Anda di halaman 1dari 36

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN

KARYA TULIS ILMIAH

PEMBAHARUAN HUKUM AGRARIA DI INDONESI DAN


PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

DISUSUN OLEH:
JON EFENDY PURBA
NIM. 1516.01.100

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


PROVINSI BANTEN
2016
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
Pembaruan Hukum Agraria di Indonesia dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Banten, Desember 2016


Penulis,
Jon Efendy Purba

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Maksud dan Tujuan Penelitian...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
A.

Pembaharuan Agraria..............................................................................................3
a.
b.
c.
d.

B.

Pengertian dan tujuan dari reforma agraria itu sendiri........................................3


Konsep reforma agrarian.....................................................................................4
Landasan Hukum Reforma Agrarian...................................................................4
Subyek dan Obyek dari reforma agrarian............................................................5

Sumber Daya Alam ..................................................................................................5


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Pengertian Sumber Daya Alam...........................................................................5


Penggolongan Sumber Daya alam.......................................................................6
Permasalahan Yang Dihadapi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam.............6
Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil yang dicapai..........................................9
Harapan Regulasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Otonomi Daerah .........11
Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam........13
Karakteristik Peraturan Perundang-Undangan Tentang Sumber Daya Alam....15
Prinsip Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam............................................14
Rekonstruksi Ulang UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA)...................................18

BAB III PENUTUP......................................................................................................................20


A. Kesimpulan..............................................................................................................20
B. Saran........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................21

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Sumber Daya Alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam yang dapat
digunakan untuk kepentingan hidupnya. Bagi manusia, hakikat sumber daya alam sangat penting
baik sumber daya alam yang berupa benda hidup (hayati) maupun yang berupa benda mati (non
hayati). Kedua macam sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Suatu negara yang banyak sumber daya alamnya maka negara
tersebut akan menjadi negara yang kaya.
Pemanfaatan sumber daya alam ditentukan berdasarkan kegunaan sumber daya alam
tersebut bagi manusia. Oleh karena itu, nilai suatu sumber daya alam juga ditentukan oleh nilai
kemanfaatannya bagi manusia. Misalnya lahan pertanian yang subur dapat dijadikan daerah
pertanian yang potensial.
Manusia (penduduk) suatu negara merupakan sumber daya bagi negara tersebut karena
manusia dapat memberikan manfaat bagi negaranya, seperti tenaga kerja, kemajuan ilmu
pengetahuan, dan teknologi yang dapat meningkatkan ekonomi negara.
Tanah memiliki hubungan yang abadi dengan manusia. Tanah adalah sumber kehidupan,
kekuasaan, dan kesejahteraan. Eksistensi tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti dan
sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai social
asset tanah merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup
dan kehidupan, sedangkan capital asset tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan.
Sesuai dengan sifatnya yang multidimensional dan sarat dengan persoalan keadilan,
permasalahan tentang pertanahan seakan tidak pernah surut. Pengaturan tentang struktur
pertanahan/keagrarian telah disadari sejak berabad-abad lamanya oleh negara-negara didunia.
Perombakan dan pembaharuan struktur pertanahan/ keagrarian dilakukan untuk memenuhi
asas keadilan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Utrecht yang dikutip oleh Budi Harsono, hukum Agraria dalam arti sempit sama
dengan Hukum Tanah. Hukum Agraria dan Hukum Tanah menjadi bagian dari Hukum Tata
Usaha Negara, yang menguji perhubungan-perhubungan hukum istimewa yang diadakan akan
memungkinkan para pejabat yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melalui tugas
mereka itu. Jadi istilah hukum agraria dalam lingkungan administrasi pemerintahan dibatasi pada
perangkat perundang-undangan yang memberi landasan hukum bagi penguasa dalam
menjalankan kebijakannya di bidang pertanahan.
Adapun konsep pembaruan agraria sendiri memiliki bentuk dan sifat yang berbeda
tergantung pada zaman dan negara tempat terjadinya pembaruan agraria tersebut. Hal ini
mengingat setiap negara memiliki struktur agraria dan sistem politik yang berbeda, meskipun
terdapat persamaan mendasar dalam pembaruan agraria, yakni inti dari pembaruan agraria adalah
pemerataan sumber daya agrarian.
B.

Rumusan Masalah
Di dalam pembahasan ini terdapat rumusan masalah yang dapat diambil, diantaranya :
a. Reforma Agraria meliputi:
1. Apa pengertian dan tujuan dari reforma agraria itu sendiri?
2. Bagaimanakah konsep reforma agraria itu?
3. Apa saja yang menjadi landasan hukum reforma agraria?
4. Apakah yang menjadi subyek dan obyek dari reforma agraria?
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


b. Sumber Daya Alam
1. Apa pengertian Sumber Daya Alam?
2. Bagaimana Penggolongan Sumber Daya alam?
3. Apa Permasalahan Yang Dihadapi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam?
4. Apa Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil yang dicapai?
5. Apa Harapan Regulasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Otonomi
Daerah?
6. Apa Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam?
7. Bagaimana
Karakteristik Peraturan Perundang-Undangan Tentang Sumber
Daya Alam?
8. Apa Prinsip Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam?
9. Bagaimana Rekonstruksi Ulang UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA)?
C.

Maksud dan Tujuan Penulisan


Dalam pembahasan makalah ini, penulis mempunyai maksud dan tujuan dalam
pembuatannya, diantaranya :
a. Revorma Agraria meliputi:
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan dari reforma agraria itu sendiri.
2. Untuk mengetahui konsep reforma agraria itu.
3. Untuk mengetahui landasan hukum reforma agrarian.
4. Untuk mengetahui subyek dan obyek dari reforma agrarian.
b. Sumber Daya Alam
1. Untuk mengetahui pengertian Sumber Daya Alam.
2. Untuk mengetahui Penggolongan Sumber Daya alam.
3. Untuk mengetahui Permasalahan Yang Dihadapi dalam pengelolaan Sumber
Daya Alam.
4. Untuk mengetahui Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil yang dicapai.
5. Untuk mengetahui Harapan Regulasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis
Otonomi Daerah.
6. Untuk mengetahui Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam Pengelolaan Sumber
Daya Alam.
7. Untuk mengetahui
Karakteristik Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Sumber Daya Alam.
8. Untuk mengetahui Prinsip Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam.
9. Untuk mengetahui Rekonstruksi Ulang UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA).
BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian Reforma Agraria

Pembaruan agraria, atau disebut dengan reforma agraria, diberikan arti yang berbedabeda oleh para ahli. Sebagian ahli memberikan makna yang sama luasnya antara konsep reforma
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


agraria dengan landreform, namun sebagian memberi arti bahwa landreform hanyalah bagian
dari reforma agraria.
Pembaruan agraria adalah suatu upaya korektif untuk menata ulang struktur agraria yang
timpang, yang memungkinkan eksploitasi manusia atas manusia, menuju tatanan baru dengan
struktur yang bersendi kepada keadilan agraria. Menurut Badan Pertanahan Nasional RI (2007)
makna Reforma Agraria adalah restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan
pemilikan sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan
keberlanjutan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sementara itu di dalam kolokium kpm ipb, yang dikutip dari Soetarto dan Shohibuddin
(2006) mengemukakan bahwa reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan
perubahan struktur penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi
rakyat yang memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula
oleh perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian,
perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya.
Tujuan Reforma Agraria
Reforma agrarian juga memiliki beberapa tujuan, diantaranya sebagai berikut:
1. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah
yang lebih adil.
2. Mengurangi kemiskinan.
3. Menciptakan lapangan kerja.
4. Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi (terutama tanah).
5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan.
6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.
7. Meningkatkan ketahanan pangan.
Adapun tujuan dari Reforma Agraria menurut Michael Lipton dalam Mocodompis (2006)
adalah:
1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah diantara para pemilik tanah. Ini dilakukan
melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi
perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil yang dapat merupakan usaha
untuk memperbaiki persamaan diantara petani secara menyeluruh.
2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan. Dengan
ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya
meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk pertanian
tersebut, kemudian secara langasung akan mengurangi jumlah petani penggarap yang
hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan para petani.
Konsep Reforma Agraria
Konsep reforma agraria adalah suatu konsep untuk menjawab permasalahan yang
dihadapi oleh petani dan rakyat miskin yaitu kesenjangan akses dan kepemilikan tanah.
Reforma agraria dilakukan dengan mendistribusikan tanah kepada petani yang tidak
memiliki tanah atau yang tanahnya sempit. Reforma agraria berkaitan erat dengan
reforma ekonomi politik suatu Negara, walaupun seakan-akan konsep tersebut hanya
untuk menjawab permasalahan petani miskin, tetapi pengimplementasian konsep tersebut
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


akan mempengaruhi seluruh elemen masyarakat, terutama para pemilik modal dan
Negara.
Bagi pemilik modal, implementasi konsep reforma agraria berarti mereka harus
merelakan kepemilikan mereka atas sumberdaya alam untuk dikembalikan kepada
Negara atau petani miskin. Bagi Negara, implementasi konsep ini berarti bertambahnya
anggaran belanja Negara untuk membiayai pengimplementasian konsep tersebut. Biaya
tersebut meliputi biaya untuk membeli tanah dari pemilik modal dan biaya untuk
supporting system yang meliputi pupuk, bibit, penyuluhan dan lain sebagainya.
Pengimplementasian konsep reforma agraria dilaksanakan sesuai dengan kondisi,
sejarah, dan ideologi suatu Negara, serta motif suatu Negara dalam melaksanakan
reforma agraria. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan yang
lain. Secara sederhana, terdapat empat model utama dalam reforma agraria, yaitu :
1. Radikal landreform, tanah milik pemilik modal diambil alih Negara tanpa ganti rugi,
model ini diterapkan di Negara-negara komunis seperti Rusia.
2. Land colonization, tanah pemilik modal diduduki oleh petani seperti yang terjadi di
Brazil.
3. Land right restitution, tanah-tanah yang dulu diambil alih oleh warga kulit putih
diambil alih lagi oleh warga kulit hitam seperti yang terjadi di Afrika Selatan.
4. Market based/assisted land reform, model ini diterapkan dengan tujuan untuk
menghindari sentakan-sentakan politik.
Landasan Hukum Reforma Agraria
Reforma Agraria telah dijelaskan di bagian Penjelasan Umum Undang-Undang
Pokok Agraria yang pada dewasa ini sedang menjadi dasar daripada perubahanperubahan dalam struktur pertanahan hampir di seluruh dunia, yaitu di negara-negara
yang telah atau sedang menyelenggarakan apa yang disebut Landreform atau
Agrarianreform.
Selain peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum, ada
beberapa dasar yang menjadi landasan pelaksanaan Reforma Agraria, antara lain:
a. Landasan Idil, yaitu Pancasila.
b. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945 dan Perubahannya.
c. Landasan Politis, yang terdiri dari TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 Tentang :
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam; Keputusan MPR-RI Nomor
5 Tahun 2003 tentang Penugasan Kepada Pimpinan MPR-RI oleh Presiden, DPR,
BPK, MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003; dan Pidato Politik Awal Tahun
Presiden RI tanggal 31 Januari 2007
d. Landasan Hukum, diantaranya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang
Penghapusan Tanah-tanah Partikelir (Lembaran Negara RI Tahun 1958 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Negra RI Nomor 1517); Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2004 tentang Perkebunan (Lembar Negara RI Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara RI Nomor 4411); Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara RI Nomor 4725), dan lain sebagainya.
Subyek dan Obyek dari Reforma Agraria
Pada dasarnya subyek Reforma Agraria adalah penduduk miskin di pedesaan baik
petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam kategori ini dapat
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka
kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain. Program Reforma Agraria
yang dicanangkan pemerintah merupakan suatu program yang terdiri dari kegiatankegiatan pengembangan kapasitas subyek Reforma Agraria (petani miskin).
Pengembangan kapasitas subyek Reforma Agraria dapat diartikan sebagai upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi keterbatasan yang
membatasi kesempatan hidup mereka, sehingga memperoleh hak yang sama. Melalui
pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih mandiri dalam meningkatkan kualitas
hidup dan kesejahteraannya.
Sedangkan yang menjadi obyek dari Reforma Agraria yaitu tanah. Tanah
merupakan komponen dasar dalam Reforma Agraria. Pada dasarnya tanah yang
ditetapkan sebagai obyek Reforma Agraria adalah tanah-tanah Negara dari berbagai
sumber yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan sebagi obyek
Reforma Agraria. Sesuai dengan tahapan perencanaan luas tanah yang dibutuhkan untuk
menunjang Reforma Agraria, maka luas kebutuhan tanah obyek Reforma Agraria dalam
kurun waktu 2007-2014 adalah seluas 9,25 juta Ha.
B.

Pengertian Sumber Daya Alam

Sumber Daya Alam adalah semua bahan yang ditemukan manusia dalam alam yang dapat
digunakan untuk kepentingan hidupnya. Bagi manusia, hakikat sumber daya alam sangat penting
baik sumber daya alam yang berupa benda hidup (hayati) maupun yang berupa benda mati (non
hayati). Kedua macam sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia. Suatu negara yang banyak sumber daya alamnya maka negara
tersebut akan menjadi negara yang kaya.
Pemanfaatan sumber daya alam ditentukan berdasarkan kegunaan sumber daya alam
tersebut bagi manusia. Oleh karena itu, nilai suatu sumber daya alam juga ditentukan oleh nilai
kemanfaatannya bagi manusia. Misalnya lahan pertanian yang subur dapat dijadikan daerah
pertanian yang potensial.
Manusia (penduduk) suatu negara merupakan sumber daya bagi negara tersebut karena
manusia dapat memberikan manfaat bagi negaranya, seperti tenaga kerja, kemajuan ilmu
pengetahuan, dan teknologi yang dapat meningkatkan ekonomi negara.

Penggolongan Sumber Daya alam


Sumber daya alam dapat digolongkan sebagai berikut.
a.
Sumber Daya Alam Berdasarkan Asalnya
1) Sumber daya alam organik (biotik), yaitu sumber daya alam yang berasal dari
kehidupan.
Contoh: batu bara, minyak bumi.
2) Sumber daya alam anorganik (abiotik), yaitu sumber daya alam yang bukan
dari kehidupan.Contoh: timah, bauksit, besi, dan gas alam.
b.

Sumber Daya Alam Berdasarkan Sifat Kelestariannya

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


1) Sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resource), yaitu
sumber daya alam yang tidak akan habis karena bagian-bagian yang telah
terpakai dapat diganti dengan yang baru.
Contoh: udara, angin, tenaga air terjun, sinar matahari, tumbuh-tumbuhan,
dan hewan.
2) Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui (unrenewable resources), yaitu
sumber daya alam yang akan habis karena tidak dapat dibuat yang baru.
Contoh: timah, besi, bauksit, batu bara, dan minyak bumi.
c.

Sumber Daya Alam Berdasarkan Pemanfaatannya


1) Sumber daya alam ruang, yaitu tempat yang diperlukan manusia dalam
hidupnya. Makin besar kenaikan jumlah penduduk maka sumber daya alam
ruang makin sempit dan sulit diperoleh. Ruang dalam hal ini dapat berarti
ruang untuk areal peternakan, pertanian, perikanan, ruang tempat tinggal,
ruang arena bermain anak-anak, dan sebagainya.
2) Sumber daya alam materi, yaitu bila yang dimanfaatkan oleh manusia adalah
materi sumber daya alam itu sendiri.
Contoh: Mineral magnetit, hematit, limonit, siderit, dan pasir kuarsa
dapat dilebur menjadi besi/baja yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
manusia, di antaranya untuk kerangka beton, kendaraan, alat rumah tangga,
dan lain-lain.
3) Sumber daya alam energi, yaitu energi yang terkandung dalam sumber daya
alam. Bahan bakar minyak (bensin, solar, minyak tanah), batu bara, gas alam,
dan kayu bakar merupakan sumber daya alam energi karena manusia
menggunakan energinya untuk memasak, menggerakkan kendaraan, dan
mesin industri.
4) Sumber daya alam hayati, yaitu sumber daya alam berbentuk makhluk hidup,
yaitu hewan dan tumbuhan. Sumber daya alam tumbuh-tumbuhan disebut
sumber daya alam nabati, sedang kan sumber daya hewan disebut sumber
daya hewani.

Permasalahan Yang Dihadapi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam


Setelah kebijakan otonomi daerah yang dilaksanakan sejak tahun 1999
sebagaimana tertuang pada Undang Undang (UU) no. 22/1999 dan revisinya pada UU no.
32/2004 menjadi salah satu landasan perubahan sistem tata-kelola pemerintahan
(governance system) yang penting dalam sejarah pembangunan politik dan administrasi
pengelolaan wilayah secara nasional di Indonesia. Hal tersebut juga menimbulkan adanya
perubahan sikap masyarakat dan berbagai kalangan yang menaruh perhatian pada
pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, dimana mereka berharap otonomi daerah
dapat membangun dan merubah paradigma pengelolaan sumberdaya alam sehingga
pemanfaatan sumberdaya alam benarbenar dapat mensejahterakan seluruh rakyat.
Realitasnya saat ini pengelolaan sumberdaya alam selama penerapan UU No 32
Tahun 2004 terakhir menunjukkan kenyataan bahwa telah banyak inisiatif yang dilakukan
oleh pemerintah daerah dalam menindaklanjuti otonomi daerah dengan membuat
Peraturan Daerah (Perda) di daerahnya masing-masing.
Terdapat beberapa kelemahan yang dapat dicatat dan pelaksanaan otonomi daerah
diantaranya adalah masih minimnya pemahaman terhadap kepentingan seluruh
komponen bangsa Indonesia atas sumberdaya alam dan prinsip-prinsip pengelolaan
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


sumberdaya alam yang berkelanjutan sebagai salah satu sumber penting pembiayaan
pembangunan, sumber daya alam yang ada dewasa ini masih belum dirasakan
manfaatnya secara nyata oleh sebagian besar masyarakat.
Pengelolaan sumber daya alam tersebut belum memenuhi prinsip-prinsip keadilan
dan keberlanjutan. Selain itu lingkungan hidup juga menerima beban pencemaran yang
tinggi akibat pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas manusia lainnya yang tidak
memperhatikan pelestarian lingkungan.
Dalam konsepnya, otonomi daerah (sesuai UU 22/1999 dan penyempurnaannya
pada UU 32/2004) secara eksplisit ataupun implisit hendak mengedepankan cita-cita
penegakan prinsip-prinsip demokrasi (kesetaraan, kesejajaran, etikaegalitarianisme),
keunggulan lokal, tingkat lokal serta berkemampuan mengatasi persoalan riil di
lapangan, penghargaan pada prakarsa serta hak-hak politik masyarakat lokal, kemandirian
dan kedaulatan sistem sosial-ekonomi lokal serta pembebasan dari segala bentuk
ketergantungan sosial-politik pada semua pihak.
Dalam hal pengeloaan sumber daya alam, maka asas transparansi tatapemerintahan, akuntabilitas publik dan pengelolaan sumberdaya alam juga menjadi salah
satu maksud diundangkannya UU tersebut. Konsep otonomi daerah juga memberikan
platform bagi sistem administrasi pembangunan yang memungkinkan setiap stakeholder
mengaktualisasikan cita-cita pencapaian derajat keadilan dan kesejahteraan sosialekonomi yang lebih baik (better and sustainable socio-economic standard of living), serta
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable natural
resources and environment) secara aspiratif.
Realitasnya, bahwa pengelolaan sumberdaya alam selama ini menunjukkan
kenyataan bahwa telah banyak inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
menindaklanjuti otonomi daerah dengan membuat Peraturan Daerah (Perda) di daerahnya
masing-masing. Namun inisiatif tersebut nampaknya belum merata ke seluruh daerah.
Terdapat beberapa kelemahan yang dapat dicatat dan pelaksanaan otonomi daerah
diantaranya adalah masih minimnya pemahaman terhadap kepentingan seluruh
komponen bangsa Indonesia atas sumberdaya alam dan prinsip-prinsip pengelolaan
sumberdaya alam yang berkelanjutan.
Selaras dengan semangat otonomi daerah yang muncul sejak 1999 membawa visi
baru untuk mengubah pola-pola tersebut, dan berusaha menata kembali pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya alam yang ada. Arah pengelolaan yang hendak dicapai melalui
visi baru tersebut sangat relevan untuk dikaji mengingat semakin menipisnya sumberdaya
alam di Indonesia.
Identifikasi beberapa permasalahan pokok dihadapi dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup, pertama adalah keterbatasan data dan informasi dalam
kuantitas maupun kualitasnya. Keterbatasan data dan informasi yang akurat berpengaruh
pada kegiatan pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup
yang belum dapat berjalan dengan baik. Sementara itu, sistem pengelolaan informasi
yang transparan juga belum melembaga dengan baik sehingga masyarakat belum
mendapat akses terhadap data dan informasi secara memadai.
Lebih lanjut, permasalahan pokok lainnya adalah kurang efektifnya pengawasan
dan pengendalian dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada, yang menyebabkan
kerusakan sumber daya alam. Kondisi ini ditandai dengan maraknya pengambilan
terumbu karang dan pemboman ikan, perambahan hutan, kebakaran hutan dan lahan,
serta pertambangan tanpa izin. Permasalahan lain adalah belum jelasnya pengaturan
pemanfaatan sumber daya genetik (transgenik) yang mengancam keanekaragaman hayati
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


dan kesehatan manusia, serta permasalahan ketergantungan yang tinggi pada sumber daya
fosil.
Pada sisi lain ternyata, tingkat kualitas lingkungan hidup di darat, air, dan udara
secara keseluruhan masih rendah, seperti tingginya tingkat pencemaran lingkungan dari
limbah industri baik di perkotaan maupun di perdesaan, serta kegiatan transportasi dan
rumah tangga baik berupa bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun non-B3.
Tingginya ketergantungan energi pada sumber daya fosil, merupakan
permasalahan penting yang mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang
berdampak pada kenaikan permukaan laut, perubahan iklim lokal dan pola curah hujan,
serta terjadinya hujan asam; belum tergantikannya bahan perusak lapisan ozon (BPO)
seperti chloro fluoro carbon (CFC), halon, dan metil bromida; serta kurangnya
pemahaman dan penerapan Agenda 21 di tingkat nasional dan lokal.
Selanjutnya, prinsip keberlanjutan yang mengintegrasikan tiga aspek yaitu
ekologi, ekonomi dan sosial budaya belum diterapkan di berbagai sektor pembangunan
baik di pusat maupun di daerah.
Biaya lingkungan belum dihitung secara komprehensif ke dalam biaya produksi,
di lain pihak tidak diterapkannya sistem insentif bagi pemasaran produk yang akrab
lingkungan (produk hijau). Hal ini mengakibatkan produk hijau tidak dapat bersaing,
sementara di dalam negeri konsumen Indonesia dengan tingkat kemiskinan masih tinggi,
tidak mempunyai pilihan untuk mengkonsumsi produk-produk hijau tersebut.
Program sukarela yang ditawarkan seperti ISO 14000 dan ekolabeling juga masih
belum banyak diterapkan, bahkan dirasakan oleh industri bukan sebagai peningkatan
efisiensi perusahaan.
Apa yang menjadi faktor terjadinya permasalahan-permasalahan tersebut diatas
timbul antara lain karena faktor rendahnya kapasitas kelembagaan, faktor belum
mantapnya peraturan perundangan, serta faktor lemahnya penataan dan penegakan
hukum dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Kewenangan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan hidup, sejalan dengan otonomi daerah, masih belum
sepenuhnya jelas, karena peraturan pelaksanaan yang merinci fungsi dan kewenangan
Pemerintah Daerah belum lengkap. Selain itu, terdapat permasalahan dalam hal kualitas
sumber daya manusia untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Pada sisi lain sementara itu, masih rendahnya akses masyarakat terhadap data dan
informasi sumber daya alam berakibat pula pada terbatasnya peran serta masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Lemahnya
kontrol dan keterlibatan masyarakat, serta penegakan hukum dalam pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, juga merupakan masalah penting lain yang
menyebabkan hak-hak masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam menjadi
terbatas dan sering menimbulkan konflik antar pelaku.
Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil-hasil yang Dicapai
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumber daya alam dan
lingkungan hidup seperti diuraikan diatas maka strategi kebijakan yang ditempuh adalah:
(1) Mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial dalam
pemanfaatan sumber daya alam; (2) Menumbuhkan tanggung jawab sosial dan praktik
ekoefisiensi di tingkat perusahaan dengan mengintegrasikan biaya lingkungan dan biaya
sosial terhadap biaya produksi; (3) Menerapkan teknologi yang terbaik dan tersedia,
termasuk teknologi tradisional untuk kegiatan konservasi, rehabilitasi sumber daya alam;
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


