2
Kata Sulit....................................................................................................................................3
Pertanyaan dan Jawaban.............................................................................................................4
Hipotesis.....................................................................................................................................5
Sasaran Belajar...........................................................................................................................6
Daftar Pustaka..........................................................................................................................22
SKENARIO
LEKAS LELAH DAN PUCAT
Seorang perempuan berusia 19 tahun, datang ke praktek dokter umum dengan keluhan lekas
lelah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan setelah melakukan aktivivtas ringan maupun
berat. Keluhan disertai dengan wajah yang tampak pucat.
Pada Anamnesis didapatkan keterangan bahwa sejak usia kanak-kanak pasien jarang makan
ikan, daging, maupun sayur. Untuk mengatasi keluhannya tersebut, pasien belum pernah
berobat. Tidak ada riwayat penyakit yang diderita pasien sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Tekanan darah 110/60 mmHg, denyut nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit,
temperature 36,80C, TB= 160 cm, BB= 60 Kg, konjungtiva anemis, sklera tidak
ikterik.
Pemeriksaan jantung, paru, dan abdomen dalam batas normal.
Kadar
10 g/dL
38%
5 x 106 l
Nilai Normal
12-14 g/dL
37-42 %
3,9 - 5,3 x 106 l
70 fL
20 pg
22%
6500/ l
82 92 fL
27 31 pg
32 36 %
5000 10.000 / l
300.000/ l
150.000 400.000/ l
KATA SULIT
1. Ikterik
:Perubahan warna kunig kulit, selaput lendir, dan bagian putih mata
yang disebabkan oleh peningkatan bilirubin.
5. Hematokrit
6. MCV
7. MCH
8. MCHC
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
JAWABAN
1. Karena kekurangan zat besi yang merupakan salah satu penyusun hemoglobin,
sehingga pasien memiliki kadar hemoglobin yang rendah.
2. Dikarenakan Hb yang rendah maka penyebaran oksigen dalam tubuh juga rendah
sehingga tubuh mudah lelah.
3. Makanan tersebut kaya akan zat besi yang dibutuhkan untuk pembentukan
hemoglobin, sehingga Hb yang rendah akan mengakibatkan mudah lelah.
4. Anemia Defisiensi Besi
5. Usia dikatakan tidak berpengaruh sedangkan jenis kelamin berpengaruh dikarenakan
pada wanita terjadi masa menstruasi.
6. - Pemeriksaan darah lengkap meliputi Hb, Ht, Eritrosit, MCV, MCH, MCHC
- Pemeriksaan Serum Feritin
- Pemeriksaan Bilirubin, Urin, Tinja.
7. Terapi suplemen Zat besi, diet tinggi zat besi.
8. Karena Hb yang rendah menyebabkan darah tidak semerah darah normal sehingga
konjungtiva yang dialiri oleh darah (Hb rendah) terlihat pucat.
9. Tidak ada, tetepai pada anemia jenis lain terdapat beberapa faktor antara lain;
Kelainan genetik, pendarahan hebat, penyakit kronik, keganasan.
10. Hemoglobin
11. Protoporfirin + fe = Heme
Heme + globin = Hemoglobin
Menatur pola makan terutama makanan yang mengandung zat besi seperti ikan,
daging, sayur.
HIPOTESA
Kekurangan asupan sat besi menyebabkan gangguan eritropoeisis yang
mengakibatkam penurunan produksi hemoglobin. Kadar hemoglobin dalam sel darah
merah yang rendah mengakibatkan anemia, degan gejala klinis yaitu ; konjungtiva
anemis, mudah lelah, serta tubuh pucat. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan
pemeriksaan darah lengkap dan uji ferritin. Pada kasus ini didapatkan pasien diet
rendah besi sehingga terjadi penurunan kadar ferritin dan di diagnosa menderita
anemia defisiensi besi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain pemberian
suplemen besi.
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoeisis
LI.1.1 Definisme
LI.1.2 Mekanisme
LI.1.3 Morfologi, sifat fisik dan kimia
LI.1.4 Kelainan Morfologi
LI. 1.5 Faktor yang mempengaruhi
1. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih kecil dari
rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
2. Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel ini
mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat
tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih
kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena
asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini
dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
3. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini kecil
padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih
banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.
4. Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti sel,
masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini
berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan
dari sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah
normal terdapat 0,5 2,5% retikulosit.
5. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter 7-8
mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi.
Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung
hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai
umurnya oleh limpa.
LI.1.3 Morfologi, sifat fisik dan kimia
1.
2.
3.
4.
5.
B. Elliptosis (Ovalosit)
Bentuk sangat bervariasi seperti oval, pensil dan cerutu dengan konsentrasi Hb umumnya
tidak menunjukkan hipokromik. Hb berkumpil pada kedua kutub sel. Ditemukan pada:
10
Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang
sedang berkembang didalam sumsum tulang; sebuah hemoprotein tersusun atas empat rantai
polipeptida globin yang berbedadan mengandung sekitar 141 hinga 146 asam amino.
(Kamus saku Dorlan)
LI.2.2 Biosintesis
Hemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah, suatu
protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis haemoglobin dimulai dalam pro
eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika
retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit
tetap membentuk sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya. Tahap dasar
kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil KoA, yang dibentuk dalam siklus
krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol
bergabung untuk membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk
membentuk molekul heme.
Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yang disebut
globin, yang disintetis oleh ribosom, membentuk suatu sub unit hemoglobulin yang disebut
rantai hemoglobin. Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang
berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu
disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk hemoglobin yang
paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai
alfa dan dua rantai beta
I. 2 Suksinil-KoA + 2 glisin
II. 4 pirol protoporfirin IX
III. protoporfirin IX + Fe++ Heme
IV. Heme + Polipeptida Rantai hemoglobin ( atau )
V. 2 rantai + 2 rantai hemoglobin A
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit
oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa
dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau beberapa hari sesudahnya, makrofag
akan melepaskan besi yang didapat dari hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam
darah dan diangkut oleh transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah
merah baru, atau menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin.
Bagian porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi bilirubin
yang disekresikan hati ke dalam empedu.
11
LI.2.3 Struktur
Sebuah hemoglobin terdiri atas empat rantai polipeptida (dua rantai
polipeptida , dan dua rantai polipeptida ) dan empat gugus hem yang
mengandung besi (Fe), yang mana dalam satu rantai polipeptida
mengikat satu gugus hem.
12
mengikat
satu
molekul
O 2,
jadi
satu
hemoglobin
dapat
kandungan
besinya
hemoglobin
tampak
kemerahan jika
++ H CO 3
C O2 +H 2 O H 2 C O3 H
Reaksi ini dapat terjadi sangat lambat di plasma, tetapi berlangsung
sangat cepat di dalam sel darah merah karena adanya enzim eritrosit
karbonat anhidrase yang mengatalisis (mempercepat) reaksi.
++ H CO 3
C O2 + H 2 O Karbonat anhidrase H
13
Gas ini dalam keadaaan normal tidak terdapat dalam darah, tetapi
jika terhirup gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang
berikatan dengan O2, menyebabkan keracunan CO.
3. Nitrat oksida (NO)
Nitrat oksida yang bersifat vasodilator berikatan dengan hemoglobin
di paru. Nitrat oksida ini dilepaskan di jaringan, tempat zat ini
melemaskan dan melebarkan arteri lokal. Vasodilatasi menjamin
darah yang kaya O2 dapat mengalir dengan lancar dan juga
membantu menstabilkan tekanan darah.
14
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada
metabolisme sel
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang
kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti
pada anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, ataugangguan
sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital)
Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesisnya
1. Karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia defisiensi asam folat
3. Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
1. Anemia akibat penyakit kronik
2. Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sumsum tulang
1. Anemia aplastic
2. Anemia mieloplastic
3. Anemia pada keganasan hematologi
4. Anemia diseritropoietik
5. Anemia pada sindrom mielodisplastik
6. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal ginjal kronik.
2.Anemia akibat Hemoragia.
A. Anemia pasca perdarahan akut
B. Anemia akibat perdarahan kronik
3.Anemia Hemolitik
A. Intrakorpuskular
a) Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
b) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : akibat defisiensi G6PDiii.
c) Gangguan Hemoglobin (Hemoglobinopati)
Thalasemia
Hemoglobinopati structural : HbS, HbE, dll.
B. Ekstrakorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimuni
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik,dll
4.Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks.
5.Anemia berdasarkan derajatnya:
1. Ringan sekali : Hb 10 g/dL
15
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, pada saat anak-anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
2.
Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas), besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vit.C).
3.
4.
LI.4.4 Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini di sebut iron deplete state atau negative
iron balance. Keadaan ini di tandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi
besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan
besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
16
eritropoiesis berkurang hingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia
secara klinis belum terjadi, keadaan ini di sebut sebagai :iron defeifient erythropoiesis. Pada
fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau
zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan
reseptor trasferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin
terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik
mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi
pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel
mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Cadang besi
3. Reseptor trasferin
Hb timbul anemia
hipokromik mikrositer
iron deficiency anemia
Menimbulkan Manifestasi Klinis
17
18
b.
c.
d.
e.
