Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hiperplasia prostat jinak juga dikenal sebagai Benign Prostatic
Hypertrophy (BPH) adalah diagnosis histologis yang ditandai oleh proliferasi dari
elemen seluler prostat. Akumulasi seluler dan pembesaran kelenjar timbul dari
proliferasi epitel dan stroma, gangguan diprogram kematian sel (apoptosis), atau
keduanya. (Detters, 2011).
BPH melibatkan unsur-unsur stroma dan epitel prostat yang timbul di
zona periuretra dan transisi dari kelenjar. Hiperplasia menyebabkan pembesaran
prostat yang dapat menyumbat aliran urin dari kandung kemih. BPH dianggap
sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria yang tergantung pada
hormon testosteron dan dihidrotestosteron (DHT). Diperkirakan 50% pria
menunjukkan histopatologis BPH pada usia 60 tahun. Jumlah ini meningkat
menjadi 90% pada usia 85 tahun. (Detters, 2011).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan Benigna
Prostat Hiperplasia di Ruang Bedah kecelakaan RSUD Blambangan
Banyuangi
2. Tujuan khusus
a) Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. A dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
b) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. A dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
c) Mampu membuat perencanaan keperawatan pada Tn. A dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
d) Mampu melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan
Benigna Prostat Hiperplasia.
e) Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. A dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan Laporan Kasus Lengkap ini adalah :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa mengenai
penanganan keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
2. Memberikan motivasi bagi semua perawat untuk melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Benigna Prostat Hiperplasia.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan laporan ini ditempuh dengan metode-metode tertentu
untuk mengumpulkan data dan mengolah data tersebut. Untuk pengumpulan data
dilakukan dengan metode dokumentasi yaitu mengumpulkan berbagai sumber
yang memuat materi yang terkait dengan Benigna Prostat Hiperplasia. Sumber
tersebut diperoleh melalui beberapa buku keperawatan, nicnoc ,internet, pasien
serta keluarga pasien.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Konsep Dasar
1.
Pengertian
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran atau hypertropi prostat.
Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan
hydroureter (Dafid Arifiyanto, 2008).
Benigne prostatic hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostat (yuliana elin ,
2011)
2.
Etiologi
Dengan bertambahnya usia ,akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron
1.
2.
3.
4.
Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menyebabkan produksi selstroma dan sel epitel kelenjar prostat
menjadi berlebihan.
3.
Patofisiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron
estrogen, karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa diperifer. Bila perubahan mikroskopik ini
terus berkembang akan terjadi perubahan patologi anatomik. Pada tahap awal
setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat
meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor kedalam
kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut
tuberkulasi. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding.
Apabila kedaan ini berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine.
Biasanya ditemukan gejala obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi terjadi karena
detrusor gagal berkontraksi sehingga kontraksi menjadi terputus.Gejala iritasi
terjadi karena pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna saat miksi atau
pembesaran prostat yang menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, vesika
sering
berkontraksi
meskipun
belum
penuh.
Apabila
vesika
menjadi
dekompensasi, akan terjadi retensi urine sihingga pada akhir miksi masih
ditemukan sisa urine dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada
akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan
total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi.
Karena produksi urin terus terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak
mampu lagi menampung urin,sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari
tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow
mengejan
pada
miksi
yang
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam
vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambal. Keluhan iritasi
dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinariamenjadikan media
pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi
refluksmenyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
4.
Manisfestasi klinis
Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala
yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal
berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan: pancaran
miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus menunggu
lama
(hesitancy), harus
mengejan
(straining),
kencing
terputus-putus
(intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin
dan inkontinen karena overflow. (Mansjoer,2000)
Berbagai tanda dan gejala dapat di bagi dalam dua kategori :obstuktif
(terjadi ketika faktor dinamika atau faktor static
mengurangi pengosongan
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes
secara periodik (over flowin kontinen).
(Menurut wim de jong )
Derajat Colok dubur Sisa volume urine 1Penonjolan prostat ,atas atas mudah di
raba <50 l llPenonjolan prostat jelas ,batas atas mudah di capai 50-100ml lllBatas
atas prostat tidak dapat di raba >100 ml lv Batas atas prostat tidak dapat di raba
Retensi urine total
Menurut Smeltzer (2002) menyebutkan bahwa
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,
dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine
yangturun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar,
dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut. Adapun
pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1.
Rectal Gradding
2.
a.
b.
c.
d.
e.
Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur,
b.
c.
d.
e.
5.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Penatalaksanaan Medis
1.
Watchfull Waiting
Tatalaksana pada penderita BPH saat ini tergantung pada LUTS yang
diukur dengan sistem skor IPSS. Pada pasien dengan skor ringan (IPSS 7 atau
Madsen Iversen 9), dilakukan watchful waiting atau observasi
yang
d.
2.
Tatalaksana Invasif
Tatalaksana invasif pada BPH bertujuan untuk mengurangi jaringan
c. Batu vesika
d.
Hematuria makroskopil
Resection of the Prostate (TURP) yang dilakukan untuk gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 gram, dan kondisi pasien memenuhi
toleransi operasi. Komplikasi jangka pendek pada TURP antara lain perdarahan,
infeksi, hiponatremi, retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang
TURP adalah striktur uretra, ejakulasi retrograd, dan impotensi.
Trans Urethral Incision of the Prostate (TUIP) dapat dilakukan apabila
volume prostat tidak begitu besar/ada kontraktur leher vesik / prostat fibrotik.
Indikasi TUIP yaitu keluhan sedang atau berat dan volume prostat tidak begitu
besar.
Bila alat yang tersedia tidak memadai, maka dapat dilakukan operasi
terbuka dengan teknik transvesikal atau retropubik. Karena morbiditas dan
mortalitas yang tinggi yang ditimbulkannya, operasi sejenis ini hanya dilakukan
apabila ditemukan pula batu vesika yang tidak bisa dipecah dengan litotriptor /
divertikel yang besar (sekaligus diverkulektomi) / volume prostat lebih dari
100cc.(Sjamsuhidajat, 2004)
7.
Medical Treatment
Ada beberapa jenis pengobatan medikamentosa pada BPH yaitu :
a. Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat.
Jenis kelamin dalam hal ini klien adalah laki laki berusia lebih dari 50 tahun dan
biasanya banyak dijumpai pada ras Caucasian (Donna, D.I, 1991 : 1743 ).
b.
Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP adalah nyeri
yang berhubungan dengan spasme buli buli. Pada saat mengkaji keluhan utama
perlu diperhatikan faktor yang
nyeri
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower Urinari
Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin lemah, intermitensi,
terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai miksi, urgensi, frekuensi dan
disuria (Sunaryo, H, 1999 : 12, 13).
Perlu ditanyakan mengenai permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat
menimbulkan keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama
kali atau berulang.
d.
Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta hubungan
interaksi pasca tindakan TURP.
g.
1)
Klien yang di lakukan anasthesi SAB tidak boleh makan dan minum sebelum
flatus .
3)
Pola eliminasi
Pada klien dapat terjadi hematuri setelah tindakan TURP. Retensi urin dapat
terjadi bila terdapat bekuan darah pada kateter. Sedangkan inkontinensia dapat
terjadi setelah kateter di lepas (Sunaryo, H, 1999: 35)
4)
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan terpasang
traksi kateter selama 6 24 jam. Pada paha yang dilakukan perekatan kateter
tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan.
5)
6)
7)
8)
9)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Setelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik, kecuali bila
terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada fase awal ( 6 jam ) pasca operasi
harus diminitor tiap jam dan dicatat. Bila keadaan tetap stabil interval
monitoring dapat diperpanjang misalnya 3 jam sekali (Tim Keperawatan
RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 20
2)
Sistem pernafasan
Klien yang menggunakan anasthesi SAB tidak mengalami kelumpuhan
pernapasan kecuali bila dengan konsentrasi tinggi mencapai daerah thorakal
atau servikal (Oswari, 1989 : 40).
3)
Sistem sirkulasi
Tekanan darah dapat meningkat atau menurun pasca TURP. Lakukan cek
Hb untuk mengetahui banyaknya perdarahan dan observasi cairan (infus,
irigasi, per oral) untuk mengetahui masukan dan haluaran.
4)
Sistem neurologi
Pada daerah kaudal akan mengalami kelumpuhan (relaksasi otot) dan mati
rasa karena pengaruh anasthesi SAB (Oswari , 1989 : 40).
5)
Sistem gastrointestinal
Anasthesi SAB menyebabkan klien pusing, mual dan muntah (Oswari, 1989 :
40) . Kaji bising usus dan adanya massa pada abdomen .
6)
Sistem urogenital
Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan mengalami hematuri .
Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan darah. Jika terjadi retensi
urin, daerah supra sinfiser akan terlihat menonjol, terasa ada ballotemen jika
dipalpasi dan klien terasa ingin kencing (Sunaryo, H ,1999 : 16). Residual
urin dapat diperkirakan dengan cara perkusi. Traksi kateter dilonggarkan
selama 6 24 jam (Doddy, 2001 : 6).
7)
Sistem muskuloskaletal
Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha yang direkatan
kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. (Tim Keperawatan
RSUD. dr. Soetomo, 1997 : 21).
i.
Pemeriksaan penunjang
1) laboratorium
Setiap penderita pasca TURP harus di cek kadar hemoglobinnya dan perlu
diulang secara berkala bila urin tetap merah dan perlu di periksa ulang bila
terjadi penurunan tekanan darah dan peningkatan nadi. Kadar serum
kreatinin juga perlu diulang secara berkala terlebih lagi bila sebelum operasi
kadar kreatininnya meningkat. Kadar natrium serum harus segera diperiksa
bila terjadi sindroma TURP. Bila terdapat tanda septisemia harus diperiksa
kultur urin dan kultur darah ( Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 1997 :
21 ).
B.
Diagnosa keperawatan
1.
spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan / atau tekanan dari traksi.
2.
berlebihan .
3.
irigasi (TURP).
4.
5.
BAB III
Tinjauan Kasus
A. Tinjauan Kasus
Tanggal Pengkajian
: 12.30 WIB
Nama Mahasiswa
iqlimatus jannah
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas
a. Klien
Inisial Klien : Tn. A
Umur
: 60Tahun
: Islam
01 agustus 2016
Pukul
Pekerjaan :
pegawai Swasta
Pendidikan : Smp
Alamat
: Tn. S
Umur
: 37Tahun
: Islam
Pekerjaan : buruh
Pendidikan : Smp
Alamat
Tanggal Masuk RS
: 01 agustus 2016
Diagnosa Medis
No. MR
2.
: 145220
Riwayat Perawatan
a.
4.
memilki penyakit
hipertensi
Genogram Keluarga
5. Riwayat psikososial
a)
Aspek psikologis
Keluarganya mengatakan semenjak sakit ,pasien sering tersedu .khal ini
membuat keluarganya khawatir dan cemas dengan kondisi pasien yang
selalu mengejan ingin miksi tapi tidak tuntas
b) Aspek social
keluarganya mengatakan pasien selalu berbaur dengan lingkungan sekitar
c) Aspek spiritual
keluarganya mengatakan pasien beragama islam dan saat sakit pasien
tidak bias mengerjakan sholat dan hanya bias berdoa dan berdzikir
6. Riwayat pola kehidupan sehari hari
1) Pola nutrisi
Sebelum sakit
Keluarganya mengatakan ,pasien makan 3-4x sehari
Saat sakit
a. Keadaan Umum
Pasien tampak lemah. ,komunikasi baik, terpasang infus di lengan kanan.
Terpasang selang kateter.
kesadaran :komposmentis
.
:36,3 C
:100 x/menit
TD : 130/100mmHg
RR
b.
: 24x/menit
Pemeriksaan khusus
1)
kepala
inspeksi
bentuk simetris ,warna rambut putih ,penyebaran rambut tidak merata
palpasi
tidak ada benjolan ,tidak ada lesi ,tidak ada nyeri tekan
2) mata
inspeksi
kedua mata simetris ,palpebra tidak edema .pubil normal
palpasi
hidung
inspeksi
tidak ada secret ,lubang hidung simetris ,tidak ada pernapasan cuping
hidung ,
palpasi
telinga
inspeksi :
tidak ada serumen ,tidaka ada lesi
palpasi
tidak ada nyeri tekan .tidak ada benjolan ,tidak ada lesi ,fungsi
pendengaran kurang jelas
5)
mulut
inspeksi
palpasi
lidah
inspeksi
leher dn tenggorokan
inspeksi
tidak tampak pembesaran tyroid ,tidak ada lesi
palpasi
tidak ada nyeri tekan
8)
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
9)
Abdomen
Inspeksi
: Suara hipertimpani
Palpasi
10) .
Ekstermitas
- Atas
odem
- Bawah
9
Pemeriksaan penunjang
-
HB
: 11,56
10
Leukosit
Trombosit : 154.000
golongan darah
Terapi
Infus RL 300cc
A5 600 cc
Volly catheter
: 6100
:B