PMRI
PMRI
PEMBAHASAN
Matematika berasal dari bahasa latin manthanien atau mathema yang berarti belajar
atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti
(Depdiknas, 2001). Tim MKPBM (2001) menyatakan bahwa matematika merupakan telaah
tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu
alat. Berdasarkan penelitian Piaget, ada empat tahap dalam perkembangan kognitif dari setiap
individu yang berkembang secara kronologis yaitu (1) tahap sensori motor (2) tahap pra
operasi (3) tahap operasi konkrit dan (4) tahap operasi formal. Tahap sensori motor dimulai
sejak lahir sampai umur sekitar 2 tahun dimana pengalaman diperoleh melalui perbuatan fisik
(gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indera). Tahap praoperasi dimulai
sekitar umur 2 tahun sampai sekitar umur 7 tahun yang merupakan tahap persiapan untuk
pengorganisasian operasi konkrit seperti mengklasifikasikan, mengurutkan dan membilang.
Pada tahap operasi konkrit, tahap ini dimulai sekitar umur 7 tahun sampai sekitar umur 11
tahun dimana anak memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit dan anak
sudah memiliki sudut pandang yang berbeda secara objektif dalam mengamati suatu objek.
Tahap operasi formal dimulai sekitar umur 11 tahun dan seterusnya dimana anak akan
dibiasakan untuk melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak.Siswa
sekolah dasar umumnya berusia sekitar 7 sampai 12 tahun. Dengan demikian siswa berada
pada tahap operasi konkrit, dimana anak mempunyai struktur kognitif yang memungkinkan
anak bisa berpikir untuk berbuat. Namun apa yang difikirkan anak masih terbatas pada halhal yang bersifat konkrit atau nyata. Benda-benda atau kejadian-kejadian yang tidak dapat
dibayangkan siswa masih sulit untuk dipikirkan.Susento (2004) mengorganisasikan
pembelajaran matematika sebagai suatu alur seperti nampak pada gambar 1.
http://growol.blogspot.com
berupa skema atau gambaran situasi. Kematangan anak dalam kegiatan ikonik akan
membawanya ke kegiatan simbolik dimana anak akan melibatkan penggunaan simbol untuk
menyatakan penalaran. Simbol yang digunakan tidak harus baku karena merupakan ciptaan
anak berkat pengalaman matematisasinya. Akan tetapi langkah ini akan menjadikan anak siap
mengenal simbol-simbol baku dalam matematika formal. Rangkaian kegiatan pembelajaran
ini memuat tahap-tahap seperti yang dikemukakan Bruner (TIM MKPBM, 2001) yang harus
dilewati anak dalam proses belajarnya. Tahap-tahap tersebut yaitu ; (a) tahap enaktif, dimana
dalam tahap ini anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. (b)
tahap ikonik, dimana dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan
mental, yang merupakan gambaran dari objek yang dimanipulasinya. (c) tahap simbolik,
dimana dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek
tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek pada tahap sebelumnya. Apabila pada diri
anak telah terbentuk pengetahuan formal melalui kegiatan pembelajaran matematika tersebut,
anak akan mampu mengembangkan ide dan konsep matematika yang dimulai dari dunia
nyata untuk memecahkan suatu permasalahan. Depdiknas (2001) menyebutkan bahwa peran
dan fungsi matematika terutama sebagai sarana mengembangkan kemampuan bernalar dalam
memecahkan masalah baik pada bidang matematika maupun dalam bidang lainnya.
Oleh karena itu, tujuan umum pendidikan matematika ditekankan agar siswa memiliki :
1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam
memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun masalah yang berkaitan
dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi.
3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialihgunakan
pada setiap keadaan seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistematis, bersifat
objektif, bersifat jujur, bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan suatu
masalah.
Pengajaran matematika di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa mampu :
1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta
operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.
2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana,
termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3. Menggunakan sifat simetri, kesebangunan dan sistem koordinat.
4. Menggunakan pengukuran : satuan, kesetaraan antar satuan dan penaksiran pengukuran.
5. Menentukan dan menafsirkan (seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus),
mengumpulkan dan menyajikan data sederhana.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tidak dapat dipisahkan dari
institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht
University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor Hans
Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan matematikawan berkebangsaan
http://growol.blogspot.com
Jerman-Belanda. Sejak tahun 1971, Institut ini mengembangkan suatu pendekatan teoritis
terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics
Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa
belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Hadi, 2005).
Pendidikan
matematika
realistik
dikembangkan
berdasarkan
pemikiran
Hans
http://growol.blogspot.com
atau
menggambarkan
situasi
dalam
dunia
nyata
(Zulkarnain,
2002).
Aktivitas belajar yang terjadi dalam pembelajaran dengan pendekatan belajar yang relatif
baru ini menjadi hal yang menarik untuk diteliti.
http://growol.blogspot.com
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang riil bagi siswa sesuai
dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa segera terlibat dalam
jawaban
temannya,
menyatakan
ketidaksetujuan,
mencari
alternatif
penyelesaian yang lain dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh
atau terhadap hasil pelajaran.
De Lange juga mengungkapkan bahwa teori PMRI terdiri dari 5 (lima) karakteristik
(Zulkardi, 1999) yaitu :
1. Penggunaan konteks nyata (real context) sebagai starting point dalam pembelajaran
2.
3.
4.
5.
untuk dieksplorasi.
Penggunaan model-model.
Penggunaan hasil belajar siswa dan kontruksi.
Interaksi dalam proses belajar atau interaktivitas.
Keterkaitan (connection) dalam berbagai bagian dari materi pelajaran.
Paradigma baru pendidikan sekarang ini juga lebih menekankan pada peserta didik
sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Dalam PMRI, siswa
http://growol.blogspot.com
dipandang sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil
interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan tersebut
apabila diberikan kesempatan untuk mengembangkannya. Dengan demikian, siswa harus
aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan.Hadi (2005) menyatakan bahwa
PMRI mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya.
2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan untuk dirinya
sendiri.
3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan,
kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.
4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari
seperangkat ragam pengalaman.
5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematika.
Selain konsepsi tentang siswa, PMRI juga merumuskan peran guru dalam pembelajaran
yaitu (Hadi, 2005) :
1. Guru hanya sebagai fasilitator belajar.
2. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif.
3. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang
pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan
persoalan riil.
4. Guru tidak terpaku pada materi yang terdapat dalam kurikulum, melainkan aktif
mengaitkan kurikulum dengan dunia riil baik fisik maupun sosial.
Berdasarkan aspek-aspek pembelajaran, konsepsi siswa dan peran guru dalam
pembelajaran tersebut mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan
sehingga pantas dikembangkan di Indonesia (Marpaung, 2004). Van den Huivel-Panhuizen
dalam bukunya Mathematics Education in the Netherland A Guide Tour (Marpaung, 2004)
menyebutkan prinsip-prinsip PMRI yaitu :
1. Prinsip Aktivitas
Prinsip ini menyatakan bahwa aktivitas matematika paling banyak dipelajari dengan
melakukannya sendiri.
2. Prinsip Realitas
Prinsip ini menyatakan bahwa pembelajaran matematika dimulai dari masalah-masalah
dunia nyata yang dekat dengan pengalaman siswa (masalah yang realitas bagi siswa).
3. Prinsip Perjenjangan
Prinsip ini menyatakan bahwa pemahaman siswa terhadap matematika melalui berbagai
jenjang; dari menemukan (to invent), penyelesaian masalah kontekstual secara informal
ke skematisasi, ke perolehan insign dan selanjutnya ke penyelesaian secara formal.
4. Prinsip Jalinan
Prinsip ini menyatakan bahwa materi matematika di sekolah sebaiknya tidak dipecahpecah menjadi aspek-aspek (learning strands) yang diajarkan terpisah-pisah.
http://growol.blogspot.com
5. Prinsip Interaksi
Prinsip ini menyatakan bahwa belajar matematika dapat dipandang sebagai aktivitas
sosial selain sebagai aktivitas individu.
6. Prinsip Bimbingan
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (reinvent) matematika siswa
perlu mendapat bimbingan.
Contoh pembelajaran PMRI
Materi pecahan merupakan materi yang ada pada kurikulum untuk kelas IV SD / MI.
Kompetensi dasar yang akan dikembangkan dalam pembelajaran pecahan di kelas IV adalah
mengenal dan menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah. Dari kompetensi dasar
tersebut ditargetkan akan terlihat indikator pada siswa dimana siswa mampu menyatakan
beberapa bagian dari keseluruhan ke bentuk pecahan, menyajikan nilai pecahan secara visual
atau melalui gambar, mengurutkan pecahan (sejenis), membandingkan pecahan sejenis dan
menuliskan pecahan pada garis bilangan (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran pecahan dengan PMRI menekankan siswa agar dapat memahami konsep
pecahan melalui pendekatan realistik, sehingga siswa tidak memandang suatu pecahan hanya
sebatas bilangan semata. Siswa mengetahui bahwa pecahan merupakan bagian dari
keseluruhan suatu kesatuan utuh. Kegiatan pembelajaran melibatkan siswa aktif untuk
menemukan dan mengkontruksi konsep yang menjadi tujuan pembelajaran. Aktivitas nyata
dilakukan langsung oleh siswa dengan bimbingan dari guru. Siswa SD berada pada tahap
operasi konkrit, sehingga anak mempunyai struktur kognitif yang memungkinkan anak bisa
berpikir untuk berbuat. Kehadiran model (benda) yang sudah dikenal siswa akan membantu
siswa lebih memahami konsep dari pembelajaran matematika. Siswa dibimbing untuk
membangun sendiri konsep pecahan sebagai suatu pengalaman belajar.
BAB III
KESIMPULAN
2. Dalam pengajaran hal yang penting bukan upaya guru menyampaikan bahan, melainkan
bagaimana siswa dapat aktif mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Hal ini berarti
upaya seorang guru hanya merupakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi
siswa belajar. Dalam hal ini peranan guru bukan sebagai penyampai informasi,
melainkan sebagai pengarah dan pemberi fasilitas untuk terjadinya proses belajar.Suatu
pengajaran akan bisa disebut berjalan dan berhasil secara baik manakala mampu
mengubah peserta didik dalam arti luas serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran
peserta didik untuk belajar sehingga pengalaman yang diperoleh selama ia terlibat dalam
proses pembelajaran akan dapat dirasakan manfaatnya secara langsung bagi
perkembangan pribadinya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengajaran mutlak
harus diwarnai oleh keterlibatan individu anak didik.
3. Pengetahuan tentang matematika terbentuk tidak dengan menerima saja apa yang
diajarkan dan menghapalkan rumus-rumus dan metode-metode yang diberikan,
melainkan dengan membangun makna dari apa yang dipelajari.
4. Dengan demikian dalam pembelajaran siswa diharapkan aktif mencari, menyelidiki,
merumuskan, menguji, membuktikan, mengaplikasikan, menjelaskan dan memberikan
interpretasi terhadap apa yang dipelajari. Semua hal tersebut diperoleh siswa dengan
mengumpulkan dan mempergunakan informasi baru untuk mengubah, melengkapi atau
menyempurnakan pemahaman yang tertanam sebelumnya dan dengan memanfaatkan
keleluasaan yang diberikan untuk melakukan eksperimen-eksperimen, termasuk di
dalamnya kemungkinan untuk berbuat salah dan belajar dari kesalahan itu.
http://growol.blogspot.com
DAFTAR PUSTAKA
Majalah PMRI, volume VII / April 2010
http://p4mriur.wordpress.com/2010/01/21/pembelajaran-dalam-pendidikan-matematikarealistik/
http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmriindonesia/
http://growol.blogspot.com