Anda di halaman 1dari 6

BISNIS APOTEK

Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis.
Strategi pemasaran ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat
2. Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan sosial/budaya.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk pemasaran (dari sudut pandang penjual):
1. Tempat yang strategis (place),
2. Produk yang bermutu (product),
3. Harga yang kompetitif (price), dan
4. Promosi yang gencar (promotion).
Dari sudut pandang konsumen:
1. Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and wants),
2. Biaya konsumen (cost to the customer),
3. Kenyamanan (convenience), dan
4. Komunikasi (comunication).
Saat ini ada satu strategi pemasaran yang sedang gencar dilakukan oleh banyak orang, yaitu
berpromosi online melalui website. Anggaplah website adalah markas besar untuk bisnis Apotek
Anda. Maka dengan adanya website, melalui cara-cara promosi yang akan segera kami
sebutkan ini, Anda akan mempromosikan website sekaligus mempromosikan usaha Apotek.
Dimana di website tersebut akan berisi produk, harga, layanan, alamat, testimoni, dan lain
sebagainya. Mengapa demikian? Karena seharusnya website akan mendukung bisnis Apotek
jika diintegrasikan antara promosi offline dan online.
Berikut beberapa alasan mengapa promosi website untuk Apotek perlu juga dilakukan secara
offline dan online:
1. Tidak semua calon konsumen potensial memiliki waktu untuk mencari website Anda,
bahkan mungkin tidak mau susah-susah mencari. Ketika website Anda diingat pertama
kali, maka mereka akan mencari cara untuk dapat mengakses website Anda dan jika
beruntung, terjadilah transaksi.
2. Tidak semua orang yang biasa menggunakan internet sekalipun mengerti cara
memanfaatkan search engine untuk memenuhi kebutuhan mereka, bahkan mungkin
tetap bertanya orang di sekitar mereka. Sehingga, jika Anda beruntung website Anda-lah
yang akan diakses, dan terjadilah transaksi.
3. Kini untuk menaikkan ranking di search engine sudah semakin ketat persaingannya
sehingga kecil kemungkinan bagi calon konsumen untuk menemukan website Anda. Jika
website Anda sudah ada di benak mereka, maka mereka tidak perlu lagi mencari apa
yang mereka butuhkan melalui search engine.
4. Hukum probablilitas untuk pemasaran berlaku. Semakin banyak orang mengenal website
Anda melalui berbagai macam cara promosi, maka akan semakin banyak calon-calon
konsumen yang akan menjadi konsumen serius.
5. Dimana ada kesempatan bertemu dengan kesiapan, disitulah keberuntungan berada.
Ungkapan ini mungkin cocok bagi Anda yang mempromosikan website melalui berbagai
macam cara.
6. Promosi (menurut Wikipedia) adalah upaya untuk memberitahukan atau menawarkan
produk atau jasa pada dengan tujuan menarik calon konsumen untuk membeli atau
mengkonsumsinya. Dengan adanya promosi, produsen atau distributor mengharapkan
kenaikannya angka penjualan. Tujuan promosi diantaranya adalah:

