Anda di halaman 1dari 5

Dipelukan Mama

Suara

adzan

menggema

dari

speaker

masjid

depan

rumah,

aku

menggeliat saat mama beranjak dari tempat tidur. Ku resapi suara itu,
rasanya sangat sejuk dan menentramkan hati, kulihat mama sembahyang
dengan khusyunya. Tiba-tiba ketukan pintu terdengar sangat keras, seusai
sembahyang mama segera lari kearah suara itu berasal, beberapa menit
kemudian kudengar sangat ribut dan gaduh. Akh pasti laki-laki itu,
seseorang yang sangat aku benci, selama 3 Bulan ini yang ku tahu lakilaki itu hanyalah benalu bagi mama. Setiap pagi buta dia selalu datang
dengan suara parau dan bau alkohol, dia selalu datang untuk meminta
uang pada mama, jika mama tidak punya atau tidak memberikan uang
padanya dia akan memukuli mama, aku hanya bisa menangis saat mama
dipukuli, aku tidak bisa apa-apa, aku hanya seorang makhluk kecil yang
tak berdaya. Ingin rasanya aku mendorongnya ke dasar jurang supaya dia
tidak memukuli mama lagi. Pagi itu dia merusak seisi rumah karena mama
tidak bisa memberikannya uang, mama yang hanya seorang tukang jahit
tidak memiliki banyak uang simpanan, tiba-tiba dia masuk ke kamar
tidurku lalu dia mengangkatku, aku menjerit ketakutan begitupun dengan
mama Mas tolong jangan apa-apakan anak kita, dia masih sangat kecil.
Dia tidak mengerti apa-apa kata ibu sambil menangis Kalo gitu kasih
sertifikat rumah ini. Atau anak ini saya jual jawabnya dengan nada
mengancam Jangan mas, kalo sertifikat rumah ini kamu pakai buat judi,
mau tinggal dimana kita setelah dia mendapatkan yang dia mau dia pun
pergi.
Keesokan harinya beberapa laki-laki tinggi besar datang ke rumah,
mereka memaksaku dan mama untuk meninggalkan rumah. Mama yang
tidak sanggup untuk melawan terpaksa mengemasi beberapa barang
yang masih bisa dibawa. Dengan trik matahari yang membakar kulit, kami
pergi menyisiri jalan peluh mama berjatuhan mengenai dahiku, aku
merengek kelaparan tapi sepertinya mamapun belum mengisi perutnya
sejak pagi. Di ujung jalan kami melihat warung nasi yang sangat ramai,
mama menghampiri warung itu tapi hanya berdiri di depannya, seorang

yang keluar dari warung itu berteriak Ma ada pengemis setelah itu
seorang perempuan paruh baya keluar dari warung tersebut dan
memberikan beberapa koin sambil berkata Ambil ini dan pergi dari depan
warung saya padahal niat kami bukan untuk mengemis. Setelah lama
berjalan kami berteduh ke sebuah mushola kecil di ujung kampung
kumuh, rumah-rumah tripleks berjejer rapih dan anak-anak yang hanya
memakai kaus kutang dengan tubuh yang entah kotor atau memang kulit
mereka hitam karna seringnya tersengat matahari, mereka berlari riang
gembira seolah tidak memiliki beban dalam hidup mereka.
Setelah 5 tahun aku menjadi pengganti anak-anak kecil itu, aku berlari
kesana kemari mengejar teman-temanku. Gista ayo cepat pakai baju
kamu perintah ibuku, akupun berlari kerumah dan memakai baju yang
telah disiapkan mama, mama menggendongku dengan kain samping
panjang, setelah sampai mama mengganti bajunya dengan baju orange
dan topi yang melingkari kepalanya ditangannya gagang sapu telah siap
untuk diajak berjuang, aku duduk di bahu jalan menopang dagu dengan
tanganku sambil memerhatikan mama seesekali mama menoleh kearahku
sambil tersenyum akupun memiringkan kepala sambil tersenyum dan
memperlihatkan gigi hitamku seolah menyemangatinya, namun hal ini
sangat

membosankan.

Setiap

kali

mama

bekerja

aku

hanya

di

perbolehkan bermain 10 meter dari tempat mama menyapu. Aku


mendengar suara ramai dari arah belakang kulihat banyak anak-anak
yang memakai baju seragam sambil bergoyang-goyang, seperinya itu
sangat menyenangkan ku panggil ibuku Maaaa sambil menunjuk arah
suara ramai itu berasal mama mengangguk.
Kutirukan anak-anak itu bergoyang mengangkat tangan, menggoyangkan
pinggang mereka ke kanan dan ke kiri, dan berputar-putar. Setelah lagu
berhenti mereka masuk kelas, pintu kelas yang terbuka membuatku dapat
mendengarkan dan melihat proses belajar, setelah mereka pulang akupun
kembali ketempat mama. Dirumah aku mencoba untuk menggambar
seperti yang ibu guru ajarkan pada muridnya tadi pagi, kuperlihatkan
gambarku pada mama Mama liat! Ini mama ini ista sambil menunjuk

setiap gambar Ista mau bikin lumah yang gede sambil merentangkan
tangannya Buat mama kalo ista udah besal, bial mama ga kedinginan
kalo bobo, telus nanti kalo mama abis kelja mama minum es dali lemali
yang kaya di lumah pak aji yang di depan itu looh ma. Mama menangis
sambil memelukku, aku tidak mengerti kenapa mama mengis.
Setelah lama mama mengetahui kalau selama ini aku mengintip anakanak itu sekolah, mama sangat senang melihat semangatku belajar dan
mamapun memilih untuk menyapu di jalan sekitar sekolah itu saja supaya
saya dapat meneruskan belajar. Suatau hari seorang guru mengampiriku,
aku sangat ketakutan aku menangis takut-takut dimarahi guru itu. Tapi
ternyata guru itu sangat baik dia menghampiri mama setelah jam belajar
usai, dan menanyakan kenapa aku tidak di sekolahkan Saya cuma orang
pinggiran bu, jangankan untuk biaya sekolah untuk makan saja sudah
syukur bu jawab mama, ibu guru itu hanya mengangguk. Setelah
menanyakan beberapa pelajaran padaku ibu guru itu pergi.
Setelah kejadian itu ibu guru yang ternyata kepala sekolah menyuruhku
untuk ikut belajar di dalam kelas dengan seragam yang sama seperti
anak-anak lain, aku sangat gembira ibu guru berpesan agar aku tetap
semangat dalam belajar. Semenjak aku sekolah mama berkerja lebih
banyak untuk membiayaiku sekolah, walaupun mama hanya membayar
setengah dari biaya sekolah tapi itu tetap saja sangat sulit bagi kami,
akupun tidak ingin menyia-nyiakan kerja keras mama, aku belajar dengan
giat walaupun banyak cemoohan dari para tetangga yang mengatakan
kalau aku tidak mungkin bisa sekolah sampai tinggi Mana mungkin orang
miskin, kampung bisa sekolah tinggi. Paling-paling lulus sekolah jadi
karyawan pabrik sama penjaga indomart kata mereka. Tapi syukurlah
kerja kerasku dan mama tidak sia-sia, aku terus sekola hingga SMA
dengan biaya dari beasiswa yang diberikan yayasan. Di masa-masa SMA
ambisiku untuk keluar dari kampung kumuh ini semakin membesar.
Tapi suatu hari laki-laki yang sangat tidak ingin kulihat mendatangi mama,
kali ini bukan untuk meminta uang tapi dia meminta agar kita dapat
menerimanya sebagai keluarga dan dia berjanji tidak akan melakukan

kejahatan lagi. Hati mama memang seperti bidadari, sangat lembut dan
halus, mama mau menerimanya. Dan setelah itu aku dan mama sering
bertengkar, meskipun mama selalu memberikan penjelasan agar aku bisa
menerimanaya sebagai keluarga, aku tetap tidak ingin dia berada di
rumah ini, bagiku kenapa dia sangat buruk memperlakukan mama dulu
dan sekarang setelah aku hampir menggapai impianku dia tiba-tiba saja
datang, dari mana saja dia selama ini? Menelantarkan keluarganya lalu
datang seenaknya dan meminta di akui sebagai keluarga, di sehat? Atau
sudah gila?.
3 Bulan kemudian aku dapat surat kalau aku mendapatkan beasiswa di
Prancis dengan bidang study Arsitektur, entahlah harus gembira atau
sedih, sedih karna harus meninggalkan mama, tapi inilah impianku
menjadi

seorang

keberangkatanku,

arsitek
tapi

ternama.

aku

harap

Mama
tangisan

menangis
itu

mengiringi

adalah

tangisan

kebahagiaan. Selain belajar aku juga mengambil part time job, lumayan
hasilnya dapat memberikan rumah yang lebih layak untuk mama dan
bapak di tanah air. Di tahun kedua studyku, aku mendapat kabar bahwa
bapak

meninggal,

walaupun

selama

ini

aku

memang

sangat

membencinya namun bagaimanapun dia tetap penyebab aku ada


sekarang. Dan tak dapat ku pungkiri bahwa hati kecilkupun memiliki rasa
sayang padanya.
Aku belajar dan bekerja dengan giat, impianku sudah hampir tercapai,
tidak akan ada lagi yang mencemooh kami. Tapi karna terlalu fokus
belajar aku sering meninggalkan makan, padahal mama selalu berpesan
Gista ingat sesibuk apapun kamu, kamu harus tau waktu. Sempatkan
waktu untuk beribadah, dan jangan lupa kesehatan nomor 1 setelah
Studiku selesai aku menikah dengan dokter yang merawatku saat aku di
Prancis.

Dia

sangat

baik,

ia

juga

memperlakukan

mama

seperti

memperlakukan ibunya sendiri karna dia tau kalau mama adalah satusatunya harta berhargaku.
Di tahun ketiga pernikahanku aku divonis kanker pancreas stad akhir,
pikiranku langsung teringat pada mama, setelah aku meminta izin pada

suamiku akupun pulang kerumah mama, mama sangat terkejut melihatku


datang sendiri, aku berdalih kalau aku ingin bersama mama dan tidak
ingin

diganggu

siapapun,

kuhabiskan

hari-hariku

bersama

mama.

Dimalam terakhirku aku meminta untuk tidur dipangkuan mama sambil


meminta agar mama mengelus kepalaku, disaat bersamaan mama
menanyakan apakah aku sedang mempunyai masalah yang sangat besar,
aku menggeleng namun airmataku tak bisa terbendung, aku memeluk
mama sambil berkata Mama kalo nanti ista udah ga sama mama, mama
jaga diri baik-baik yah, jangan lupa makan, jangan pikirin ista mama
membalas pelukanku dengan raut khawatirIsta kamu ngomong apa?
Kamu anak mama ga bakalan ada yang bisa misahin kita akhirnya
kuceritakan tentang penyakitku pada mama. Mama menangis histeris, aku
coba menenangkannya Ma setiap yang hidup akan mati, entah ista atau
mama dulu semua ini akan terjadi. Mama jangan sedih kalau mama sedih
nanti ista disana ga tenang. Ista Cuma mau minta satu hal sebelum ista
pergi, ista mau di hembusan nafas terakhir ista, ista ada di pelukan
mama mama mengangguk dan memelukku erat sampai nafasku tidak
dapat kurasakan lagi.

Anda mungkin juga menyukai