Oleh :
Johanness Ephan Bagus Kurnia
G99152087
Rindy Saputri
G99151044
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. T
Umur
: 46 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Buruh
Agama
: Islam
Alamat
: Sarawangan, Depok
Tanggal masuk
: 3 Desember 2016
: 013459xx
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri pada wajah setelah KLL
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri pada wajah setelah KLL 27 jam SMRS.
Awalnya pasien sedang naik motor dengan menggunakan helm namun
akibat jalan licin, motor pasien terpeleset sehingga pasien jatuh dengan
muka membentur aspal. Pingsan setelah kejadian disangkal. Pasien juga
mengeluhkan muntah satu jam setelah kejadian. Muntah berisi darah
bercampur dengan air namun pasien tidak dapat mengira berapa banyak
jumlah muntahan. Pasien kemudian dibawa ke RSUD tangerang dan
diberi obat-obatan, namun oleh keluarga diminta rujukan ke RSDM
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat ASMA
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Mondok
:disangkal
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat ASMA
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Minum alcohol
: disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
: 110/80 mmHg
Temperature
: 36,6 C
Heart Rate
:91x/ menit
Respiration Rate
: 22x/mnt
Saturasi O2
: 99 %
3. General Survey
a. Kepala
: mesocephal
b. Mata
(-)
d. Hidung
e. Mulut
: gusi berdarah (+), gigi tanggal (+) lidah kotor (-), jejas
(+), mukosa basah (+), maxilla goyang (+), mandibula goyang (+),
pelo (+)
f. Leher
h. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
i. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
Auskultasi
j. Abdomen
Inspeksi
: distended (-)
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
k. Ekstremitas
:
akral dingin
-
oedem
-
2. Palpasi
Nyeri tekan (+), teraba diskontinuitas pada os mandibula dextra, dan os
maxilla dextra
E. ASSEESSMENT I
F. PLAN I
Diagnosis
1. Cek Darah lengkap
2. Foto rontgen thorax
3. Foto rontgen thoraco lumbal
4. Msct Brain
Terapi
1. Head up 30
2. Oksigenasi 3 lpm
3. Infus Nacl 0,9 % 20 tpm
4. Inj Ranitidine 50mg/12jam
5. Inj metamizole 1 gr/ 8 jam
Monitoring
1. Keadaan umum dan vital sign
Edukasi
1. Oral hygine
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah (03/12/2016)
Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hemostasis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
GDS
Creatinin
Albumin
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
Serologi Hepatitis
HbsAg
Hasil
Satuan
Rujukan
13.6
40
18.2
194
4.53
g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l
13,5 17.5
33 45
4.5 11
150 450
4.50 5.90
13.7
25.8
1.110
mg/dl
mg/dl
10 15
20 40
-
143
0,7
34
mg/dl
mg/dl
mg/dl
60-140
0,9-1,3
<50
134
3,6
98
mmol/dl
mmol/dl
mmol/dl
136-145
5,3-5,1
98-106
Nonreaktif
Nonreaktif
MSCT Brain
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
berhubungan
dengan
sejumlah
fungsi
penting
seperti
penglihatan, penciuman, pernafasan, berbicara, dan juga memakan. Fungsifungsi ini sangat terpengaruh pada cedera dan berakibat kepada kualitas hidup
yang buruk (Singh, 2012). Cedera maksilofasial mencakup jaringan lunak dan
tulang-tulang yang membentuk struktur maksilofasial.
B. Epidemiologi
Cedera meliputi 9% dari kematian di dunia dan 12% dari beban
penyakit di dunia pada tahun 2000. Lebih dari 90% kematian di dunia akibat
cedera terjadi di negara berkembang (Devadiga, 2007).
Pasien pria merupakan pasien dengan fraktur maksilofasial tersering
yaitu sebanyak 75,9% di India. Hasil serupa juga didapatkan dari penelitian di
Israel sebanyak 74,2% dan Iran dengan proporsi 4,5 banding 1 untuk pria.
Usia dekade ketiga mendominasi pasien dengan fraktur maksilokranial
(Guruprasad, 2014; Yoffe, 2008; dan Zargar, 2004). Di Indonesia, pasien
fraktur maksilofasial dengan jenis kelamin pria mewakili 81,73% (Muchlis,
2011).
C. Etiologi
Dalam empat dekade terakhir, kejadian fraktur maksilofasial terus
meningkat disebabkan terutama akibat peningkatan kecelakaan lalu lintas dan
kekerasan.
Hubungan
alkohol,
obat-obatan,
mengemudi
mobil,
dan
10
11
2. Fraktur Zygomatikomaksila
Zygomaticomaxillary complex (ZMC) memainkan peran penting
pada struktur, fungsi, dan estetika penampilan dari wajah. ZMC
memberikan kontur pipi normal dan memisahkan isi orbita dari fossa
temporal dan sinus maksilaris. Zygoma merupakan letak dari otot maseter,
dan oleh karena itu berpengaruh terhadap proses mengunyah (Tollefson,
2013).
Fraktur ZMC menunjukkan kerusakan tulang pada empat dinding
penopang
yaitu
zygomaticomaxillary,
frontozygomatic
(FZ),
12
3. Fraktur Nasal
Tulang nasal merupakan tulang yang kecil dan tipis dan merupakan
lokasi fraktur tulang wajah yang paling sering. Fraktur tulang nasal telah
meningkat baik dalam prevalensi maupun keparahan akibat peningkatan
trauma dan kecelakaan lalu lintas (Baek, 2013). Fraktur tulang nasal
mencakup 51,3% dari seluruh fraktur fasial (Haraldson, 2013).
Klasifikasi fraktur tulang nasal terbagi menjadi lima yaitu (Ondik,
2009):
a. Tipe I: Fraktur unilateral ataupun bilateral tanpa adanya deviasi garis
tengah
b. Tipe II: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi garis tengah
c. Tipe III: Pecahnya tulang nasal bilateral dan septum yang bengkok
dengan penopang septal yang utuh
d. Tipe IV: Fraktur unilateral atau bilateral dengan deviasi berat atau
rusaknya garis tengah hidung, sekunder terhadap fraktur septum berat
atau dislokasi septum
e. Tipe V: Cedera berat meliputi laserasi dan trauma dari jaringan lunak,
saddling dari hidung, cedera terbuka, dan robeknya jaringan
13
tulang
nasal
dan sepanjang
maksila
menuju
sutura
14
Dua tipe fraktur maksila non-Le Fort lain relatif umum. Yang
pertama adalah trauma tumpul yang terbatas dan sangat terfokus yang
menghasilkan segmen fraktur yang kecil dan terisolasi. Sering kali, sebuah
palu atau instrumen lain sebagai senjata penyebab. Alveolar ridge, dinding
anterior sinus maksila dan nasomaxillary junction merupakan lokasi yang
umum pada cedera ini. Yang kedua adalah gaya dari submental yang
diarahkan langsung ke superior dapat mengakibatkan beberapa fraktur
vertikal melalui beberapa tulang pendukung horizontal seperti alveolar
ridge, infraorbital rim, dan zygomatic arches (Moe, 2013).
5. Fraktur Mandibula
Mandibula mengelilingi lidah dan merupakan satu-satunya tulang
kranial yang bergerak. Pada mandibula, terdapat gigi-geligi bagian bawah
dan pembuluh darah, otot, serta persarafan. Mandibula merupakan dua
buah tulang yang menyatu menjadi satu pada simfisis (Stewart, 2008).
Mandibula
terhubung
dengan
kranium
pada
persendian
gangguan
mengatupkan
gigi,
ketidakmampuan
mengunyah,
15
sesuai dengan lokasinya dan terdiri dari simfisis, badan, angle, ramus,
kondilar, dan subkondilar (Stewart, 2008).
E. Diagnosis
Diagnosis fraktur fasial ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pendekatan awal terhadap pasien fraktur
maksilofasial sedikit berbeda dengan cedera yang lain. Perhatian harus segera
diarahkan terhadapat saluran pernapasan, adekuatnya ventilasi, dan kontrol
perdarahan eksternal. Sebelum melakukan pemeriksan vital signs, gangguan
saluran pernapasan dan perdarahan yang mengancam jiwa pasien harus
ditangani terlebih dahulu. Setelah itu baru dilakukan pemeriksaan vital signs
dan status neurologis pasien setidaknya mengenai tingkat kesadaran, yaitu
orientasi terhadap waktu dan tempat (Sharabi et al, 2011).
1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan setelah pasien stabil, dapat dilakukan
autoanamnesia bila pasien sadar dan tidak terdapat gangguan berbicara
atau alloanamnesis kepada keluarga/orang yang mengantarkan pasien.
Selain menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu,
keluarga dan alergi, juga ditanyakan etiologi dan mekanisme terjadinya
trauma agar dapat diperkirakan jenis fraktur dan keparahannya. Aspek
yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut : Bagaimana
mekanisme cedera? Apakah pasien kehilangan kesadaran atau mengalami
perubahan status mental? Jika demikian berapa lama? Apakah pasien
memiliki kesulitan bernafas melalui hidung ? Apakah pasien memiliki
16
manifestasi berdarah seperti keluar darah dari hidung atau telinga? Apakah
pasien mengalami kesulitan membuka atau menutup mulut? Apakah
pasien ada merasakan seperti kedudukan gigi tidak normal ?
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya cukup sulit dievaluasi akibat adanya
pembengkakan pada bagian wajah yang menutupi temuan dari
pemeriksaan fisik. Poin-poin pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
antara lain:
a. Periksa kepala dan wajah untuk melihat adanya lecet, bengkak,
ecchymosis, jaringan hilang, luka, dan perdarahan, Periksa luka
terbuka untuk memastikan adanya benda asing seperti pasir, batu
kerikil.
b. Periksa gigi untuk mobilitas, fraktur, atau maloklusi.
c. Palpasi untuk cedera tulang, krepitasi, terutama di daerah pinggiran
supraorbital dan infraorbital, tulang frontal, lengkungan zygomatic,
dan pada artikulasi zygoma dengan tulang frontal, temporal, dan
rahang atas.
d. Periksa
mata
untuk
memastikan
adanya
exophthalmos
atau
17
harus
dilakukan,
serta
menyingkirkan
adanya
perdarahan
intrakranial.
Untuk cedera pada mandibula dapat dilakukan pemeriksaan dengan
pantogram/
panorex.
Pantogram
memberikan
gambaran
secara
18
19
20
DAFTAR PUSTAKA
Akhiwu Benjamin, Kolo Emmanuel Sara, Amole Ibiyinka Olushola. 2016.
Analysis of complication of mandibular fracture. Departments of
Dental and Maxillofacial Surgery, and Otorhinolaryngology, Aminu
Kano Teaching Hospital/Bayero University, Kano,Nigeria
Engin D Arslan, Alper G Solakoglu, Erdal Komut, Cemil Kavalci, Fevzi Yilmaz,
Evvah Karakili, Tamer Durdu, Muge Sonmez. 2014. Assessment of
maxillofacial trauma in emergency department. World Journal of
Emergency Surgery
Erdmann D, Follmar KE, Debruijn M, et al. 2008. A retrospective analysis of
facial fracture etiologies. Ann Plast Surg. 2008;60: 398403.
Furr AM, Schweinfurth JM, May WL. 2006. Factors associated with long-term
complications after repair of mandibular fractures. Laryngoscope
2006;116:427430.
