Anda di halaman 1dari 11

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan

pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam


satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Dasar 1945.
Sistem Kesehatan Nasional disusun dengan memperhatikan pendekatan
revitalisasi pelayanan kesehatan dasar yang meliputi:
1. Cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata,
2. Pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada rakyat,
3 Kebijakan pembangunan kesehatan, dan
4. Kepemimpinan. SKN juga disusun dengan memperhatikan inovasi/terobosan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan sistem
rujukan.
Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan
kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah
secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, 28 H ayat (1) dan
ayat (3), serta Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1),
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
Tujuan Sistem Kesehatan Nasional adalah terselenggaranya pembangunan
kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah
secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, hingga terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Landasan Sistem Kesehatan Nasional meliputi:
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, 28 H ayat (1) dan
ayat (3), serta Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28 B ayat (2), Pasal 28 C ayat (1),
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
maka subsistem yang mempengaruhi pencapaian dan kinerja Sistem Kesehatan
Nasional di Indonesia meliputi:
1. Upaya Kesehatan :
Upaya kesehatan di Indonesia belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat peningkatan
(promotif), pencegahan (preventif), dan pemulihan (rehabilitasi) masih dirasakan
kurang. Memang jika kita pikirkan bahwa masalah Indonesia tidak hanya masalah
kesehatan bahkan lebih dari sekedar yang kita bayangkan, tapi jika tahu bahwa dalam
hal ini kita masih dalam proses dimana bagai sebuah ayunan yang mana pasti akan
menemukan titik temu dan kita dapat menunggu, tapi kapankah hal ini...kita tunggu
yang lebih baik. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun
seluruh potensi bangsa Indonesia.
2.

Pembiayaan Kesehatan :

Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah, yaitu hanya rata-rata 2,2% dari
Produk Domestik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD 12-18 per kapita per tahun.
Persentase ini masih jauh dari anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling
sedikit 5% dari PDB per tahun. Sementara itu anggaran pembangunan berbagai
sektor lain belum sepenuhnya mendukung pembangunan kesehatan. Pembiayaan
kesehatan yang kuat, terintegrasi, stabil, dan berkesinambungan memegang peran
yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam mencapai tujuan
pembangunan kesehatan.
3. SDM Kesehatan :
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumber daya manusia kesehatan
yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil
dan merata, sesuai tututan kebutuhan pembangunan kesehatan. Sumber Daya
Manusia Kesehatan dalam pemerataannya masih belum merata, bahkan ada
beberapa puskesmas yang belum ada dokter, terutama di daerah terpencil. Bisa kita
lihat, rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter
setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap jumlah
penduduk 1:5000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru,
dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.850. Sedangkan produksi bidan setiap
tahun sekitar 600 bidan baru, dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1:2.600.
Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih
terbatas. Hal ini bisa menjadi refleksi bagi Pemerintah dan tenaga medis, agar
terciptanya pemerataan tenaga medis yang memadai.
4. Sumberdaya Obat, Perbekalan Kesehatan, dan Makanan :
Meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar; ketersediaan,
pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat
yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan
sumber daya dalam negeri. Industri farmasi di Indonesia saat ini cukup berkembang
seiring waktu. Hanya dalam hal ini pengawasan dalam produk dan obat yang ada.
Perlunya ada tindakan yang tegas, ketat dalam hal ini.
5. Pemberdayaan Masyarakat :
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh
pemberdayaan masyarakat. Ini penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat
mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Keberhasilan
pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat.
Dalam hal ini agar tercapainya Indonesia Sehat 2010 juga dibutuhkan. Sayangnya
pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas
bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang
kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan
masyarakat masih dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan
masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial
dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan.
6. Manajemen Kesehatan :
Meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum kesehatan, dan
informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna, diperlukan manajemen kesehatan. Manajemen kesehatan
sangatlah berpengaruh juga, karena dalam hal ini yang memanage proses, tetapi
keberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya
data dan informasi kesehatan, dukungan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan, dukungan hukum kesehatan serta administrasi kesehatan. Jika tidak


tersedianya hal ini maka bisa jadi proses manajemen akan terhambat/ bahkan tidak
berjalan. Sebenarnya, jika kita menengok sebentar bagaimana proses pemerintah
bekerja, selalu berusaha dan berupaya yang terbaik, baik juga tenaga medis. Hanya
saja dalam prosesnya terdapat sebuah kendala baik dalam SDM pribadi ataupun
sebuah pemerintahan itu. Bisa jadikan renungan bagaimana kita bisa membuat
sebuah sistem yang lebih baik dengan input-proses-dan output yang bisa
menghasilkan sebuah kebanggaan dan sebuah tujuan bersama
Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar-dasar sebagai berikut:
1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-undang
Dasar 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat,
maka setiap penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia.
Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain menggariskan bahwa setiap
rakyat berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya tanpa membedakan suku, golongan, agama, jenis
kelamin, dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis


Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila
terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku,
antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN.
Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan
prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor
kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang
dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan
mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut
diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya guna,
agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3. Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Agar SKN berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama
yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang baik (good governance). Pembangunan kesehatan diselenggarakan
secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional,
serta bertanggung-jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel).
4. Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya
berbagai peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN dan
penerapannya (law enforcement).
5. Antisipatif dan Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas
perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu atau
pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada antisipasi tersebut,
pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan
strategis baik yang bersifat internal maupun eksternal.

6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan program
serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus menerapkan kesetaraan dan
keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah
kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan
hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam
kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat
pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil
terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan.
7. Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan menggunakan potensi
daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna
pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya
peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup
jasmani dan rohani. Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang
kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat disesuaikan
dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah terutama dalam
penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat.
Landasan SKN meliputi:
1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila.
2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya; Pasal 28
H ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan dan ayat (3), setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat; serta Pasal 34 ayat (2), Negara mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan dan ayat (3), Negara bertanggung- jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak;
Pasal 28 B ayat (2), setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang; Pasal 28 C ayat (1), setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang
berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan. Beberapa
peraturan perundangan tersebut terdapat dalam Lampiran-1 dari RPJP-K Tahun 20052025.
Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983), ada dua macam jenis pelayanan
kesehatan.
1.
Pelayanan kesehatan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services) ditandai dengan cara pengorganisasian
yang
umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan
utamanya
adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah
penyakit, dan sasarannya terutama untuk kelompok dan
masyarakat.
2.
Pelayanan kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical
service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (soslo

practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan


utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta
sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
Syarat pokok pelayanan kesehatan
Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1.
Tersedia (available) dan berkesinambungan (continuous)Artinya semua jenis
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta
keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2.
Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan
kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat
istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan mesyarakat, serta bersifat tidak
wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.
3.
Mudah dicapai (accessible)
Ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian,
untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi
sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu
terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah
pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4.
Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut biaya. Untuk dapat
mewujudkan keadaan yang seperti itu harus dapat diupayakan biaya pelayanan
kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja
bukanlah kesehatan yang baik.
5.
Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standart yang telah ditetapkan.
Prinsip pelayanan prima di bidang kesehatan
1.
Mengutamakan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan, bukan
untuk memeperlancar pekerjaan kita sendiri. Jika pelayanan kita memiliki pelanggan
eksternal dan internal, maka harus ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk
keduanya. Jika pelayanan kita juga memiliki pelanggan tak langsung maka harus
dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya dan utamakan
pelanggan tak langsung.
2.
System yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata (hard system),
yaitu tatanan yang memadukan hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi.
Perpaduan tersebut harus terlihat sebagai sebuah proses pelayanan yang
berlangsung dengan tertib dan lancar dimata para pelanggan.
3.
Melayani dengan hati nurani (soft system)
Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan keaslian sikap dan
perilaku sesuai dengan hati nurani, perilaku yang dibuat-buat sangat mudah dikenali
pelanggan dan memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian perilaku hanya dapat
muncul pada pribadi yang sudah matang.
4.
Perbaikan yang berkelanjutan
Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses
pelayanan. Semakin baik mutu pelayanan akan menghasilkan pelanggan yang
semakin sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya juga semakin tinggi,

kebutuhannya juga semakin meluas dan beragam, maka sebagai pemberi jasa harus
mengadakan perbaikan terus menerus.
5.
Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai sumberdaya atau
perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan persoalan hidupnya
sehari-hari.
Sistem Pelayanan Kesehatan Indonesia
Sistem pelayanan kesehatan di indonesia meliputi pelayanan rujukan yang berupa:
1.
Pelayanan kesehatan dasar
Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, Puskesmas
pembantu, Puskesmas keliling, dan Pelayanan lainnya di wilayah kerja
puskesmas selain rumah sakit.
2.
Pelayanan kesehatan rujukan
Pada umumnya dilaksanakan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan, baik
dalam pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.
Sistem Rujukan (Referal System)
Di negara Indonesia sistem rujukan telah dirumuskan dalam SK. Menteri
Kesehatan RI No.32 tahun 1972, yaitu suatu sistem penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap
satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam
arti antara unit-unit yang setingkat kemampuannya. Macam rujukan yang berlaku di
negara Indonesia telah ditentukan atas dua macam dalam Sistem Kesehatan Nasional,
yaitu:
1.
Rujukan kesehatan
Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat
(public health services). Rujukan ini dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan. Macamnya ada tiga, yaitu: rujukan teknologi, rujukan
sarana, dan rujukan operasional.
2.
Rujukan medis
Pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical services). Rujukan ini
terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit. Macamnya ada tiga, yaitu:
rujukan penderita, rujukan pengetahuan, rujukan bahan-bahan pemeriksaan.
Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Pada dasarnya, ada tiga macam srata pelayanan kesehatan di semua negara, yaitu:
1.
Primary health services (pelayanan kesehatan tingkat pertama)
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat pokok atau basic health services, yang
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Umumnya bersifat rawat jalan
(ambulatory/out patient services).
2.
Secondary health services (pelayanan kesehatan tingkat kedua)
Pelayanan kesehatan lebih lanjut, bersifat rawat inap (in patient services), dan untuk
menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
3.
Tertiary health services (pelayanan kesehatan tingkat ketiga)
Pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kompleks dan umumnya diselenggarakan
oleh tenaga-tenaga subspesialis
Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pelayanan kesehatan
1.
Pergeseran masyarakat dan konsumen
Hal ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan kesadaran konsumen
terhadap peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan upaya pengobatan.
Sebagai masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang masalah kesehatan yang

meningkat, maka mereka mempunyai kesadaran lebih besar yang berdampak pada
gaya hidup terhadap kesehatan. Akibatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan meningkat.
2.
Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disisi lain dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan karena adanya peralatan kedokteran yang lebih canggih dan
memadai, namun disisi lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi juga
berdampak pada beberapa hal, diantaranya adalah:
a.
Dibutuhkan tenaga kesehatan profesional akibat pengetahuan dan peralatan
yang lebih canggih dan modern.
b.
Melambungnya biaya kesehatan
c.
Meningkatnya biaya pelayanan kesehatan
3.
Isu legal dan etik
Sebagai masyarakat yang sadar terhadap haknya untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pengobatan, isu etik dan hukum semakin meningkat ketika mereka
menerima pelayanan kesehatan. Disatu pihak, petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan kurang seksama akibat meningkatnya jumlah konsumen, disisi lain
konsumen memiliki pengertian yang lebih baik mengenai masalah kesehatannya.
Pemberian pelayanan kesehatan yang kurang memuaskan dan kurang manusiawi
atau tidak sesuai harapan, maka persoalan atau dilema hukum dan etik akan semakin
meningkat.
4.
Ekonomi
Pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan barangkali hanya dapat dirasakan
oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk memperoleh fasilitas
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, namun bagi klien dengan status ekonomi
yang rendah tidak akan mampu mendapatkan pelayanan kesehatan yang paripurna,
karena tidak mampu menjangkau biaya pelayanan kesehatan. Akibatnya masyarakat
enggan untuk mencari diagnosis dan pengobatan. Penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan menurun akibat biaya pelayanan yang tinggi dan tidak adanya jaminan
bagi masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan.
5.
Politik
Kebijakan pemerintah dalam sistem pelayanan kesehatan akan berpengaruh pada
kebijakan tentang bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan dan siapa yang
menanggung biaya pelayanan kesehatan. Tentunya saat ini menjadi kabar baik bagi
masyarakat yang kurang mampu dengan adanya kebijakan di tiap-tiap kabupaten
tentang pengobatan gratis di pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Namun
demikian, jangan sampai kebijakan pengobatan gratis tersebut akan mengurangi
mutu dari pelayanan kesehatan yang ujung-ujungnya karena tidak mendapat
keuntungan dari program tersebut.
Tingkat pelayanan kesehatan dalam sistem pelayanan kesehatan adalah :
1) Health promotion ( promosi kesehatan )
Tingkat pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pertama dalam memberikan
pelayanan melalui peningkatan kesehatan dan bertujuan untuk meningkatkan status
kesehatan agar masyarakat tidak terjadi gangguan kesehatan.
2) Spesific protection ( perlindungan khusus )
Dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yg akan menyebabkan
penurunan status kesehatan. Contohnya pemberian imunisasi.
3) Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan segera)
Dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit yang lebih lanjut serta dampak
dari tibulnya penyakit sehingga tidak terjadi penyebaran.
4) Disability
Limitation
(Pembatasan
Cacat)
Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak
kecacatan akibat penyakit yang ditimbulkan

5) Rehabilitation
Dilaksanakan setelah pasien didiagnosis sembuh. Tahap ini dijumpai pada fase
pemulihan terhadap kecacatan sebagaimana program latihan ini diberikan pada
pasien.
SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
Keberhasilan sistem pelayanan keehatan tergantung dari berbagai komponen yang
masuk dalam pelayanan kesehatan. Sistem terbentuk dari subsistem yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Sistem terdiri dari: input, proses, output,
dampak, umpan balik dan lingkungan.
1. Input
Merupakan sistem yang akan memberikan segala masukan untuk berfungsinya
sebuah sistem. Input pelayanan kesehatan meliputi: potensi masyarakat, tenaga dan
sarana kesehatan, dan sebagainya.
2. Proses
Merupakan kegiatan merubah sebuah masukan menjadi sebuah hasil yang diharapkan
dari sistem tersebut. Proses dalam pelayanan kesehatan meliputi berbagai kegiatan
dalam pelayanan kesehatan.
3. Output
Merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah proses. Output pelayanan kesehatan
dapat berupa pelayanan yang berkualitas dan terjangkau sehingga masyarakat
sembuh dan sehat.
4. Dampak
Merupakan akibat dari output atau hasil suatu sistem, terjadi dalam waktu yang relatif
lama. Dampak sistem pelayanan kesehatan adalah masyarakat sehat, angka
kesakitan dan kematian menurun.
5. Umpan balik
Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadi masukan. Terjadi dari sebuah sistem
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Umpan balik dalam pelayanan
kesehatan dapat berupa kualitas tenaga kesehatan.
6. Lingkungan
Adalah semua keadaan diluar sistem tetapi dapat mempengaruhi pelayanan
kesehatan.
PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan


setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan
rata-rata serata penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik profesi
(Azrul Azwar, 1996).
Kebijakan dalam menjamin mutu pelayanan kesehatan, mencakup:
1. Peningkatan kemampuan dan mutu pelayanan kesehatan
Upaya ini melalui pengembangan dan pemantapan jejaring pelayanan kesehatan dan
rujukannya serta penetapan pusat-pusat unggulan sebagai pusat rujukan (top
referral).
2. Penetapan dan penerapan berbagai standar dan pedoman
Yaitu dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini
dan standar internasional.
3. Peningkatan mutu sumber daya manusia
Upaya ini diarahkan pada peningkatan profesionalisme mencakup kompetensi, moral
dan etika.
4. Penyelenggaraan Quality Assurance
Untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan disertai dengan
Evidence-based Parcipitatory Continuous Quality Improvement.

5. Percepatan pelaksanaan aktreditasi


Yang diarahkan pada pencapaian akreditasi untuk berbagai aspek pelayanan
kesehatan.
6. Peningkatan public
Peningkatan public-private mix dalam mengatasi berbagai problem pelayanan
kesehatan
7. Peningkatan kerjasama dan koordinasi
Yang dilakukan antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam peningkatan mutu
pelayanan kesehatan.
8. Peningkatan peran serta masyarakat
Termasuk swasta dan organisasi profesi dalam penyelenggaraan dan pengawasan
pelayanan kesehatan.
STRATEGI PENINGKATAN MUTU PELAYANAN
Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan untuk mencapai pelayanan
prima melalui peningkatan mutu pelayanan, yaitu sebagai berikut:
1. Pelanggan dan harapannya
Harapan pelanggan mendorong upaya peningkatan mutu pelayanan. Organisasi
pelayanan kesehatan mempunyai banyak pelanggan potensial. Harapan mereka harus
diidentifikasi dan diprioritaskan lalu membuat kriteria untuk menilai kesuksesan.
2. Perbaikan kinerja
Bila harapan pelanggan telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah
menidentifikasi dan melaksanakan kinerja staf dan dokter untuk mencapai konseling,
adanya pengakuan, dan pemberian reward.
3. Proses perbaikan
Proses perbaikan juga penting. Sering kali kinerja disalahkan karena masalah
pelayanan dan ketidakpuasan pelanggan pada saat proses itu sendiri tidak dirancang
dengan baik untuk mendukung pelayanan. Dengan melibatkan staf dalam proses
pelayanan, maka dapat diidentifikasi masalah proses yang dapat mempengaruhi
kepuasan pelanggan, mendiagnosis penyebab, mengidentifikasi, dan menguji
pemecahan atau perbaikan.
4. Budaya yang mendukung perbaikan terus menerus
Untuk mencapai pelayanan prima diperlukan organisasi yang tertib. Itulah sebabnya
perlu untuk memperkuat budaya organisasi sehingga dapat mendukung peningkatan
mutu. Untuk dapat melakukannya, harus sejalan dengan dorongan peningkatan mutu
pelayanan terus-menerus.
Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat, maka perlu dilaksanakan berbagai upaya. Upaya ini harus dilakukan
secara sistematik, konsisten dan terus menerus.
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan mencakup :
1). Penataan organisasi
Penataan organisasi menjadi organisasi yang efisien, efektif dengan struktur dan
uraian tugas yang tidak tumpang tindih, dan jalinan hubungan kerja yang jelas
dengan berpegang pada prinsip organization through the function.
2). Regulasi peraturan perundangan
Pengkajian secara komprehensif terhadap berbagai peraturan perundangan yang
telah ada dan diikuti dengan regulasi yang mendukung pelaksanaan kebijakan
tersebut di atas.
3). Pemantapan jejaring
Pengembangan dan pemantapan jejaring dengan pusat unggulan pelayanan dan
sistem rujukannya akan sangat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan
kesehatan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan mutu pelayanan.

1.

4). Standarisasi
Standarisasi merupakan kegiatan penting yang harus dilaksanakan, meliputi standar
tenaga baik kuantitatif maupun kualitatif, sarana dan fasilitas, kemampuan, metode,
pencatatan dan pelaporan dan lain-lain. Luaran yang diharapkan juga harus
distandarisasi. 5)Pengembangan sumber daya manusia
Penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan dan
berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang profesional, yang
kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan
inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan terjadi baik
perubahan secara lokal maupun global.
6). Quality Assurance
Berbagai komponen kegiatan quality assurance harus segera dilaksanakan dengan
diikuti oleh perencanaan dan pelaksanaan berbagai upaya perbaikan dan peningkatan
untuk mencapai peningkatan mutu pelayanan. Data dan informasi yang diperoleh
dianalysis dengan cermat ( root cause analysis ) dan dilanjutkan dengan penyusunan
rancangan tindakan perbaikan yang tepat dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan. Semuanya ini dilakukan dengan pendekatan tailors model dan
Plan- Do- Control- Action (PDCA).
7). Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan dengan membangun
kerjasama dan kolaborasi dengan pusat-pusat unggulan baik yang bertaraf lokal atau
dalam negeri maupun internasional. Penerapan berbagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut harus dilakukan dengan mempertimbangkan
aspek pembiayaan.
8). Peningkatan peran serta masyarakat dan organisasi profesi
Peningkatan peran organisasi profesi terutama dalam pembinaan anggota sesuai
dengan standar profesi dan peningkatan mutu sumber daya manusia.
9). Peningkatan kontrol sosial
Peningkatan pengawasan dan kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan
pelayanan kesehatan akan meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan mutu
pelayanan.
PEMBIAYAAN KESEHATAN
Sumber biaya kesehatan tidaklah sama antara satu negara dengan negara lain.
Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh
pemerintah sehingga sangat jarang penyelenggaraan pelayanan kesehatan
disediakan oleh pihak swasta. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik,
sistem ini sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar. Contohnya
dana dari pemerintah pusat dan provinsi.
2. Bersumber dari anggaran masyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alatalat berteknologi tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya
oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atau Corporate
Social Reponsibility) dan pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau
melalui sistem asuransi.
3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit
tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh

organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar
negeri untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada
negara-negara berkembang (termasuk Indonesia).
4. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi
kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah
dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran
serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan
mengeluarkan biaya tambahan.

1.

maka biaya kesehatan tersebut secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni
:
Biaya pelayanan kedokteran
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran, yakni yang tujuan
utamanya untuk mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan penderita.
2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat
Biaya yang dimaksudkan di sini adalah biaya yang dibutuhkan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yakni
yang tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk
mencegah penyakit.
Syarat Pokok dan Fungsi Pembiayaan Kesehatan
Suatu biaya kesehatan yang baik haruslah memenuhi beberapa syarat pokok yakni :
1)
Jumlah
Syarat utama dari biaya kesehatan haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Yang
dimaksud cukup adalah dapat membiayai penyelenggaraan semua upaya kesehatan
yang dibutuhkan serta tidak menyulitkan masyarakat yang ingin memanfaatkannya.
2)
Penyebaran
Berupa penyebaran dana yang harus sesuai dengan kebutuhan. Jika dana yang
tersedia tidak dapat dialokasikan dengan baik, niscaya akan menyulitkan
penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.
3)
Pemanfaatan
Sekalipun jumlah dan penyebaran dana baik, tetapi jika pemanfaatannya tidak
mendapat pengaturan yang optimal, niscaya akan banyak menimbulkan masalah,
yang jika berkelanjutan akan menyulitkan masyarakat yang membutuhkan pelayanan
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai