rencana
Campuran
Prosentase
Lolos
(%)

100
90 100
75 85
50 72
35 60
6 12
-

100
95
80
61
48
9
0

Sumber: Divisi VI Perkerasan Aspal

59

Gambar 3.1. Grafik spesifikasi gradasi Rolled Asphalt yang digunakan dalam
penelitian.

4) Tahap IV
Tahap pencairan aspal:
Mencairkan aspal keras menggunakan premium berdasarkan perbandingan
berat (65% aspal keras, 35% premium).

5) Tahap V
Tahap pembuatan benda uji:
i. Pra pemadatan
- Mencampur agregat dan aspal cair sesuai dengan hasil job mix design.
- Mengaduk campuran sampai rata, tanpa adanya pemanasan.

60

- Mengangin-anginkan campuran selama "24 jam.


ii. Pemadatan
- Memasukkan campuran ke dalam mould yang telah disiapkan dengan
melapisi bagian bawah dan atas mould dengan kertas

pada alat

penumbuk.
- Memadatkan campuran dengan alat pemadat sebanyak 75 kali untuk
masing-masing sisinya.
- Memberi penomoran pada masing-masing benda uji.
iii. Pasca pemadatan
- Mendiamkan benda uji selama "24 jam pada suhu ruang, barulah
dikeluarkan dari mould dengan bantuan dongkrak.
- Benda uji didiamkan pada suhu ruang selama 7 hari supaya premium
dalam benda uji menguap.

3.6.2. Tahapan pembuatan benda uji untuk ITST, UCST, dan Permeabilitas

Tahapan yang dilalui pada pembuatan benda uji ini, sama halnya dengan tahapan
pembuatan benda uji untuk Marshall test. Yang membedakan adalah penggunaan
kadar aspal optimum pada campuran benda uji, sesuai dengan hasil yang
diperoleh dari Marshall test.

3.7.

Pengujian

61

Tahapan pengujian benda uji melalui, Volumetric Test selanjutnya dilakukan


Marshall Test, pengujian kuat tarik tidak langsung (ITST), pengujian kuat tekan
bebas (UCST), dan permeabilitas.

3.7.1. Volumetric Test

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui VIM (Voids in Mix) dari masingmasing benda uji. Adapun tahap pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Tahap I
Benda uji yang telah diberi kode diukur diameter dan ketinggiannya pada
empat sisi yang berbeda-beda dengan menggunakan jangka sorong.
Setelah diukur ketinggiannya, benda uji tersebut ditimbang untuk
mendapatkan berat benda uji (berat di udara).

2) Tahap II
Benda uji kemudian direndam selama 24 jam, dalam suhu ruang kemudian
benda uji ditimbang di dalam air untuk mendapatkan berat dalam air dan
ditimbang dalam keadaan kering permukaan (SSD) dengan cara benda uji
dilap dengan kain.

3) Tahap III
Dari hasil pengukuran berat di udara, berat dalam air dan berat SSD, dihitung
densitas dengan menggunakan Rumus 2.3.

62

4) Tahap IV
Pada tahap ketiga ini dihitung berat jenis (Specific Gravity) dari masingmasing benda uji dengan menggunakan Rumus 2.4.

5) Tahap V
Dari hasil densitas dan GSmix dihitung besar VIM dengan menggunakan
rumus porositas yaitu Rumus 2.8.

3.7.2. Marshall Test

Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

1) Benda uji dioven pada suhu (25"1)oC selama 2 jam.


2) Kepala penekan Marshall dibersihkan dan permukaannya dilapisi dengan oli
agar benda uji mudah dilepas.
3) Mengeluarkan benda uji dari oven setelah 2 jam dan segera diletakan pada
alat uji Marshall yang dilengkapi dengan arloji kelelahan (flow meter) dan
arloji pembebanan/stabilitas.
4) Pembebanan dilakukan hingga mencapai maksimum yaitu pada saat arloji
pembebanan berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu dilakukan pencatatan
nilai stabilitas. Pada saat yang bersamaan dilakukan pembacaan dan
pencatatan nilai flow.
5) Benda uji dikeluarkan dari alat uji Marshall dan dilakukan pengujian benda
uji yang lain dengan mengikuti langkah 1) 5).

63

3.7.3. Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (Indirect Tensile Strength Test)

Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:


1) Meletakkan benda uji pada alat uji indirect tensile untuk dilakukan pengujian.
2) Dari hasil pengujian ini didapat nilai dial.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan Rumus 2.9.

3.7.4. Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compressive Strength Test)

Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:


1) Meletakkan benda uji pada alat uji Compressive Strength untuk dilakukan
pengujian.
2) Dari hasil pengujian ini didapat nilai dial.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan Rumus 2.10.

3.7.5. Permeabilitas

64

Prosedur pengujian permeabilitas dilakukan dengan menggunakan AF-16 secara


manual. (Buku Pedoman Manual Penggunaan Alat Permeabilitas Tipe AF-16).
Dalam pengujian permeabilitas mencakup 4 (empat) hal yaitu: pemasangan bejana
rembesan, pengaliran air, pengujian dan penyelesaian.

a.

Pemasangan bejana rembesan


1) Melepaskan sekrup dan baut pada 8 posisinya, yang mengencangkan
bejana penyerap dan penutup, kemudian lepaskan penutupnya.
2) Cincin O dipasang pada permukaan bawah penutup, hati-hati jangan
sampai rusak.
3) Memasukkan plat berlubang dan batu pori ke dalam bejana penyerap (lihat
gambar 3.2.).
4) Mengatur letak benda uji yang telah dipersiapkan sehingga terletak di
tengah batu pori.
5) Celah antara benda uji dan permukaan dalam bejana diisi dengan
lilin/paraffin.
6) Memasang tutup bejana penyerap pada bejana (memeriksa apakah cincin
O sudah terpasang), kemudian mengencangkan dengan sekrup dan baut
pada 8 posisinya.

b.

Suplay Air (lihat gambar 3.2.)


1) Membuka katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5), menghubungkan
pipa karet pensuplay air pada ujung atas katup (4), kemudian
mengalirkan air.

65

2) Mengecek ketinggian air dalam tangki dengan ketinggian tabung skala


akumulasi tekanan tangki air (7). Untuk menurunkan konsumsi gas, maka
air perlu diisikan sebanyak mungkin ke dalam tangki.
3) Bila air diisi penuh, maka katup suplai air (4) dan ventilasi udara (5) harus
tertutup.
4) Memutar katup pengatur tekanan (2) berlawanan arah jarum jam,
kemudian membuka lubang suplay tekanan pada bagian atas silinder
nitrogen (1), tekanan tertingginya akan ditunjukkan pada (skala) alat ukur
tekanan (150 kg/cm).
5) Membuka katup suplay tekanan (3), memutar katup pengatur tekanan (2)
untuk menghimpun tekanan 2-3 kg/cm (petunjuk 50 kg/cm pada alat
ukur tekanan).
6) Membuka ventilasi udara dari bejana penyerap (10), kemudian membuka
katup sumber suplay (8) dan katup suplay (11) untuk mensuplay air.
7) Memeriksa apakah udara ikut keluar bersama air saat air meluap melalui
ventilasi udara, kemudian munutup katup suplay (11) dan ventilasi udara.
8) Memasang silinder pengukur (13) di bawah pipa pengumpul air.

c.

Pengujian (Gambar 3.2.)


1) Memeriksa apakah katup suplay (11) tertutup. Bila uji tekanan
menunjukkan 10 kg/cm atau lebih, biarkan keadaan katup penghenti
tertutup (12).
2) Mengatur pengujian tekanan yang dikehendaki dengan memutar katup
pengatur tekanan (2) searah jarum jam.
Catatan: Terdapat selisih waktu antara kerja katup pengatur tekanan (2)
dan gerakan jarum jam penunjuk skala tekanan. Oleh karenanya
satu kali operasi katup pengatur tekanan dianggap selisih setelah

66

mencapai tekanan yang dikehendaki, dan saat mengamati


gerakan jarum penunjuk setelah posisinya tetap perlahan-lahan
putar lagi katup pengatur tekanan searah jarum jam untuk
mengatur tekanan uji.
3) Apabila penentuan tekanan lebih besar dari tekanan uji yang dikehendaki,
katup pengatur samping (2) harus ditutup, membuka ventilasi udara (5)
akumulasi tekanan tangki air untuk menurunkan tekanan menjadi lebih
rendah dari tekanan uji, kemudian menutup ventilasi udara. Membuka
lagi katup dan memeriksa katup pengatur tekanan (2) untuk menentukan
tekanan uji dengan benar.
4) Membuka katup suplai (11) untuk memberikan tekanan pada benda uji.
5) Apabila air yang menetes dari pipa pengumpul sudah konstan, kemudian
mengukur waktu yang diperlukan air terkumpul pada tabung pengukur
sebanyak 1000 cm.

d.

Penyelesaian
1) Menutup katup suplay (11), menutup katup pengatur tekanan ke samping
(2) berlawanan arah jarum jam untuk mengembalikan pada posisi 0.
2) Membuka ventilasi udara (5) untuk melepaskan tekanan, setelah jarum
penunjuk kembali ke 0, kemudian menutup semua katup.
3) Membuka ventilasi udara bejana penyerap (10), melepas bejananya,
mengambil benda uji, kemudian membersihkan peralatanya.

Kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus 2.15 dengan


memasukkan data-data yang diperoleh dari percobaan dengan alat permeabilitas
AF-16.

67

Gambar 3.2. Detail Alat Uji Permeabilitas Tipe AF-16

68

3.8.

Diagram Alir
Mulai
Persiapan bahan dan alat

Data Sekunder Pemeriksaan


Agregat

Data Primer Pemeriksaan Aspal

Penentuan gradasi Rolled Asphalt


Revisi SNI 03-1737-1989
Pembuatan Benda Uji
Penentuan kadar RC 70 optimum
Metode Marshall Test
Pembuatan Benda Uji dengan Kadar RC 70 Optimum

Indirect Tensile Strength


Test

Unconfined Compressive
Strength Test

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Penelitian

Permeabilitas

69

Anda mungkin juga menyukai