Anda di halaman 1dari 11

Apa hubungan penderita memiliki riwayat hipertensi tapi tidak rutin minum obat pada

kasus? 4, 7
Hipertensinya dapat kambuh dan risiko terburuknya adalah komplikasi di 4 organ utama yakni
stroke di otak, gagal ginjal, serangan jantung dan kerusakan pembuluh darah di mata atau
retinopati.
Apa makna masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan keluarga? 7, 10
Bagaimana diagnosis banding dari kasus? 4, 7

Gejala dimensia
Onset

Gangguan kognitif
Faktor risiko stroke
Atrofi lobus frontalis
Predisposisi
hipertensi
Adanya badan pick

Disease

Dimensia pada
penyakit alzheimer
+
Biasanya sulit
ditentukan waktunya
yang persis

Dimensia vascular

+
+

+
Suatu onset
mendadak atau
deteriorasi yang
bertahap
+
+
?
+

Dimensia pada
penyakit pick
+ progresif
-

+
+
?
+

First
Symptom

Mental
Status

Neuropsychiatry

Neurology

Imaging

AD

Memory loss

Episodic
memory
loss

Initially
normal

Initially
normal

Entorhinal
cortex and
hippocampal
atrophy

FTD

Apathy; poor
judgment/
insight,
speech/
language;
hyperorality

Frontal/
executive,
language;
spares
drawing

Apathy,
disinhibition,
hyperorality,
euphoria,
depression

May have
vertical gaze
palsy, axial
rigidity,
dystonia,
alien hand, or
MND

Frontal,
insular, and/or
temporal
atrophy;
spares
posterior
parietal lobe

DLB

Visual
Drawing
hallucinations, and
REM sleep
frontal/

Visual
Parkinsonism Posterior
hallucinations,
parietal
depression,
atrophy;

CJD

disorder,
delirium,
Capgras'
syndrome,
parkinsonism

executive; sleep disorder,


spares
delusions
memory;
delirium
prone

Dementia,
mood, anxiety,
movement
disorders

Variable, Depression,
frontal/
anxiety
executive,
focal
cortical,
memory

Myoclonus, Cortical
rigidity,
ribboning and
parkinsonism basal ganglia
or thalamus
hyperintensity
on diffusion/
FLAIR MRI

Frontal/
Apathy,
executive, delusions,
cognitive anxiety
slowing;
can spare
memory

Usually
motor
slowing,
spasticity;
can be
normal

Vascular Often but not


always
sudden;
variable;
apathy, falls,
focal
weakness
AD
CBD
CJD
DLB
FTD
MND
PSP

hippocampi
larger than in
AD

Cortical
and/or
subcortical
infarctions,
confluent
white matter
disease

: Alzheimer's Disease;
: Cortical Basal Degeneration
: Creutzfeldt-Jakob Disease
: Dementia With Lewy Bodies;
: Frontotemporal Dementia;
: Motor Neuron Disease;
: Progressive Supranuclear Palsy

Bagaimana etiologi dari kasus? 7, 10


Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit serebrovaskular yang multipel,
yang menyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan terutama mengenai pembuluh
darahserebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan lesi
parenkimmultipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark termasuklah
oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal yang jauh
sepertikatup jantung. Pada pemeriksaan, ditemukan bruit karotis, kelainan funduskopi, atau
pembesarankamar jantung.

Demensia Alzheimer
Definisi
Definisi Demensia menurut Whitbourne adalah suatu penyakit penurunan fungsi kognitif,
gangguan intelektual, daya ingat yang semakin lama semakin memburuk (progresif) dan tidak
dapat diubah (irreversible). Sedangkan menurut John W. Santrock, Alzheimer adalah suatu
gangguan otak yang progresif dan tidak dapat dibalik, yang dicirikan dengan kemorosotan secara
perlahan dari ingatan, penalaran, bahasa, dan tentunya fungsi fisik.
Oleh karena itu, demensia Alzheimer adalah demensia yang disebabkan oleh Alzheimer,
yang berarti demensia yang disertai oleh perubahan patologis di otak penderitanya dengan waktu
penyebaran sekitar 5 sampai 20 tahun yang diakhiri dengan kematian.
Epidemiologi
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi
terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut sebagai
early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun disebut sebagai
late onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasusdijumpai setelah berusia
40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan umur:
4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka prevalensi
penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-69 tahun, 3200 pada
kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada tahun 2000
terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia diperkirakan
jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi penyakit
alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih
banyak tiga kali dibandingkan laki laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup wanita
lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada perbedaan terhadap jenis
kelamin.
Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti yang sejalan, yaitu:

Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting seseorang
menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini dapat diderita
oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh individu yang berusia 40

tahun keatas.
Genetik
Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia. Individu yang
memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali lipat untuk
terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya disebabkan oleh faktor turunan.
Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin kurang dari 5% dari semua kasus Alzheimer.
Sebagian besar penderita Downs Syndrome memiliki tanda-tanda neuropatholigic

Alzheimer pada usia 40 tahun.


Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih
banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan karena usia harapan

hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan pria.


Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung dari resiko
menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi klinis. Hal ini
disebabkan karena edukasi berhubungan erat dengan intelegensi, oleh karena itu ada juga
penderita dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa
kemampuan linguistik seseorang lebih baik dalam hal menjadi prediktor daripada

edukasi.
Trauma kepala
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit Alzheimer dengan
trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik,
dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

Patogenesis
Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:
a. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer iniditurunkan melalui
gen autosomal dominant. Individu keturunan garispertama pada keluarga penderita
alzheimer mempunyai resiko menderitademensia 6 kali lebih besar dibandingkan

kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita alzheimer dengan
familial early onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21 diregio proximallog arm,
sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan lokuspada kromosom 19. Begitu
pula pada penderita down syndrom memempunyai kelainan gen kromosom 21, setelah
berumur 40 tahunterdapat neurofibrillary tangles (NFT), senile plaque dan penurunan
Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang menggambarkan kelainan histopatologi
pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50% adalah
monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor genetik
berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%), beberapa
penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini menunjukkan bahwa
kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika pada alzheimer.
b. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluargapenderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi
reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang
bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa
persamaan antara lain, manifestasi klinik yang sama, tidak adanya respon imun yang
spesifik, adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat, timbulnya gejala mioklonus,
adanya gambaran spongioform
c. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon,
mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat
yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal
tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum
adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih. Pada
penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidakseimbangan merkuri, nitrogen, fosfor,
sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.

Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui
reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairaninfluks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat kerusakan
dan kematian neuron.
d. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer didapatkan
kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha protein, anti
trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari penderita
alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit inflamasi
kronik yang sering didapatkanpada wanita muda karena peranan faktor immunitas
e. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan trauma
kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia pugilistik, dimana
pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
f. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai peranan
yang sangat penting seperti asetilkolin, noradrenalin, dopamin, serotonin, MAO
(Monoamine Oksidase).
Gejala
Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2001), membuat 10 gejala
penyakit Alzheimer Demensia yang sering muncul. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut:
-

Hilang ingatan
Pada awalnya penderita akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang dimulai dengan
sulit mengingat informasi baru dan mudah melupakan informasi yang baru saja didapat.
Semakin lama individu menderita Alzheimer, penurunan fungsi kognitif ini akan semakin
parah. Pada gejala ini biasanya juga disertai dengan gejala agnosia, yaitu: kesulitan

mengenali orang-orang yang disayanginya, seperti keluarga dan teman.


Apraxia
Hal ini ditandai dengan penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita sering
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat mereka ketahui,

contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk menyiapkan makanan,


-

berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.


Gangguan bahasa
Pada awalnya penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan/ atau
tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat
dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penerita sulit

menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".
Disfungsi visuo-spatial yang ditandai dengan disorientasi waktu dan tempat. Penderita
dapat tersesat di jalan dekat rumahnya sendiri, lupa di mana ia berada, bagaimana ia

sampai ke tempat tersebut, dan tidak tahu bagaimana caranya kembali ke rumah.
Disfungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai dengan:
sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian. Misalnya
penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai beberapa kaos di

hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca dingin.
Bermasalah dengan pemikiran abstrak
Menyeimbangkan buku cek dapat menjadi begitu sulit ketika tugas tersebut lebih rumit
dari biasanya. Namun demikian, pada penderita, mereka akan benar-benar lupa berapa
jumlah atau angkanya, dan apa yang harus mereka lakukan terhadap angka-angka

tersebut.
Salah menempatkan segala sesuatu
Penderita akan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang tidak sewajarnya, contoh:
meletakkan gosokan di dalam freezer atau meletakkan jam tangan di dalam mangkuk

gula.
Perubahan moody atau tingkah laku
Setiap orang dapat menjadi sedih atau moody dari waktu ke waktu, tetapi penderita
menampilkan mood yang berubah-ubah dari tenang menjadi ketakutan kemudian menjadi

marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.


Perubahan kepribadian
Merupakan bentuk lanjutan dari perubahan moody, ditandai dengan gejala psikitrik dan
perilaku. Penderita dapat sangat berubah, menjadi benar-benar kacau, penuh kecurigaan,
cemas, ketakutan atau menjadi bergantung pada anggota keluarga. Menurut Ethical
Digest, untuk gejala psikitrik, sekitar 50% penderita mengalami depresi. Selain itu
penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang juga mengalami

halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan perilaku, meliputi
agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak selaras), wandering
(mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun mereka pergi, berjalan
mengelilingi rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa disinhibisi, yaitu perilaku
yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh hilangnya fungsi
-

pengendalian diri individu).


Kehilangan inisiatif/ apatis
Penderita jadi pasif, duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur lebih dari biasanya
atau tidak ingin melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Selain 10 gejala tersebut, juga terdapat penanda neuropatologis demensia Alzheimer,

yaitu neurotic plaque dan neurofibrillary tangles. Neurotic plaque pada penderita memiliki 2
jenis plaque amyloid, yaitu diffuse plaques dan plaque burn-out. Sedangkan neurofibrillary
tangles adalah kumpulan filamen abnormal dalam sel syaraf di otak, dimana filamen ini
terhubung dengan protein tau dan merupakan tanda tipikal dari penyakit Alzheimer. Gangguan
patologis lainnya yang umum terlihat pada otak penderita adalah neuropil threads,
granulovascuolar degeneration, dan amyloid angiopathy (ETHICAL DIGEST: Alzheimer, Edisi
45 tahun V, November 2007).
Berdasarkan National Alzheimer's Association (2003), gejala-gejala Alzheimer di atas dapat
dibagi menjadi 3 tahap, sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu:
-

Gejala ringan, umum terdapat pada penderita early onset, yaitu: sering bingung dan
melupakan informasi yang baru dipelajari, disorientasi (tersesat di daerah yang
dikenalnya dengan baik), bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin, mengalami

perubahan dalam kepribadian dan penilaian.


Gejala menengah, yaitu: kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari (makan,
mandi), cemas, curiga, agitasi, mengalami gangguan tidur, keluyuran, agnosia. Gejala
akut, umum pada penderita late onset, yaitu: kehilangan kemampuan berbicara, hilangnya
nafsu makan, menurunnya berat badan, tidak mampu mengontrol otot spinchtes, sangat
tergantung pada caregiver atau pengasuh.

Kriteria menurut DSM IV (Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer)


A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan dengan baik

1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan
untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi
motorik utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi
sensorik utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan
dan abstrak)
B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari
tingkat fungsi sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus
menerus
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu berikut ;
(1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat
kognisi misalnya penyakit serebrovaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Huntington,
hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor otak
(2) Kondisi sistemik yang diketahui menyebabkan demensia misalnya, hipotiroidisme,
defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis,
infeksi HIV
(3) Kondisi yang berhubungan dengan zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan aksis lainnya (misalnya, gangguan
depresif berat,Skizofrenia)
Kondisi akibat zat
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol;

Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan perilaku yang
bermakna secara klinis
Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang bermakna
secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Subtipe yang spesifik;
Dengan onset dini : jika onset pada umur < 65 tahun
Dengan onset lanjut ; jika onset pada usia > 65 tahun
Catatan cara ; Penyakit Alzheimer ditulis pada aksis III. Gejala klinis lain yang menonjol yang
berhubungan dengan penyakit Alzheimers didiagnosis pada aksis I ( misalnya gangguan mood
yang berkaitan dengan penyakit Alzheimer, dengan depresi yang menonjol, dan perubahan
kepribadian yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, tipe agresif )
Tatalaksana Demensia Alzheimer
Pengobatan penyakit alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya
memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang
menguntungkan.
-

Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan
simptomatik penyakit alzheimer, dimana penderita alzheimerdidapatkan penurunan kadar
asetilkolin.Untuk

mencegah

antikolinesterase

yang

penurunan

bekerja

secara

kadar
sentral

asetilkolin
seperti

dapat

digunakan

fisostigmin,

THA

(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaikimemori


danapraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa penelitimenatakan bahwa obatobatan anti kolinergik akan memperburukpenampilan intelektual pada orang normal dan
-

penderita alzheimer.
Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita alzheimer didapatkan penurunan
thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate(75%) dan transketolase
(45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal padanukleus basalis. Pemberian thiamin

hydrochlorida dengan dosis 3 gr/hariselama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan


-

bermakna terhadap fungsikognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.


Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaikifungsi
kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian4000 mg pada

penderita alzheimer tidak menunjukkan perbaikan klinis yangbermakna.


Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkankerusakan
noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yangmerupakan noradrenergik alfa
2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2mg peroral selama 4 minggu, didapatkan

hasil yang kurang memuaskanuntuk memperbaiki fungsi kognitif.


Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi,halusinasi) dan
tingkah laku. Pemberian oral Haloperiod 1-5 mg/hari selama 4minggu akan memperbaiki
gejala tersebut. Bila penderita alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic

anti depresant (amitryptiline25-100 mg/hari).


Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu subtrate endogen yang disintesa didalam miktokomdriadengan bantuan
enzym ALC transferase. Penelitian ini menunjukkan bahwa ALC dapat meningkatkan
aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase.Pada pemberian dosis 1-2
gr/hari/peroral selama 1 tahun dalam pengobatan,disimpulkan bahwa dapat memperbaiki
atau menghambat progresifitaskerusakan fungsi kognitif.

Dafpus
http://www.alz.org/health-care-professionals/dementia-diagnosis-diagnostictests.asp
https://www.scribd.com/upload-document?
archive_doc=90325788&escape=false&metadata=%7B%22context%22%3A
%22archive_view_restricted%22%2C%22page%22%3A%22read%22%2C%22action
%22%3A%22toolbar_download%22%2C%22logged_in%22%3Atrue%2C%22platform
%22%3A%22web%22%7D
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=5297

Anda mungkin juga menyukai