1. Menyebarkan informasi produk kepada target pasar potensial


2. Untuk mendapatkan kenaikan penjualan dan profit/laba
3. Untuk mendapatkan konsumen baru dan menjaga kesetiaan konsumen
4. Untuk menjaga kestabilan penjualan ketika terjadi lesu pasar
5. Membedakan serta mengunggulkan produk dibanding produk pesaing
6. Membentuk citra produk di mata konsumen sesuai dengan yang diinginkan.
7. Mengubah tingkah laku dan pendapat konsumen.
7. Nah, dari ketujuh tujuan promosi diatas, berikut adalah 50 teknik promosi website yang
nantinya akan berisi profil bisnis Apotek Anda. Sehingga, begitu mereka mengakses
website Anda, Anda juga sekaligus mempromosikan usaha Apotek Anda di website
tersebut.
8. Ketika melakukan aktivitas promosi yang kami sebutkan dibawah, jangan lupa untuk
selalu memberitahukan alamat website Anda ke calon konsumen Anda.
9. 1. Memasang iklan baris di koran.
2. Memasang iklan di buku telepon (yellow pages).
3. Menyebarkan katalog promosi dan iklan di pusat perkulakan.
4. Mendekati calon konsumen lewat telepon secara aktif.
5. Mendatangi langsung konsumen yang potensial.
6. Berpromosi lewat surat (direct mail).
7. Menjadi pembicara di seminar, dan bicarakan hal-hal yang hanya dikuasai.
8. Menjadi pembicara tamu acara dialog di radio.
9. Membuat data konsumen lengkap dengan alamat dan kontaknya. Jaga terus agar
tetap up to date.
10. Membangun citra perusahaan dengan kop surat yang menarik.
11. Merancang brosur yang menjelaskan keuntungan produk.
12. Mengembangkan cara pemesanan lewat jarak jauh (delivery) seperti lewat surat,
email, SMS, Telpon, BBM atau media lainnya
13. Membuat tempat khusus untuk memamerkan usaha Apotek
14. Merancang pemasaran jarak jauh (telemarketing)
15. Membuat logo perusahaan sesuai dengan citra yang dibangun
16. Menerbitkan bulletin yang berkaitan dengan usaha yang dimiliki, paling tidak 3 bulan
sekali
17. Mencetak kalender dan membagikannya sebagai souvenir.
18. Membuat kampanye sosial yang berkaitan dengan bisnis Apotek.
19. Membuat stiker dengan logo dan slogan perusahaan dan membagikannya
20. Membuat kaos dengan logo dan nama perusahaan lalu membagikannya.
21. Menjajaki promosi dengan perusahaan lain yang bukan pesaing.
22. Memasang iklan di media cetak mingguan atau bulanan seperti majalah, bulletin,
atau tabloid.
23. Memanfaatkan promosi patungan untuk menghemat biaya promosi
24. Berterimakasih pada konsumen dengan mengirimi surat
25. Menjaga hubungan dengan konsumen dengan mengirimkan kartu ucapan
26. Memasang profil perusahaan di Koran dan majalah yang biasa di baca calon
konsumen sasaran
27. Menyewa agen periklanan atau humas (Public Relation)
28. Menyelenggarakan kontes atau sayembara yang bersifat promosi
29. Menyelenggarakan seminar yang khusus membahas produk atau jasa yang ada di
perusahaan
30. Menyelipkan brosur, katalog promosi atau bahan promosi lain ke dalam tagihan yang
dikirim
31. Mencari calon konsumen di pameran-pameran.
32. Mencari calon konsumen di perkumpulan atau komunitas yang berhubungan dengan
bisnis Apotek
33. Menari calon konsumen di seminar-seminar.
34. Mencari konsumen potensial di majalah atau koran
35. Mengemas brosur, daftar harga, dan surat menyurat dalam tempat khusus untuk
konsumen.

