Anda di halaman 1dari 12

Isolasi bioaktif Metabolit dari Akar Ekstrak

Polyalthia Debilis

Kelompok 7
Maya Esti A (131810301030)
Shelly Trissa R (131810301028)
Nanda Letitia I (131810301047)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Senyawa terpenoid adalah senyawa metabolit sekunder yang biasanya disintesis dari
tanaman. Tanaman merupakan sumber senyawa isoflavon di alam (Anderson, 1997 dalam
Pawiroharsono, 2001). Tanaman Polyalthia debilis merupakan tanaman yang berasal dari
Thailand yang biasanya digunakan sebagai obat sakit perut. Penelitian sebelumnya,
menunjukkan bahwa tanaman Polyalthia debilis terdapat kandungan alkaloid berupa
azafluorenone bioaktif.
Aktivitas fisiologis dari terpenoid adalah aktivitas antimalaria, antimikrobial dan
aktivitas sitotoksik. Antimikroba merupakan agen yang membunuh mikroorganisme atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Antimalaria adalah obat-obat yang digunakan untuk
mencegah dan mengobati penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel tunggal (Protozoa)
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang menggigit pada malam hari
dengan posisi menjungkit.
Senyawa terpenoid dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ekstraksi refluks
dan metode KLT. Refluks adalah teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan
berbaliknya kondensat ini ke dalam sistem asalnya. Metode KLT digunakan untuk
memurnikan ssenyaa terpen dari akar Polyalthia debilis.
1.2 Rumusan masalah
1.

Apa saja senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak akar Polyalthia debilis ?
2. Bagaimana hasil uji aktifitas antimikroba, antimalaria dan sitotoksik dari ekstrak akar
Polyalthia debilis ?
1.3 Tujuan
2. Mengetahui senyawa bioaktif apa saja yang terdapat pada ekstrak akar Polyalthia
debilis
3. Mengetahui hasil uji aktifitas antimikroba, antimalaria dan sitotoksik dari ekstrak akar
Polyalthia debilis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Polyalthia debilis

Polyalthia debilis (Piere) adalah Thai tanaman herbal yang tumbuh secara luas di bagian
timur laut Thailand. Tanaman ini dikenal sebagai "Kon Krok" di Thailand, dan akar rebusan
air telah digunakan secara tradisional untuk pengobatan sakit perut. Penyelidikan fitokimia
pada spesies Polyalthia pada sebelumnya menunjukkan adanya diterpenes clerodane,
triterpen, derivatif benzopyran, senyawa polyacetylene, dan azaanthracene, aporphine,
bisaporphine, indolesesquiterpene, seco-benzyltetrahydroisoquinoline, dan oxoprotoberberine
alkaloid (Panthama dkk, 2010). Penelitian hasil isolasi kromatografi ekstrak menunjukkan
adanya Asam 3-acetylaleuritolic, suberosol, -sitosterol dan stigmasterol

c
Gambar 2.1 struktur senyawa ekstrak Polyalthia debili. (a) Asam 3-acetylaleuritolic, (b)
stigmasterol dan (c) sitosterol
(Prachayasittikul dkk, 2009).
2.2 Triterpena
Triterpena adalah kelompok senyawa kimia yang terbentuk dari tiga unit terpena dengan
rumus molekul C30H48. Triterpena sering dikaitkan sebagai senyawa yang tersusun dari enam
unit isoprena. Binatang, tumbuhan dan jamur, semua dapat menghasilkan triterpena. Contoh
yang paling penting adalah skualena sebagai bentuk paling dasar untuk semua steroid.
2.3 Antimikroba

Antimikroba merupakan agen yang membunuh mikroorganisme atau menghambat


pertumbuhan bakteri. Obat antimikroba dapat dikelompokkan sesuai dengan mikroorganisme
mereka bertindak dengan cara menyerang/melawan. Misalnya, antibiotik digunakan untuk
melawan bakteri dan antijamur digunakan terhadap jamur. Jenis antimikroba dapat juga dapat
diklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Agen yang membunuh mikroba disebut
mikrobisida, sementara antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mereka disebut
biostatik.
Kelas-kelas utama agen antimikroba yang disinfektan ( "antimikroba nonselektif" seperti
pemutih), yang membunuh berbagai mikroba pada permukaan non-hidup untuk mencegah
penyebaran penyakit, antiseptik (yang diterapkan untuk jaringan hidup dan membantu
mengurangi infeksi selama operasi), dan antibiotik (yang menghancurkan mikroorganisme
dalam tubuh). Istilah "antibiotik" awalnya digambarkan hanya mereka formulasi yang berasal
dari organisme hidup, tetapi kini juga diterapkan untuk antimikroba sintetik, seperti
sulfonamid, atau fluoroquinolones. Istilah juga digunakan harus dibatasi untuk antibakteri
(dan sering digunakan sebagai sinonim untuk mereka oleh para profesional medis dan dalam
literatur medis), tetapi konteksnya telah diperluas untuk mencakup semua antimikroba. agen
antibakteri dapat dibagi lagi menjadi agen bakterisida, yang membunuh bakteri, dan agen
bakteriostatik

yang

memperlambat

atau

kios

pertumbuhan

bakteri.

2.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya (Roy, 1991).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode
untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki
system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi (Roy, 1991).
Prinsip Kromatografi Lapis Tipis merupakan pemisahan komponen kimia berdasarkan
prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak
(eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben
terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak
dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya pemisahan.

KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawasenyawa yang sifatnya hidrofobik


seperti lipidalipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT
juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat
kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel adalah senyawa yang
tidak bereaksi dengan pereaksipereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat. Data yang
diperoleh dari KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk
senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat
didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak
yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari
1,0 (Roy, 1991).
2.5 Fourier Transform Infrared (FTIR)
Metode fourier transform infrared (FTIR) merupakan metode bebas reagen, tanpa
penggunaan radioaktif dan dapat mengukur kadar hormon secara kualitatif dan kuantitatif.
Prinsip kerja FTIR adalah mengenali gugus fungsi suatu senyawa dari absorbansi inframerah
yang dilakukan terhadap senyawa tersebut. Pola absorbansi yang diserap oleh tiap-tiap
senyawa berbeda-beda, sehingga senyawa-senyawa dapat dibedakan dan dikuantifikasikan
(Sankari,2010).
2.6 Refluks
Refluks merupakan metode ekstraksi dengan bantuan pemanasan dan mampu
mengekstraksi andrografolid yang merupakan senyawa tahan panas (Rahman, 2013).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses ekstraksi diantaranya jumlah pelarut dan
waktu ekstraksi. Jumlah pelarut menjadi faktor kritis dalam ekstraksi karena pada prinsipnya
volume pelarut harus mencukupi untuk melarutkan senyawa yang akan diekstraksi. Prinsip
Refluks merupakan proses penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan,
uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan
penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang
berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan
sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

BAB 3. METODE PENELITIAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan sebagai berikut : Elektrotermal 9100, Bruker Avance 300 NMR,
Perkin Elmer System 200 FTIR, Finningan INCOS 50 dan Bruker Daltonics, Silica Gel 60.
3.1.2

Bahan
Adapun bahan yang digunakan sebagai berikut : Heksena, heksana, EtOAc, MeOH,

CHCl3, aseton, DMSO.

3.2 Diagram Alir


Akar Polyalthia Debilis
Pembuatan ekstrak Polyalthia Debilis
Pemisahan menggunakan KLT

Heksana : Etil Etanoat (EtOAc)

Metanol : CHCl3

Rekristalisasi
Karakterisasi:

FTIR
1
HNMR
CNMR
LRMS

Senyawa Hasil Karakterisasi


Uji antimicrobial

Uji antimalarial

Uji cytotoxic

Hasil
Gambar 3.1 Diagram alir Penelitian

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Akar tanaman Polyalthia Debilis mengandung senyawa bioaktif yang dapat
diidentifikasi jenis senyawanya menggunakan beberapa metode seperti NMR, FTIR, dan MS.
Proses analisis diawali dengan preparasi sampel akar tanaman melalui pengeringan
selanjutnya dilakukan ekstraski. Ekstrak akar tanaman Polyalthia Debilis dilakukan
menggunakan dua jenis pelarut yaitu methanol dan heksena. Kedua pelarut ini memiliki
perbedaan kepolaran dimana methanol lebih polar dibanding pelarut heksena. Hasil masing-

masing ekstraksi dilakukan pemisahan menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Prinsip
dari metode ini adalah perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Fasa diam yang digunakan dalam metode ini adalah silika gel dan fasa gerak yang digunakan
adalah EtOAc : heksana, heksena : CH 2Cl2, CHCl3 : MeOH, CHCl3 : aseton, heksana :
aseton. Campuran larutan ini berperan sebagai eluen. Semakin dekat kepolaran senyawa
bioaktif dalam sampel dengan eluen maka akan mudah tebawa oleh fasa gerak. Ekstrak
senyawa non polar memberikan dua isolat yaitu 3-O-asam acetylaleuritolic (1; 3,20 mg dari
fraksi H2.2.2) dan stigmasterol (2; 269,70 mg dari fraksi H4.2). Ekstrak senyawa polar
memberikan campuran stigmasterol dan sitosterol (3; 7,20 mg dari fraksi M5.3) dan 24methylenelanosta-7,9(11)-dien- , 15-diol (4; 4,30 mg dari fraksi M5.6.4.1). Struktur
terpenoid yang diperoleh (1-4) dengan membandingkan data hasil karakterisasi menggunakan
IR, 1HNMR, 13CNMR seperti berikut:

Gambar 4.1 Struktur kimia dan penomoran triterpenoid 1 dan 4

Senyawa hasil masing masing ekstraksi juga dilakukan uji aktivitas antimikroba. Dua
ekstrak tanaman (PDH dan PDM) memberikan fraksi terisolasi H2-H5, H7, H8 dan M1-M12
yang tergolong sterol 2 dan 3 diuji antimikroba. Hasil (tabel 1) menunjukkan bahwa beberapa
uji senyawa memberikan aktivitas terhadap bakteri gram positif dan jamur. Ekstrak PDH
menghambat pertumbuhan Streptococcus pyogenes dengan konsentrasi hambat minimum
(MIC) dari 64 g/mL dan subtilis bacillus ATCC 6633 serta Corynebacterium diphtheriae
NCTC 10356 dengan MIC dari 256 g/mL. Fraksi H3 dan H7 mengandung campuran
triterpen memberikan aktivitas terhadap Saccharomyces cerevisiae ATCC 2601 dengan MIC
dari 256 dan 900 mg/mL. S. cerevisiae ATCC 2601 juga dihambat oleh campuran
stigmasterol dan -sitosterol (3) dengan MIC dari 64 g/mL. Sterol 3 dan PDH ekstrak
menunjukkan aktivitas antimikroba tertinggi dengan MIC dari 64 g/mL terhadap
S.cerevisiae ATCC 2601 dan S. pyogenes. Stigmasterol (2) diuji pada 64 g/mL, tetapi tidak

aktif. Berdasarkan Prachayasittikul et al., (2009) menyatakan bahwa asam acetylaleuritolic


(1) memperoleh hasil yang sama. Antimikroba yang diamati tidak ada aktivitas untuk ekstrak
PDM dan pecahan H2, H4, H5, H8, M1-M12 ketika diuji pada 256 g/mL.

Tabel 4.1 aktivitas antimikroba pada Polyathia debilis

Hasil ekstraksi PDH dan PDM diuji terhadap resisten klorokuin P. falciparum (T9.94).
Hasil yang diperoleh diketahui dari Tabel 2. Hasil ekstrak PDH nonpolar menunjukkan
aktivitas antimalaria yang baik dengan IC 50 bernilai 10 - < 100 g / mL, sedangkan aktivitas
yang tercatat untuk hasil ekstrak dengan PDM yang polar menghasilkan (IC

50

100-1000 mg /

mL). Berdasarkan Prachayasittikul et al., 2009, menghasilkan kloroform dan etil asetat
ekstrak juga terbukti antimalaria.

Tabel 4.2 aktivitas antimalaria pada Polyathia debilis

Uji sitotoksik dilakukan pada dua ekstrak menggunakan jalur tiga sel kanker yaitu
HepG2, A549, dan HCC-S102. Ekstrak PDH nonpolar menunjukkan aktivitas sitotoksik
terhadap semua sel uji dengan nilai

IC50

berkisar 21,5-27,5 g / mL. triterpen 1 yang diisolasi

dari spesies tanaman lainnya menunjukkan aktivitas sitotoksik yang kuat terhadap karsinoma
paru-paru manusia sel A549 dan penghambat kuat topoisomerase DNA II (Wada dan Tanaka,
2006). Selain itu, jenis lanostane triterpen 4 menunjukkan anti-HIV aktivitas replikasi dalam
sel limfosit H9 dengan EC 50 dari 3 mg / mL (Lue et al., 1998).

Tabel 4.3 aktivitas sitotoksik pada Polyathia debilis

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak akar Polyalthia debilis asam
acetylaleuritolic, suberosol, stigmasterol dan campuran sterol
2. Hasil dari ekstrak akar Polyalthia debilis yaitu sterol menunjukkan hasil antijamur
terhadap S. cerevisiae ATCC 2601 dengan MIC dari 64 g / mL. Fraksi H3 dan H7
juga menunjukan aktifitas antijamur
5.2 Saran
Saran untuk penelitian berikutnya agar melakukan penelitian lebih lanjut untuk
senyawaan bioaktif lainnya yang ada didalam tanaman Polyalthia debilis

DAFTAR PUSTAKA

Prachayasittikul, S., P., Buraparuangsang, A., Worachartcheewan, C., Isarankura-NaAyudhya,S., Ruchirawat and V., Prachayasittikul, 2008. Antimicrobial and
Antioxidative Activities of Bioactive Constituents from Hydnophytum formicarum
Jack., Molecules 13, pp. 904-921.
Prachayasittikul, S., S., Suphapong, A., Worachartcheewan, R., Lawung, S., Ruchirawat and
V., Prachayasittikul, 2009a. Bioactive metabolites from Spilanthes acmella Murr.,
Molecules14, pp. 850-867.
Prachayasittikul, S., N., Sornsongkhram, R., Pingaew, A., Worachartcheewan, S., Ruchirawat
and V., Prachayasittikul, 2009b. Synthesis of N-substituted 5-iodouracils as
antimicrobial and anticancer agents, Molecules 14, pp. 2768-2779.
Prachayasittikul, S., P., Manam, M., Chinworrungsee, C., Isarankura-Na-Ayudhya,
S.,Ruchirawat and V., Prachayasittikul, 2009c. Bioactive Azafluorenone Alkaloids
from Polyalthia debilis (Pierre) Finet & Gagnep., Molecules 14, pp. 4414-4424.
Rahman A., 2013.Percobaan Isolasi Diosgenin dari akar Rimpang Segar. ADLN-Airlangga
Digital Library Network.
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB.
Bandung.
Sankari, G., E. Kriahnamoorthy, S. Jayakumaran, S. Gunaeakaran, V.V. Priya, S.
Subramanlam, S. Subramanlam, and S.K. Mohan. 2010. Analysis of serum
immunoglobulins using fourier transform infrared spectral measurements. Biol.Med.
2(3):42-48.
Satayavivad, J., P., Watcharasit, P., Khamkong, J., Tuntawiroon, C., Pavaro and
S.,Ruchirawat, 2004. The pharmacodynamic study of a potent new antimalarial
(MC1), ActaTropica 89, pp. 343-349.

Anda mungkin juga menyukai