(4) Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin keseimbangan antara
pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam, yang didukung oleh kepastian hukum
atas kepemilikan dan pengelolaan; (5) Menata kelembagaan, termasuk pendelegasian
kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap
kepada pemerintah daerah; (6) Melakukan pembenahan terhadap sistem hukum yang ada
menuju sistem hukum yang responsif yang didasari prinsip-prinsip keterpaduan,
pengakuan hak-hak asasi manusia, serta keseimbangan ekologis, ekonomis, dan
pengarusutamaan gender; (7) Melakukan reorientasi paradigma pembangunan yang
mengakui hak-hak publik terhadap pengelolaan sumber daya alam; serta (8) Mendorong
budaya yang berwawasan lingkungan melalui revitalisasi budaya lokal dan
menumbuhkan etika lingkungan dalam pendidikan dan lingkungan masyarakat; (9)
Mengembangkan pola kemitraan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dalam melaksanakan strategi kebijakan tersebut, langkah-langkah yang dilakukan
mengacu pada
program-program pokok yang telah ditetapkan, yaitu: program
pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup; program peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber
daya alam; program pencegahan dan pengendalian kerusakan dan pencemaran
lingkungan hidup; program penataan kelembagaan dan penegakan hukum pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup; dan program peningkatan peranan
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Program-program tersebut saling terkait satu sama lain dengan tujuan akhirnya
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi dengan kualitas
lingkungan hidup yang semakin baik.
Sesuai dengan paradigma baru pengelolaan sumberdaya alam tersebut telah pula
mendorong terbentuknya kebijakan makro pemerintah Indonesia dalam bentuk TAP MPR
No: IX/2001 tentang pembaharuan dan pengelolaan sumberdaya alam. Gagasan dan
prinsip-prinsip hukum pengelolaan sumberdaya alam yang terbentuk dalam keputusan
Majelis ini merupakan salah satu bentuk refleksi tuntutan baru sistem hukum sumberdaya
alam Indonesia di bawah konsep pembangunan berkelanjutan.
Arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dalam TAP MPR No. IX/2001 ini
dinyatakan sebagai berikut:
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang
berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan
antar sektor.
b. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumberdaya alam melalui
identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi
pembangunan nasional.
c. Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber
daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk
menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
d. Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumberdaya alam dan
melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumberdaya alam
tersebut.
e. Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumberdaya alam yang timbul selama ini
sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin
terlaksananya penegakan hukum.
f. Mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi sumberdaya
alam secara berlebihan.
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


g. Menyusun strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang didasarkan pada optimalisasi
manfaat dengan memperhatikan potensi, kontribusi, kepentingan masyarakat dan
kondisi daerah maupun nasional.
TAP MPR NO. IX/MPR/2001 secara khusus memberikan mandat kepada DPR
bersama Presiden untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan pembaruan pengelolaan
sumberdaya alam serta mencabut, mengubah dan/atau mengganti semua peraturan yang
ada di bawahnya.
Berikut ini adalah peraturan perundangundangan pengelolaan sumberdaya alam di
bidang konservasi dalam konteks otonomi daerah.
1. Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
2. Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
3. Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
4. Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.
5. Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention
on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati).
6. Undang-undang No. 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework
Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan BangsaBangsa Mengenai Perubahan Iklim).
7. Undang-undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian.
8. Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
9. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
10. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1963 tentang Penyerahan Pengusahaan Hutanhutan tertentu kepada Perusahaan Negara
11. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 1973 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi.
12. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan.
13. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru. Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona
Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
14. Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
15. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam.
Harapan Regulasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Otonomi Daerah
Penyelenggaraan otonomi daerah umumnya disambut positif dan didukung
banyak pihak. Disamping merupakan amanat konstitusi, otonomi daerah dirasakan
sebagai kebutuhan yang semakin mendesak dan menjadi jalan keluar bagi tantangan yang
akan sulit diatasi jika penyelenggaraan kehidupan bernegara tetap dalam sistem yang
sentralistik.
Terdapat tiga manfaat yang umumnya diharapkan dari penyelenggaraan otonomi
daerah melalui desentralisasi : pertama, prakarsa dan kreativitas daerah dapat lebih
berkembang sehingga masalah dan tantangan yang muncul di daerah dapat lebih mudah
dan cepat diatasi; kedua, beban persoalan dapat lebih dibagi antara pemerintah pusat dan
daerah sehingga memungkinkan kesempatan yang lebih luas bagi pusat untuk
memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang bersifat strategis; ketiga, membuka
ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat di tingkat lokal dan daerah sehingga
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


mampu meningkatkan rasa keadilan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara.
Banyak pihak berharap pelaksanaan otonomi daerah akan membawa perubahanperubahan mendasar, sehingga kebijakan dan kinerja pengelolaan sumberdaya alam dapat
diperbaiki. Namun pelaksanaan otonomi daerah tidak seperti yang diharapkan, sehingga
banyak pihak yang lalu memandang otonomi daerah sebagai pemberi dampak buruk
terhadap pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia.
Hal tersebut menurut Kartodiharjo dan Jhamtani (2006) disebabkan oleh tiga hal
yaitu (1) adanya pertentangan kebijakan pusat dan daerah yang salah satunya sebagai
akibat tidak dilakukannya sinkronisasi UU sektor dengan UU otonomi daerah, (2)
persepsi mengenai otonomi daerah yang beragam, dimana persepsi lembaga-lembaga
pemerintah tidak cukup tepat memaknai pelaksanaan otonomi daerah, dan di sisi lain
masyarakat tidak percaya terhadap apa yang dilakukan pemerintah, dan (3) kelemahan
fungsi pemerintahan daerah terutama kelemahan dalam perumusan kebijakan pengelolaan
sumberdaya alam. Akibat dari otonomi daerah terhadap pengelolaan sumberdaya alam
dikemukakan oleh Nababan (2002) yang memandang bahwa otonomi daerah sebagai
pendorong pengrusakan sumberdaya alam yang semakin meningkat serta pengrusakan
sendi-sendi masyarakat adat yang umumnya berakar di wilayah pedesaan.
UU No. 32/2004 tentang pemerintah daerah dibentuk untuk mendukung dan
menunjang penyelenggaraan otonomi daerah yang bertanggung jawab dan berpedoman
pada prinsip-prinsip demokrasi. Berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dalam
konteks otonomi daerah, dalam Pasal 10 UU ini dinyatakan bahwa pemerintah daerah
berwenang untuk mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia
di daerahnya. Adapun upaya pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya tersebut kiranya
harus dilaksanakan dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan hidup secara
bertanggung jawab dan disesuaikan dengan potensi dan kenekaragaman daerah.
Hal ini menjadi mandat tersendiri bagi pemerintah daerah untuk mampu
membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di daerahnya dengan berorientasi pada potensi
dan kemampuan daerah setempat. Namun mandat tersebut seringkali kurang
diimplementasikan, sehingga Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten yang merupakan
turunan dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah umumnya tidak menyebutkan
secara eksplisit kewenangan desa dalam pengaturan sumberdaya alam.
Padahal PP No. 72/2005 menyebutkan secara jelas menyatakan bahwa Pemerintah
Kabupaten/Kota berhak melakukan identifikasi, pembahasan dan penetapan jenis-jenis
kewenangan yang diserahkan pengaturannya kepada desa, seperti kewenangan dibidang
pertanian, pertambangan, dan energi, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan
perdagangan, perkoperasian, ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,
sosial, pekerjaan umum, perhubungan dan lingkungan hidup, perikanan, politik dalam
negeri dan administrasi publik, otonomi desa, perimbangan keuangan, tugas pembantuan,
pariwisata, pertanahan, kependudukan, kesatuan bangsa dan perlindungan.
Namun dalam pengelolaan perlu juga memperhatikan hak-hak masyarakat adat,
sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
khususnya pasal 37 ayat 5 bahwa pemanfaatan hutan adat adalah segala bentuk usaha
yang menggunakan hutan adat untuk dimanfaatkan secara optimal. Hutan adat yang
berfungsi lindung dan konservasi dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu
fungsinya. Pemanfaatan hutan adat dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang
bersangkutan.
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi
Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dikatakan bahwa peran serta rakyat dalam
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diarahkan dan digerakan oleh
Pemerintah melalui berbagai kegiatan yang berdaya guna dan hasil guna. Konservasi
sumber daya alam hayati (KSDAH) adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang
pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya tetap terpelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati.
Konservasi sumber daya alam hayati dapat dikatakan berhasil apabila dapat
mewujudkan tiga sasaran konservasi, yaitu:

Perlindungan sistem penyangga kehidupan yaitu menjamin terpeliharanya proses


ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan
pembangunan dan kesejahteraan manusia.

Pengawetan sumber plasma nutfah yaitu menjamin terpeliharanya keanekaragaman


genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu
pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang
menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan secara lestari, yaitu mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya


alam hayati sehingga menjamin kelestariannya.
Pada tataran ini, maka perlu ditempuh beberapa kebijakan yang berkaitan dengan sumber
daya alam dalam hal ini kehutanan yang perlu diperhatikan ketika mengambil kebijakan
pengelolaan sumber daya kehutanan, yakni :
1. Penetapan kriteria dan standar pengurusan hutan, kawasan suaka alam, kawasan
pelestarian alam, taman buru, dan areal perkebunan.
2. Penetapan kriteria dan standar inventarisasi, pengukuhan, dan penatagunaan kawasan
hutan, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan taman buru.
3. Penetapan kawasan hutan, perubahan status dan fungsinya.
4. Penetapan kriteria dan standar pembentukan wilayah pengelolaan hutan, kawasan suaka
alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru.
5. Penyelenggaraan pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman
buru termasuk daerah aliran sungai di dalamnya.
6. Penyusunan rencana makro kehutanan dan perkebunan nasional, serta pola umum
rehabilitasi lahan, konservasi tanah, dan penyusunan perwilayahan, desain, pengendalian
lahan, dan industri primer perkebunan.
7. Penetapan kriteria dan standar tarif iuran izin usaha pemanfaatan hutan, provisi sumber
daya hutan, dana reboisasi, dan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.
8. Penetapan kriteria dan standar produksi, pengolahan, pengendalian mutu, pemasaran dan
peredaran hasil hutan dan perkebunan termasuk perbenihan, pupuk dan pestisida tanaman
kehutanan dan perkebunan.
9. Penetapan kriteria dan standar perizinan usaha pemanfaatan kawasan hutan, pemanfaatan
dan pemungutan hasil, pemanfaatan jasa lingkungan, pengusahaan pariwisata alam,
pengusahaan taman buru, usaha perburuan, penangkaran flora dan fauna, lembaga
konservasi dan usaha perkebunan.
10. Penyelenggaraan izin usaha pengusahaan taman buru, usaha perburuan, penangkaran
flora dan fauna yang dilindungi, dan lembaga konservasi, serta penyeleng-garaan
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam taman buru, termasuk daerah
aliran sungai di dalamnya.
11. Penyelenggaraan izin usaha pemanfaatan hasil hutan produksi dan pengusahaan
pariwisata alam lintas Propinsi.
12. Penetapan kriteria dan standar pengelolaan yang meliputi tata hutan dan rencana
pengelolaan, pemanfaatan, pemeliharaan, rehabilitasi, reklamasi, pemulihan, pengawasan
dan pengendalian kawasan hutan dan areal perkebunan.
13. Penetapan kriteria dan standar konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
yang meliputi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari di bidang
kehutanan dan perkebunan.
14. Penetapan norma, prosedur, kriteria dan standar peredaran tumbuhan dan satwa liar
termasuk pembinaan habitat satwa migrasi jarak jauh.
15. Penyelenggaraan izin pemanfaatan dan peredaran flora dan fauna yang dilindungi dan
yang terdaftar dalam apendiks Convention on International Trade in Endangered Species
(CITES) of Wild Fauna and Flora.
16. Penetapan kriteria dan standar dan penyelenggaraan pengamanan dan penanggulangan
bencana pada kawasan hutan, dan areal perkebunan.

