CRSN
CRSN
OLEH :
dr. Lailatus Syifa Selian
DOKTER PENANGGUNGJAWAB:
dr. Ferry Mulyadi, Sp.A
DOKTER PENDAMPING :
dr. Farhan Noor
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
paling sering ditemukan. Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika
Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan
prevalensi berkisar 12 16 kasus per 100.000 anak. Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada
anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan
2:1.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik, antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan
dibicarakan SN idiopatik.
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila
lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai
sakit perut, hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis atau
hipovolemia. Dalam laporan ISKDC (International Study for Kidney Diseases in
Children), pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) ditemukan 22%
dengan hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.
Pada anak, sebagian besar (80%) SN idiopatik mempunyai gambaran
patologi anatomi kelainan minimal (SNKM). Gambaran patologi anatomi lainnya
adalah glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif
difus (MPD) 2-5%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 4-6%, dan
nefropati membranosa (GNM) 1,5%. Pada pengobatan kortikosteroid inisial
sebagian besar SNKM (94%) mengalami remisi total (responsif), sedangkan pada
GSFS 80-85% tidak responsif (resisten steroid).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai
pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri
dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia serta edema.
B. DIAGNOSIS
Sindrom nefrotik (SN) adalah keadaan klinis yang ditandai dengan gejala:
1. Proteinuria masif (> 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, antara lain:
1. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis
yang mengarah kepada infeksi saluran kemih.
2. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
3. Pemeriksaan darah
Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
D. BATASAN
1. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/
jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps: proteinuria 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
pengobatan
steroid
dimulai,
dilakukan
pemeriksaan-
pemeriksaan berikut:
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan.
2. Pengukuran tekanan darah.
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik,
seperti Lupus Eritematosus Sistemik dan Purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan.
Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid
dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis
INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis
diberikan obat anti tuberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat,
gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas
fisik disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak
boleh sekolah.
a) Diitetik
Pemberian
diit
tinggi
protein
dianggap
merupakan
sisa
metabolisme
protein
(hiperfiltrasi)
dan
c) Imunisasi
Pasien SN yang sedang mendapat pengobatan kortikosteroid >2
mg/KgBB/hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari,
merupakan pasien imunokompromais. Pasien SN dalam keadaan ini
dan dalam 6 minggu setelah obat dihentikan hanya boleh diberikan
vaksin virus mati, seperti IPV (Inactivated Polio Vaccine). Setelah
penghentian Prednison selama 6 minggu dapat diberikan vaksin virus
hidup, seperti polio oral, campak, MMR dan varisela. Semua anak
dengan SN sangat dianjurkan untuk mendapat imunisasi terhadap
infeksi pneumokokus dan varisela.
A. PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROID
B. PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan
prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan
dengan dosis alternating selama 4 minggu. Pada pasien SN remisi yang
mengalami proteinuria kembali ++ tetapi tanpa edema, sebelum
pemberian prednison, dicari lebih dahulu pemicunya, biasanya infeksi
saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan
bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan
relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria ++ disertai edema, maka
diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai diberikan
.
C. PENGOBATAN
SN
RELAPS
SERING
ATAU
DEPENDEN
STEROID
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin, atau mikofenolat mofetil (opsi
terakhir)
Selain itu perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi,
radang telinga tengah, atau kecacingan.
10
2. Levamisol
Levamisol terbukti efektif sebagai steroid sparing agent.13 Levamisol
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari,
selama 4-12 bulan. Efek samping levamisol adalah mual, muntah,
hepatotoksik, vasculitic rash, dan neutropenia yang reversibel.
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN
anak adalah siklofosfamid (CPA) atau klorambusil.
Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan
dosis
2-3
keganasan.
Oleh
karena
itu
perlu
pemantauan
11
12
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 4-5
mg/kgbb/hari (100-150 mg/m2 LPB).15 Dosis tersebut dapat
mempertahankan kadar siklosporin darah berkisar antara 150-250
ng/mL. Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat
menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian
steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan,
biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping
dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pada bagian penjelasan
SN resisten steroid.
5. Mikofenolat mofetil (mycophenolate mofetil = MMF)
Pada SNSS yang tidak memberikan respons dengan levamisol atau
sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800
1200 mg/m2 LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan
dosis steroid selama 12 - 24 bulan.16 Efek samping MMF adalah nyeri
abdomen, diare, leukopenia.
Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen
steroid dapat dilihat pada Gambar 6.
13
14
darah:
dipertahankan
antara
150-250
nanogram/Ml
2. Kadar kreatinin darah berkala
3. Biopsi ginjal setiap 2 tahun
Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan
dalam literatur, tetapi karena harga obat yang mahal maka pemakaian
CyA jarang atau sangat selektif.
15
3. Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil
prednisolon puls selama 82 minggu + prednison oral dan siklofosfamid
atau klorambusil 8-12 minggu. Metilprednisolon dosis 30 mg/kgbb
(maksimum 1000 mg) dilarutkan dalam 50-100 mL glukosa 5%,
diberikan dalam 2-4 jam
Minggu
Metilprednisolon
Jumlah
Prednison oral
ke1-2
3-10
11-18
30mg/kgbb, 3xseminggu
30mg/kgbb, 1xseminggu
30mg/kgbb, 2xseminggu
6
8
4
Tidak diberikan
2mg/kgbb, single dose
Dgn/tanpa tapper off
16
19-50
51-82
30mg/kgbb, 4xseminggu
8
Tapper off pelan
30mg/kgbb, 8xseminggu
4
Tapper off pelan
Keterangan :
Dosis maksimum metilprednisolon 1000mg; dosis maksimum
prednison oral 60mg. Siklofosfamid (2-2,5mg/kgbb/hari) atau
klorambusil (0,18-0,22mg/kgbb/hari) selama 8-12 minggu dapat
diberikan bila proteinuria masif masih didapatkan setelah pemberian
metilprednisolon selama 10minggu.
17
18
19
20
BAB III
STATUS PASIEN
I.
Identitas
II.
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Masuk RS
: An. EP
: 1tahun 4 bulan
: Laki-laki
: Islam
:: Jalan Yos Sudarso, Bumi waras, Bandar Lampung.
: 6 September 2016
Keluhan tambahan
21
Tidak ada
Periksa ke bidan 1
kali/bulan, TT 2 kali
Kelahiran
Tempat persalinan
Rumah bersalin
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Spontan
Masa gestasi
37 minggu
Keadaan bayi
Berat bayi lahir 2800gr
Panjang badan 45 cm
Langsung menangis
Kulit kemerahan
Kesimpulan Riwayat Kehamilan / Kelahiran: Baik
Berjalan: 1 tahun
Bicara: -lupa
2-4
4-6
6-8
8-10
10-12
22
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merek/takaran)
Lain-lain
1-2 potong
Lauk Nabati
1-2 potong
Dasar (umur)
Hepatitis B
0 bulan
1 bulan
6 bulan
BCG
0 bulan
DPT
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Polio
0 bulan 2 bulan
3 bulan 4 bulan Campak
9 bulan
Kesimpulan Riwayat Imunisasi : Imunisasi lengkap
Ulangan(u
mur)
-
:
:
Tanda-tanda vital
Nadi
Pernapasan
: 40 x/mnt
Suhu
: 36,90 C
Tinggi badan
: 115 cm
Berat badan
: 11 kg
Keadaan gizi
: Baik
Status Generalis
Pemeriksaan sistematik
Rambut
Kulit
23
Kuku
KGB
Kepala
Kepala
Mata
THT
Mulut
Leher
Dada
Dinding dada / paru- paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
atas
kiri
Perut
Inspeksi
: cembung (+)
Auskultasi
Perkusi
24
Palpasi
Ekstremita
Genitalia
IV.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Hb
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
: 13,1
: 8.000
: 39,9
: 488.000
warna
ph
berat jenis
nitrit
protein
keton
reduksi
bilirubin
urobilinogen
leukosit
eritrosit
sedimen
bakteri
: kuning keruh
: 6,5
: 1.020
: (+)
: (+3)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: Kristal urat amorf (+)
: (+)
25
LDL
Trigliserida
: 234
: 333
V. Diagnosa Kerja
Sindroma Nefrotik
VI.
Penatalaksanaan
Prednison 2mg/kgbb = 20mg 5mg (2-1-1) tab
Furosemid 1x10 mg peroral
Diet protein 2gr/kgbb/hari
Diet rendah garam (1-2g/hari) selama anak masih edema
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam
Quo Ad Sanationam
: dubia Ad bonam
: Ad bonam
FOLLOW UP
1. Hari ke 1-2 perawatan (tanggal 6-7 september 2016)
Keadaan umum penderita tampak sakit sedang. Kesadaran kompos mentis,
Tanda-tanda vital stabil, Berat badan pasien 13 kg. oedem palpebra +/+,
asites +, oedem skrotum +, oedem anasarka +.
Kesan: bengkak pada selutuh tubuh (+)
Penatalaksanaan :
o Prednison 2mg/kgbb = 20mg 5mg (2-1-1) tab
o Furosemid 1x10 mg peroral
o Diet protein 2gr/kgbb/hari
o Diet rendah garam (1-2g/hari) selama anak masih edema
26
RESUME
Dari anamnesis diketahui bahwa Pasien datang ke UGD RSUD dengan
keluhan bengkak seluruh tubuh sejak 5 hari yang lalu. Bengkak diawali pada
daerah kelopak mata sejak 30 hari sebelum masuk rumah sakit, terutama pada
pagi hari dan berkurang saat siang dan sore hari yang kemudian menjalar pada
daerah kaki sejak 21 hari sebelum masuk rumah sakit. Sudah berobat ke bidan,
tetapi bengkak tidak berkurang. Bengkak makin bertambah menyebar kedaerah
muka, perut dan kelamin. Keluhan bengkak pada kelamin juga disertai dengan
nyeri. Keluhan ini tidak disertai dengan sesak nafas, demam, badan biru, jantung
berdebar debar dan gatal gatal.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum lemah. Nadi 90x/menit,
frekuensi nafas 40x/menit dan suhu 36,6C. Serta ditemukan Oedem palpebra
27
pada kedua mata, asites, Udem scrotum dan udem anasarka. Hasil pemeriksaan
Laboratorium ditemukan hasil pemeriksaan darah rutin dalam batas normal,
sedangkan pada pemeriksaan kimia darah ditemukan peningkatan trigliserida (333
MG/DL), peningkatan cholesterol total (377 mg/dl), penurunan HDL (30 mg/dl),
peningkatan LDL (234 mg/dl), danpenurunan kadar albumin (1,9 g/dl), dan pada
pemeriksaan urinalisa ditemukan protein +3.
Pasien didiagnosis dengan Sindroma nefrotik sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa adanya pasien dengan bengkak seluruh tubuh disertai
dengan
temuan
hipoalbuminuria,
hipercholesterolnemia,
dan
proteinuria
BAB IV
ANALISA KASUS
A. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan :
Kriteria diagnostik SN adalah :
1. Proteinuria massif (> 40mg/m2 LPB/jam atau 50mg/Kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu>2mg/mg atau dipstick 2+)
2. Hipoalbuminemia < 2,5g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia >200 mg/dL
28
Hasil
beberapa
pemeriksaan
kelaianan
yang
laboratorium
mendukung
warna
protein
keton
reduksi
bilirubin
urobilinogen
leukosit
eritrosit
sedimen
bakteri
: kuning keruh
: (+3)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (+)
: Kristal urat amorf (+)
: (+)
Protein total
Albumin
Globulin
Ureum
Creatinin
: 4,4
: 1,9
: 2,5
: 16
: 0,4
29
sehingga
diagnosa
Sindrom
Nefrotik
dapat
ditegakkan.
30
B. TATALAKSANA
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya
dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat
pemeriksaan
dan
evaluasi
pengaturan
diit,
(MEP)
dan
menyebabkan
hambatan
pemberian
diuretik,
perlu
disingkirkan
(edema
31
dapat
diberikan
plasma
20
ml/kgbb/hari
mencegah
overload
cairan.
Bila
asites
Pada
SN
idiopatik,
dosis
terbagi,
sehingga
di
berikanlah
32
Bila
terjadi
remisi
dalam
minggu
pertama,
33