36. Memasang papan penunjuk yang mengarahkan ke kantor Anda.


37. Menyebarkan brosur yang diselipkan di wiper kaca mobil.
38. Mencetak kalimat bersifat promosi pada kertas promosi atau amplop.
39. Memasang logo dan nama perusahaan di kendaraan perusahaan.
40. Membuat daftar produk, lengkap dengan gambar.
41. Menyiapkan video tentang profil perusahaan.
42. Menyiapkan proposal yang ditawarkan untuk mengantisipasi kebutuhan konsumen.
43. Menyiapkan contoh produk gratisan.
44. Menyediakan kesempatan pada calon konsumen untuk melihat-lihat proses produksi.
45. Mensponsori acara amal.
46. Menyebarkan kartu nama ke kenalan, saudara, teman, atau siapa saja.
47. Membuat mug dan membagikannya sebagai cinderamata
48. Membuat topi sebagai hadiah
49. Menerbangkan balon berisi logo perusahaan pada acara-acara tertentu
50. Beriklan di media elektronik seperti radio dan televisi
51. Pasang papan iklan di reklame, halte bus, dan tempat-tempat strategis
Konsumen dibiasakan mentalnya memilih apotek berdasarkan tinggi rendahnya harga obat yang ditawarkan
apotek. Di level tersebut konsumen sangat mudah berpindah bila ada perbedaan harga. Guna mengatasi
masalah persaingan tersebut, tentulah banyak teori yang dapat dijadikan landasan praktek. Salah satunya teori
terkait dengan Customer Leadership. Pembeli adalah Raja, begitu kata sebuah pepatah. Pembeli adalah
Dewa, kali ini pepatah Jepang mengamininya. Mencari tahu apa yang konsumen inginkan dan memberikannya
kepada mereka, begitulah sederhananya konsep dasar Customer Leadership. Konteks Customer Leadership
yang dimaksudkan disini tentulah lebih dari sekedar strategi pemasaran dengan memberikan harga murah
sesuai dengan keinginan konsummen. Dalam penerapan konsep tersebut, salah satunya faktor yang penting
untuk diterapkan adalah services quality and values for customer. Pertama, dari aspek sarana dan prasarana
apotek harus menjadi tempat yang nyaman, leluasa, serta ramah bagi konsumen. Personifikasi dari nyaman,
leluasa, serta ramah bagi konsumen yang dimaksudkan disini adalah bagaimana menciptakan apotek dari sisi
tata letak, pencahayaan, serta tata ruang sehingga pengunjung --yang bisa saja bukan pasien atau konsumen,
melainkan pengantar atau keluarga-- menjadi betah dan merasa diterima dengan baik. Percaya atau tidak,
kesan pertama yang menjadi sentuhan awal ( first touch) ini memberikan efek psikologis lebih dibandingkan
dengan suasana yang terkesan kaku dan formal. Kita tentu familiar dengan jargon commercial break yang
bunyinya Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda kan? Kedua, dari aspek pelayanan.
Pelayanan yang efektif dan efisien baik dari pihak apoteker maupun asisten apoteker akan memberikan
sentuhan personal yang membuat konsumen percaya (trust) dengan sistem pelayanan di apotek. Sifat
kepercayaan (trust) ini akan menghasilkan loyalitas ( loyalty) konsumen terhadap apotek yang bersangkutan.
Senyuman manis, pelayanan ramah, dan penjelasan yang komunikatif serta mudah untuk dipahami oleh
konsumen akan membuat konsumen merasa diterima dengan baik dan tentunya dimanusiakan. Dalam
perkembangan pelayanan kefarmasian saat sendiri, dikenal istilah Pharmaceutical Care atau Asuhan
Kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Dalam konteks
pelayanan di apotek sendiri, hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Penerapan asuhan kefarmasian
kepada konsumen adalah bentuk penciptaan nilai dan ini sangat erat kaitannya dengan esensi bisnis yang paling
mendasar, yaitu value creation. Konsumen akan menghargai barang atau jasa yang mereka dapatkan dari
seberapa besar nilai yang mereka peroleh. Contoh sederhananya, bukankah konsumen rela membayar
secangkir kopi seharga Rp 25.000,- hingga Rp 50.000,- di Starbuck Coffee ? Secara konsep marketing,
penerapan asuhan kefarmasian sendiri adalah bentuk lain dari konsep emotional intelligent --sebagaimana
paparan di awal soal first touch. Pasien atau konsumen diperlakukan sedemikian rupa sehingga tersentuh
hatinya. Misalnya dengan pendekatan personal yang lebih intensif. Konsumen disapa dengan menyebut
namanya. Memberikan pelayanan pengambilan resep dan pengantaran obat ke rumah pasien. Pasien ditelpon
untuk memantau perkembangan kesehatannya. Apoteker melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan kronis dengan membuat
catatan pengobatan (medication record) --sebagaimana konsep residensial (home care) yang juga tertuang
dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Demikian pula dengan upaya-upaya lain yang membangkitkan
emosi positif konsumen. Melalui cara ini meski harga jual lebih mahal dibanding apotek yang lain, tetapi tetap
dipilih konsumen. Alasannya sebab konsumen sudah memiliki ikatan emosional dengan apoteknya. Lebih dari
konsep marketing emotional intelligent, apotek juga dituntut untuk mengembangkannya ke pendekatan spiritual

intelligent. Aktivitas apotek harus dilakukan berlandaskan nilai-nilai universal seperti kasih dan ketulusan. Model
untuk pendekatan ini adalah valubes-driven marketing. Wujudnya akan terlihat dari seberapa dalam hubungan
hubungan apotek baik itu dengan konsumen maupun stakeholder-nya. Wujud spiritualisme yang dimaksudkan
disini adalah bagaimana mencintai jejaring stakeholderapotek dan menjunjung tinggi kejujuran. Jika sudah
sampai tahap spiritual sedemikian itu, hubungan antara apotek dengan siapapun yang berkepentingan baik itu
konsumen, karyawan, maupun supplier akan langgeng terus. Strategi marketing yang demikian ini sendiri
menuntut keterlibatan apoteker secara langsung. Banyak hal-hal yang berkaitan dengan konsumen yang pada
faktanya tidak bisa didelegasikan sekedar kepada para karyawan dan asisten apoteker. Proses skrining resep,
pemberian asuhan kefarmasian, serta aktivitas lain dalam upaya mempertontonkan bentuk kasih dan ketulusan
kepada konsumen akan lebih efektif bila dikerjakan langsung oleh apoteker. Secara tidak langsung hal ini
tentulah mengembalikan kesejatian apotek sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Selainnya, ini juga bentuk penerapan konsep No Pharmacist, No
Service.

5 HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN

1. Responsiveness ( Tingkat Ketanggapan)


Kecepatan pelayanan obat dan kecepatan pelayanan kasir adalah variabel
pertama yang harus dapat dikuantifikasi dalam standar konsumen Indonesia.