Diagnosis Banding
a. Anemia penyakit kronik
Anemia yang dijumpai pada penyakit kronik tertentu yang khas ditandai oleh
gangguan metabolism besi, yaitu adanya hipoferemia sehingga menyebabkan
berkurangnya penyediaan besi yang dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin tetapi
cadangan besi sumsum tulang masih cukup.
b. Thalasemia
Penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah merah normal.
c. Anemia sideroblastik
Anemia dengan sideroblas cincin dalam sumsum tulang.
Anemia
defisiensi besi
MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Menurun
Menurun
Menurun
Meningkat
Anemia akibat
panyakit
kronik
Menurun / N
Menurun / N
Menurun
Menurun
Thalassemia
Anemia
sideroblastik
Saturasi transferin
Besi sumsum tulang
Menurun
Negatif
Menurun/N
Positif
Menurun
Menurun
Normal
Normal /
Meningkat
Meningkat
Positif kuat
Menurun / N
Menurun / N
Normal
Normal /
Meningkat
Meningkat
Positif dengan
ring
sideroblastik
Normal
Protoporfirin
Meningkat
Meningkat
Normal
19
eritrosit
Feritin Serum
Elektroforesis Hb
Menurun
Normal
Normal
Normal
Meningkat
Hb. A2
meningkat
Meningkat
Normal
Tersedia empat sediaan besi parental di Inggris. Dosis dihitung berdasarkan berat badan dan
derajat anemia.
a. Ferri hidroksida-sukrosa (Venofer ) diberikan melalui injeksi intravena atau
infus, biasanya 200 mg besi dalam tiap infusan.
b. Besi dekstran (CosmoFer) dapat diberikan sebagai injeksi intravena lambat atau
infus baik dalam dosis-dosis tunggal kecil atau sebagai infus dosis total yang
diberikan dalam satu hari.
c. Ferri karbomaltosa (Ferinject) juga diberikan melalui injeksi intravena lambat
atau infus.
d. Di negara Amerika Serikat, Ferumiksitol (Feraheme) juga dilisensikan untuk
gagal ginjal kronik.
Mungkin terdapat hipersensitivitas atau reaksi anafilaktoid sehingga besi parenteral hanya
diberikan jika terdapat kebutuhan besi yang tinggi seperti pada pendarahan sakuran cerna,
menorrhagia berat, hemodialysis kronik, dengan terapi eritropoietin, atau bile besi oral tidak
20
efektif misalnya malabsrpsi besi yang diakibatkan oleh enteropati yang diinduksi gluten atau
gastritis atrofik, atau tidak praktis seperti pada penyakit Crohn aktif.
C. Pengobatan lain
1. Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani.
2. Vitamin c: diberikan 3 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi
3. Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian
transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:
a. Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman gagal jantung
b. Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat mencolok.
c. Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.
Jenis darah yang diberikan adalah PRC (Packed Red Cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemide
intravena.
Respon terapi
Memberi respon baik jika:
o Retikulosit naik pada minggu pertama mencapai pncak di hari ke 10 dan
normal lagi di hari ke 14
o Kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dL setelah 3-4 minggu
o Hemoglobin normal setelah 4-10 minggu
Jika respon tidak baik dipikirkan:
o
o
o
o
Diagnosis ADB salah jika dijumpai keadaan diatas, lakukan evaluasi kembali dan ambil
tindakan yang tepat.
LI.3.9 Pencegahan
1. Meningkatkan konsumsi Fe dari sumber alami terutama sumber hewani yang
mudah diserap. Juga perlu peningkatan konsumsi makanan yang mengandung vitamin
C dan A.
2. Pendidikan kesehatan, yaitu:
a. Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, dan perbaikan
lingkungan kerja, misalnya pemakaian alas kaki.
b. Penyuluhan gizi: untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorpsi
besi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Dorland, W.A. Newman. (2011). KAMUS SAKU KEDOKTERAN DORLAN, Ed. 31.
Jakarta : EGC.
22
Ganong, W. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 22. Jakarta : EGC
Hoffbrand, AV dan Moss, PAH. 2013. Kapita Selekta Hematologi. Ed. 6. Jakarta: EGC
Murray, R. et al. 2009. Biokimia Harper., Ed. 27. Jakarta : EGC
Setiati, Siti dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV jilid II. Jakarta: Interna
Publishing
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Ed. 8. Jakarta: EGC
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2439521/