Anda di halaman 1dari 10

NEWS

INTERNASIONAL

EKONOMI

BOLA

OLAHRAGA

TEKNOLOGI

OTOMOTIF

HIBURAN

RONA

VIDEO

FOTO

INDEX

NEWS

INTERNASIONAL

EKONOMI

BOLA

OLAHRAGA

TEKNOLOGI

OTOMOTIF

HIBURAN

RONA

VIDEO

FOTO

INDEX

Home >>

News

News(Telusur)

Lagi-lagi AS Angkat Kaki

News(Telusur)

Langkah Hengkang Ford

News(Telusur)

Ramalan Nasib Ford

Ford dan Persaingan di Indonesia


Surya Perkasa - 01 Februari 2016 21:57 wib

Suasana Booth Ford pada pameran Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2015 di
Indonesia Convention Exhibition (ICE), Serpong, Tangerang, Banten. (foto: MI/Ramdani)
Metrotvnews.com, Jakarta: Henry Ford mendirikan cikal bakal perusahaan raksasa Ford Motor
Company pada 3 November 1901. Perusahaan keluarga yang didirikan dengan nama Henry Ford
Company ini kemudian bertukar nama menjadi Cadillac Motor Company dan mulai serius
bermain di industri otomotif setelah mendapat investasi dari 12 orang lain pada 1903.
Dalam waktu kurang dari delapan tahun, Ford menjadi perusahan terdepan dalam industri
otomotif Amerika Serikat. Apalagi semenjak Ford meluncurkan seri Model T yang menjadi
simbol perubahan industri kereta besi bermesin. Tren mobil sebagai kendaraan yang aman dan
terjangkau bagi masyarakat, serta dapat diandalkan terus mewabah. Nama Ford Motor Company
semakin ternama.
Ford Motor Company perlahan tapi pasti kian mendominasi industri otomotif. Selama puluhan
tahun Ford berada di posisi penguasa otomotif AS. Tiga raksasa industri yang terdiri dari Ford,
Fiat Chrysler Automobile (FCA), dan General Motors bersama puluhan merk yang bernaung
terus berkompetisi dan melakukan ekspansi walau berasal dari kota yang sama.
Kota Detroit, Michigan, Amerika Serikat pun menjadi pusat otomotif, ujar guru besar
Universitas Indonesia Rhenald Kasali kepada metrotvnews.com, Kamis (28/1/2016).
Ekspansi industri otomotif Amerika Serikat ini tidak dapat dibendung. Walau industri otomotif

sempat mundur saat perang Timur Tengah terjadi di era 1970an dan menyebabkan harga minyak
melambung, langkah Ford tak terhenti.
Indonesia pun tak lepas dari sasaran tembak pasar otomotif. Ford kemudian masuk secara resmi
di Nusantara pada 1989. Walau terkesan terlambat masuk dibanding merk lain.
Kehadiran merek otomotif asal Amerika Serikat tersebut tidak terlepas dari Indonesia Republic
Motor Company (IRMC). Saat itu mereka memasarkan beberapa kendaraan seperti Telstar, TX3, TX-5, Cortina, dan Laser. Namun krisis ekonomi yang menghantam Indonesia pada 1997
memaksa merk Ford sempat menarik diri.
Beranjak pada tahun Juli 2000, tugas Agen Pemegang Merek (APM) Ford diambil alih oleh Ford
Motor Indonesia. Awal kemunculannya, FMI hanya menawarkan dua produknya yakni Ranger
dan Everest. Namun, anak perusahaan resmi Ford ini terus berusaha menawarkan kualitas terbaik
mobil Amerika Serikat. Perlahan mereka memperkenalkan jajaran produk terbaik mereka dari
beragam segmen. Mulai dari Fiesta, Escape, Focus hingga Ecosport.
Ford dapat diterima masyarakat Indonesia dengan cukup baik. Bahkan Ford mampu menciptakan
loyalis tersendiri. Buktinya, Ford berada di posisi teratas pabrikan Eropa dan Amerika lain dalam
penguasaan pasar beberapa tahun terakhir.

Walau memiliki porsi yang cukup besar di pasar Indonesia, Ford justru mengeluarkan pernyataan
resmi yang sangat mengejutkan. Mereka akan angkat kaki dari Indonesia pada pertengahan tahun
2016.
"Hari ini kami telah mengumumkan keputusan bisnis yang sulit untuk mundur dari seluruh
operasi kami di Indonesia pada paruh kedua tahun ini. Hal ini termasuk menutup dealership Ford
dan menghentikan penjualan dan impor resmi semua kendaraan Ford," ujar Managing Director
FMI Bagus Susanto dalam siaran pers yang diterbitkan Senin 25 Januari 2016.
Keputusan hengkang Ford ini sangat ajaib dan mengundang pertanyaan publik. Karena
langkah mundur dari Indonesia ini bertepatan dengan kondisi kesehatan perusahaan induk Ford

di AS sedang membaik serta penjualan secara global tengah meningkat. Ya, ini momentum
pemulihan ekonomi AS setelah didera krisis keuangan hebat yang pada 2008 lalu. Penjualan
pada tahun 2015 tercatat sebanyak 2.613.162 unit secara global, atau meningkat sekitar 5 persen.
Nilai penjualan berkisar USD145 miliar.
Dominasi Jepang
Buick, Chrysler, Chevrolet, Plymouth, Jeep, Volkswagon dan Mercedez-Benz adalah sederet
merek mobil buatan negara-negara Barat yang menguasai jalanan Indonesia paska-kemerdekaan.
Kereta kencana bermesin ini kebanyakan juga baru bisa dimiliki orang-orang berada.
Dominasi kendaraaan buatan negara Eropa dan Amerika ini sangat wajar terjadi. Belanda,
Inggris dan Jepang yang masuk Indonesia kebanyakan menggunakan kendaraan rakitan Eropa
dan Amerika. Apalagi General Motors (GM) mendirikan pabrik perakitan Chevrolet di Tanjung
Priok pada 1920.
Beberapa merek kendaraan perlahan juga menyasar khalayak ramai. Morris misalnya. Kendaraan
ini cukup banyak lalu lalang di jalanan sebagai kendaraaan umum.
Kendaraan bersejarah ini pun diabadikan dalam salah satu sinetron nasional Si Doel Anak
Sekolahan. Morris Cowley MCV berwarna biru yang dimiliki Babe Sabeni adalah salah satu
kendaraan rakyat yang diproduksi 1950-1957. Di negara asalnya sendiri Morris banyak
digunakan untuk berdagang dan toko berjalan.
Ini merupakan gambaran bentuk dominasi mobil Eropa dan Amerika dari kalangan atas hingga
bawah.
Namun, dominasi mobil Eropa dan Amerika bergeser dengan kemunculan kendaraan buatan
Jepang. Dimulai denga kemunculan bemo bikinan Jepang, kata Rhenald.
Pakar strategi bisnis ini menjelaskan, awalnya mobil produk Jepang secara kualitas masih jauh
tertinggal dengan Amerika dan Eropa yang industri otomotifnya telah mapan. Jepang pun hanya
bisa perlahan membuka pasar dengan menjual mobil murah.
Namun peluang unggul dalam bisnis tiba-tiba terbuka untuk Jepang. Krisis minyak terjadi pada
tahun 1970. Harga minyak melambung tinggi. Resesi terjadi di Eropa dan Amerika. Industri
otomotif mereka pun babak belur bertahan di tengah krisis ini.
Beberapa produsen Jepang yang sejak awal membuat kendaraan beroda empat murah dan irit
akhirnya semakin dilirik. Mobil-mobil merek Jepang seperti Honda, Toyota, Daihatsu dan
Mitsubishi pada era krisis itu semakin laris bak kacang goreng.
Karena potensi pasar yang sangat besar, perusahaan-perusahaan Jepang itu pun satu persatu
membuka pabrik rakitannya di Indonesia. Indonesia dengan ratusan juta rakyatnya terbentang
dari Sabang hingga Merauke tentu punya potensi yang luar bisa. Inilah yang dilihat oleh
produsen-produsen Jepang, dan dilirik produsen negara lain, jelas pengamat otomotif Bebin

Djuana kepada metrotvnews.com, Kamis (28/1/2016).


Mantan Deputi General Manager Marketing Suzuki Indomobil Motor dan Deputi Marketing
Director Hyundai Motor Indonesia ini juga menjelaskan, kemampuan melihat peluang dan
keberanian berinvestasi ini memberi keuntungan untuk pabrikan Jepang di kemudian hari dalam
menguasai pasar otomotif Indonesia dan juga global.
Pabrikan Jepang mendapat porsi tersendiri di dalam hati konsumen otomotif Indonesia dan
global. Ini pun menghasilkan brand image yang bagus untuk produk-produk Jepang. Citra mobil
murah, irit dan berkualitas pun melekat ke pabrikan Negeri Matahari Terbit.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cepat juga memberi keuntungan kepada industri otomotif
pabrikan Jepang. Semakin meningkatnya kebutuhan dan tingkat kepercayaan publik yang tinggi
menguntungkan pabrikan Jepang.
Dalam waktu 30 tahun, Jepang berhasil mendominasi pasar mobil Indonesia. Hal ini dapat dilihat
dari penguasaan pasar

Mungkin cerita bisa lain jika Ford punya pabrik di Tanah Air. Hal ini hampir saja terjadi jika
rencana Ford menanamkan modal hingga US$500 juta di Indonesia pada tahun 1997. Namun
krisis ekonomi serta kondisi politik yang tidak stabil waktu itu membuat Ford mengalihkan
investasinya ke Thailand.
Alhasil, Ford tumbuh subur disana dengan investasi yang terus berkembang, kata pakar
ekonomi dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Haryo Aswicahyono, Minggu
(31/1/2016).
Thailand pun menjadi basis bagi produk-produk SUV dan Double Cabin-nya. Dua produk Ford
yang cukup laku keras di Indonesia itu pun didatangkan dari sana. Namun sayang, kata Haryo,
ini justru meningkatkan biaya distribusi dan kesulitan menyediakan komponen yang dibutuhkan.
Ujung-ujungnya ini justru semakin mempersulit Ford menyusupi pasar mobil Indonesia.

Hal senada juga disampaikan oleh Bebin. Hal itu yang sudah dirintis produsen Jepang lebih dari
30 tahun lalu. Sekarang mereka tentu lebih bisa bertahan. Kalau Ford baru mau investasi tentu
sangat berat karena kondisi pasar sedang turun. Seperti buah simalakama jadinya, kata Bebin.
Secara perlahan penguasaan pasar pabrikan non Jepang semakin kuat mengakar. Bahkan pondasi
pabrikan mobil Jepang di Indonesia sudah terlalu kuat. Pilihan Ford untuk angkat tangan
menghadapi persaingan dengan mobil Jepang pun menjadi keputusan paling rasional.
Mereka bukan kecewa. Mereka bukan ngambek. Ford itu perusahaan AS, dan perusahaan AS itu
pragmatis. Semua dihitung untung rugi, kata Rhenald.
Pertanyaannya, akankah pabrikan mobil non-Jepang lain akan mengambil langkah yang sama?

Langkah Hengkang Ford


Mohammad Adam - 01 Februari 2016 21:40 wib

Seorang pria melintas di depan salah satu dealer Ford di Jakarta. (foto: AP/Achmad Ibrahim)
Metrotvnews.com, Jakarta: Pengumuman Ford Motor Company perihal penghentian operasi
bisnisnya di Indonesia dan Jepang menjadi kabar yang mengejutkan. Karena langkah mundur
perusahaan besutan Henry Ford ini mencakup penutupan seluruh dealer di Tanah Air dan Negeri
Sakura.

Presiden Ford Motor Asia Pasifik Dave Schoch dalam keterangan tertulisnya, Senin 25 Januari
2016, menyatakan tidak ada lagi peluang untuk menghasilkan keuntungan di Indonesia dan
Jepang. Ini sekaligus menjelaskan alasan penghentian semua operasi bisnis Ford di dua negara
tersebut.
Kabar ini mengingatkan kepada General Motor yang pertengahan tahun lalu memutuskan
menutup kegiatan produksi Chevrolet di Indonesia. Namun demikian jaringan GMI yang ada
masih terus melakukan penjualan dan layanan purna jual.
PT Ford Motor Indonesia (FMI) menegaskan penutupan perusahaan dilakukan pada paruh kedua
tahun 2016. Faktor penyebabnya adalah angka penjualan yang tak pernah memuaskan terjadi
setiap tahun. Data wholesales Gaikindo 2015 menunjukkan pada tahun lalu FMI hanya punya
pangsa pasar 0,6 persen saja dengan penjualan 6.066 unit, atau turun dari capaian tahun
sebelumnya. Pada tahun 2014 pangsa pasar FMI satu persen dengan penjualan menembus angka
11.556 unit.
Faktor pelambatan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2015 menjadi kambing hitam atas
kegagalan FMI meningkatkan penjualan. Kondisi ekonomi yang sedang tak bergairah, memang
mudah disalahkan atas kelesuan bisnis. Tapi, kondisi ini bukan hanya diderita FMI saja. Semua
APM atau perusahaan sejenisnya pun merasakan hal yang sama.
Kondisi serupa pun dialami General Motor Indonesia yang menjual Chevrolet. Tahun 2015 lalu
General Motor Indonesia hanya dapat pangsa pasar 0,5 persen (4.879 unit), lebih buruk dari
Ford.
Ford sepertinya tak percaya diri menghadapi persaingan yang diprediksi bakal lebih ketat pada
tahun 2016. Padahal brand mereka tidak terlalu jelek, bahkan sudah ada penggemar loyalnya
sendiri. Beberapa produk Ford juga ada yang diminati. Antara lain model Ecosport, Fiesta yang
banyak digunakan. Belum lagi Ranger dan Everest yang digunakan untuk pertambangan hingga
korporasi pemerintah.
Perihal angkat kaki Ford dari Indonesia bukan kali pertama, secara bisnis Ford sudah ada di
Indonesia sejak 1989 di bawah bendera Indonesia Republic Motor Company (IRMC). Namun
daya saing membuat mereka hengkang hingga akhirnya kembali pada Juli 2000 di bawah
bendera FMI.
Sepanjang perjalanan tersebut, FMI cukup mendapatkan sambutan yang baik, terlebih dengan
kehadiran Ranger dan Everest. Disusul pula dengan produk menarik lain seperti Fiesta, Escape,
Focus hingga Ecosport. Mungkin cerita bisa lain jika Ford punya pabrik di sini, pasalnya tahun
1997 mereka bersiap tanamkan modal hingga US$500 juta di Indonesia. Namun, krisis ekonomi
serta kondisi politik yang tidak stabil diwaktu itu, membuat Ford mengalihkan investasinya ke
Thailand.
Alhasil, Ford tumbuh subur di sana dengan investasi yang terus berkembang, seperti menjadi
basis bagi produk-produk SUV dan Double Cabinnya. Produk Ford yang ada di Indonesia pun

didatangkan dari sana.


Langkah Ford untuk hengkang dari Indonesia ini amat menarik untuk dicermati. Sebab, kegiatan
industri Amerika Serikat kini sedang tergopoh-gopoh menyambut kebangkitannya kembali.
Laporan Federal Reserve menunjukkan output manufaktur AS mencatat kenaikan terbesar dalam
kurun setahun terakhir seiring peningkatan produksi di seluruh sektor, menandakan dasar
perekonomian yang kuat.
Pertumbuhan ekonomi AS mengalami peningkatan yang meyakinkan sepanjang 2015. Laporan
tentang produksi pabrik, rekrutmen tenaga kerja, serta penjualan ritel yang amat optimis
menunjukkan bahwa perekonomian AS kini begitu kokoh. Ya, ini momentum pemulihan
ekonomi AS setelah didera krisis keuangan hebat yang pada 2008 lalu.
AS tetap menjadi titik terang di tengah masalah yang dihadapi ekonomi global. Antara lain
dengan situasi Tiongkok dan zona euro yang pertumbuhannya telah melambat. Jepang pun
tergelicir kembali ke dalam resesi.
Kenaikan output manufaktur AS ditandai dengan lonjakan 5,1 persen dalam produksi mobil pada
November 2014 setelah tiga bulan berturut-turut menurun. Ada juga keuntungan yang solid
dalam produksi mesin, pakaian dan kulit, serta minyak bumi dan batubara. Gabungan penguatan
dan keuntungan manfaktur ini mengangkat produksi industri secara keseluruhan sebesar 1,3
persen pada November, kenaikan terbesar sejak Mei 2010.
Kehadiran Presiden AS Barack Obama pada pembukaan ajang pameran bergengsi seperti North
American International Auto Show 2016 atau Detroit Auto Show (2016) juga mengangkat
sentimen positif. Laman web CBC bahkan menyebut dalam pemberitaannya bahwa kunjungan
ini melambangkan kebangkitan industri otomotif AS.
Obama sebelumnya memang sangat menaruh perhatian pada industri otomotif saat krisis
ekonomi terjadi. Program yang dilakukan Obama untuk mendukung penyelamatan industri ini
akhirnya menunjukkan hasilnya pada tahun 2015, transaksi otomotif di Amerika Serikat
mencapai 17,5 juta dolar Amerika Serikat atau berkisar Rp243 miliar.
Nah, ketika sektor otomotif AS sedang menggeliat, langkah Ford yang menyerah menghadapi
persaingan di Indonesia dan Jepang ini menjadi semacam anomali yang membutuhkan
penafsiran tersendiri.
Berita Selanjutnya

Anda mungkin juga menyukai