2. Reliability ( Tingkat Kehandalan)


Faktor pemberikan informasi obat oleh petugas apotek, dalam hal ini kejelasan
informasi tentang fungsionalitas berikut detail obat dalam pandangan
konsumen.

3. Assurance ( Jaminan )
Faktor berikut meliputi ketersediaan stok dan harga komoditas obat bagi
konsumen. Aspek ini dapat diperluas ke dalam pelayanan purna jual dengan
menggunakan basis data konsumen ( riwayat konsumen)

4. Emphaty ( Empati)
Faktor ini berkaitan dengan model interaksi personal pihak pengelola apotek
dengan pasien berupa metode pelayanan di tempat dan pembinaan hubungan
jangka panjang, ( Asertif). Faktor ini akan sangat berpengaruh terhadap loyalitas
yang ditunjang oleh unsur kepuasan emosional konsumen.

5. Tangibles ( Bukti Fisik)


Faktor fisik yang dapat dirasakan langsung oleh pasien berupa kenyaman dan
kebersihan ruang tunggu, tempat duduk, serta ketersediaan faktor rekreatif bagi
konsumen semacam TV, koran, atau hot spot internet.

Faktor faktor diatas membutuhkan pengaturan optimal untuk menghasilkan


produktivitas pelayanan konsumen terbaik dan profitabilitas jangka panjang
untuk kesinambungan serta perkembangan bisnis apotek
FAKTOR YANG HARUS DIKENDALIKAN
1. Internal Bisnis

Internal bisnis meliputi

a. Manajemen Stok
Manajemen persediaan menjadi penting karena persediaan
yang terlalu
banyak menjadikan kelebihan working capital disebabkan over-stock. Over-stock
tersebut lama kelamaan akan menjadi dead-stock karena
usang, kadaluwarsa,
perubahan selera, atau sebab lainnya. Sementara persediaan yang terlalu sedikit
justru mengakibatkan lost of opportunity atau lost of sales.

b. Manajemen Sumber Daya Manusia


Apotek memiliki waktu interaksi dengan konsumen sebagai variabel penunjang
produktivitas. Sikap dan budaya yang dibentukkan kepada karyawan terhadap
konsumen akan sangat signifikan mempengaruhi tingkat
persepsi positif
konsumen terhadap apotek. Persepsi positif berkorelasi terhadap loyalitas di luar
faktor harga dan ketersediaan stok.

c. Manajemen Finansial
Apotek memiliki kesamaan mekanisme keuangan internal dengan ritel. Kekuatan
ritel adalah : detail. Pastikan bahwa pos yang menjadi cost dan pos profit benarbenar dapat teridentifikasi oleh manajer finansial.
Keefektifan manajemen
finansial akan sangat berpengaruh terhadap profitabilitas apotek, ini berkorelasi
dengan komoditas apotek yang segmented pada obat, berbeda dengan ritel
konvensional semacam mart.

2. Layanan Konsumen dan Pemeliharaan Jaringan

Layanan konsumen dan pemeliharaan jaringan meliputi :

a. Pemeliharaan Basis Data Konsumen ( Database Maintenance)


Manajemen apotek direkomendasikan untuk memiliki basis data meliputi :
Riwayat kesehatan, riwayat pembelian,serta alamat dan kontak pasien. Ini akan
sangat membantu dalam melakukan tindak lanjut setiap
pelayanan purna
jual obat. Jika apotek dalam sebuah kompleks perumahan, bahkan bisa
dijalankan pelayanan pengiriman obat langsung ( Delivery Service).

b. Pemeliharaan Jaringan ( Network Maintenance)


Manajemen apotek jika memiliki target jangka panjang untuk mengembangkan
unit ditribusi solid, direkomendasikan untuk membangun jejaring apotek
kawasan. Semakin besar dan solid jejaring ini, kemungkinan untuk terjadi
peningkatan produktivitas dan profitabilitas akan semakin signifikan. Dari aspek
produktivitas, manajemen stok akan menjadi lebih efisien karena terjadi aliran
stok likuid antar apotek dalam satu kawasan. Selain itu dari segi konsumen juga
akan lebih membantu kemudahan mendapatkan produk dengan disparitas harga
tidak signifikan.

Manajemen apotek memiliki fokus lebih pada aspek servis konsumen di tempat
dan purna jual.

Jejaring dengan dokter direkomendasikan untuk dibangun melihat signifikansi


posisi dokter sebagai pihak yang merekomendasikan obat resep langsung ke
mereknya. Secara aspek legalitas profesi hal semacam ini memang sangat
diragukan, namun melihat prospek pasar konsumen obat ke depan dan sikap
lembaga yang memiliki otoritas tidak melakukan tindakan apapun, praktek
semacam ini akan menjadi kelaziman dalam jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai