Anda di halaman 1dari 2

Relasi Kebebasan dengan Kemakmuran dan Kesejahteraan Sosial

Kebebasan Menuju Kehampaan

"Let go of your earthly tether, Enter the void, Empty and become wind."
(Guru Laghima dalam Avatar Korra Season 3)
Pada serial Avatar Korra Season 3, kita disajikan dua sisi kebebasan
pertama kebebasan yang menyadarkan individu dari kungkungan dan
kebebasan yang menciptakan kekacauan. Kebebasan adalah kutukan
sekaligus berkah bagi manusia. Kutukan bagi masyarakat yang gagal
menyalurkan
hasrat
kebebasan,
berkah
bagi
yang
berhasil
menyalurkannya. Hasratlah yang membuat manusia dari daging menjadi
manusia, the spirit indeed is willing, but the flesh is weak (KJV.
Matthew 26: 41), entah mengapa di Alkitab terjemahan baru willing
dianggap penurut. Keberinginan inilah yang menyebabkan masyarakat
memperebutkan sumber daya yang ada.
Keterbatasan sumber daya dilakukan dengan jalan mencuri satu
sama lain atau dengan kerelaan hati perdagangan. Yang disebutkan
terakhir, selalu menjadi solusi terjadi kelangkaan sumber daya. Masalah
kematerian pun terpecahkan. Namun, kepuasan manusia selalu diminish.
Mereka selalu beroleh inovasi baru, namun perolehan itu tidak pernah
cukup. Akibatnya masyarakat hari ini, merasakan standar kemiskinan
yang selalu lebih baik dari masa ke masa sebagai akibat terpecahkannya
masalah distribusi dan produksi di saat yang sama pula manusia tidak
pernah bersyukur atas pencapaiannya hari ini. More is better.
Jika mengacu kembali kepada ayat Alkitab yang saya kutip, tujuan
dari hidup manusia menuju kesakralan adalah mengalahkan kedagingan.
Kedaginganlah yang menyebabkan konflik di antara manusia sehingga
tidak mampu mencapai damai kasih sesamanya. Hasrat yang berguna
untuk mengalahkan kedagingan selalu berusaha menekan kedagingan
dengan memberikan haknya secukupnya agar tidak dikuasainya.
Pada akhirnya setiap pertambahan pendapatan dibuat oleh individu
ini menjadi akumulasi kapital baginya, namun tak dia nikmati. Berproduksi
lebih banyak, lebih banyak orang lain yang akan menikmatinya. Relasi
pengendalian diri menuju kemakmuran dan kesejahteraan sosial hanya
dapat berhasil ketika gaya hidup ini berhasil dibudayakan ke setiap
individu, sehingga tidak ada inang dalam impian yang ingin kita capai
bersama.
Kita sudah melihat gaya hidup seperti ini ditularkan oleh para orang
yang sudah mengalahkan kedagingannya, mendiang Bob Sadino, sudah
tidak memandang apa yang lekat pada tubuh, atribut materi yang

membuat manusia itu palsu. Pada akhirnya keberhartaan itu membuat


manusia merasakan hampa, sesaat disadari kedagingan tidak pernah
terpuaskan. Kondisi inilah yang dihantarkan kepada penonton dalam serial
Korra. Saat pikiran sudah menguasai daging, semuanya menjadi hampa.
Kedagingan dihantar kepada keadilan sosial yang tidak pernah dia sentuh
sebelumnya. Akumulasi kapital tidak lagi memenuhi kebutuhan individu,
namun juga orang sekitarnya.
Praktiknya memang belum secara eksplisit muncul dipermukaan.
Gejala yang disebut filantrokapitalisme yang menjangkiti orang beruang
turut berderma. Gejala untuk membantu saudara-saudara yang masih
belum merasakan pentingnya kesadaran kebebasan untuk mengendalikan
diri sendiri. Usaha harus dibangun guna meredam kalangan nasionalis
yang memiliki tentakel yang lebih banyak dengan retorikanya yang
mudah dimengerti.
Kita tidak bisa pula menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi
pada diri. Kemampuan adaptasi terhadap gerak zaman yang membuat ide
kebebasan terus bertahan. Mereka tidak menutup diri pada diskusi
dengan golongan lain. Kebebasan itu sungguh membuka seluruh panca
indera untuk semua kemungkinan yang ditawarkan dunia. Dengan
demikian, pekerjaan ini tidaklah berhenti pada diri, namun harus
mencapai kehampaan sosial. Apa itu? Aku juga belum mengerti. Aku
belum sampai membahas itu.

Anda mungkin juga menyukai