Tindak Lanjut yang Diperlukan Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam


Untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang sumber daya alam yang telah
ditetapkan dan sekaligus mengatasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi, maka
strategi yang ditempuh diarahkan pada upaya: mengelola sumber daya alam, baik yang
dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui; menegakkan hukum secara adil
dan konsisten untuk menghindari perusakan sumber daya alam dan pencemaran
lingkungan; mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap;
memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; serta memelihara kawasan konservasi
yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu.
Strategi tersebut dijabarkan kedalam langkah-langkah tindak lanjut berupa
program-program pembangunan yang berisikan kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam tahun mendatang. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ditujukan
untuk mendukung upaya pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya
alam dan lingkungan hidup melalui: penyempurnaan data potensi sumber daya alam;
pembentukan mekanisme jaringan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di
pusat dan daerah; pengembangan sistem informasi dan data monitoring kualitas
lingkungan hidup yang sahih dan berkesinambungan; pengukuhan kawasan hutan dan
penetapan kawasan-kawasan tertentu yang dilindungi.
Kegiatan penyempurnaan data dan informasi tersebut dibutuhkan untuk
mendukung upaya peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi
sumber daya alam. Untuk itu diperlukan: penyusunan rencana pengelolaan sumber daya
hutan dan air berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas dan tata ruang;
penyediaan insentif untuk daerah konservasi sumber daya alam dan penyusunan
peraturan disinsentif dalam bentuk tarif dan user fee bagi penggunaan sumber daya alam
yang tidak terkendali; penyusunan mekanisme pemeliharaan kawasan konservasi yang
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


melibatkan masyarakat, pemerintah daerah dan swasta; pemulihan lingkungan hidup yang
kritis akibat kerusakan ekosistem.
Dalam rangka mendukung program pencegahan dan pengendalian kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup akan dilakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
upaya pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan; pengembangan teknologi
pengelolaan limbah rumah tangga dan komunal; pengembangan dan sosialisasi teknologi
produksi bersih; pengendalian pencemaran air, tanah, dan udara; pengawasan dan
pengelolaan keselamatan radiasi dan limbah nuklir.
Dalam bidang penataan kelembagaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup, akan dilakukan langkah-langkah
yang bertujuan untuk mendukung upaya: penetapan peraturan yang mengatur
kewenangan dan tanggung jawab daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup; penyusunan Undang-undang dan perangkat hukum di bidang
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; pembinaan terhadap industri yang
menerapkan standar barang dan/atau jasa (ISO-14000, ekolabeling dan hutan lestari) agar
dapat bersaing di pasar global; penegakan hukum yang tegas dan konsisten dalam kasus
pelanggaran ketentuan AMDAL, eksploitasi sumber daya alam tanpa izin, dan perusakan
sumber daya alam lainnya.
Sementara itu, peningkatan peranan dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup harus terus ditingkatkan. Kegiatankegiatan yang dilakukan akan diarahkan kepada upaya: peningkatan dan pengakuan atas
peran dan kepemilikan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup; penyusunan pedoman mekanisme konsultasi publik dalam penetapan
kebijakan dan peraturan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup; pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat lokal dalam pengawasan
pengelolaan sumber daya alam dan pengendalian kualitas lingkungan hidup.

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN

Karakteristik Peraturan Perundang-Undangan Tentang Sumber Daya Alam


Instrumen hukum yang berkaitan dengan sumber daya alam dalam sistem hukum
hukum Indonesia pada dasarnya memiliki karakteristik dan kelemahan-kelemahan
substansial seperti berikut:
1. Berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam (resources use-oriented) sehingga
mengabaikan kepentingan konservasi dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam,
karena hukum semata-mata digunakan sebagai perangkat hukum (legal instrument)
untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan
peningkatan pendapatan dan devisa negara;
2. Berorientasi dan berpihak pada pemodal-pemodal besar (capital oriented), sehingga
mengabaikan akses dan kepentingan serta mematikan potensi-potensi perekonomian
masyarakat adat/lokal;
3. Menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berpusat
pada negara/pemerintah (state-based resource management), sehingga orientasi
pengelolaan sumberdaya alam bercorak sentralistik;
4. Manajemen pengelolaan sumber daya alam menggunakan pendekatan sektoral,
sehingga sumber daya alam tidak dilihat sebagai sistem ekologi yang terintegrasi
(ecosystem);
5. Corak sektoral dalam kewenangan dan kelembagaan mennyebabkan tidak adanya
koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengelolaan sumber daya alam; dan
6. Tidak diakui dan dilindunginya hak-hak asasi manusia secara utuh, terutama hak-hak
masyarakat adat/lokal dan kemajemukan hukum dalam penguasaan dan pemanfaatan
sumber daya alam.
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah pemerintah menyadari adanya berbagai
kelemahan substansial di atas, maka sejumlah upaya perbaikan dilakukan dengan
membuat undang-undang baru dalam mengelola sumber daya alam, namun demikian,
persoalan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya alam masih belum terjawab dalam
substansi maupun implementasi dari undang-undang tersebut, karena masih ditemukan
kelemahan-kelemahan seperti berikut:
1. Pemerintah masih mendominasi peran dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber
daya alam (state-dominated resource management);
2. Keterpaduan dan koordinasi antar sektor masih lemali; ketiga, pendekatan dalam
pengelolaan tidak komprehensif;
3. Hak-hak masyarakat adat/lokal atas penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam
belum diakui secara utuh;
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


4. Ruang bagi partisipasi masyarakat dalam pengeloaan sumberdaya alam masih diatur
secara terbatas; dan
5. Transparansi dan akuntabilitas pemerintah kepada publik dalam pengelolaan sumber
daya alam belum diatur secara tegas.
Sementara itu, beberapa undang-undang seperti : (1) UU No. 5 Tahun 1994
tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati; (2) UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak-hak
Asasi Manusia, mengatur prinsip-prinsin penting yang mendukung pengelolaan sumber
daya alam yang adil, demokratis, dan berkelanjutan. Tetapi, prinsip-prinsip global
pengelolaan sumber daya alam antara lain seperti : konservasi dan keberlanjutan fungsi
sumberdaya alam, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sumberdaya alam, desentralisasi, dan pengakuan dan perlindungan atas hak-hak
masyarakat adat/lokal, belum terakomodasi dan terintegrasi dalam undang-undang yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam yang telah ada.
Oleh karena itu, persoalan-persoalan mendasar dalam pengaturan mengenai
pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi mengancam keberlanjutan fungsi
sumberdaya alam dan kelangsungan hidup bangsa perlu segera diselesaikan. Salah satu
agenda nasional yang mendesak untuk direalisasikan untuk menjamin kelestarian dan
keberlanjutan fungsi sumber daya alam, meningkatkan partisipasi masyarakat,
transparansi dan mendukung proses demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam,
menciptakan koordinasi dan keterpaduan antar sektor, serta mendukung terwujudnya
good environmental governance, adalah membentuk undang-undang pengelolaan sumber
daya alam yang mencerminkan prinsip-pnnsip keadilan, demokratis, dan keberlanjutan
fiingsi sumber daya alam.
Landasan konstitusional untuk mewujudkan agenda nasional membentuk undangundang pengelolaan sumber daya alam pada dasarnya adalah :
1. Alinea IV Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan : "Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan .............".
2. Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam, khususnya Pasal 6 yang pada pokoknya
menyatakan: "Menugaskan kepada DPR RI bersama Presiden untuk mengatur
pelaksanaan agraria dan pengelolaan sumber daya alam serta mencabut, mengubah
dan/atau mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya yang tidak
sejalan dengan Ketetapan MPR RI ini".
Prinsip Prinsip Pengelolaan Sumber Daya Alam
Seiring dengan berkembangnya isu hak asasi manusia, demokrasi, lingkungan
hidup, dan kesetaraan gender dalam pergaulan hidup dunia internasional, maka sedikit
banyak telah mempengaruhi pemikiran pemenntah dan kalangan organisasi non
pemerintah (ornop) di negara-negara maju maupun negara-negara sedang berkembang,
untuk meningkatkan manajemen pengeiolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


yang mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, demokrasi, dan keberlanjutan fungsi
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Prinsip keadilan merujuk pada kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus
direncanakan, dilaksanakan, dimonitoring, dan dievaluasi secara berkelanjutan, agar
dapat memenuhi kepentingan pelestarian dan keberlanjutan fiugsi sumber daya alam dan
lingkungan hidup dan juga kepentingan inter-antar generasi maupun untuk keadilan
gender.
Prinsip demokrasi mengacu pada kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus
mengakomodasi kewenangan pengelolaan antar pusat dan daerah, akses informasi bagi
masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, partisipasi semua pihak terkait
(stakeholders), transparansi dan tidak diskriminatif dalam pembuatan dan implementasi
kebijakan, pertanggungjawaban kepada publik (public acountability), koordinasi dan
keterpaduan antar sektor, penyelesaian konflik secara bijaksana, dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia serta pengakuan atas kemajemukan hukum (legal
pluralism) dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dalam kaitan ini, akses infonnasi (information access) memberi jaminan kepada
masyarakat untuk memberi kepada dan menerima informasi dari pemerintah mengenai
kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Transparansi (transparancy) memberi jaminan
adanya keterbukaan pemerintah dalam proses pengambilan keputusan serta membuka
ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan publik dalam pengelolaan sumber
daya alam. Partisipasi publik yang sejati (genuine public participation) memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat dan semua pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk mengambil bagian secara aktif, mulai dari tahapan idenrifikasi dan
inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai kegiatan evaluasi
implementasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam.
Akuntabilitas publik (public accountability) menegaskan pentingnya arti
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelola sumber daya alam kepada rakyat,
khususnya pada tahapan perencanaan dan implementasi kebijakan yang menyangkut
kepentingan publik, atas segala tindakan yang dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya
alam. Koordinasi dan keterpaduan antar sektor memberi ruang bagi pengelolaan
sumberdaya alam secara terintegrasi dengan saling memperhatikan kepentingan antar
sektor, sehingga dapat dibangun hubungan dan kerjasama yang saling mendukung,
dengan menempatkan kepentingan kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumber daya
alam di atas kepentingan sektoral.
Desentralisasi merujuk pada penyerahan kewenangan dan tanggungjawa
pengelolaan sumber daya alam oleh pemerintah kepada daerah otonom, sehingga
pengambilan keputusan dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masingmasing daerah otonom.
Perlindungan hak-hak asasi manusia dan pengakuan atas kemajemukan hukum
memberi jaminan bagi pengakuan dan perlindungan pemerintah atas hak-hak masyarakat
adat/lokal serta kemajemukan sistem hukum mengenai penguasaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Sedangkan, prinsip
keberlanjutan fungsi sumber daya alam adalah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam
harus mampu menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya alam, baik
manfaat bagi negara maupun masyarakat secara seimbang dan proporsional serta manfaat
bagi generasi sekarang dan mendatang secara berkelanjutan.
Jika dicermati dari karakteristik peraruran perundang-undangan yang berkaitan
dengan sumber daya alam seperti diuraikan pada bagian terdahulu, maka dapat dikritisi
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


bahwa prinsip-prinsip global pengelolaan sumber daya alam yang bernuansa adil,
demokratis, dan berkelanjutan belum secara utuh dan tegas diakomodasi dan
diintegrasikan dalam kaidah-kaidah hukum pengelolaan sumber daya alam yang ada.
Ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang tercermin dalam
peraturan perundang-undangan masih bercorak sentralisrik dengan mengacu pada
manajemen yang berpusat pada negara/pemerintah (state-based resource management).
mengedepankan pendekatan sektoral, berorientasi pada eksploitasi dengan mengabaikan
kepentingan konservasi dan keberlanjutan sumber daya alam demi pencapaian target
pertumbuhan ekonomi (economic oriented), mengutamakan kepentingan pemodalpemodal besar (capital oriented), hak-hak asasi masyarakat belum diakui dan dilindungi
secara utuh, membatasi ruang bagi partisipasi masyarakat dan transparansi dalam
pembuatan kebijakan, tidak mengatur secara tegas mengenai akuntabilitas publik dalam
pengelolaan surnber daya alam, dan juga mengabaikan fakta kemajemukan hukum (legal
pluralism) yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Rekonstruksi Ulang UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA)
UUPA adalah produk hukum nasional pertama yang mengatur tentang sumber
daya alam. UUPA mengartikan sumber daya alam (agraria) sebagai bumi, air, ruang
angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pasal 1 ayat 2 menyatakan
bahwa "seluruh bumi, air dan ruang angkasa lermasuk kekavaan alam yang terkandung
di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan YME adalah
bumi, air dan niang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan national".
Berkaitan dengan cakupan agraria ini, maka muncul pertanyaan, apakah sumber
daya alam yang terdiri dari bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya itu harus dipandang sebagai kesatuan ekologi yang utuh dan saling terkait
(ekosistem), atau dapat dipandang sebagai jenis-jenis sumber daya alam yang bisa
dikuasai dan dikelola secara terpisah? Dalam hubungan ini, UUPA memang tidak secara
tegas membahas mengenai keutuhan dan kesalingterkaitan antara sumber daya alam ini,
namun pengaturan tentang penguasaan tanah membenkan jawaban pada pertanyaan itu.
Pasal 4 ayat 2 UUPA menyatakan bahwa hak-hak atas tanah memberikan wewenang
untuk mempergunakan tanah, tubuh bumi, air serta ruang yang ada di atasnya sekedar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah
dan dalam batas-batas yang diatur oleh undang-undang.
UUPA lebih banyak mengatur tentang dasar-dasar penguasaan sumber daya alam.
Hanya ada safu pasal yang mengatur tentang pengalokasian pemanfaatan sumber daya
alam. Pasai 14 yang menjadi dasar bagi perencanaan pengalokasian dan pemanfaatan
sumber daya alam (agraria) menyatakan bahwa perencanaan pemanfataan sumber daya
alam (agrana) dilakukan untuk keperluan negara, peribadatan, pusat kehidupan sosial
budaya dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan produksi pertanian, peternakan,
perikanan serta pengembangan industri, transmigrasi dan pertambangan.
Sementara itu, berkaitan dengan kelestarian pengelolaan sumber daya alam,
UUPA hanya menyebutkan di pasal 15 bahwa "memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-liap orang, badan
hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan
memperhatikan pihak yang ekonominya lemah. "
Namun demikian, realitas selama ini kebijakan pertanahan selama pemerintahan
orde reformasi ternyata masih bercorak sentralistik dan telah menimbulkan dampak bagi
sumber-sumber agraria, terutama degradasi kualitas tanah pertanian yang banyak
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


dialihfungsikan menjadi areal perumahan mewah (real astate), kawasan industri, dan
bahkan menjadi komoditi untuk investasi dan spekulasi para pemilik modal yang
mengakibatkan tanah diterlantarkan dalam jangka waktu yang tidak tertentu.
Implikasi sosial-budaya yang ditimbulkan adalah terjadinya berbagai konflik
vertikal maupun horisontal di daerah antara masyarakat dengan pemerintah atau
masyarakat dengan pemodal besar, karena terjadi penggusuran atau pengabaian atas hakhak masyarakat adat/Iokal dalam penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria.
UUPA yang secara tegas menyatakan berlandaskan hukum adat, memberikan
batasan pada hukum adat. Dalam pasal 5 disebutkan bahwa hukum agraria yang berlaku
atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan pada persatuan bangsa,
dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam
UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, serta segala sesuatu yang
mengindahkan unsur-unsur yang bersandarkan pada hukum agama.
Pilihan untuk menjadikan hukum adat sebagai dasar hukum agraria nasional
dilakukan mengingat UUPA dimaksudkan sebagai undang-undang yang bersumber dan
kesadaran hukum rakyat banyak. Dalam kenyataannya bagian terbesar dan rakyat
Indonesia tunduk pada hukum adat. Namun, UUPA memandang bahwa hukum adat
perlu disempurnakan karena dalam perkembangannya tidak terlepas dari pengaruh
kolonial yang kapitalistik dan masyarakat swapraja yang feodal.
Penyempurnaan hukum adat dilakukan melalui penyesuaian dengan kepentingan
masyarakat dalam konteks negara moderen dan hubungan negara dengan dunia
internasional serta sosialisme Indonesia (penjelasan umum III angka 1).
Dalam kenyataannya, tanpa kriteria yang jelas. kepentingan bangsa dan negara
acapkali ditafsirkan sama dengan kepentingan beberapa kelompok orang yang sedang
memegang kekuasaan (pemerintah). Dengan mengatasnamakan kepentingan bangsa dan
negara maka hak-hak rakyat atas sumber daya agraria yang bersumber dari hukum adat
sering diabaikan. Hak-hak rakyat yang dalam bahasa UUPA dikatakan sebagai hak ulayat
dan hak serupa itu diberikan dalam konteks kesesuaiaannya dengan kepentingan nasional
dan kepentingan negara yang tidak terdefinisikan secara jelas serta kesesuaiannya
dengan peraturan perundang-undangan lain yang pada kenyataannya justru mengingkari
hak-hak masyarakat adat.
Meskipun UUPA memberikan pengakuan yang mendua pada masyarakat adat,
namun untuk perorangan warga negara Indonesia, cukup diberikan peluang untuk
mendapatkan hak individual atas tanah. Pasal 16 UUPA memberikan berbagai peluang
untuk menguasai tanah dengan berbagai alas hak: hak milik, hak guna bangunan. hak
guna usaha. hak pakai, hak sewa, dan sebagainya.
UUPA menganut pandangan bahwa urusan agraria pada dasar-nya adalah urusan
pemerintah pusat. UUPA tidak mengatur secara ricni tentang kewenangan dan peran
pemerintah daerah. Kewenangan pemenntah daerah adalah pelaksanaan dan" tugas
pembantuan.
Pemerintah, atau lebih khusus lagi pemerintah pusat menempati peran srrategis
dalam UUPA. Dengan demikian dapat dipahami jika partisipasi publik tidak mendapat
ruang dalam undang-undang ini.
Penegakan hukum dalam UUPA utamanya diarahkan pada pelanggaran kewajiban
memelihara tanah dari para pemegang hak atas tanah, pendaftaran tanah pelanggaran
berkaitan dengan hak milik adat, penggunaan tanah bukan oleh pemilik, dan pelanggaran
ketentuan peralihan hak atas tanah.
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


UUPA tidak memberikan penjelasan mengapa penegakan hukum hanya diberikan
pada hal-hal tersebut, tetapi tidak pada hal lain, seperti halnya pelanggaran dalam
prosedur pencabutan hak atas tanah atau tidak terpenuhinya berbagai kewajiban
pemerintah yang ditetapkan dalam UUPA.

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Indonesia adalah bagian dari komunitas global yang memiliki kewajiban untuk
mengkonservasi dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidupnya, selain untuk
menjaga keberlanjutan fungsi sumber daya alam bagi generasi sekarang maupun
mendatang dan menjaga kelangsungan hidup bangsa, juga untuk menjaga kestabilan
iklim dan keberlanjutan lingkungan global, seiring dengan runtutan perkembangan
manajemen pengelolaan sumber daya alam yang mengedepankan aspek-aspek keadilan,
demokrasi, dan keberlanjutan.
Dari pembahasan yang ada di dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa
reforma agraria atau sering kita sebut dengan pembaruan agraria (landreform) yang ada di
Indonesia saat ini belum berjalan dengan baik dalam perkembangannya. Terutamanya
reforma agraria terhadap kesejahteraan masyarakat.
Masih banyak masyarakat Indonesia (terutama petani pedesaan) yang belum jelas
pemilikan dan penguasaan atas tanah mereka. Dan hal itu karena pemerintah sampai saat
ini belum mengimplementasikan Program Reforma Agraria dengan sebagaimana
mestinya. Sehingga masih banyak konflik-konflik agraria yang terjadi di Indonesia di
kalangan masyarakat yang masih terkatung-katung belum ada penjelasannya.

B.

Saran
Pembaruan agraria (landrefom) seharusnya segera diimplementasikan untuk mengatasi
konflik-konflik agraria yang ada di Indonesia. Banyak pihak menilai bahwa pembaruan
dan reformasi agraria belum bisa menjadi jalan keluar atas konflik-konflik di bidang
agraria. Pemerintah harus segera menata kembali kebijakan tersebut agar masyarakat
dapat menikmati keadilan dan kesejahteraan di bidang agraria.

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


DAFTAR PUSTAKA
Bachriadi, Diaiito (1998), Merana di Tengah Kelimpahan, Pelanggaran-pelanggaran HAM pada
Industri Pertambangan di Indonesia, ELSAM, Jakarta.
Choi. Cong Kee dan Saut Hutagalung (1998), "Future Chalenge Fishiries Forum III : Country
Report", Makalah dipresentasikan dalam Seminar The Role of Fisheries in The Second LongTerm Development Plan, Sukabumi, Indonesia.
Griffiths, John (1986), "What is Legal Pluralism", dalam Journal a/Legal Pluralism and i
Unofficial Law No. 2471986, pp. 1-56.
Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990), Laporan Kualitas
Lingkungan Hidup Indonesia 1990, Jakarta.
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (2001), Agenda 21 Sektoral, Agenda Pertambangan
untuk Pengembangan Kualitas Hidup secara Berkelanjutan, Proyek Agenda 21 Sektoral
Kerjasama Kantor MENLH dan UNDP, Jakarta.
Lynch. Owen J. and Kirk Talbott (1995), Balancing Act, Community-Based Forest Management
and National Law in Asia and The Pacific, World Resources Institute, USA.
More. White (1994), Tropical Rain Forest for The Fareast, Oxford University Press, USA.
Nurjaya. I Nyoman (Ed) (1993), Politik Hukum Pengusahaan Hutan di Indonesia, Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia, Jakarta.
Nurjaya. I Nyoman (2000), "Proses Pemiskinan di Sektor Sumber Daya Alam; Perspektif Politik
Hukum", dalam ICRAF & JAPAMA, Masyarakat Adat dalam Mengelola Sumber Daya Alam,
Bogor.
Nurjaya. I Nyoman (2000), "Hukum Orang Rimbo Versus Hukum Negara : Kasus Tetumbang di
Kawasan Hutan Bukit Dua Belas, Jambi", dalam E.K.M. Masinambow (Ed), Hukum dan
Ksmajemukan Budaya, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal. 208-226.
Poffenberger, Mark (1990), Keepers of The Forest, Land Management Alternatives in Southeast
Asia, Ateneo de Manila University Press, The Philippines.
Poffenberger, Mark, Community and Forest Management in Southeast Asia, WG-CIFM,
Berkeley, USA, 1999.

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Indonesia adalah bagian dari komunitas global yang memiliki kewajiban untuk mengkonservasi
dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidupnya, selain untuk menjaga keberlanjutan
fungsi sumber daya alam bagi generasi sekarang maupun mendatang dan menjaga kelangsungan
hidup bangsa, juga untuk menjaga kestabilan iklim dan keberlanjutan lingkungan global, seiring
dengan runtutan perkembangan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang
mengedepankan aspek-aspek keadilan, demokrasi, dan keberlanjutan.
Dengan demikian, kebijakan pengelolaan sumber daya alam perlu memperhatikan dan
mengintegrasikan prinsip-prinsip seperti berikut:
(1) Prinsip pertama : sumber daya alam harus dimanfaatkan dan dikelola untuk tujuan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan dari generasi ke generasi;
(2) Prinsip kedua : sumber daya alam harus dimanfaatkan dan dialokasikan secara adil dan
demokratis di kalangan inter maupun antar generasi dalam kesetaraan gender:
(3) Prinsip ketiga : pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam harus mampu memciptakan
kohesivitas masvarakat di berbagai lapisan dan kelompok serta mampu melindungi dan
mempertahankan eksistensi budaya lokal. termasuk sistem hukum yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat adat/lokal;
(4) Prinsip keetnpat : pengelolaan sumber daya alam hanis dilakukan dengan pendekatan sistem
(ecosystem) untuk mencegah terjadinya praktik-praktik pengelolaan yang bersifat parsial, egosektoral atau ego-daerah, dan tidak terkoordinasi;
(5) Prinsip kelima : kebijakan dan praktik-praktik pengelolaan sumher dava alam harus bersifat
spesifik lokal ^dan disesuaikan dengan kondisi ekosistem dan masyarakat setempat.
Kelima prinsip dasar di atas satu sama lain terkait dan saling mempengaruhi, sebagai
satu kesatuan yang mengandung makna bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam
dimaksudkan untuk menggapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan dan
berkelanjutan, sesuai dengan amanat Konstitusi 1945, dengan berbasis pada kemajemukan
sosial-budaya dan keuruhan bangsa Indonesia. Inti dari prinsip-prinsip di atas : kebijakan
pengelolaan sumber daya alam tidak berorientasi pada eksploitasi (use-oriented), tetapi mengacu
pada kepentingan keberlanjutan fungsi sumber daya alam (sustainable resource-oriented); tidak
bercorak sentralistik tetapi bersifat desentralisasi; ridak mengedepankan pendekatan sektoral
tetapi menggunakan pendekatan holistik; memberi ruang bagi partisipasi pubjik; pengakuan dan
perlindungan hak-hak masyarakat; dan memberi ruang hidup bagi kebudayaan lokal termasuk
kemajemukan hukum (legal pluralism) yang secara nyata hidup dan berkembang dalam
masyarakat.
Dalam perspektif otonomi daerah, prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam di atas
mencerminkan adanya nuansa ke-otonomi-an masyarakat untuk mengelola sumber daya alam di
daerah. Karena itu, dalam konteks pengelolaan sumber daya alam esensi atau makna
sesungguhnya dari kebijakan otonomi daerah seperti diatur dalam substansi UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, bukan hanya sekadar pengalihan wewenang urusan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, tetapi lebih dari itu adalah penyerahan otonomi
pengelolaan sumber daya alam kepada masyarakat di daerah, terutama masyarakat adat/lokal
sebagai manifestasi dari paradigma pengelolaan sumber daya yang berbasis masyarakat
(community-hased resource management).
Dalam konteks ini, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berperan sebagai
administrator dan fasilitator yang berkewajiban untuk :
1. Mendorong peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup;
2. Menjamin adanya pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat/lokal atas penguasaan
dan pemanfaatan sumber daya aiam;
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


3.

Menghormati dan melindungi modal sosial (social capital), seperti etika sosiai, kearifan
liugkungan, rehgi, sistem teknologi, maupun pranata-pranata sosial di kalangan masyarakat; dan
4. Mengakui dan mengakomodasi adanya kemajemukan hukum (legal pluralism) yang tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, untuk mengakhiri atau setidak-tidaknya mengeliminasi praktikpraktik pengelolaan sumber daya alam yang bercorak sentralistik, eksploitatif, sektoral, dan
bernuansa fragmentaris, dalam rangka mewujudkan tata penyelenggaraan pengelolaan
lingkungan hidup yang baik (good environment governance), dan dalam konteks pembangunan
hukum nasional, maka pertama-tama haras dilakukan perubahan paradigma politik hukum
nasional yang semula bercorak sentralisme hukum (legal centralism) ke anutan ideologi
pluralisme hukum (legal pluralism), sehingga memberi ruang secara proporsional bagi
pengakuan terhadap kemajemukan sistem hukum dalam masyarakat mengenai penguasaan dan
pemanfaatan sumber daya alam. Hal ini karena :
The ideology of legal centralism, law is and should be the law of the state, uniform for all
persons, exclusive of all other law, and administered by a single set of state
institutions...........Legal pluralism is die fact. Legal centralism is a myth, an ideal, a claim, an
illusion. Legal pluralism is the name of a social state of affairs and iti is a characteristic which
can be predicted of a social group (Griffiths, 1986).
Jika prinsip-prinsip global pengelolaan sumber daya alam seperti dimaksud pada uraian
terdahulu diakomodasi dan diintegrasikan ke dalam instrumen hukum nasional, maka substansi
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
harus mengandung ciri-ciri seperti berikut:
1. Orientasi pengelolaan ditujukan pada konservasi sumber daya alam (resources oriented)
untuk menjamin kelestarian dan keberlanjutan fungsi sumber daya alam bagi kepentingan
inter dan antar generasi.
2. Pendekatan yang digunakan bercorak komprehensif dan terintegrasi (komprehensifintegral), karena sumber daya alam merupakan satu kesatuan ekologi (ecosystem).
3. Mengatur mekanisme koordinasi dan keterpaduan antar sektor dalam pengelolaan sumber
daya alam.
4. Menganut ideologi pengelolaan sumber daya alam yang berbasis masyarakat
(community-based resource management).
5. Menyediakan ruang bagi partisipasi publik yang sejati (genuine public participation) dan
transparansi pembuatan kebijakan sebagai wujud demokratisasi dalam pengelolaan
sumberdaya alam.
6. Memberi ruang bagi pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama hakhak masyarakat adat/lokal atas penguasaan dan pemanfaatan sumberdaya alam.
7. Menyerahkan wewenang pengelolaan sumber daya alam kepada daerah berdasarkan
prinsip desentralisasi (decentralisation principle), sehingga pengelolaan sumber daya
alam dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah.

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


8. Mengatur mekanisme pengawasan dan akuntabilitas pengelola sumber daya alam kepada
publik (public accountability)
9. Mengakui dan mengakomodasi secara utuh kemajemukan hukum (legal pluralism}
pengelolaan sumber daya alam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
Untuk mencapai tujuan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang adil,
demokratis, dan berkelanjutan dengan karakteristik perundang-undangan yang mencerminkan
prinsip-prinsip di atas, maka direkomendasikan tahapan-tahapan kegiatan akademik seperti
berikut:
1. Melakukan inventarisasi terhadap
pengelolaan sumber daya alam;

perundang-undangan

yang

berkaitan dengan

2. Melakukan kaji-ulang (review) atas perundang-undangan yang telah diinventarisasi


dengan mengacu pada variabel-variabel keadilan, demokratis, dan berkelanjutan seperti
diuraikan pada bagian terdahulu;
3. Menyampaikan hasil kaji-ulang kepada pemerintah dan lembaga legislatif untuk
melakukan revisi dan/atau penggantian terhadap peraturan perundang-undangan yang
tidak mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, demokratis, dan berkelanjutan;
4. Menyusun background paper dan naskah akademik untuk penyusunan rancangan
undang-undang tentang pengelolaan sumber daya alam dengan melibatkan stakeholders
dari masyarakat adat, organisasi nonpemerintah, organisasi pelaku dunia usaha,
pemerintah (daerah), dan perguruan tinggi;
5. Menyampaikan naskah akademik dan rancangan undang-undang tersebut kepada
pemerintah dan legislatif untuk memperoleh bahasan, persetujuan dan pengesahan
inenjadi produk hukum nasional di bidang pengelolaan sumber daya alam.

Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Program Pengembangan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Tujuan program ini adalah untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi
yang lengkap dan handal mengenai potensi dan produktivitas sumber daya alam dan
lingkungan hidup melalui kegiatan inventarisasi, evaluasi, valuasi, dan penguatan sistem
informasi yang menjamin terbukanya akses masyarakat terhadap informasi yang ada.
Dalam pengembangan informasi lingkungan hidup diperlukan data yang akurat,
konsisten, dan terkini. Disamping itu, demi kemudahan interpretasi dan pemahaman
diperlukan standarisasi data yang dapat digunakan secara nasional. Untuk itu dalam tahun
2000 telah dikembangkan disain global basis data pengendalian pencemaran air, peta
dasar lingkungan se-Indonesia, dan aplikasi profil lingkungan untuk media air.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut telah dihasilkan antara lain
penyempurnaan data dan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, melalui
pemanfaatan teknologi penginderaan jauh yang sangat berguna untuk pemantauan
ekosistem bumi. Sejalan dengan itu, telah dilakukan pula peningkatan akses masyarakat
terhadap informasi kegiatan dan kasus-kasus lingkungan melalui media internet yang
didukung sistem layanan kesiagaan dan tanggap darurat bencana lingkungan.
Untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan informasi lingkungan
dilakukan penyusunan Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2000 (State of the
Environment Report, SoER) sebagai salah satu pelaksanaan Agenda 21. Kegiatan lain
yang dilakukan adalah upaya untuk mengembangkan Neraca Kependudukan dan
Lingkungan Hidup Daerah berdasarkan basis data setahun sebelumnya; pengembangan
Pusat Layanan Informasi di kantor Bapedal, Jakarta, dan tiga kantor Bapedal Regional I;
II; dan III, masing-masing berpusat di Pekanbaru, Denpasar, dan Makassar. Sedangkan
untuk memperkaya dan mengelola berbagai jenis informasi lingkungan, dilaksanakan
kegiatan untuk mendukung Pusat Layanan Informasi yang terdiri dari perpustakaan
modern yang dilengkapi dengan koleksi sumber informasi dan sarana audio visual.
Selanjutnya, dalam kegiatan inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup telah dilaksanakan inventarisasi seluruh hutan bakau di Jawa, Kalimantan Timur,
NTB, Bali, Sulawesi Selatan, dan sebagian Irian Jaya; inventarisasi lahan potensi
pertanian di NTB; inventarisasi areal lahan sawah di Sumatera, Sulawesi, Bali, NTB;
serta inventarisasi terumbu karang di Sumatera Barat, Riau, dan wilayah Indonesia Timur
(Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya). Disamping itu, juga telah dilakukan
penyusunan neraca sumber daya alam daerah di 10 (sepuluh) Kabupaten di Kalimantan
Selatan, dan penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten Bangka.
Program Nasional Pemantauan Lingkungan Perairan Laut (Seawatch Indonesia)
telah dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data lingkungan kelautan yang paling
mendekati akurat khususnya untuk Teluk Jakarta, Masalembo, Batam, Belawan, dan
Perairan Jepara. Sementara itu, potensi ikan sebagai sumber daya alam laut yang bisa
pulih, potensi lestarinya diperkirakan sebesar 6,26 juta ton per tahun. Potensi lahan untuk
pengembangan budidaya laut jika dibatasi pada iso-depth 50 meter dan daerah yang aman
dari gelombang, luasnya diperkirakan mencapai 1,9 juta ha. Sementara itu, dari jumlah
tangkapan ikan yang diperbolehkan di Zona Ekonomi Eksklusive Indonesia (ZEEI)
sebesar 1,5 juta ton per tahun, saat ini baru sekitar 83 persen yang telah dimanfaatkan.
Untuk mengetahui potensi sumber daya hutan, pada tahun 2000 telah dilakukan
rekalkulasi sumber daya hutan. Rekalkulasi dilakukan pada hutan produksi seluas 46,8
juta Ha atau 70,5 persen dari seluruh hutan produksi, serta hutan lindung dan konservasi
seluas 29,8 juta Ha atau 55,14 persen dari seluruh hutan lindung dan konservasi. Dari
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


hasil rekalkulasi tersebut terlihat bahwa kawasan hutan yang perlu direhabilitasi seluas
20,1 juta Ha, sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah seluas 15,1 juta Ha.
Sementara itu, di bidang energi dan sumber daya mineral telah dilakukan
pengembangan pelayanan informasi data spasial energi dan sumber daya mineral, serta
membentuk sistem komunikasi data antara pusat dan daerah. Data terbaru dari hasil
penyelidikan dan penelitian diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi adalah 9,8
miliar barel, yang meliputi cadangan terbukti 5,2 miliar barel dan cadangan potensial 4,6
miliar barel. Sedangkan cadangan gas bumi adalah 158,26 triliun kaki kubik, yang
meliputi cadangan terbukti 92,48 triliun kaki kubik dan cadangan potensial 65,78 triliun
kaki kubik. Cadangan panas bumi tidak kurang dari 20 ribu Mwe. Cadangan tersebut
termasuk yang berada di perairan laut yang tidak dapat pulih.
Dalam pengkajian ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang informasi, dilakukan
upaya untuk mendapatkan model atau metode pemanfaatan teknologi dirgantara untuk
mendukung pelayanan teknis kepada masyarakat. Pada tahun 2000 dan 2001, telah
dilakukan beberapa usaha antara lain adalah: peningkatan dan pengembangan
kemampuan sistem penerima dan pengolah data satelit penginderaan jauh, melalui
peningkatan kemampuan stasiun bumi satelit penginderaan jauh di Parepare dan Biak,
sehingga stasiun-stasiun bumi tersebut dapat menyajikan data satelit penginderaan jauh
dan informasi yang diturunkan dari data tersebut.
Program Peningkatan Efektivitas Pengelolaan, Konservasi, dan Rehabilitasi
Sumber Daya Alam
Program ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak
dapat diperbarui. Dalam rangka pelaksanaan program ini, telah dilakukan kegiatan
konservasi melalui pengelolaan kawasan konservasi darat dan laut. Sampai dengan April
2001, kawasan konservasi yang telah ditunjuk sebanyak 1.077 unit dengan luas
keseluruhan sekitar 56,87 juta Ha, yang terdiri dari Taman Nasional sebanyak 40 unit
dengan luas 14,82 juta Ha; Cagar Alam sebanyak 173 unit dengan luas 2,67 juta Ha;
Suaka Margasatwa sebanyak 50 unit dengan luas 3,62 juta Ha; Taman Wisata Alam
sebanyak 92 unit dengan luas 973,89 ribu Ha; Taman Hutan Rakyat sebanyak 16 unit
dengan luas 257,49 ribu Ha; Taman Buru sebanyak 14 unit dengan luas 239,39 ribu Ha;
dan Hutan Lindung sebanyak 692 unit dengan luas 34,31 juta Ha.
Dalam rangka pengamanan kawasan konservasi lahan basah, selama tahun 2000
telah dilakukan sosialisasi penataan batas Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang
berada pada wilayah administratif Kabupaten Manokwari. Demikian pula upaya
pelestarian keanekaragaman hayati darat dan laut, perlindungan ekosistem yang rentan
terhadap kerusakan, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati terus
dikembangkan. Untuk mendukung strategi tersebut beberapa propinsi telah menyusun
strategi pengelolaan keanekaragaman hayati untuk wilayahnya.
Selanjutnya, beberapa langkah strategis juga telah dilakukan dalam rangka
menanggulangi penebangan kayu ilegal dalam tahun 2000, yaitu melakukan operasi
intelijen terhadap kegiatan penebangan kayu ilegal dan melaksanakan operasi represif di
wilayah rawan penebangan dan peredaran hasil hutan ilegal secara terpadu, sampai
dengan bulan Agustus 2001 telah ditangani 516 kasus dengan 360 tersangka, dan
ditemukannya barang bukti yaitu sitaan 54,28 ribu meter kubik kayu olahan dan bulat
serta temuan 26,86 ribu meter kubik kayu olahan dan bulat. Selanjutnya juga
dilaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman
Nasional Tanjung Puting
Demikian pula dalam penyelenggaraan Ministerial Conference on Forest Law
Enforcement and Governance di Bali tanggal 1113 September 2001, pertemuan tersebut
telah mengeluarkan deklarasi dan komitmen untuk memberantas penebangan liar,
perdagangan kayu liar dan kejahatan kehutanan lainnya.
Disamping itu, juga telah dilakukan langkah preventif melalui pendekatan sosial
budaya kepada masyarakat di sekitar hutan, dengan berbagai kegiatan seperti program
hutan kemasyarakatan, padat karya, hutan rakyat, HPH bina desa, penempatan pos-pos
penjagaan di sepanjang perbatasan Indonesia Malaysia, dan patroli bersama secara rutin
oleh aparat keamanan dan masyarakat. Penindakan hukum terhadap para pelaku
penebangan kayu ilegal juga telah dilakukan. Dalam tahun 2000 telah dilakukan
pengusutan terhadap 12 orang yang diduga kuat melakukan tindakan penebangan kayu
ilegal di berbagai propinsi.
Sementara itu, kebakaran hutan dan lahan tahun 2000 dan 2001 yang terjadi
masing-masing mencakup areal seluas 29,6 ribu Ha dan 14,6 ribu Ha. Dalam rangka
menanggulangi kebakaran hutan dan lahan tersebut, langkah-langkah yang telah
dilakukan adalah: memberikan peringatan dini terhadap para pihak di wilayah rawan
kebakaran yang sudah diaplikasikan di Kalimantan Timur; memantau dan
mensosialisasikan data titik api melalui berbagai sarana komunikasi di Sumatera dan
Kalimantan; meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan
lahan serta antisipasi musim kemarau panjang melalui kampanye dan dialog; dan
pemantapan brigade kebakaran hutan dengan dilengkapinya sarana dan prasarana
penanggulangan kebakaran hutan.
Disamping itu, pada tahun 2000 juga telah dilakukan pelatihan tenaga terampil
pemadam kebakaran sebanyak 16.680 orang, instruktur nasional sebanyak 58 orang, dan
master trainers sebanyak 305 orang. Dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana
telah disediakan peralatan tangan, semi mekanik dan mekanik, dan dua unit fire fighting
kits; pendirian stasiun penanggulangan kebakaran hutan di 10 lokasi Dinas Kehutanan
dan di lima Taman Nasional yaitu Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Berbak,
Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Gunung Palung, dan di Taman Nasional
Bukit 30. Selanjutnya, telah pula dilakukan penyempurnaan prosedur tetap Fire
Suppression Mobilisation (FSM) di Kalimantan Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Selatan.
Upaya rehabilitasi hutan dan lahan kritis dilakukan melalui kegiatan
pembangunan hutan tanaman industri (HTI), penghijauan, serta pembangunan hutan
rakyat dan hutan kemasyarakatan. Sampai dengan Juni 2001, kawasan hutan produksi
untuk Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) telah mencapai 217 unit,
dengan areal kerja seluas 8,64 juta Ha, yang terdiri dari HTI Pulp sebanyak 27 unit (4,85
juta Ha), HTI Kayu Perkakas sebanyak 89 unit (2,5 ribu Ha), HTI Trans sebanyak 68 unit
(820,23 Ha) dan HTI campuran/perkebunan sebanyak 33 unit (450,69 Ha).
Selanjutnya, kegiatan penghijauan yang pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah
Tingkat II, dalam tahun 2000 dilakukan di 25 propinsi yang mencakup 220 Dati II. Hasil
yang dilakukan meliputi penanaman input langsung 42,43 ribu Ha, pemeliharaan pertama
12,38 ribu Ha, penghijauan areal dampak 445,71 Ha, dan penghijauan swadaya 23,47
ribu Ha. Dalam rangka kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis tersebut juga telah
dilakukan rehabilitasi hutan bakau yang rusak yang mencakup areal seluas 3,12 ribu Ha,
dan bantuan bibit untuk areal dampak sebanyak 898 ribu batang; serta penyelenggaraan
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Kredit Usaha Tani Konservasi (KUK DAS). Dalam rangka pembangunan hutan
kemasyarakatan telah dikeluarkan izin bagi kelompok masyarakat yang tergabung dalam
wadah koperasi, sebanyak 19 koperasi dengan areal seluas 58,87 ribu Ha.
Untuk mendukung penyediaan pangan lokal dan pemanfaatan lahan-lahan
kosong, telah dikembangkan hutan cadangan pangan di beberapa daerah. Dalam tahun
2000 pengembangan usaha hutan cadangan pangan dan tanaman obat dilakukan melalui
penyediaan bibit siap tanam sebanyak 6,84 juta batang di 26 propinsi; pelaksanaan
kegiatan pemanfaatan lahan dibawah tegakan hutan melalui usaha tani wanafarma seluas
4.950 Ha di 16 propinsi; dan pelaksanaan pelatihan kepada petani dibidang hutan
cadangan pangan dan tanaman obat sebanyak 780 orang di 26 propinsi.
Selanjutnya, kegiatan yang telah dilakukan berkaitan dengan keanekaragaman dan
keamanan hayati di antaranya adalah penyiapan berbagai perangkat kebijakan dalam hal
akses dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan sumber daya genetik,
tindak lanjut protokol keamanan hayati (Cartagena Protocol) serta pengendalian invasi
jenis asing ke Indonesia. Sejalan dengan itu, dalam tahun 2000 telah dilakukan
penyusunan sejumlah peraturan, seperti: (1) Pedoman Teknis Pengendalian Pemanfaatan
Spesies Hasil Rekayasa Genetik; (2) Pedoman Teknis Pengendalian dan Pemulihan
Kerusakan Ekosistem Strategis; (3) Pedoman Teknis Pengendalian Penurunan dan
Pemulihan Populasi Elang Jawa, Buaya dan Rusa; (4) Pedoman Teknis Pengendalian
Penurunan dan Pemulihan Populasi Cendana, Tengkawang dan Bambu. Selanjutnya,
telah pula dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa.
Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan
Hidup
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam
upaya mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, dan pemulihan kualitas
lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, kegiatan
industri perkotaan maupun domestik, serta transportasi. Sasaran program ini adalah
tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan.
Dalam upaya pengendalian pencemaran air telah dilakukan langkah-langkah
koordinasi untuk menyusun Rencana Induk PROKASIH 2005; Pedoman Penyusunan
Program Kerja Daerah PROKASIH 2005; masukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor
20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air; menyusun Panduan Kerja Teknis
Kegiatan PROKASIH di daerah; dan memberikan dukungan dan bimbingan teknis ke 17
propinsi, terutama untuk pengolahan data.
Pada tahun 2000 telah diadakan kegiatan pemantauan ekosistem bumi khususnya
kegiatan pemantauan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mencegah
perusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Kegiatan tersebut termasuk pemantauan
kondisi terumbu karang di Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi; kondisi hutan bakau di
Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dalam rangka penyelamatan lingkungan dari limbah
radioaktif, telah diadakan upaya pengawasan langsung terhadap limbah radioaktif rumah
sakit, fasilitas kesehatan dan industri, serta penyusunan data dasar pengawasan
keselamatan radiasi.
Dalam rangka pengendalian pencemaran limbah domestik dan perkotaan serta
limbah pertanian dan perkebunan telah dilakukan upaya memperbaiki konsep Pedoman
Umum dan Pedoman Pelaksanaan Sistem Evaluasi Kebersihan dan Kesehatan
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Lingkungan, menyusun Pedoman Umum, Pedoman Pelaksanaan, Kriteria Kebersihan dan
Kesehatan Lingkungan di kawasan perkotaan; dan melakukan uji-coba sistem selfassesment untuk kota-kota Surabaya, Bukittinggi, Denpasar, Bogor, Balikpapan dan
Samarinda terutama untuk Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam program
Adipura.
Selanjutnya, pengendalian pencemaran udara telah dilakukan peningkatan
Program Langit Biru dari sumber bergerak (transportasi) dan tidak bergerak (industri).
Pengurangan pencemaran timbal dari kendaraan bermotor terus diupayakan dan untuk
wilayah DKI Jakarta pemasokan bensin tanpa timbal diberlakukan pada 1 Juli 2001
sedangkan untuk wilayah lainnya pada tahun 2003. Dalam upaya pengendalian
pencemaran udara dari sumber tidak bergerak telah dilakukan pemantauan terhadap
persyaratan teknis alat pengendalian pencemaran udara bagi industri, pengukuran mutu
emisi cerobong industri dan pemantauan kualitas udara ambien di 10 kota besar. Selain
itu juga memberi masukan teknis untuk rancangan baku mutu emisi untuk industri baru
(minyak dan gas, pabrik pupuk fosfat, urea, amonium sulfat, asam fosfat serta majemukNPK), dan memberi masukan teknis untuk rancangan peraturan pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Dalam kaitan dengan emisi gas rumah kaca, terdapat dokumen strategi Antisipasi
Dampak Perubahan Iklim Gas Rumah Kaca terhadap lingkungan di Indonesia dan saat ini
sedang dilakukan studi strategi nasional Clean Development Mechanism (CDM) serta
alternatif-alternatif penggunaan bahan bakar selain fosil. Khusus deposisi asam telah
dilakukan persiapan Jaringan Kerjasama Pemantauan Deposisi Asam Asia Timur
(EANET=East Asia Network on Acid Deposition Monitoring). Untuk mengganti bahan
perusak lapisan ozon (BPO) telah dimanfaatkan dana hibah dari Multilateral Fund (MF),
dan terus dilakukan pengawasan penggunaan CFC tanpa izin. Sebagai bagian dari
penerapan pembangunan berkelanjutan, Agenda 21 sektoral untuk bidang pertambangan,
energi, permukiman dan pariwisata di tingkat nasional telah diluncurkan dan pada saat ini
dalam proses sosialisasi. Beberapa daerah telah memiliki Agenda 21 lokal dan
pemerintah terus melakukan bimbingan teknis penyusunan Agenda 21 ini.
Untuk mendukung upaya minimasi limbah telah dilakukan penggunaan prinsipprinsip pencegahan melalui teknologi produksi bersih dan daur ulang. Penerapan
produksi bersih telah dilakukan terutama untuk agroindustri melalui penyelenggaraan
proyek percontohan di beberapa industri gula sebagai demo proyek, serta penyusunan
buku panduan pelaksanaannya. Dalam rangka mendorong pemanfaatan limbah melalui
daur ulang telah dilakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam
kegiatan swakelola yang menerapkan prinsip 4R (reuse, recovery, reduce dan recycle).
Dalam hal pengintegrasian biaya lingkungan terhadap biaya produksi telah
dilakukan kegiatan sosialisasi internalisasi aspek lingkungan dalam perdagangan
terutama mengantisipasi diberlakukannya AFTA tahun 2003, penggunaan pendekatan
instrumen ekonomi, berupa retribusi, pajak atau denda bagi penghasil limbah yang
didasarkan pada prinsip pencemar bayar (poluter pays principle). Selain itu, juga sedang
dilakukan kajian penerapan mekanisme instrumen pasar untuk mendukung penggunaan
produk hijau.
Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem
hukum, perangkat hukum dan kebijakan, mengembangkan kelembagaan serta
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan.
Dalam aspek kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup tersebut, telah
dilakukan pembentukan dan penguatan kelembagaan lingkungan daerah serta
pengembangan mekanisme kelembagaan lingkungan hidup lintas sektoral. Hingga
Agustus 2000 telah terbentuk 26 Bapedalda propinsi dan 163 Bapedalda kabupaten/kota.
Kelembagaan Bapedalda propinsi telah diperkuat dengan laboratorium lingkungan yang
telah diadakan di 26 propinsi. Selain itu telah dilakukan peningkatan kapasitas
kelembagaan melalui pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia aparatur
pemerintah pengelola lingkungan hidup.
Penyusunan rancangan undang-undang (RUU) pengelolaan sumber daya alam
berikut perangkat peraturannya, pada saat ini telah sampai pada tahap penyelesaian
Naskah Akademis. Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyusunan RUU
tersebut, sejak awal tahap inisiasi telah dikembangkan forum konsultasi publik baik
secara nasional maupun lokal yang keseluruhannya akan diselesaikan dalam tahun 2001.
Demikian pula dalam penyusunan rancangan RUU Pengelolaan Kawasan Pesisir,
pada saat ini sedang dalam proses konsultasi publik, dan untuk putaran pertama telah
dilakukan di Balikpapan, Manado, dan Jakarta. Disamping itu, untuk melengkapi
peraturan yang lebih operasional terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang AMDAL, telah dikeluarkan Keputusan Meneg LH Nomor 40, 41,
dan 42 Tahun 2000 sebagai pedoman pelaksanaan di lapangan.
Selain itu, berkaitan dengan penebangan kayu ilegal maka telah diterbitkan Inpres
Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan Peredaran
Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting.
Untuk melindungi kepunahan kayu ramin (gonystylus spp), telah dihentikan sementara
kegiatan penebangan dan perdagangan kayu ramin, hal itu telah dituangkan dalam Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 127/Kpts-V/2001 tanggal 11 April 2001. Pedoman
Umum Pengembangan Daerah Penyangga Taman Nasional yang dapat digunakan
sebagai acuan bagi daerah untuk membangun masyarakat yang berada di daerah
penyangga, juga telah selesai disusun.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan prinsip-prinsip keadilan dan penerapan
disinsentif bagi penggunaan sumber daya hutan, telah dikembangkan tarif Iuran Hak
Pengusahaan Hutan (IHPH) Progresif untuk areal HPH dengan luas lebih dari 100 ribu
Ha.
Dalam rangka pelaksanaan program-program sukarela, seperti sistem manajemen
dan kinerja lingkungan (ISO-14000 dan ekolabeling) bagi perusahaan industri dan jasa
agar dapat bersaing di tingkat internasional, telah dilakukan penyusunan rancangan
Pedoman Sertifikasi Ekolabel bagi lembaga sertifikasi, serta rancangan Pembentukan
Komite Ekolabel Indonesia yang telah sampai pada tahap revisi di tingkat Badan
Standardisasi Nasional. Dalam pengembangan system manajemen lingkungan telah
dihimpun data dasar terhadap 71 perusahaan yang telah mendapat sertifikat ISO 14001,
12 lembaga sertifikasi ISO 14001 yang beroperasi di Indonesia, 30 personel auditor
lingkungan baik yang bersertifikat maupun yang hanya mengikuti kursus terakreditasi.
Disamping itu, telah dihimpun 116 SNI (Standar Nasional Indonesia) yang berkaitan
dengan lingkungan hidup, yakni SNI Udara, pengujian kualitas air sumber dan limbah
cair, kesehatan dan keselamatan kerja, kecelakaan, alat kebakaran, perlindungan diri dan
sampah, sistem manajemen lingkungan dan audit.
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


Berkaitan dengan penanganan kasus lingkungan hidup, pada saat ini telah dikelola
dan diproses 500 pengaduan atau pelaporan kasus lingkungan dari masyarakat. Dari
kasus-kasus tersebut telah ditindak-lanjuti sebanyak 80 persen diteruskan kepada daerah
bersangkutan, dan sisanya ditangani oleh pusat. Di samping itu telah dilakukan
penyusunan dan pembahasan berbagai pedoman penyelesaian sengketa lingkungan di
luar pengadilan meliputi pembentukan lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian
sengketa lingkungan; pembentukan sekretariat lembaga penyedia jasa penyelesaian
sengketa lingkungan; pengangkatan dan pemberhentian arbiter dan mediator/pihak ketiga
lainnya; serta pedoman tata cara permohonan pengaduan penyelesaian sengketa
lingkungan di luar pengadilan.
Sementara itu, untuk menekan kerugian negara yang disebabkan oleh pelanggaran
kapal penangkap ikan asing yang berbendera Indonesia, maka telah dibentuk Tim
Terpadu Penanggulangan Penyalahgunaan Perizinan Usaha Perikanan, yang
keanggotaannya terdiri dari berbagai instansi. Selanjutnya, untuk meningkatkan
pengawasan dan pengendalian kapal-kapal ikan juga telah direncanakan pengembangan
Vessel Monitoring System/Monitoring Controlling and Surveillance (VMS/MCS). Dalam
rangka kerjasama regional untuk pencegahan penangkapan ikan secara ilegal serta
menegakkan ketaatan terhadap ketentuan pengelolaan perikanan serta sistem pelaporan,
pada tanggal 1 Maret 2001, Indonesia telah ikut menyepakati International Plan of
Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.
Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Pelestarian Lingkungan Hidup
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam pelaksanaan program
ini pada tahun 2000 adalah: peningkatan jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang
peduli dan mampu terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan; serta
pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan
lingkungan hidup melalui pendekatan keagamaan, adat, dan budaya.
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal telah diselenggarakan dan
difasilitasi berbagai pelatihan untuk meningkatkan kepedulian lingkungan di kalangan
masyarakat, seperti pelatihan pengendalian kerusakan hutan bakau bagi LSM dari 8
propinsi di Sumatera; serta pelatihan lingkungan hidup untuk para guru, mubaligh dan
mubalighah di Riau dan Sulawesi. Disamping itu, juga telah disiapkan modul-modul
pendidikan dan rencana pendidikan lingkungan hidup untuk 1.200 sekolah kejuruan
negeri beserta kegiatan monitoring, evaluasi pelaksanaan, serta penyuluhan bagi guruguru Sekolah Menengah Kejuruan.
Sejalan dengan upaya peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya alam, dalam bidang kehutanan telah dikembangkan kredit usaha hutan
rakyat (KUHR) kepada masyarakat. Sampai tahun 2000 jumlah dana kredit yang telah
disalurkan dalam rangka pengembangan hutan rakyat pola kemitraan sebesar Rp 107,6
milyar untuk areal seluas 46,7 ribu Ha dengan jumlah petani peserta sebanyak 45 ribu
orang. Disamping itu, di beberapa daerah penyangga taman nasional telah dikembangkan
program-program pemberdayaan masyarakat agar mereka mempunyai alternatif
pendapatan yang diselaraskan dengan kelestarian kawasan konservasi yang ada.
Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kawasan
konservasi, dilakukan kegiatan pengembangan bina cinta alam bagi para pemuda kader
Page xxvii

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN


konservasi dengan tujuan agar mereka dapat menyampaikan pentingnya konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya kepada masyarakat. Pada tahun 2000 telah
dilaksanakan pembentukan kader konservasi sebanyak 92 orang di Jawa Tengah dan Jawa
Barat; kader konservasi tingkat pemula sebanyak 115 orang di Kepulauan Seribu dan
Nusa Tenggara Barat; kader konservasi tingkat madya sebanyak 60 orang di Sulawesi
Selatan; kader konservasi dan kelompok pecinta alam sebanyak 145 orang di Taman
Nasional Ujung Kulon dan Nusa Tenggara Barat; pembinaan generasi muda Saka Wana
Bakti sebanyak 40 orang di Sulawesi Selatan; pendidikan pembentukan kelompok Bina
Wisata Alam di Pulau Datok sebanyak 30 orang di Taman Nasional Gunung PalungKalimantan Barat; pendidikan lingkungan bagi guru dan siswa SLTP dan SMU sebanyak
126 orang di Taman Nasional Gunung Palung-Kalimantan Barat.
Dalam pengembangan pola kemitraan dengan lembaga masyarakat dilakukan
perintisan pola kemitraan usaha kecil dan menengah untuk memanfaatkan bahan baku
dan produk ramah lingkungan, pengembangan kewirausahaan masyarakat rentan melalui
introduksi kegiatan usaha ramah lingkungan dan pemanfaatan limbah pertanian dan hasil
hutan non kayu, serta perumusan bahan-bahan kebijakan untuk perlindungan dan
pemberdayaan masyarakat rentan khususnya Komunitas Adat Terpencil (KAT). Untuk
mempertahankan kearifan tradisional dalam melestarikan lingkungan telah dilakukan
inventarisasi dan dokumentasi dalam wujud buku "Bunga Rampai Kearifan Lingkungan"
dari berbagai kategori masyarakat yaitu pesisir, pedalaman dan pertanian menetap. Untuk
meningkatkan peran perempuan dan kesetaraan gender, upaya yang dilakukan adalah
penyebarluasan informasi peran, hak, dan kesempatan perempuan dalam pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan kepada masyarakat lokal.

Page xxvii

Anda mungkin juga menyukai