H. Latif. 2014. Prevalence of Different Kinds of Maxillofacial Fractures and
Their Associated Factors Are Surveyed in Patients. Global Journal of
Health Science; Vol. 6, No. 7; 2014
Heike Huempfner-Hierl, Andreas Schaller and Thomas Hierl. 2015. Maxillofacial
fractures and craniocerebral injuries stress propagation from face
to neurocranium in a finite element analysis. Scandinavian Journal of
Trauma, Resuscitation
Hollier LH, Sharabi SE, Koshy JC, Stal S. 2010. Facial trauma general principles
of management. J Craniofac Surg. 2010 Jul;21(4):1051-3.
John W. Werning, MD, DMD; Nathan M. Downey, DDS, MS; Ray A. Brinker,
MD; Sadik A. Khuder, PhD; William J. Davis, DDS, MS; Allan M.
Rubin, MD, PhD; Haitham M. Elsamaloty, MD. 1995. The Impact of
Osteoporosis on Patients With Maxillofacial Trauma. American
Medical Association
Jos Carlos Garcia de Mendona, Ellen Cristina Gaetti Jardim, Gustavo Rodrigues
Manrique, Helena Bacha Lopes and Gileade Pereira Freitas. 2012.
Surgical Treatment of Fracture in Atrophic Jaw. J Biotechnol
Biomaterial
Kelley P, Crawford M, Higuera S, Hollier LH. 2005. Two hundred ninety-four
consecutive facial fractures in an urban trauma center: Lessons
learned. Plast Reconstr Surg. 2005; 116:42e49e.
21
Laith Hussein Al-Qamachi, Sean Laverick, D.C. Jones. 2009. A clinicodemographic analysis of maxillofacial trauma in the Elderly.
Department of General Surgery, Manchester Royal Infirmary,
Manchester, UK
Livia Aguiar Bregagnolo, Janete Cinira Bregagnolo, Fernando da Silveira, Andr
Luiz Brgamo, Liliane Nascimento de Santi, Marlvia Gonalves de
Carvalho Watanabe. 2013. Oral and Maxillofacial Trauma in
Brazilian Children and Adolescents. Brazilian Dental Journal (2013)
24(4): 397-401
Max J. Scheyerer, Robert Dring, Nina Fuchs, Philipp Metzler, Kai Sprengel,
Clement M. L. Werner, Hans-Peter Simmen, Klaus Grtz and Guido
A. Wanner1. 2015. Maxillofacial injuries in severely injured patients.
Journal of Trauma Management & Outcomes (2015) 9:4
McMullin BT, Rhee JS, Pintar FA, et al. 2009. Facial fractures in motor vehicle
collisions: epidemiological trends and risk factors. Arch Facial Plast
Surg 2009;11:165Y170
Morris LM, Kellman RM. 2013. Complications in facial trauma. Facial Plast Surg
Clin N Am 21 (2013) 605617.
Morrow BT, Samson TD, Schubert W, Mackay DR. 2014. Evidence-based
medicine: Mandible fractures. Plast Reconstr Surg. 2014
Dec;134(6):1381-90.
Ogundipe OK, Afolabi AO , Adebayo O. 2012. Maxillofacial Fractures in Owo,
South Western Nigeria. A 4 Year Retrospective Review of Pattern and
Treatment Outcome
Rudderman RH, Mullen RL. 1992. Biomechanics of the facial skeleton. Clin Plast
Surg. 1992;19:1129.
Reynolds JR. 1978. Late complications vs. method of treatment in a large series
of mid-facial fractures. Plast Reconstr Surg. 1978; 61:871875.
Sharabi SE, Koshy JC, Thornton JF, Hollier LH. 2011. Facial fractures. Plast
Reconstr Surg. 2011 Feb;127(2):25e-34e
Stacey DH, Doyle JF, Mount DL, Snyder MC, Gutowski KA. 2006. Management
of mandible fractures. Plast Reconstr Surg. 2006 Mar;117(3):48e-60e
Vijay ebenezer, r. Balakrishnan, anatha padmanabhan. 2014. Management of
Lefort Fractures. Biomedical & Pharmacology Journal Vol. 7(1), 179182 (2014)
22
23