Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia sebenarnya sudah dimulai program jaminan sosial. Ada program
Askes yang dimulai pada tahun 1968 bagi pegawai negeri dan penerima pensiun.
Bagi masyarakat umum, tersedia JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat). Selain itu ada juga program Taspen dan Asabri yang memberi
jaminan pensiun dan hari tua kepada PNS dan anggota TNI. Kemudian ada PT
Jamsostek yang memberikan jaminan kesehatan bagi pekerja, hari tua, kematian
dan kecelakaan kerja. Berbeda dengan PNS dan anggota TNI, pekerja swasta
yang menjadi peserta Jamsostek, Jaminan Pensiun dan jaminan kesehatan purna
tugas, belum dapat diberikan. Hal ini tentu menjadi masalah sosial besar, oleh
karena jumlah manula yang meningkat drastic.
Jaminan Sosial Nasional adalah program pemerintah dan masyarakat yang
bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap
penduduk

dapat

memenuhi

kebutuhan

hidupnya

menuju

terwujudnya

kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini


utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan. Jaminan sosial
merupakan hak asasi bagi setiap warga Negara sebagaimana tercantum dalam UU
1945 pasal 27 ayat 2 secara universal jaminan sosial dijamin oleh pasal 22 dan 25.
SJSN merupakan konsep perpaduan antara program asuransi sosial dan
bantuan sosial yang ditujukan untuk perluasan kepesertaan seluruh penduduk
dengan melakukan sinkronisasi terhadap aturan perundangan yang terkait atau
bersingungan dengan jaminan sosial agar rakyat memperoleh hak konstitusional.
Adalah sah sah saja untuk UU SJSN yang meliput program bantuan sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU SJSN tentang Penerima Bantuan Iuran
(PBI) agar penduduk miskin dan orang tidak mampu dapat memperoleh akses
pelayanan kesehatan, karena program ini bersifat melengkapi terhadap program
SJSN.

Sistem jaminan sosial sebenarnya telah lama direncanakan pada tahun-tahun


sebelumnya namun penyelenggaraannya tidak begitu mudah karena berbagai
kendala yang dihadapi oleh badan penyelenggara salah satunya ada beberapa
perusahaan jaminan kesehatan yang belum bersedia bergabung atau bekerjasama
dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional. Hal ini dikarenakan
berbagai pertimbangan pemerintah terkait dampak positif dan negative yang
mungkin terjadi pada saat diterapkannya UU no.40 Tahun 2004 tentang sistem
jaminan sosial nasional.
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga akan
melahirkan transformasi kelembagaan dari beberapa perusahaan persero yang
selama ini ada, yaitu: PT. Jamsostek (Persero), PT. TASPEN (Persero), PT.
ASABRI (Persero) dan PT. Askes (Persero), menjadi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS), yang berubah status menjadi badan hukum public. Selain
itu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial selanjutnya akan dilaksanakan oleh 2
(dua) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) ketenagakerjaan. Transformasi badan-badan penyelenggara jaminan sosial
tersebut akan dilanjutkan dengan pengalihan peserta, program, asset dan liabilitas,
pegawai, serta hak dan kewajiban.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah diantaranya :
1. Bagaimana perjalanan jaminan kesehatan di Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah terbentuknya Jamsostek ?
3. Bagaimana bentuk penyelenggaaan BPJS kesehatan

dan

BPJS

ketenagakerjaan ?
4. Mengapa perlu ada perubahan badan hukum pada BPJS ?
5. Bagaimana proses transformasi PT. Jamsostek menjadi

BPJS

ketenagakerjaan?
1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini merupakan salah satu syarat
perkuliahan dalam hal ini tugas, selain itu tujuan penulisan karya tulis ini
adalah sbb :
1. Untuk mengetahui perjalanan jaminan kesehatan di Indonesia.
2. Untuk mengetahui sejarah terbentuknya Jamsostek.
3. Untuk mengetahui bentuk penyelenggaraan BPJS kesehatan dan BPJS
ketenagakerjaan.
4. Untuk mengetahui alasan adanya perubahan badan hukum pada BPJS.
5. Untuk mengetahui proses transformasi PT. Jamsostek menjadi BPJS
ketenagakerjaan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perjalanan Jaminan Sosial di Indonesia
Tidak Ada Orang Kaya Dalam Dunia KesehatanPerjalanan Panjang UU
SJSNAdanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit,
apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti
hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada
penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada
umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain
lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun
keluarga. Sehingga munculah istilah SADIKIN, sakit sedikit jadi miskin. Dapat

disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada
orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang
dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.
Belum lagi menyiapkan diri pada saat jumlah penduduk lanjut usia dimasa
datang semakin bertambah. Pada tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah penduduk
Indonesia adalah 270 juta orang. 70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60
tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% penduduk
Indonesia adalah lansia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai penyakit
degenerative yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai
dampak lainnya. Apabila tidak aday ang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini
mungkin dapat menjadi masalah yang besar
Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU
No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober
2004, banyak pihak berharap tudingan Indonesia sebagai negara tanpa jaminan
sosial akan segera luntur dan menjawab permasalahan di atas.
Dengan demikian proses penyusunan UU SJSN memakan waktu 3 (tiga)
tahun 7 (tujuh) bulan dan 17 (tujuh belas) hari sejak Kepseswapres No. 7 Tahun
2001, 21 Maret 2001 .
Lanjutan Implementasi UU SJSN hingga ke UU BPJS
Setelah resmi menjadi undang-undang, 4 bulan berselang UU SJSN kembali
terusik. Pada bulan Januari 2005, kebijakan ASKESKIN mengantar beberapa
daerah ke MK untuk menguji UU SJSN terhadap UUD Negara RI Tahun 1945.
Penetapan 4 BUMN sebagai BPJS dipahami sebagai monopoli dan menutup
kesempatan daerah untuk menyelenggarakan jaminan sosial. 4 bulan kemudian,
pada 31 Agustus 2005, MK menganulir 4 ayat dalam Pasal 5 yang mengatur
penetapan 4 BUMN tersebut dan memberi peluang bagi daerah untuk membentuk
BPJS Daerah (BPJSD).
Putusan MK semakin memperumit penyelenggaraan jaminan sosial di masa
transisi. Pembangunan kelembagaan SJSN yang semula diatur dalam satu paket
peraturan dalam UU SJSN, kini harus diatur dengan UU BPJS. Dewan Jaminan
Sosial Nasional (DJSN) pun akhirnya baru terbentuk. Pemerintah secara resmi

membentuk DJSN lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 110 tahun 2008
tentang pengangkatan anggota DJSN tertanggal 24 September 2008.
Pro dan kontra keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
akhirnya berakhir pada 29 Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat dan kemudian
mengesahkannya menjadi Undang-Undang. Setelah melalui proses panjang yang
melelahkan mulai dari puluhan kali rapat di mana setidaknya dilakukan tak
kurang dari 50 kali pertemuan di tingkat Pansus, Panja, hingga proses formal
lainnya. Sementara di kalangan operator hal serupa dilakukan di lingkup empat
BUMN penyelenggara program jaminan sosial meliputiPT Jamsostek, PT Taspen,
Asabri, dan PT Askes. Meski bukan sesuatu yang mudah, namun keberadaan
BPJS mutlak ada sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang bahkan semestinya telah
dapat dioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak
selesai sampai disahkannyaBPJS menjadi UU formal, jalan terjal nan berliku
menanti di depan. Segudang pekerjaan rumah menunggu untuk diselesaikan demi
terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial. Sebuah kajian menyebutkan bahwa
saat ini, berdasarkan data yang dihimpun oleh DPR RI dari keempat Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang berstatus badan hukumnya adalah Persero tersebut,
hanya terdapat sekitar 50 juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan Sosial
yang diselenggarakan oleh 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial.
2.2 Sejarah Terbentuknya Jamsostek
Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang
panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,
Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang
pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP
No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang
pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU
No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses
lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut landasan


hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun 1977
diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial
tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta
dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977 tentang
pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995
ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial
Tenaga Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk
memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan
memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga
sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko
sosial.
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang berhubungan
dengan Amandemen UUD 1945 dengan perubahan pada pasal 34 ayat 2, dimana
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah mengesahkan Amandemen
tersebut, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan".
Kiprah Perseroan yang mengedepankan kepentingan dan hak normative
Tenaga Kerja di Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek
(Persero) memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua
(JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan
keluarganya.
Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak hanya
bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam

meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan


perkembangan masa depan bangsa.
2.3 Bentuk Badan Penyelenggara BPJS
UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. BPJS
Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan
hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia
termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun
2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun

2011,

BPJS

akan

menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu


lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes dan lembaga jaminan sosial
ketenaga kerjaan PT Jamsostek.[1] Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek
menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan
menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi
BPJS Ketenagakerjaan.
Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di
Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor
cabang di tingkat kabupaten kota.
2.4 Perlunya Perubahan Bentuk Badan Hukum
Ada 5 (lima) alasan yang mendasar mengapa BPJS sebaiknya mengacu pada
pembentukan badan hukum nirlaba atau wali amanat sebagai agensi nasional,
yaitu (a) BUMN Persero tidak tepat dijadikan sebagai BPJS karena kedudukan

pemerintah sebagai pemegang saham BUMN sedangkan penyelenggaraan


jaminan sosial merupakan tanggung-jawabnya; (b) BUMN Persero dibentuk
dengan PP sedangkan BPJS dibentuk dengan UU sesuai Pasal 5 UU SJSN; (c)
BUMN Persero adalah hasil dari kebijakan privatisasi BUMN Perum; (d)
penyelenggaraan SJSN berkaitan dengan koleksi iuran yang bersifat wajib
sehingga menyerupai Institusi Pajak dan (e) kepesertaan SJSN yang bersifat wajib
menurut UU SJSN tidak diamanatkan untuk diselenggarakan BUMN Persero
kecuali BPJS dengan Badan Hukum Nirlaba yang mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Karena itu, penyelenggaraan jaminan sosial merupakan kewewenangan agensi
nasional dengan bentuk badan hukum wali amanah yang berdasarkan UU sesuai
asas kemanusian, asas manfaat dan asas keadilansebagaimana tertuang dalam
Pasal 2 UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Secara universal, penyelenggaraan
SJSN identik dengan penyelenggara negara, karena sistem jaminan sosial
merupakan instrumen negara untuk redistribusi risiko melalui mitigasi risiko dan
relokasi anggaran negara bagi kelompok masyarakat yang membutuhkan program
bantuan sosial seperti jamkesmas, BLT, PKH dan beasiswa bagi anak anak dari
rumah tangga miskin. Badan penyelenggara dalam konteks UU No. 40 Tahun
2004 memiliki kewenangan mengatur suatu sistem jaminan sosial yang sekaligus
dapat melaksanakan program jaminan sosial sesuai kebutuhan. Syarat BPJS
memiliki jaringan yang terkait dengan program jaminan sosial dan atau fasilitas
kesehatan sebagaimana diperlukan peserta.
Dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial, Pemerintah, SJSN dan BPJS
saling berkaitan satu sama lain untuk menetapkan besarnya iuran, paket manfaat
dan melakukan kontrak kerja-sama dengan penyedia pelayanan kesehatan (PPK).
Dalam teori jaminan sosial sebagaimana dikemukakan Prof. George Rejda (1995)
bahwa pemerintah dalam penyelenggaraan jaminan sosial adalah satu pemerintah
sehingga tidak ada lagi dikhotomi antara pemerintah pusat dan pemerintah
pemerintah daerah, karena jaminan sosial sebagai faktor determinan berdirinya

sebuah negara kesatuan termasuk di negara negara federasi untuk kesejahteraan


rakyat.
Adapun alasan penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional adalah bahwa
jaminan sosial sebagai instrumen negara yang dirancang untuk redistribusi risiko
secara nasional sesuai asas dan prinsip prinsip UU SJSN. SJSN adalah sistem
jaminan sosial seumur hidup untuk keperluan perlindungan bagi seluruh rakyat
(kaya, menengah dan miskin) sehingga bersifat mengikat dalam kewajiban baik
tenaga-kerja, pemberi-kerja dan pemerintah). BPJS adalah wadah yang
independen yang didukung dengan UU untuk mewujudkan terselenggaranya
SJSN yang efektif. Karena dalam pelaksanaan program jaminan sosial
sebelumnya oleh Jamsostek pada dasarnya telah melakukan praktek dana amanah,
maka dengan sendirinya Jamsostek merupakan wali amanat.
TABEL 1. PERBEDAAN DAN PERSAMAAN STATUS ANTARA
JAMSOSTEK SEBAGAI JAMSOSTEK

SEBAGAI

BUMN PERSERO
1. Fungsi
Melaksanakan Jamsostek
2. Kewenangan
Sebagai pelaksana
3.
Keputusan RUPS

AMANAT
Menyelenggarakan SJSN
Sebagai penyelenggara
Rapat Umum DJSN

tertinggi
4. Dewan Pengawas
5. Dewan Pimpinan
6. Status karyawan
7.
Gaji
dan

Dewan Tripartit
Ketua dan Wakil Ketua
Non-PNS
Standar swasta

Dewan Komisaris Dewan


Direktur
Non-PNS
Standar swasta

emolemen
8.
Pemeriksa BPK

BPK

eksternal
9. Regulator
10.Pengesahan

Kementerian terkait
Kementerian BUMN

Kementerian terkait
Kementerian Keuangan

anggaran operasi
11. Modal

Saham

pemerintah Tidak ada modal

sebagai aset negara yang


dipisahkan dari APBN.

WALI

12.Kewajiban

JHT belum jatuh tempo

jangka
panjang
13. Cadangan

Terdiri

dari

JHT belum jatuh tempo Kewajiban

aktuaria JP
cadangan Terdiri dari dari cadangan program

teknis untuk JKK-JKm untuk JKK- JKm, cadangan umum


dan

cadangan

umum untuk belanja modal dan cadangan

untuk belanja modal


14. Kinerja

Finansial

katastrop
dengan Operasional

peningkatan laba
Kewajiban Tergantug dari RUPS

15.

tujuan untuk menutup kerugian dan


dengan

penambahan

peserta
Tidak ada

deviden

2.4.1

Perubahan Badan Hukum


Keempat BUMN Persero penyelenggara program jaminan sosial PT
ASKES, PT ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN, adalah empat badan
privat yang terdiri dari persekutuan modal dan bertanggung jawab kepada
pemegang saham. Keempatnya bertindak sesuai dengan kewenangan yang
diberikan oleh dan sesuai dengan keputusan pemilik saham yang tergabung
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sebagai badan hukum privat, BUMN Persero tidak didirikan oleh
penguasa Negara dengan Undang-Undang, melainkan ia didirikan oleh
perseorangan selayaknya perusahaan umum lainnya, didaftarkan pada notaris
dan diberi keabsahan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Menteri
mendirikan persero setelah berkonsultasi dengan Presiden dan setelah dikaji
oleh Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.
RUPS adalah organ Persero yang memegang kekuasaan tertinggi
dalam Persero dan memegang wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi
atau Komisaris. Transformasi kelembagaan jaminan sosial mengeluarkan
badan penyelenggara jaminan sosial dari tatanan Persero yang berdasar pada

kepemilikan saham dan kewenangan RUPS, menuju tatanan badan hukum


publik sebagai pelaksana amanat konstitusi dan peraturan perundangan.
Selanjutnya, perubahan berlanjut pada organisasi badan
penyelenggara. Didasari pada kondisi bahwa kekayaan Negara dan saham
tidak dikenal dalam SJSN, maka RUPS tidak dikenal dalam organ BPJS.
Organ BPJS terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi. Dewan
Pengawas berfungsi melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas BPJS,
sedangkan Direksi berfungsi melaksanakan penyelenggaraan kegiatan
operasional BPJS.Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Berbeda dengan Dewan Pengawas BUMN Persero, Dewan Pengawas BPJS
ditetapkan oleh Presiden. Pemilihan Dewan Pengawas BPJS dilakukan oleh
Presiden dan DPR. Presiden memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur
Pemerintah, sedangkan DPR memilih anggota Dewan Pengawas dari unsur
Pekerja, unsur Pemberi Kerja dan unsur tokoh masyarakat.
Sebagai badan hukum privat, keempat BUMN Persero tersebut tidak
memiliki kewenangan publik yang seharusnya dimiliki oleh badan
penyelenggara jaminan sosial. Hambatan utama yang dialami oleh keempat
BUMN Persero adalah ketidakefektifan penegakan hukum jaminan sosial
karena ketiadaan kewenangan untuk mengatur, mengawasi maupun
menjatuhkan sanksi kepada peserta. Sebaliknya, BPJS selaku badan hukum
publik memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur publik melalui
kewenangan membuat peraturan-peraturan yang mengikat publik.
Sebagai badan hukum publik, BPJS wajib menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya kepada pejabat publik yang
diwakili oleh Presiden. BPJS menyampaikan kinerjanya dalam bentuk
laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah
diaudit oleh akuntan publik kepada Presiden, dengan tembusan kepada DJSN,
paling lambat 30 Juni tahun berikutnya.
Perubahan terakhir dari serangkaian proses transformasi badan
penyelenggara jaminan sosial adalah perubahan budaya organisasi. Reposisi

kedudukan peserta dan kepemilikan dana dalam tatanan penyelenggaraan


jaminan sosial mengubah perilaku dan kinerja badan penyelenggara. Pasal 40
ayat (2) UU BPJS mewajibkan BPJS memisahkan aset BPJS dan aset Dana
Jaminan Sosial. Pasal 40 ayat (3) UU BPJS menegaskan bahwa aset Dana
Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS.

Penegasan ini untuk

memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik


seluruh peserta yang tidak merupakan aset BPJS.
2.4.2

Karakteristik BPJS Sebagai Badan Hukum Publik


BPJS merupakan badan hukum publik karena memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

1. Dibentuk dengan Undang-Undang (Pasal 5 UU BPJS)


2. Berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yang berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pasal 2 UU BPJS)
3. Diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang mengikat umum
(Pasal 48 ayat (3) UU BPJS)
4. Bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk kepentingan
peserta (Pasal 10 huruf d UU BPJS)
5. Berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta
dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional (Pasal 11 huruf c UU
BPJS)
6. Bertindak mewakili Negara RI sebagai anggota organisasi atau lembaga
internasional (Pasal 51 ayat (3) UU BPJS)

7. Berwenang mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi


kerja yang tidak memenuhi kewajibannya (Pasal 11 huruf f UU BPJS).
8. Pengangkatan Angggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi oleh
Presiden, setelah melalui proses seleksi publik (Pasal 28 s/d Pasal 30 UU
BPJS).

2.5 Proses Transformasi PT. Jamsostek Menjadi BPJS Ketenagakerjaan


2.5.1 Perintah Transformasi
Perintah transformasi kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial
diatur dalam UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(UU SJSN). Penjelasan Umum alinea kesepuluh UU SJSN menjelaskan
bahwa, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dibentuk oleh UU
SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang
tengah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru.
Transformasi badan penyelenggara diatur lebih rinci dalam UU No. 24
tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). UU
BPJS adalah pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.
007/PUU-III/2005.
Penjelasan Umum UU BPJS alinea keempat mengemukakan bahwa UU
BPJS merupakan pelaksanaan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca
Putusan

Mahkamah

Konstitusi.

Kedua

pasal

ini

mengamanatkan

pembentukan BPJS dan transformasi kelembagaan PT ASKES (Persero), PT


ASABRI (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero) dan PT TASPEN (Persero)
menjadi BPJS. Transformasi kelembagaan diikuti adanya pengalihan peserta,
program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban.
2.5.2

Makna Transformasi
UU SJSN dan UU BPJS memberi arti kata transformasi sebagai
perubahan bentuk BUMN Persero yang menyelenggarakan program jaminan

sosial, menjadi BPJS. Perubahan bentuk bermakna perubahan karakteristik


badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan
filosofi penyelenggaraan program jaminan sosial. Perubahan karakteristik
berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang
lingkup kerja dan kewenangan badan yang selanjutnya diikuti dengan
perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi.

2.5.3

Transformasi PT. Jamsostek ke BPJS

Berbeda dengan transformasi PT ASKES (Persero), transformasi PT


Jamsostek dilakukan dalam dua tahap yaitu :

1. Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi


BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun, mulai 25 November
2011 sampai dengan 31 Desember 2013. Tahap pertama diakhiri dengan
pendirian BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014.
2. Tahap kedua, adalah tahap penyiapan operasionalisasi

BPJS

Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan program jaminan kecelakaan


kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai
dengan ketentuan UU SJSN. Persiapan tahap kedua berlangsung selambatlambatnya hingga 30 Juni 2015 dan diakhiri dengan beroperasinya BPJS
Ketenagakerjaan untuk penyelenggaraan keempat program tersebut sesuai
dengan ketentuan UU SJSN selambatnya pada 1 Juli 2015.
Selama masa persiapan, Dewan Komisaris dan Direksi PT Jamsostek
(Persero) ditugasi untuk menyiapkan:
1. pengalihan program jaminan kesehatan Jamsostek kepada BPJS Kesehatan
2. pengalihan asset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban program jaminan
pemeliharaan kesehatan PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Kesehatan.
3. Penyiapan beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan berupa pembangunan
sistem dan prosedur bagi penyelenggaraan program jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian, serta
sosialisasi program kepada publik.
4. pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban PT
Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan.
Penyiapan pengalihan asset dan liabilitas, pegawai serta hak dan
kewajiban PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan mencakup
penunjukan kantor akuntan publik untuk melakukan audit atas:

1. laporan keuangan penutup PT Askes(Persero),


2. laporan posisi keuangan pembukaan BPJS Kes,
3. laporan posisi keuangan pembukaan dana jaminan kesehatan.
Seperti halnya pembubaran PT ASKES (Persero), pada 1 Januari 2014 PT
Jamsostek (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dan PT Jamsostek
(Persero) berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Peraturan Pemerintah No.
36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
lagi.Semua asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Jamsostek
(Persero) menjadi asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS
Ketenagakerjaan. Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai
BPJS Ketenagakerjaan.
Pada saat pembubaran, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan
laporan posisi keuangan penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan
audit oleh kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan posissi
laporan keuangan pembukaan BPJS Ketenagakerjaan dan laporan posisi
keuangan pembukaan dana jaminan ketenagakerjaan.Sejak 1 Januari 2014
hingga selambat-lambatnya 30 Juni 2015, BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan
penyelenggaraan tiga program yang selama ini diselenggarakan oleh PT
Jamsostek (Persero), yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari
tua dan jaminan kematian, termasuk menerima peserta baru. Penyelenggaraan
ketiga program tersebut oleh BPJS Ketenagakerjaan masih berpedoman pada
ketentuan Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 UU No. 3 Tahun 1992 tentang
Jamsostek.

Selambat-lambatnya pada 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan beroperasi


sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Seluruh pasal UU Jamsostek dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan
kematian sesuai dengan ketentuan UU SJSN untuk seluruh pekerja kecuali
Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan POLRI.
Untuk pertama kali, Presiden mengangkat Dewan Komisaris dan Direksi
PT Jamsostek (Persero) menjadi aggota Dewan Pengawas dan anggota Direksi
BPJS Ketenagakerjaan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS
Ketenagakerjaan mulai beroperasi. Ketentuan ini berpotensi menimbulkan
kekosongan pimpinan dan pengawas BPJS Ketenagakerjaan di masa transisi,
mulai saat pembubaran PT JAMSOSTEK pada 1 Januari 2014 hingga
beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pro dan kontra keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) akhirnya berakhir pada 29 Oktober 2011, ketika DPR RI sepakat
dan kemudian mengesahkannya menjadi Undang-Undang. Sementara di
kalangan operator hal serupa dilakukan di lingkup empat BUMN
penyelenggara program jaminan sosial meliputiPT Jamsostek, PT Taspen,
Asabri, dan PT Askes. Meski bukan sesuatu yang mudah, namun
keberadaan BPJS mutlak ada sebagai implementasi Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN),
yang bahkan semestinya telah dapat dioperasionalkan sejak 9 Oktober
2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak selesai sampai disahkannyaBPJS
menjadi UU formal, jalan terjal nan berliku menanti di depan.
2. Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang
panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang
kecelakaan kerja samapai diberlakukannya UU No.14/1969 tentang
Pokok-pokok Tenaga Kerja, secara kronologis proses lahirnya asuransi
sosial tenaga kerja semakin transparan. Kiprah Perseroan yang
mengedepankan kepentingan dan hak normative Tenaga Kerja di
Indonesia terus berlanjut. Sampai saat ini, PT Jamsostek (Persero)
memberikan perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan

Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh
tenaga kerja dan keluarganya.
3. UU BPJS membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),
BPJS

Kesehatan

dan

BPJS

Ketenagakerjaan.

BPJS

Kesehatan

menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk


Indonesia termasuk orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan
jaminan kematian bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
4. Adapun alasan penyelenggaraan jaminan sosial secara nasional adalah
bahwa jaminan sosial sebagai instrumen negara yang dirancang untuk
redistribusi risiko secara nasional sesuai asas dan prinsip prinsip UU
SJSN. SJSN adalah sistem jaminan sosial seumur hidup untuk keperluan
perlindungan bagi seluruh rakyat (kaya, menengah dan miskin) sehingga
bersifat mengikat dalam kewajiban baik tenaga-kerja, pemberi-kerja dan
pemerintah).
5. Transformasi PT Jamsostek dilakukan dalam dua tahap yaitu :
Tahap pertama adalah masa peralihan PT JAMSOSTEK (Persero) menjadi
BPJS Ketenagakerjaan berlangsung selama 2 tahun. Tahap kedua, adalah
tahap

penyiapan

operasionalisasi

BPJS

Ketenagakerjaan

untuk

penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua,


jaminan pensiun dan jaminan kematian sesuai dengan ketentuan UU
SJSN.
3.2 Saran
Penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional merupakan program
besar pemerintah saat ini yang bertujuan untuk memberikan peluang bagi
kesejahteraan masyarakat melalui jaminan perlindungan beban terhadap
permasalahan kesehatan dan ketenagakerjaan masyarakat sehingga saran kita
berada pada satu harapan untuk penyelenggaraan program khususnya

transformasi jamsostek ke BPJS ini agar memberikan manfaat bagi kita semua
baik dalam formulasi maupun implementasi kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai