Anda di halaman 1dari 33

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,


DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Kualitas Pelayanan
Berikut beberapa pengertian dan definisi tentang Kualitas Pelayanan.
Kualitas merupakan suatu kondisi atau keadaan yang berpengaruh dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan (Tjiptono, 2001). Sehingga definisi kualitas pelayanan dapat diartikan
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan
penyampaiannya dalam mengimbangi harapan konsumen (Tjiptono, 2001).
Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi para konsumen atas pelayanan yang nyata-nyata
mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka
harapkan / inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan. Jika
jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang
diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika
jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas pelayanan
diinformasikan sangat baik dan berkualitas. Sebaliknya jika jasa yang diterima
lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan
diinformasikan kurang baik.

Menurut Kotler (2002:83) definisi pelayanan adalah setiap tindakan


atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang
pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.
Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik.
Pelayanan merupakan perilaku produsen dalam rangka memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan pada konsumen itu
sendiri. Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna, orang yang
berbeda akan mengartikannya secara berlainan tetapi dari beberapa definisi
yang dapat kita jumpai memiliki beberapa kesamaan walaupun hanya cara
penyampaiannya saja biasanya terdapat pada elemen sebagai berikut:
1.

Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihkan harapan pelanggan.

2.

Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.

3.

Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah.


Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang


dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan
dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik
jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan
keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan
pelayanan untuk kepuasan konsumen.
Kualitas pelayanan (service quality) dapat diketahui dengan cara
membandingkan informasi para pelanggan atas pelayanan yang nyata-nyata

mereka terima / peroleh dengan pelayanan yang sesungguhnya mereka


harapkan/inginkan terhadap atribut-atribut pelayanan suatu perusahaan.
Hubungan antara produsen dan konsumen menjangkau jauh melebihi
dari waktu pembelian ke pelayanan purna jual, kekal abadi melampaui masa
kepemilikan produk. Perusahaan menganggap konsumen sebagai raja yang
harus dilayani dengan baik, mengingat dari konsumen tersebut akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan agar dapat terus hidup.
2.1.2 Pengendalian Kualitas Pelayanan
2.1.2.3 Pengertian Pengendalian Kualitas Pelayanan
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus
dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal
kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas
pelayanan jasa pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja dan
proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality is
customers satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian
dalam organisasi (Ariani, 2004).
Perusahaan memerlukan cara untuk menilai sistem manajemen
secara keseluruhan dalam arti bagaimana sistem tersebut mempengaruhi
setiap proses dan setiap karyawan serta diperluas pada setiap produk dan
pelayanan. Pengendalian proses jasa adalah sebuah pertanda untuk
peningkatan kualitas pelayanan jasa, tetapi hal itu bergantung pada
kesehatan dan vitalitas dari organisasi, kepemimpinan dan komitmen.
Pengendalian kualitas pelayanan jasa dimulai dengan pengidentifikasian

masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta


penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur
subjektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta
keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan
identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan
selanjutnya, perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas pelayanan jasa dengan peningkatan
kualitas pelayanan jasa adalah proses pelayanan yang akan menghasilkan
suatu pelayanan yang berkualitas tinggi dalam setiap tahap dan prosesnya
(Ariani, 2004).
2.1.2.2 Tujuan Pengendalian Kualitas Pelayanan
Pengendalian kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk
memperbaiki kualitas pelayanan bila diperlakukan mempertahankan
kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah pelayanan yang kurang.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pelayanan telah
direncanakan dengan rapi dan dilaksanakan dengan baik, tetapi
kemungkinan hasil pelayanan tidak sesuai dengan standart dapat saja
terjadi. Sehingga pengendalian kualitas dimaksudkan untuk :
1.

Pengendalian kualitas terhadap suatu bahan / jasa sehingga bahan /


jasa yang tersedia memenuhi spesifikasi.

2.

Agar dapat memberikan kepuasan kepada semua para pelanggan.

3.

Mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana


melalui instruksi instruksi serta prinsip prinsip yang telah
ditetapkan.

4.

Mengetahui apakah kelemahan dan kesulitan serta menjaga jangan


sampai terjadi kesalahan lagi.

5.

Mengetahui apakah segala sesuatunya akan berjalan dengan sesuai


dan apakah mungkin dapat diadakan perbaikan.
Pada dasarnya performansi kualitas dapat ditentukan dan diukur

berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau


dimensi sebagai berikut:
1.

Fisik: Panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dll.

2.

Sensory (berkaitan dengan panca indera): Penampilan, bentuk,


model, dll.

3.

Orientasi waktu : Keandalan, kemampuan pelayanan, kemudahan


pemeliharaan, ketepatan waktu penyerahan produk, dll.

4.

Orientasi biaya

Berkaitan dengan dimensi biaya

yang

menggambarkan harga atau ongkos dari suatu pelayanan yang harus


dibayarkan oleh konsumen.
2.1.2.3 Faktor-faktor Pengendalian Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kinerja
yang menciptakan manfaat bagi pelanggan dengan mewujudkan
perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima. Sehingga

pelayanan itu sendiri memiliki nilai tersendiri bagi pelanggan dalam


hubungannya dengan menciptakan nilai-nilai pelanggan (Ariani, 2004).
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi pengendalian kualitas
pelayanan, yaitu :
1.

Menjaga dan memperhatikan, bahwa pelanggan akan merasakan


karyawan dan sistem opersional yang ada dapat menyelesaikan
problem mereka.

2.

Spontanitas, dimana karyawan menunjukkan keinginan untuk


menyelesaikan masalah pelanggan.

3.

Penyelesaian masalah, karyawan yang berhubungan langsung


dengan pelanggan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan
tugas berdasarkan standar yang ada, termasuk pelatihan yang
diberikan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.

4.

Perbaikan, apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan harus


mempunyai personel yang dapat menyiapkan usah-usaha khusus
untuk mengatasi kondisi tersebut.

2.1.3 Pengertian Kepuasan Pelanggan


Kepuasan Pelanggan adalah tingkat perasaan pelanggan setelah
membandingkan antara apa yang dia terima dan harapannya. Seorang
pelanggan, jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa,
sangat besar kemungkinannya menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.
Ada beberapa pakar mendefinisikan kepuasan dan ketidakpuasan
pelanggan, diantaranya Day dalam Tse dan Wilton (1988), Wilkie (1990),

Engle (1990), Tangkilisan (2005:211), menyatakan bahwa kepuasan atau


ketidak puasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya
(atau norma kinerja lainnya) dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah
pemakaiannya. Menurut Philip Kotler dan Kevin Lane Keller (2007:177)
mengatakan bahwa Kepuasan Pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang
dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Dari berbagai definisi yang
dikemukakan para pakar tersebut, pada dasarnya pengertian pelanggan
mencakuo perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
Pengertian ini didasarkan pada disconfirmation paradigm dari Oliver (dalam
Engle, 1990 ; Pawitra, 1993; Tangkilisan, 2005:212). Konsep kepuasan
pelanggan dapat dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1
Konsep kepuasan pelanggan
Tujuan
Perusahaan/Organ
isasi

Kebutuhan dan
Keinginan
Pelanggan

Tujuan
Perusahaan/Organ
isasi

Tujuan
Perusahaan/Organ
isasi
Tujuan
Perusahaan/Organ
isasi
Sumber : Tangkilisan (2005 : 212)

Tujuan
Perusahaan/Organ
isasi

Memuaskan kebutuhan pelanggan adalah keinginan setiap perusahaan.


Selain faktor penting bagi kelangsungan hidup perusahaan, memuaskan
kebutuhan Pelanggan dapat meningkatkan keunggulan dalam persaingan.
Pelanggan yang puas terhadap produk dan jasa pelayanan cenderung untuk
membeli kembali produk dan menggunakan kembali jasa pada saat kebutuhan
yang sama muncul kembali dikemudian hari. Hal ini berarti kepuasan
merupakan faktor kunci bagi pelanggan dalam melakukan pembelian ulang
yang merupakan porsi terbesar dari volume penjualan perusahaan.
2.1.4 Faktor Utama dalam Menentukan Tingkat Kepuasan Pelanggan
Dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor
utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu :
1.

Kualitas produk
pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan
bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

2.

Kualitas pelayanan
Terutama untuk industri jasa. pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang
diharapkan.

3.

Emosional
Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa
orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk/jasa
dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan
yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari

produk/jasa tetapi nilai sosial yang membuat pelanggan menjadi puas


terhadap merek tertentu.
4.

Harga
Pelayanan yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga
yang yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada
pelanggannya.

5.

Biaya
pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak
perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa
cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

2.1.5 Metode Pengukuran Kepuasan Konsumen


Menurut Kotler yang dikutip dari Buku Total Quality Management
(TQM)

ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan

pengukuran tingkat kepuasan pelanggan, diantaranya (Tjiptono, 2003: 104):


1.

Sistem keluhan dan saran


Organisasi yang berpusat pelanggan (Customer Centered) memberikan
kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan
saran dan keluhan. Informasi-informasi ini dapat memberikan ide-ide
cemerlang bagi setiap perusahaan dan memungkinkannya untuk bereaksi
secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.

2.

Ghost shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan
pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk

berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan


temuan-temuannya

mengenai

kekuatan

dan

kelemahan

produk

perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam


pembelian produk-produk/jasa-jasa tersebut. Selain itu para ghot shopper
juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan.
3.

Lost customer analysis


Perusahaan setidaknya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami
mengapa hal itu bisa terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang perlu,
tetapi

pemantauan

Tingkat

kerugian

pelanggan

juga

penting,

peningkatan Tingkat kerugian pelanggan menunjukkan kegagalan


perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
4.

Survai kepuasan pelanggan


Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan
penelitian survai, baik melalui pos, telepon, maupun wawancara
langsung. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik
secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal)
positif

bahwa

perusahaan

menaruh

perhatian

terhadap

para

pelanggannya.
2.1.6 Hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan
Di era moderen ini persaingan didunia jasa sangat ketat, salah satu cara
untuk mendapatkan pelanggan yang loyal adalah dengan memuaskan
kebutuhan konsumen secara konsisten dari waktu ke waktu (Setiadi, 2005).

Kristianto (2011) mengungkapkan bahwa kepuasan konsumen


mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
Pertemuan antara kedua kepentingan ini akan menentukan seberapa besar
tingkat kepuasan konsumen pada suatu produk. Kepercayaan konsumen
merupakan hal yang ingin didapat oleh berbagai perusahaan dari para
konsumennya.
Terdapat lima determinan kualitas jasa yang dapat dirincikan sebagai
berikut :
1.

Keandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang


dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

2.

Ketanggapan (responsiveness) yaitu kemampuan untuk membantu


pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.

3.

Keyakinan (confidence) yaitu pengetahuan dan kesopanan pegawai serta


kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan.

4.

Empati (emphaty) yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi


bagi pelanggan.

5.

Berwujud (tangible) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel,


dan media komunikasi.
Dalam hubungan antara kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan

dapat dilihat dengan menghitung jumlah tanggapan responden yang akan


menghasilkan jumlah persentase untuk perusahaan mengetahui besarnya
hubungan kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan.

2.1.7 Konsep Total Quality Management (TQM)


Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang
berorientasi pada pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen
secara sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan
pelayanan suatu organisasi. Proses TQM bermula dari pelanggan dan berakhir
pada pelanggan pula (Nasution, 2005).
2.1.7.1 Pengertian Total Qualitas Management (TQM)
Konsep TQM berasal dari tiga kata yaitu total, quality, dan
management. Kata total (terpadu) dalam TQM menegaskan bahwa setiap
orang yang berada dalam organisasi harus terlibat dalam upaya
peningkatan secara terus menerus (Handoko, 1998).
Kata selanjutnya adalah Mutu (quality) merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi / melebihi harapan (Siswanto, 2007: 195).
Unsur ketiga dari TQM adalah kata management, yang merupakan
konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada banyak definisi manajemen yang
telah dikemukakan oleh para pakar. Secara etimologis, kata manajemen
berasal dari bahasa Inggris management yang berarti ketatalaksanaan,
tata pimpinan, dan pengelolaan (Munir, 2006: 9).
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan
dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya
saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungannya. Tujuannya adalah untuk menjamin

bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta
menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan (Tjiptono, 2001).
2.1.7.2 Manfaat Total Quality Management (TQM)
TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi
staf organisasi.
1.

Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:


a.

Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk


atau pelayanan.

b.

Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan


lebih diperhatikan.

c.
2.

3.

Kepuasan pelanggan terjamin.

Manfaat TQM bagi institusi adalah:


a.

Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan.

b.

Staf lebih termotivasi.

c.

Produktifitas meningkat.

d.

Biaya turun.

e.

Produk cacat berkurang.

f.

Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.

Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:


a.

Pemberdayaan.

b.

Lebih terlatih dan berkemampuan.

c.

Lebih dihargai dan diakui.

4.

Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan


oleh institusi di masa yang akan datang adalah:
a.

Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya


sekedar pengikut (follower).

b.

Membantu terciptanya tim work.

c.

Membuat

institusi

lebih

sensitif

terhadap

kebutuhan

pelanggan.
d.

Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap


perubahan.

e.

Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah.

2.1.8 Service Quality (SERVQUAL)


Pada penelitian ini penulis menggunakan model kualitas jasa yang paling
popupar dan hingga kii banyak dipergunakan dalam riset pemasaran jasa yaitu
model SERVQUAL yang berisi skala terstandarisasi tentang 25 butir
pernyataan yang dipergunakan untuk mengukur harapan dan persepsi atas 5
dimensi kualitas yaitu Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy dan
Tangibles.
SERVQUAL diciptakan dan dikembangkan oleh A. Parasuraman,
Valerie A. Zeithaml dan Lonard Berry (1985, 1988, 1990, 1993, 1994) dalam
serangkaian mereka terhadap 6 (enam) sector jasa : reparasi peralatan rumah
tangga, kartu kredit, asuransi, sambungan telepon interlokal, perbankan, ritel
dan pialang sekuritas.

SERVQUAL (singkatan dari service quality)

merupakan tool

measurement untuk mengukur persepsi pengguna jasa terhadap pelayanan


suatu perusahaan atau instasi penghasil jasa. Model yang dikenal pula dengan
istilah Gap Analysis Model ini berkaitan erat dengan model kepuasan
pelanggan yang didasarkan pada rancangan diskonfirmasi (Oliver, 1997;
Tjiptono, 2005:145). Konsep ini menegaskan bahwa bila kinerja pada suatu
atribut (Atribute Performance) meningkat lebih besar dari pada harapan
(expectation) atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas
pelayanan jasa akan positif dan sebaliknya. Menurut model ini kualitas
pelayaanan diartikan sebagai gap antara harapan pengguna jasa (E) dengan
persepsi mereka atas performance pelayanan yang diberikan oleh provider (P).
dengan demikian score kualitas pelayanan (Q) dapat diukur dengan cara
mengurangi antara score persepsi pengguna jasa atas harapan pengguna jasa,
sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Q=PE
Pengukuran kualitas jasa sangat penting dilakukan untuk mengetahui
posisi institusi tersebut yang sebenarnya. Dalam pengukuran tingkat kualitas
jasa menurut model ini adalah dengan cara mengukur gap yang terjadi antara
tingkat harapan (ekspektasi) dan tingkat persepsi pelanggan terhadap
pelayanan yang diterima, selain dari itu juga dapat ditentukan tingkat kepuasan
pelanggan. Model ini mengidentifikasi adanya 5 kesenjangan (gap) yang dapat
menyebabkan timbulnya hambatan dalam penyampaian jasa sehingga bisa
menurunkan kualitas jasa.

Gambar 2.2
Model Kualitas Jasa
KOMUNIKASI DARI
MULUT KE MULUT

PENGALAMAN
MASA LALU

KEBUTUHAN

JASA YANG
DIHARAPKAN
GAP 5
PENGGUNA
JASA

JASA YANG
DIPERSEPSIKAN

RESTORAN

PENYAMPAIAN
JASA

KOMUNIKASI EKSTERNAL
KE PENGGUNA JASA
GAP 4

PENERJEMAHAN
PERSEPSI
GAP 3
GAP 1

SPESIFIKASI KUALITAS JASA

GAP 2
PERSEPSI KONSUMEN TENTANG
HARAPAN PENGGUNA JASA
Sumber : Parasuraman, Zeithaml and Berry, 1983, (telah dimodifikasi sesuai konsep
pelayanan restoran).

Keterangan gambar :
Gap 1 = Kesenjangan antara persepsi restoran dengan harapan pengguna jasa.
Gap 2 = Kesenjangan antara persepsi restoran dengan spesifikasi pengguna
jasa.

Gap 3 = Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.


Gap 4 = Kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal.
Gap 5 = Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan.
Konsep pengukuran kualitas pelayanan oleh parasuraman et.al (1985)
diatas dikenal sebagai expectancy-disconfirmasi theory, dalam teori itu kualitas
pelayanan didefinisikan dalam sepuluh besar dimensi yang digunakan
konsumen untuk membandingkan antara harapan dan persepsi kualitas
pelayanan. Sepulih dimensi tersebut meliputi reliability, responsivvenees,
competence,

courtesy,

credibility,

security,

access,

communication,

understanding, and tangibles. Beberapa tahun kemudian Parasuraman (1998)


melakukan revisi atas theory tersebut dan menyederhanakan kualitas pelayanan
dalam 5 dimensi yaitu : reliability, responsiveness, assurance, empathy and
tangibles, yang selengkapnya dijelaskan sebagai berikut :
1.

Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, penampilan personel


dan sarana komunikasi;

2.

Keandalan (reliability), kemampuan memberikan pelayanan yang


dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan;

3.

Daya tanggap (responsiveness), kemampuan memberikan pelayanan yang


dijanjikan dengan tanggap;

4.

Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan,


dan sifat dapat dipercaya yang dapat dimiliki oleh staf,

5.

Empathy, meliputi kemudahan dalam hubungan komunikasi yang baik,


perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.1.8.1 Kelemahan Model SERVQUAL


Tidak ada gading yang tak retak, demikian ungkapan yang cocok
untuk menganalogikan Model SERVQUAL, dibalik keunggulannya
ternyata model ini juga menuai sejumlah kritik teoritikal dan konseptual,
diantaranya :
1. Tjiptono, 2005:159 dibalik keunggulannya, model ini juga menuai
sejumlah kritik diantaranya :
a. Kontroversi seputar isu seperti dimensionalitas skala yang
digunakan;
b. Kurangya konsistensi struktur faktor diantara berbagai studi
yang dilakukan;
c. Aplikasi universal dalam beragam industry yang berbeda;
d. Masalah koncergen validity, khususnya saat dinilai dengan
faktor loading item item skala pada faktor faktor yang
diharapkan;
e. Masalah pengukuran harapan dan resepsi sebagai determinan
kualitas jasa;
f. SERVQUAL lebih berfokus pada proses penyampaian jasa dan
bukan pada hasil interaksi jasa;
g. SERVQUAL lebih didasarkan pada paradigma diskonfirmasi
daripada paradigma sikap (Robinson, 1999 ; Tjiptono,p:160)
2. Cronin dan Taylor (1992 : 1994) sebagaimana dikutip oleh
Hutahaean (2005) melalui penelitian mereka yang diberi nama

SERVPERF (Service Performance) dengan tetap menggunakan 22


item kriteria pengukuran kualitas pelayanan yang terdapat pada
SERVQUAL, mempertanyakan relevansi dari gap

antara

ekspektasi dan persepsi pengguna jasa sebagai basis dalam


pengukuran kualitas pelayanan. Mereka berpendapat bahwa model
pengukuran kualitas pelayanan hanya didasarkan pada persepsi
pengguna jasa terhadap pengukuran kualitas pelayanan yang
diterima. Namun selain kritikan, Cronin dan Taylor juga memberi
dukungan dengan menyatakan bahwa SERVQUAL merupakan
suatu model kualitas pelayanan yang bersifat unidemensional.
3. Francis Buttle (1996), yang menyatakan bahwa pada SERVQUAL,
ekspektasi lebih bersifat polymeric, karena SERVQUAL gagal
dalam mengukur tingkat ekspektasi kualitas pelayanan yang
absolute.
4. Liosa et.al. (1998), terdapat overlapping diantara keempat dimensi
reliability, responseiveness, assurance, dan empathy, kecuali
tangibles yang memiliki karakteristik khusus (distinctive factor).
Namun demikian, dalam penelitian tersebut Liosa et.al (1998) tidak
memberikan suatu kesimpulan atas penelitiannya sehingga
penelitian tersebut masih perlu untuk dikaji lebih jauh. Secara lebih
jauh, mereka tidak mendukung sifat unidimensional sebagimana
dikemukan oleh Cronin dan Taylor.

5. Beberapa kritik lainnya juga disampaikan terhadap metode


SERVQUAL,

yang

mempertanyakan

pemakaian

metode

SERVQUAL pada lintas kurtural. Horovitz (1994) menyatakan


bahwa berbagai komponen kualitas mempunyai bobot yang berbedabeda antara satu kultur Negara dengan kultur Negara lainnya. Hal ini
disebabkan penelitian mengenai SERVQUAL ini hanya dilakukan
dibelahan barat dunia, Sehingga keefektifannya diragukan bila
diterapkan dibelahan dunia lainnya seperti Asia. Menurut penelitian
Charles Chi Cui, Barbara L Lewis, Won Park (2003) menyatakan
bahwa

sebagian

besar

penelitian

mengindikasikan

metode

pengukuran kualitas pelayanan dengan menggunakan SERVQUAL


lebih sesuai diterapkan pada Negara barat, dan sebagian kecil
penelitian dengan menggunakan metode SERVPERF lebih sesuai
diterapkan pada Negara Asia.
2.1.8.2 Keunggulan Model SERVQUAL
1. (Tjiptono, 2005:159) Model SERVQUAL telah diterapkan pada
berbagai sektor dan konteks, seperti sektor komersial, industrial
maupun nirlaba, misalnya jasa dokter, hotel, tur, wisata, reparasi
mobil, sekolah bisnis, universitas, konsultasi manajemen dan
akutansi, rumah sakit, bank, jasa ritel pakaian, instansi
pemerintah, jasa konstruksi, broker saham, toko serba ada,
industry perangka lunak computer, jasa telekomunikasi, jasa
kartu kredit, respon siap saji, dry cleaning, dan sebagainya.

2. Atas kritikan kelemahan SERVQUAL butir (2) s.d (4) diatas,


parasuraman et.al. mengatakan bahwa sebenarnya didalam
pikiran responden penelitian, masing masing dimensi dari
kelima dimensi dari SERVQUAL ini mempunyai karakteristik
yang membedakan satu dengan yang lainnya, tetapi terkadang
metode faktor analisis yang dipergunakan tidak mampu
menterjemahkan kelima dimensi tersebut. Selain itu mereka juga
berpendapat bahwa ketika mengevaluasi suatu perusahaan yang
spesifik, responden perlu memikirkan apakah suatu item
termasuk dalam dimensi yang satu atau ke dalam dimensi lainnya,
sehingga dalam proses membandingkan tersebut seolah-olah
terjadi tumpang tindih.
3. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Quester et.al.
(1995) yang melakukan penelitian berdasarkan analisis yang
sama dengan yang dilakukan Cronin dan Taylor, mereka
berkesimpulan

bahwa

penggunaan

menggambarkan keadaan sebenarnya

SERVQUAL

lebih

mengenai kualitas

pelayanan , dibandingkan dengan penggunaan SERVPERF. Hal


ini dikarenakan skala pengukuran yang dipergunakan oleh
metode SERVQUAL menggunakan pendekatan yang lebih
ilmiah dan lebih sungguh sungguh didasarkan atas literature,
dibandingkan dengan metode SERVPERF.

4. Dalam hal kultur responden, Herbig and Genester (1996) yang


melakukan pengujian validitas terhadap dimensi dimensi yang
ada pada SERVQUAL menyatakan dimensi dimensi yang ada
pada SERVQUAL tidak memiliki hubungan pada kultur
responden di Asia dan Barat. Demikian halnya penelitian yang
dilakukan oleh Charles Chi Cui, Won Park (2003) yang berfokus
pada lintas kultur untuk SERVQUAL tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Dalam hal ini Charles Chi Cui, Barbara L Lewis,
Won Park (2003) berpendapat bahwa SERVQUAL dan
instrument serta dimensionalitasnya dapat saja dipergunakan
pada lintas kultural atau dapat juga direvisi dengan menyesuaikan
pada kondisi cultural maupun jenis pelayanan yang dihasilkan,
asalkan dilakukan pengukuran terhadap tingkat validitasnya
terlebih dahulu.
5. Kamilia Bahia, Jacques Nantel (2000) dalam jurnal mereka yang
dipublikasikan oleh The Journal of Bank Marketing berjudul A
Realible and Valid Measurement Scale For The Perceived
Quality Of Sector yang mengatakan bahwa dimensi yang
dipergunakan di dalam SERVQUAL haruslah disesuaikan
dengan karakteristik layanan mampu kondisi dimana instansi,
asalkan didalam penggunaannya telah melalui uji validitas dan
reliabilitas.

Dengan demikian kenyataan bahwa SERVQUAL dipersepsikan oleh


berbagai kalangan sebagai model terbaik dan paling popular tidak dapat
dipungkiri. Namun, masa depan model ini untuk tetap dianggap sebagai
instrument yang bersifat universal masih dalam tanya tanya besar.
Ada argument bahwa model SERQUAL ini paling cocok ditetapkan
dalam konteks yang serupa dengan setting penelitian originalnya, yaitu
dalam industry jasa reparasi peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi,
sambungan telepon interlokal, dan pialang sekuritas (Robinson, 1999,
Tjiptono, p :160). Alternatif lain masih diperlukan penelitian lebih lanjut
guna membuktikan apakah konsumen selalu mengevaluasi kualitas jasa
berdasarkan faktor harapan dan persepsi. Sejaih ini model SERVQUAL
tampaknya cocok untuk jasa jasa berbiaya tinggi dan berisiko tinggi,
namun aplikasinya untuk tipe jasa berbiaya rendah dan berisiko (seperti kafe
warteg) masih dipertanyakan (Bullet 1996, Tjiptono, 2005, p : 160). Kondisi
ini telah memotivasi sejumlah peneliti untuk mengembangkan model
model alternative yang diharapkan bisa lebih sesuai dengan konteks spesifik
suatu sektor yang diteliti.
2.1.9 Konsep Perhitungan Uji Instrumen
Dalam Penelitian ini, setelah data terkumpul atau pun terakomodir,
kemudian dilakukan uji instrumen, yaitu sebagai berikut :
2.1.9.1 Uji Validitas
Menurut (Arikunto, 2005 : 158 ), Validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kesahan suatu instrumen. Untuk menguji

validitas instrumen dapat digunakan cara analisi sistem, yaitu mengkorelasikan


skor tiap-tiap item jawaban dengan skor total item jawaban. Alat analisis
korelasi yang digunakan adalah korelasi person (product moment) yang
rumusnya adalah :
rXY =

n XY (X)(Y)
[nX 2 (X)][nY 2 (Y)]

. ( . )

Keterangan :
r

= Koefisien korelasi

= Jumlah Sampel data

= Variabel Independent ( kualitas pelayanan )

= Variabel Dependent (kepuasan pelanggan)

XY

= Jumlah perkalian antara variabel X dan Y

Dalam uji validitas ini penulis menggunakan korelasi product moment


dengan menggunakan program SPSS V.21, keputusan pada sebuah pernyataan
dapat dianggap valid jika koefisien pada rhitung > rtabel (Sunjoyo, et al, 2013 :
40).
2.1.9.2 Uji Reliabilitas
Menurut Arikunto (2005: 168), reliabilitas menunjuk pada satu
pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.
Untuk menguji reliabilitas dapat digunakan rumus Cronbachs Alpha :
r 11 = (

k
k1

) (1
)

( . )

Pengolahan data pada penelitian ini dimulai dengan menggunakan


analisis Indeks Kepuasan dan Pengujian Hipotesis. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan program SPSS V.22.
2.1.9.3 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang
diambil dari populasi tersebut terdistribusi normal atau tidak (Priyatno, 2009 :
12). Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan Kolmogorov- Smirnov Test
dengan menggunakan program SPSS V.22.
Menurut Sunjoyo (2013 : 60) menyatakan bahwa Dasar pengambilan
keputusan dikatakan terdistribusi normal bila nilai residual yang dihasilkan
diatas dari nilai signifikansi yang ditetapkan.
2.1.9.4 Metode Analisis Data
Setelah dilakukan uji instrument kemudian selanjutnya menguji statistik
menggunakan cara sebagi berikut :
1.

Analisis Koefisien Korelasi


Koefisien korelasi adalah teknik untuk mengukur hubungan

(kekuatan hubungan) antara dua variabel

(Sunjoyo, et al. 2013 :140).

Dalam menentukan hubungan kedua variabel menggunakan korelasi


product moment, yaitu:

rXY =

n XY (X)(Y)
[nX 2 (X)][nY 2 (Y)]

. . ( . )

Keterangan:
r

= Koefisien korelasi

= Jumlah Sampel data

= Variabel Independent ( kualitas pelayanan )

= Variabel Dependent (kepuasan pelanggan)

XY

= Jumlah perkalian antara variabel X dan Y

Didalam penelitian ini penulis menggunakan korelasi product


moment (pearson) dalam program SPSS V.21. Menurut Sunjoyo, et al.
(2013 :140) menyatakan bahwa Dalam pengambilan keputusan dapat
dilakukan berdasarkan :
1.

Sebuah nilai yang mendekati 1 menunjukan sebuah arah atau


hubungan positif antar variabel (jika variabel satu meningkat maka
variabel lainnya akan meningkat juga).

2.

Sebuah nilai yang mendekati -1 menunjukan hubungan kebalikan


atau negatif antar variabel ( jika variabel yang satu meningkat maka
variabel yang lainnya akan menurun, dan sebaliknya).
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap korelasi yang

ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel
berikut :

Tabel 2.1
Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Koefisien Korelasi

2.

Interval Koefisien

Interprestasi

0,00 0,199

Sangat rendah

0,20 0,399

Rendah

0,40 0,599

Sedang

0,60 0,799

Kuat

0,80 1,00

Sangat Kuat

Analisis Regresi Liniear Sederhana


Regresi digunakan untuk menafsirkan atau meramalkan nilai

variabel dependen bila nilai variabel independent dinaikan atau


diturunkan, analisis ini didasarkan pada hubungan satu variabel dependen
dengan satu atau lebih variabel independen (Priyatno, 2009 : 40).
Hasil analisis regresi berupa koefisien untuk setiap masing masing
variabel independent (X), koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi
nilai variabel dependen (Y) dengan suatu persamaan yang dinamakan
persamaan regresi, yaitu suatu formula yang mencri nilai variabel
dependen dari nilai variabel independent yang diketahui (Sunjoyo, 2013 :
60).
Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan program SPSS V.22,
adapun persamaan regresinya yaitu :

Y = a + bX . ( . )
Dimana :

3.

= Konstanta

= Koefisien regresi

= Variabel Independent

= Variabel Dependen

Analisis Koefisien Determinasi (Kd)


Digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase sumbangan

pengaruh variabel independen sacara serentak terhadap variabel dependen,


beberapa persen dari variasi (naik turunnya) variabel dependen dapat
diterangkan atau dijelaskan oleh variasi independent, nilai tersebut dapat
dilihat pada nilai Adjusted R Square, dengan menggunakan program SPSS
V.22.
Rumus koefisien deteminasi adalah sebagai berikut:
Kd = r x 100% . ( . )

Keterangan :
Kd

= Koefisien determinasi

= Koefisien korelasi

2.1.9.5 Uji Hipotesis


Untuk memastikan apakah hasil yang diperoleh melalui perhitungan
koefisien kolerasi maka harus dilakukan pengujian hipotesis untuk
membuktikan dan menguatkan hasil yang telah diperoleh tersebut dengan cara
sebagai berikut :
1.

Rancangan Uji Hipotesis


Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah :
a.

Ho : = 0, menunjukan bahwa antar variabel X (kualitas


Pelayanan) dengan variabel Y (kepuasan pelanggan) tidak terdapat
pengaruh yang signifikan.

b.

Ha : 0, menunjukan bahwa antar variabel X (kualitas


Pelayanan) dengan variabel Y (kepuasan pelanggan)

terdapat

pengaruh yang signifikan.


2.

Menentukan thitung dan ttabel


Menentukan thitung diperoleh dengan rumus :

. . . ( . )

Untuk mengisi rumus diatas harus mencari SXY.X dan S b adalah


sebagai berikut :

SXY =
X 2 =

( 2 )
2

( . )

( 2 )

SXY
X2

. ( . )

. .. (. )

Menentukan ttabel digunakan tabel distribusi normal dengan


menentukan taraf signifikan () sebesar 0,5 atau 5 % dan derajat sebesar
(dk) n-2.
3.

Kriteria Penerimaan Hipotesis


Kriteria penerimaan hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

a.

Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak, Ha diterima artinya terdapat


pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan di
Terminal serbaguna PT Indah Kiat Pulp & Paper Corporation.

b.

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima, Ha ditolak artinya tidak terdapat
pengaruh antara kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan
di Terminal serbaguna PT Indah Kiat Pulp & Paper Corporation.

2.2 Penelitian Terdahulu


NO

Peneliti

Judul
Usulan Peningkatan Kualitas
Pelayanan Pada Kawasan
Wisata Kawah Putih Perum

Sesar et.al (2014)

Perhutani Jawa Barat Dan


Banten Dengan Menggunakan
Metode Service Quality
(SERVQUAL)

Hasil
Diketahui bahwa
penyebab kesenjangan
kebanyakan terkait
dengan ketidakadaan
standart dan kegagalan
standar yang ada
Kualitas pelayanan
berpengaruh terhadap

Feibe Permatasari
Analisis Kualitas Pelayanan

loyaitas konsumen,

Terhadap Kepuasan Konsumen

kepuasan berpengaruh

Karundeng
2
(2013)

Dengan Metode Servqual

terhadap loyalitas
konsumen, kualitas
pelayanan dan

kepuasan secara
bersama berpengaruh
terhadap loyalitas
konsumen.
konsumen merasa
cukup puas atas
kualitas jasa di Plaza
Toyota cabang Green
Garden dengan indeks
kepuasan sebesar 63%.
DanBerdasarkan voice
Peningkatan Kualitas Jasa
Nofi et.al

Pelayanan Dengan Metode

3
(2013)

Servqual Dan Quality Function

of customer maka
yang menjadi prioritas
technical responses
dengan nilai tertinggi

Deploymen

adalah meningkatkan
kualitas pelayanan
secara kontinyu,
pemberian reward dan
punishment dan
menciptakan karyawan
terampil dan potensial.

Penilaian Kepuasan Konsumen

Meryana
(2013)

Terhadap Kualitas Pelayanan

kualitas pelayanan

Menggunakan Metode Servqual

pada restoran belum

(Service quality) dan Six sigma

memenuhi kebutuhan

(Studi Kasus Pada Restoran

dan keinginan

Dahlia Pasuruan)

konsumen.

2.3 Kerangka Pemikiran


Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang
muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja
atau hasil suatu produk / pelayanan dan harapan harapannya. Oleh karena itu
harapan pelanggan pengguna jasa tentunya akan sulit terpenuhi atau dicapai apabila
keluhan mereka mengenai harga, lokasi, pelayanan dan kualitas fasilitas tidak
diperhatikan dan cepat diatasi dengan sebaik-baiknya.
Untuk memberikan pelayanan yang terbaik dan optimal kepada pelanggan
salah satunya dengan meningkatkan keunggulan bersaing di bidang pelayanan agar
dapat membangun loyalitas perusahaan dalam jangka panjang serta menciptakan
komunikasi yang lancar kepada pelanggan untuk membangun perusahaan yang
berfokus pada pelanggan.

RM. SEGO BEBEK SAMUDRA CAK AJI

PELAYANAN

KEBUTUHAN UNTUK PELAYANAN


DAN KEBUTUHAN PELANGGAN

KUALITAS PELAYANAN BAGI


PELANGGAN

HARAPAN PELANGGAN TERHADAP PELAYANAN

TINGKAT KEPUASAN
PELANGGAN

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Kepuasan Pelanggan


Sumber : Penulis

Keterangan: Kepuasan pelanggan telah menjadi bagian dalam misi dan tujuan
sebagian besar perusahaan untuk mampu menghadapi persaingan yang semakin
ketat. Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa/layanan ditentukan oleh tingkat
kepentingan pelanggan dibandingkan dengan hasil informasi pelanggan terhadap
pelayanan tersebut.
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Manfaatnya yaitu guna
melandasi bahwa penelitian ini memiliki pengaruh erat diantara beberapa variabel
lainnya (Arikunto, 2010:110).
Dalam penelitian ini penulis mengemukakan hipotesis penelitiannya adalah
sebagai berikut: Dugaan terdapat ketidakpuasan pelanggan karena kualitas
pelayanan yang diberikan oleh RM. Sego Bebek Samudra Cak Aji.

Anda mungkin juga menyukai