Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA

KELOMPOK : D1
ANGGOTA
Wahyu Kurnia Putri
Fikriatul Hidayah
Ayunda Nur Hidayatiningsih
Elok Faiqo Hasani
Wilda Yuniar
Meylani Nur Riskiana
Nur Khijjatul Meiliyah

132210101008
132210101010
132210101014
132210101018
132210101024
132210101026
132210101028

BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS JEMBER
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan salah satu sumber penyakit yang dapat
menjangkiti

manusia.

Ketika

seorang

manusia

telah

terinfeksi

oleh

mikroorganisme dan menjadi sakit, maka diperlukan pengobatan agar manusia


tersebut kembali menjadi sehat. Salah satunya adalah dengan terapi antimikroba.
Antimikroba dapa menghambat perumbuhan mikroorganisme yang menginfeksi
manusia. Sehingga dalam penggunaan dalam jangka waktu tertentu dan dosis
tertentu, mikroorganisme tersebut dapat dihambat pertumbuhannya dan berangsurangsur mati.
Namun tidak semua antimikroba efektif untuk menghambat pertumbuhan
semua mikroorganisme. Antimikroba memiliki daya hambat yang berbeda-beda
terhadap mikroorganisme. Oleh karena itu, diperlukan uji aktivitas antimikroba
untuk mengetahui bagaimana kefektifan aktivitas antimikroba dalam menghambar
pertumbuhan mikroorganisme agar pengobatan terhadap pasien memiliki efek
terapi yang bagus.
1.2.

Rumusan Masalah
Rumusan permasalahan dalam praktikum uji aktivitas antimikroba ini
adalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah metode yang digunakan untuk mengukur daya antimikroba?


2. Bagaimana keunggulan dan kerugian dari metode tersebut?
3. Termasuk metode apa uji aktivitas antibakteri yang dilakukan dalam praktikum
uji aktivitas antimikroba?
4. Bagaimana mekanisme kerja antibiotik yang dilakukan dalam pengujian?
5. Bagaimanakah prinsip terbentuknya zona hambat?
6. Bagaimana konsentrasi dan jenis bakteri uji mempengaruhi zona hambat yang
terbentuk?
7. Bagaimana evaluasi akhir uji potensi aktivitas bakteri?

1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum uji aktivitas antimikroba ini adalah:
1. Mampu melakukan uji aktivitas antimikroba
2. Mampu melakukan uji potensi antimikroba
1.4 Manfaat
1. Mengetahui metode yang digunakan untuk mengukur daya antimikroba
2. Mengetahui keunggulan dan kerugian dari metode tersebut
3. Mengetahui termasuk metode apa uji aktivitas antibakteri yang dilakukan
dalam praktikum uji aktivitas antimikroba
4. Mengetahui mekanisme kerja antibiotik yang dilakukan dalam pengujian
5. Dapat mendeskripsikan prinsip terbentuknya zona hambat
6. Mengetahui pengaruh konsentrasi dan jenis bakteri uji terhaadap zona hambat
yang terbentuk
7. Dapat menjelaskan evaluasi akhir uji potensi aktivitas bakteri?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Antibakteri
pertumbuhan

adalah

bakteri

senyawa

yang

bersifat

yang

digunakan

merugikan.

untuk

Pengendalian

mengendalikan
pertumbuhan

mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,


membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan
serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri

dapat

berupa

perusakan

dinding

sel

dengan

cara

menghambat

pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas


membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel,
perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja enzim, dan
penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri
dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh
mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat
bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988).
Menurut Madigan dkk. (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya,
senyawa antimikrobia mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia yaitu:
1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan tetapi tidak
membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat sintesis protein atau
mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur
mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia
pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah
tetap.
2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak terjadi lisis
sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur
mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia
pada fase logaritmik didapatkan jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup
menurun.

3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga jumlah sel
berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan antimikrobia. Hal ini
ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada
pada fase logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik,
jumlah sel total maupun jumlah sel hidup menurun.
Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima,
yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel
mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam nukleat,
dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Sulistyo, 1971).
Daya antimikrobia diukur secara in vitro agar dapat ditentukan kemampuan
suatu zat antimikrobia (Jawetz , 2001). Adanya fenomena ketahanan tumbuhan secara
alami terhadap mikrobia menyebabkan pengembangan sejumlah senyawa yang berasal
dari tanaman yang mempunyai kandungan antibakteri dan antifungi (Griffin, 1981). Uji
aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran.
Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening
(clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan
bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji
kepekaan atau sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode
difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang atau sumuran
dan metode cakram kertas. Metode lubang atau sumuran yaitu membuat lubang pada
agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan
dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji.
Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya
daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007). Uji aktivitas
antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc
diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening
(clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan
bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji
kepekaan atau sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007).
Resistensi bakteri terhadap antibiotik merupakan salah satu masalah seluruh
dunia di negara maju maupun negara berkembang (Okeke dkk, 2005), pada rumah sakit
dan juga komunitas (Lestari dkk, 2009). Pengobatan infeksi S. aureus menjadi lebih

sangat kompleks sehubungan dengan kemunculan berbagai jenis antibiotic resistensi di


seluruh dunia. Strain Methicillin resisten S. aureus (MRSA) menjadi pusat perhatian
sejak resisten terhadap semua antibiotik -lactam dan juga dalam kasus - kasus
antibiotik grup lain, terutama di rumah sakit. Pada tahun 2001, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menyatakan strategi global pertama untuk menangani fenomena ini,
salah satu rekomendasinya yaitu dengan memantau kecenderungan penggunaan obat
antimikroba dalam standar mikrobiologi (Anonim, 2010c).
Carter dkk. (2000) menyebutkan bahwa telah ditemukan strain Staphylococcus
yang telah resisten terhadap antibiotik jenis amino-glikosida seperti kanamisin,
gentamisin, dan streptomisin. Strain ini menghambat aktivitas amino-glikosida dengan
mekanisme adannya interaksi gugus amina beserta hidroksil dengan subunit ribosom
30S pada Dna ribosomal. Gen penyandi yang berperan dalam resistensi Staphylococcus
terhadap amino-glikosida adalah acetyltransferases (ACT), nucleotidyltransferases
(ANT) dan phosphotransferases (APH) (Shaw dkk., 1993). Resistensi bakteri dapat
terjadi melalui mekanisme intrinsik (kegagalan antibiotika masuk ke dalam sel),
perubahan permeabilitas membran sel, perubahan pada ribosom maupun pembentukan
enzim yang menginaktifkan antibiotika (Sjahrurachman, 1996).
Penyiapan Mikroba Uji
Mikroba yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bakterigram positif dan
bakteri gram negatif. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli selaku bakteri
gram negatif, dan Staphylococcus epidermidis selaku bakteri gram positif. Bakteri
diambil dari biakan agar miring yang ditumbuhkan pada nutrient broth (NB) dan
diinkubasi 24 jam. Biakan dalam media cair tersebut diencerkan dengan air saline
(NaCl 0,9%) sampai kekeruhannya menyamai standar Mc. Farland (108 CFU).
Kloramfenikol dipilih sebagai kontrol positif terhadap bakteri karena
berspektrum luas sehingga efektif untuk bakteri gram positif dan gram negatif. Bersifat
mudah larut dalam lemak sehingga menembus sel bakteri (Siswandono,1995).
Adanya aktifitas antibakteri ditandai dengan terbentuknya zona hambatan yang
bersifat radikal atau iradikal. Zona radikal tampak berupa daerah yang jernih tanpa
terlihat pertumbuhan mikroba uji, sedangkan zona iradikal masih ada pertumbuhan
mikroba tetapi dihambat atau pertumbuhan itu lebih kecil dibanding pertumbuhan yang
tidak dihambat, oleh karena itu zona iradikal berupa zona yang keruh tetapi masih lebih
jernih dibandingkan pertumbuhan disekitarnya.

Carter dkk. (2000) menyebutkan bahwa telah ditemukan strain Staphylococcus


yang telah resisten terhadap antibiotik jenis amino-glikosida seperti kanamisin,
gentamisin, dan streptomisin. Strain ini menghambat aktivitas amino - glikosida dengan
mekanisme adannya interaksi gugus amina beserta hidroksil dengan subunit ribosom
30S pada Dna ribosomal. Gen penyandi yang berperan dalam resistensi Staphylococcus
terhadap amino-glikosida adalah acetyltransferases (ACT), nucleotidyltransferases
(ANT) dan phosphotransferases (APH) (Shaw dkk., 1993). Resistensi bakteri dapat
terjadi melalui mekanisme intrinsik (kegagalan antibiotika masuk ke dalam sel),
perubahan permeabilitas membran sel, perubahan pada ribosom maupun pembentukan
enzim yang menginaktifkan antibiotika (Sjahrurachman, 1996).

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
Pada praktikum mikrobiologi dengan kegiatan Uji Aktivitas Antimikroba alat
dan bahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
a. Alat
:
- Jangka sorong
- Cork borer
- Seperangkat alat KLT
- Ring
b. Bahan :
- Media Mueller Hinton
- Sampel
- Cakram antibiotik
- Biakan bakteri
Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum Uji Aktivitas Antimikroba
sebagai berikut

1. Persiapan biakan bakteri uji


Cairkan media MH steril yang berada dalam tabung reaksi.
Tuang ke dalam cawan petri secara aseptis. Tunggu hingga
media membeku.

Beri bakteri uji pada permukaan media agar menggunakan


metode swap.

2. Metode sumuran
Buat sumuran pada media agar dengan menggunakan cork
borer steril.

Masukkan sampel uji dan larutan baku standart antibiotik ke


dalam sumuran.

Inkubasi 37o selama 24 jam.

3. Metode paper filter disk


Tempelkan paper filter disk steril ke atas media agar yang sudah
diberi bakteri uji.

Teteskan 10 mikro liter sampel dan larutan baku standar


antibiotik ke atas paper filter disk .

Inkubasi 370 C selama 24 jam.

4. Metode TLC bioautography


Siapkan sampel yang sudah dieluasi dengan sistem KLT
tertentu. Keringkan lempeng KLT hingga benar benar bebas dari
fase gerak.

Tempelkan lempeng KLT secara terbalik pada media agar yang


sudah diberi bakteri uji (sampel kontak langsung dengan media)

Inkubasi 370 C selama 24 jam.

5. Analisis data
Data berupa diameter hambat pada setiap sampel dan larutan
baku standar diukur dengan jangka sorong.

Prosedur Kerja Kelompok D1


Lakukan analisis data berdasarkan uji aktivitas antibakteri dan
uji potensi antibiotik.

1. Persiapan alat dan bahan

2. Pembuatan suspensi bakteri E. Coli Staphylococcus epidermidis dengan cara


memanaskan ose, kemudian setelah ose dingin, digoreskan pada tabung reaksi dan
cawan petri yang berisi biakkan bakteri. Kemudian ose dicelupkan pada tabung
reaksi berisi NaCl

3. tabung reaksi berisi suspensi dan media berisi biakan bakteri acuan di vortex dan
disamakan kekeruhannya

4. cotton swap disiapkan dan dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan dioleskan
pada media MH yang telah disiapkan secara merata. Diamkan sekitar 10 menit.

5. Cakram kloramfenikol dan gentamisin dimasukkan ke dalam media MH yang


telah dibagi menjadi 3 area dengan menggunakan spidol. Pengambilan cakram
menggunakan pinset yang sudah dipanaskan supaya steril

6. Media yang telah diberi cakram dibungkus dengan plastic wrap dan dimasukkan
ke dalam inkubator selama 24 jam dnegan suhu 37oC

Metode dan Hasil yang digunakan dalam praktikum

No
1.

Kelompok D1
Metode
: Metode Cakram
Antimikroba
: Kloramfenikol dan Gentamisin
Kontrol Negatif : Blank disc
Keterangan
Bakteri E.Coli
Diameter

Gambar
:

a. Blank disc
b. Gentamisin
c. Kloramfenikol

2.

: 0 cm
: 1 cm
: 2,2 cm

Bakteri Staphylococcus epidermidis


Diameter

a. Blank disc
b. Gentamisin
c. Kloramfenikol

: 0 cm
: 3,5 cm
: 2,5 cm

Kesimpulan :
Antibiotik yang efektif untuk membunuh bakteri E.Coli adalah kloramfenikol.
Sedangkan antibiotik yang efektif untuk membunuh bakteri Staphylococcus
epidermidis.

No
1.

Kelompok D2
Metode
: Metode Sumuran
Antimikroba
: Minyak cengkeh dan minyak serai
Kontrol Negatif : Aquadest steril
Keterangan
Bakteri E.Coli
Diameter

Gambar
:

a. Minyak cengkeh : 3 cm
b. Minyak sereh
: 1,5 cm
c. Aquadest steril : 0 cm

2.

Bakteri Staphylococcus aureus


Diameter
:
a. Minyak cengkeh : 4,6 cm
b. Minyak sereh
: 3,4 cm
c. Aquadest steril : 0 cm

Kesimpulan :
Antimikroba yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri E.Coli adalah
minyak cengkeh. Begitu pula dengan bakteri Staphylococcus aureus dihambat
pertumbuhannya dengan minyak cengkeh.

No
1.

Kelompok D3
Metode
: Metode TLC dengan penotolan 4L
Antimikroba
: Minyak cengkeh dan minyak serai
Keterangan
Bakteri E.Coli
Diameter
:
a. Minyak cengkeh : 2,6 cm
b. Minyak sereh
: 1,4 cm

Gambar

2.

Bakteri Staphylococcus aureus


Diameter
:
a. Minyak cengkeh : 1,3 cm
b. Minyak sereh
: 1,2 cm

Kesimpulan :
Antimikroba yang efektif untuk menghambat bakteri E.Coli adalah minyak
cengkeh, sedangkan yang efektif untuk menghambat bakteri Staphylococcus
aureus adalah minyak cengkeh juga.

No
1.

Kelompok D4
Metode
Antimikroba

: Metode TLC dengan penotolan 10 L


: Minyak cengkeh dan minyak serai

Keterangan
Bakteri E.Coli
Diameter
:
a. Minyak cengkeh : 1,7 cm
b. Minyak sereh
: 0,8 cm

Gambar

2.

Bakteri Staphylococcus aureus


Diameter
:
a. Minyak cengkeh : 3,2 cm
b. Minyak sereh
: 1,2 cm

Kesimpulan :
Antimikroba yang efektif untuk menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
dan E.Coli adalah minyak cengkeh.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Metode Yang Digunakan Untuk Mengukur Daya Antimikroba


Potensi antimikroba merupakan kekuatan suatu antibiotika dalam
menghambat atau membunuh pertumbuhan mikrba. Satuannya dinyatakan dalam
IU/mg (iu=international unit) atau g/mg. prinsip dari uji aktivitas antimikroba
adalah dengan membandingkan respon mikroba yang diuji terhadap zat
antimikroba. Uji aktivitas antimikroba dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu
metode dilusi/turbidimetri dan metode difusi agar. Caranya sama dengan
penentuan

potensi

antibiotika,

tetapi

hanya

dosis,

umumnya

50%.Perbedaannya :
1. Uji aktivitas bersifat kualitatif, menentukan ada atau tidaknya aktivitas
antimikroba dalam suatu zat uji.
2. Uji potensi bersifat kuantitatif, menentukan prosentase suatu antibiotik
terhadap antibiotik pembanding sari jenis yang sama.
Penentuan aktivitas antimikroba suatu ekstrak tanaman dapat dilakukan
bila terpenuhi tiga syarat, yaitu:
1. Ekstrak tanaman harus dapat kontak dengan dinding sel mikroorganisme
2. Kondisi pengujian dibuat agar mikroorganisme dapat tumbuh saat tidak ada
antimikroba
3. Ada parameter ukur tingkat pertumbuhan mikroorganisme (Hoestmann, 1991)
Dalam menentukan uji antimikroba, ada beberapa metode yang dapat
dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Metode Penyebaran/Difusi (Diffusion Methods)
Prinsip metode difusi adalah mengukur melalui luas daerah hambatan
pertumbuhan bakteri karena adanya difusi antibakteri dari titik awal pemberian.

Dalam metode difusi, dibagi lagi menjadi 3 metode metode Kirby Baurer,
sumuran, dan pour plate. Berikut penjelasan dari ketiga metode :
a. Metode Kirby Bauer
Metode ini untuk menentukan aktivitas agen antibakteri. Piringan
yang berisi agen antibakteri diletakkan pada media agar yang telah ditanami
bakteri yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Aktivitas antimikroba
dilihat dengan mengukur daerah di sekitar cakram, lubang, atau cangkir agar
yang tidak ditumbuhi mikroba. Area jernih mengindikasikan adanya
hambatan pertumbuhan bakteri oleh agen antibakteri pada permukaan media
agar.
Cara kerja pengujian antimikroba dengan metode Kirby-Bauer :

Tanam mikroba dalam media agar padat yang sesuai.


Cotton bud dicelupkan dalam biakan bakteri kemudian kapas

dioleskan pada permukanaan agar


Bakteri diinkubasi pada suhu 37oC
Suspensi bakteri dibuat dengan menumbuhkan bakteri pada media

cairn atrium klorida fisiologis dan diinkubasi pada suhu 37oC


Oleskan pada seluruh permukan cawan MH, didiamkan selama 5

menit.
Kertas cakram dicelupkan dalam larutan obat herbal dengan
konsentrasi

tertentu,

kertas

cakram

diangkat

dan

ditiriskan,

selanjutnya diletakkan di atas media MH. Kertas cakram ditekan

menggunakan pinset supaya menempel sempurna di permukaan agar


Inkubasi dilakukan selama 24-48 jam pada suhu pada suhu 37oC

Faktor yang mempengaruhi metode difusi agar (Kirby-Bauer):

Komposisi/ingredient medium pertumbuhan


Komposisi yang umum dari medium pertumbuhan adalah pepton,

tripton, ekstrak ragi, agar, mineral (Ca, Mg, Fe, NaCl, KH)
Pemilihan medium pertumbuhan
Pengaruh pH, perbedaan pH media yang digunakan

dapat

menyebabkan perbedaan jumlah zat uji yang berdifusi, juga dapat


menentukan jumlah molekul zat uji yang mengion, serta dapat
mempengaruhi pertumbuhan bakteri

Ukuran inokulum. Inokulum merupakan campuran dari suspense dan


media. Inokulum yang memiliki kandungan mikroorganisme besar
akan semakin kecil luas daerah hambatannya. Inokulum ideal apabila

kandungan mikroorganismenya 1-10%


Stabilitas mikroba
Akativitas antibiotika
Waktu inkubasi
Metode ini tidak dapat digunakan untuk mengukur derajat

antimikroba suatu zat, metode ini hanya digunakan untuk menentukan


tingkat kepekaan, yaitu peka ( s e n s i t i v e , susceptible), cukup peka
(moderately sensitive, intermediate), dan resisten (resistant.) Nilai
kadar hambat minimum (KHM) berbandingterbalik secara proporsional
(linear) dengan diameter zona hambat.
b. Metode sumuran
Metode sumuran hamper sama dengan metode disc diffusion,
dimanapada media MH dibuat sumur dengan cork boarer. Pada lubang
sumuran akan ditanami antimikroba dan mikroorganisme.
c. Metode Ditch dan Gradient / Plate technique
Pada metode ditch ini, sampel uji berupa mikroba yang diletakkan
pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar pada bagian
tengah secara membujur dan mikroba uji maksimal 6 macam digoreskan
kea rahparit yang berisi agen antimikroba
Sedangkan pada metode gradient, konsentrasi agen antimikroba
pada media agar bervariasi antara 0 hingga maksimal. M e d i a
a g a r dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang
dalam cawan petri dan di letakkan dalam posisi miring. Nutrisi
kedua selanjutnya ditung di atasnya.
2. Metode E-test
Metode E-Test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) atau KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) yaitu

konsentrasi minimal suatu agen antibakteri untuk dapat menghambat


pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen
antibakteri dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan
media agar yang telah ditanami bakteri. Pengamatan dilakukan pada area jernih
yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antibakteri yang
menghambat pertumbuhan bakteri pada media agar.
3. Metode Pengenceran / dilution methods
Metode pengenceran dapat digunakan untuk menguji beberapa zat
antimikroba secara simultan, namun membutuhkan biaya mahal dan memakan
waktu yang cukup lama. Kegunaan metode dilusi adalah untuk menentukan
kadar hambat maksimum (KMH), KMH sendiri adalah kadar obat terenda
untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Metode dilusi dibedakan menjadi dua
yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).
a. Metode dilusi cair
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
atau KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dan MBC (Minimum
Bactericidal Concentration) atau KBM (Kadar Bunuh Minimum). Cara
yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antibakteri
pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen
antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan
sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa
penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 1824 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan
sebagai KBM
b. Metode dilusi padat
Metode ini sama dengan metode difusi cair namun bedanya pada
metode dilusi padat menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode
ini adalah satu konsentrasi agen antibakteri yang diuji dapat digunakan
untuk menguji beberapa bakteri uji.
4. Metode Bioautography
Metode ini digunakan untuk mengetahui senyawa baru atau senyawa
yang belum diketahui aktivitas antimikrobanya. Metoden ini menggunakan

prinsip difusi senyawa yang terpisah dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
atau Kromatografi Kertas. Caranya yaitu dengan menempatkan Lempeng
kromatografi pada permukaan agar yang telah diinokulasi dengan bakteri.
Setelah sekitar 30 menit, lempeng dipindahkan dan diinkubasi. Senyawa
antimikroba akan berdifusi ke dalamlapisan agar dan menghambat
pertumbuhan mikroba.
Pada bioautografi langsung, zona hambatan diamati secara langsung
pada lempeng kromatografi yang sebelumnya telah disemprot dengan suspense
mikroba. Sedangkan pada bioautografi pencelupan, dilakukan dengan
mencelupkan lempeng kromatografi ke dalam media.
5. Metode lainnya
a. Metode daya bunuh serum (serum killing power method)
Pada metode ini, digunakan sampel darah pasien yang sedang
menerima terapi antibiotik. Kemudian suspense mikroba ditambahkan pada
serum pasien. Pertumbuhan dalam serum setelah diinkubasi menunjukkan
antibiotic ang diberikan tidak efektif.
b. Metode otomatis (automated method)
Metode otomatis menggunakan instrument yang dapat
mengidentifikasi mikroorganisme dan menentukan kepekaan terhadap
antibiotik.
c. Metode Gores Silang (Cross Scratching Method)
Metode ini merupakan metode bakuuntuk menguji aktivitas
penghambatan suatu bahan uji terhadap jamur T. mentagrophytes.
Cara kerja metode gores silang:
Celupkan kertas saring ke dalam larutan yang diuji lalu
diletakkandi atas lempeng agar yang telah digores dengan inokulum

jamur.
Media agar kemudian diinkubasi selama 3-7 hari pada 24-25 0
Pertumbuhan jamur diamati

4.2 Keunggulan dan Kelemahan Metode Uji Aktivitas Antimikroba


1. Metode Sumuran
Pada metode ini, sumuran dibuat pada agar dengan garis tengah sesuai
dengan kebutuhan. Kemudian antibiotik atau zat yang diuji dimasukkan ke
dalamnya. Pada praktikum, ke dalam sumuran dimasukkan minyak cengkeh
dan minyak sereh
Zona hambat yang dihasilkan pada metode sumuran

a. Minyak Cengkeh
Daun cengkeh mengandung minyak atsiri yang komponen
utamanya yaitu eugenol. Selain eugenol, juga mengandung berbagai bahan
lainnya yang jumlahnya relatif sedikit, misalnya eugenol asetat, methil amil
keton, kariofilen, furfurol, dan vanillin. Bahan-bahan tersebut hampir
semuanya tergolong dalam golongan fenol yang pada dasarnya mempunyai
sifat antibakteri (Kumala dan Indriani, 2008). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa minyak cengkeh dengan konsentrasi 1:1, 1:2 dan 1:3 mampu
menghambat bakteri Gram Positif (B.cereus dan S.aureus) dan Gram
Negatif (E.coli dan Shigella sp), daya hambat minyak cengkeh terhadap
bakteri semakin besar dengan semakin tingginya konsentrasi (Taufik et al.)
b. Minyak Sereh
Komponen kimia dalam minyak sereh wangi cukup kompleks,
namun komponen yang terpenting adalah sitronellal dan geraniol. Senyawasenyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri, ditulis Suprianto (2008).
Pengujian sensitivitas bahan alam seperti minyak dari tumbuhan ini
digunakan hanya untuk menguji potensinya saja. Indu et al. (2006)
menyatakan bahwa padafilter paper method, jika diameter zona hambat
kurang dari 12 mm maka senyawa tersebut tidak memiliki aktivitas
antibakteri (resisten) ; jika diameternya 12-16 mm, maka termasuk
intermediet dan jika diameter zona hambatnya lebih dari 16 mm, maka
senyawa tersebut termasuk sensitive.
2. Metode Difusi Cakram
Cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan organisme terhadap
antibiotik adalah dengan menginokulasi pelat agar dengan biakan dan
membiarkan antibiotik terdifusi ke media agar. Cakram yang telah
mengandung antibiotik diletakkan di permukaan pelat agar yang mengandung
organisme yang diuji. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram,
antibiotik terdifusi sampai titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat
pertumbuhan mikroba. Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan.
Zona hambatan terlihat sebagai area jernih atau bersih mengelilingi cakram
tempat zat dengan aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur
dengan penggaris dan hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram.

Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan media biakan,


kecepatan difusi antibiotik, konsentrasi antibiotik pada cakram filter,
sensitivitas organisme terhadap antibiotik, dan interaksi antibiotik terhadap
media.suatu zat yang mempunyai efek samping signifikan tidak boleh
digunakan (Harmita dkk, 2008).
Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan
khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening
yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan
preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak
sesuai maka hasil dari metode cakram kertas relatif sulit untuk. Selain itu,
metode cakram kertas ini tidak dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang
pertumbuhannya

lambat

dan

mikroorganisme

yang

bersifat

anaerob

obligat (Jawetz et al., 2005).


Keuntungan :
a. Pelaksanaannya lebih mudah dan dalam satu media dapat digunakan lebih
dari satu organisme uji.
b. Pengujian secara lebih banyak dalam satu kali kegiatan dan memerlukan
tenaga yang tidak terlalu banyak.
Kerugian :
a. Tidak diketahui secara pasti aksi penghambatan yaitu bakterisidal ataukah
bakteriostatik karena banyak faktor yang mempengaruhi antara lain,
ketebalan media, macam media, inokulum dan laju difusi bahan
antimikroba.
b. Hanya dapat diketahui daya bakteiostatiknya saja sedang daya bakterisidal
tidak dapat ditemukan.
3. Metode Bioautografi
Bioautografi merupakan suatu metode yang spesifik untuk mendeteksi
bercak pada kromatogram hasil kromatografi lapis tipis atau kromatografi
kertas yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, dan anti viral.
Bioautografi juga merupakan suatu metode yang cepat untuk mendeteksi
antibiotik yang belum diketahui yang mana metode kimia atau fisika yang
terbatas untuk substansi yang murni. Sementara deteksi kimia reaksi warna

hanya spesifik digunakan sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga


kedua meode tersebut saling melengkapi (Analisis Obat Secara Kromatografi
dan Mikroskopi, Stahl, Egon, I TB Bandung, 1985)
Keuntungan :
a. Dapat mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang mempunyai
aktivitas sebaga antibakteri, antifungi, antibiotik, dan antiviral.
b. Dapat digunakan untuk mendeteksi antibiotik yang belum diketahui
mekanismenya.
c. Merupakan metode yang sederhana dan mudah dilakukan.
d. Cepat dalam pengerjaannya.
Kerugian :
a. Tidak bisa digunakan untuk senyawa yang tidak mempunyai aktivitas
membunuh ataupun menghambat mikroorganisme.
b. Hasil tidak valid karena kemungkinan adanya kontaminan dari luar atau
karena zat yang diidentifikasikan tidak mengandung khasiat bakteri
antibakteri.
c. Mempunyai faktor kesalahan yang besar

4.3 Termasuk ke dalam apa Metode Pengujian yang Dilakukan dalam Praktikum
Tingkat aktifitas suatu senyawa antimikroba dapat dilakukan dengan
beberapa metoda diantaranya metoda difusi agar. Metoda difusi agar adalah suatu
prosedur yang bergantung pada difusi senyawa antimikrobial ke dalam agar.
Senyawa antimikrobial tersebut diserapkan pada kertas cakram yang berdiameter
6 mm. Kertas cakram ditempatkan pada permukaan media yang telah
diinokulasikan dengan bakteri patogen atau jamur yang akan diuji. Setelah
diinkubasi selama 24 jam pada temperatur 37oC, diamati diameter daerah
hambatan di sekitar kertas cakram. Daerah hambatan yang terbentuk sebagai
daerah bening disekitar kertas cakram menunjukkan mikroorganisme yang diuji
telah dihambat oleh senyawa yang berdifusi ke dalam kertas cakram (Amsterdam,
1992).
1.

Metode difusi agar

Metoda yang paling sering digunakan adalah metoda difusi agar yang
digunakan untuk menentukan aktivitas antimikroba. Kerjanya dengan
mengamati daerah yang bening, yang mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh antimikroba pada permukaan media agar
(Jawetz et al., 2005)
Metode difusi ini dibagi atas beberapa cara (Pratiwi, 2008):
a. Cara silinder plat
Cara ini dengan memakai alat pecadang berupa silinder kawat.
Pada permukaan media pembenihan dibiakkan mikroba secara merata lalu
diletakkan pencadang silinder harus benar-benar melekat pada media,
kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Setelah inkubasi,
pencadang silinder diangkat dan diukur daerah hambat pertumbuhan
mikroba.
b. Cara cakram
Cakram kertas yang berisi antibiotik diletakkan pada media agar
yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut.
c. Cara cup plat
Cara ini juga sama dengan cara cakram, dimana dibuat sumur pada
media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur
tersebut diberi antibiotik yang akan di uji.
2. Metode dilusi
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau
kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactercidal concentration
atau kadar bunuh minimum, KBM). Caranya dengan membuat pengenceran
antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan
uji antibiotik pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan
mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM
selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji
ataupun antibiotik, dan diikubasi selam 18-24 jam. Media cair yang tetap
terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).
3. Metoda Bioautografi

Merupakan

metode

spesifik

untuk

mendeteksi

bercak

pada

kromatogram hasil KLT (kromatografi lapis tipis) yang mempunyai aktivitas


antibakteri, antifungi, dan antivirus. Keuntungan metode ini adalah sifatnya
yang efisien untuk mendeteksi senyawa antimikroba karena letak bercak dapat
ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks sehingga
memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah
metoda ini tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM (Pratiwi,
2008).
4.4 Mekanisme Kerja Antibiotik yang Digunakan dalam Pengujian
1. Mekanisme kerja antibiotik kloramfenikol terhadap aktifitas antimikroba
Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas
bakteriostatik,

dan

pada

dosis

tinggi

bersifat

bakterisid.

Aktivitas

antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat


ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam pembentukan
ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif,
termasuk Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif,
termasuk Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus
mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella
tularensis, Yersinia pestis, Brucella dan Shigella.
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein
kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai
katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein
kuman.
Dengan memproduksi protein yang sangat penting untuk metabolisme,
mengganggu kemampuan sel untuk membuat protein bencana. bakteri yang
sangat rentan yang tewas langsung sementara yang lain hanya diberikan tidak
dapat membagi dan sistem kekebalan inang kemudian menghancurkan mereka
setelah diketahui. Kloramfenikol memiliki spektrum luas terutama aktivitas
terhadap bakteri aerobik banyak, Mycoplasma, organisme klamidia, dan bakteri
anaerob.
Kloramfenikol dapat diberikan secara oral atau topikal, biasanya tiga
kali sehari. Puncak aktivitas terjadi sekitar 30 menit setelah dosis oral kecuali

dalam sistem saraf dimana beberapa jam diperlukan untuk penetrasi darah /
penghalang otak.
Kloramfenikol adalah bakteriostatik (yaitu, berhenti pertumbuhan
bakteri). Ini adalah sintesis protein inhibitor , menghambat transferase peptidil
aktivitas bakteri ribosom , mengikat dan residu A2451 A2452 di 23S rRNA
dari subunit ribosom 50S, mencegah pembentukan ikatan peptida.Sementara
kloramfenikol dan macrolide kelas antibiotik baik berinteraksi dengan ribosom,
kloramfenikol tidak macrolide sebuah. Kloramfenikol langsung mengganggu
pengikatan substrat, macrolides hambatan sterik blok perkembangan dari
peptida tumbuh
Ada tiga mekanisme ketahanan terhadap kloramfenikol: permeabilitas
membran dikurangi, mutasi subunit ribosom 50S dan elaborasi asetiltransferase
kloramfenikol. Sangat mudah untuk memilih untuk permeabilitas membran
dikurangi menjadi kloramfenikol in vitro dengan bagian serial bakteri, dan ini
adalah mekanisme yang paling umum tingkat kloramfenikol perlawananrendah. Tingkat tinggi resistance diberikan oleh gen-kucing; ini gen kode untuk
sebuah enzim yang disebut asetiltransferase kloramfenikol yang inactivates
kloramfenikol oleh kovalen menghubungkan satu atau dua asetil kelompok,
yang berasal dari-S-koenzim A asetil, ke hidroksil kelompok pada molekul
kloramfenikol . asetilasi ini mencegah kloramfenikol dari mengikat ribosom.
Perlawanan-berunding mutasi ribosom subunit 50S jarang.
2. Mekanisme kerja antibiotik gentamisisn terhadap aktifitas antimikroba
Gentamisin merupakan antibiotik turunan aminoglikosida yang sangat
berarti terutama karena peranannya terhadap mukosa gram-negatif. Senyawa
ini digunakan pada pasien yang resisten terhadap antibiotik lain. Mekanisme
kerja gentamicin adalah dengan mengikat secara ireversibel sub unit 30S dari
kuman, yaitu dengan menghambat sintesis protein dan menyebabkan kesalahan
translokasi kode genetik. Gentamicin bersifat bakterisidal. Gentamicin efektif
terhadap berbagai strain kuman
Gramnegatiftermasukspesies Escherichia, Enterobacter, Klebsiella, P
roteus dan Pseudomonas. Terhadap mikroorganisme Gram-positif, gentamicin
efektif terhadap Staphylococcus aureus danStaphylococcus epidermis.

Gentamisin tidak diserap pada pemberian oral, tetapi secara cepat


diserap setelah suntikan intramuskuler dengan kadar puncak yang tercapai
dalam waktu 0,5-1 jam. Waktu paruh plasmanya adalah 1-4 jam pada orang
dewasa, 2,3-3,3 jam pada neonatus, 1,5-2,5 jam pada bayi diatas 20 bulan, dan
1 jam pada anak-anak yang lebih tua. Pada gangguan fungsi ginjal yang lanjut,
peningkatan ini dapat mencapai 35 jam. Sejumlah kecil gentamicin diekskresi
ke dalam empedu dan tidak ada bukti adanya sirkulasi enterohepatik pada
antibiotik ini. Gentamicin menetap dalam jaringan untuk waktu yang lama.
Gentamicin mengalami reabsorbsi pada lumen tubulus proksimal dan kadarnya
dalam jaringan kortikal ginjal kadang-kadang mencapai 100 kali lebih tinggi
ketimbang kadarnya dalam serum. Anribiotika ini didistribus i secara luas
keseluruh tubuh, terutama ke dalam cairan ekstraseluler dengan volume
distribusi 0,2 L/kg. Ikatan proteinya rendah yaitu berkisar antara 0-25 %.
Ikatan protein serum gentamicin maupun aminoglikosida lain meningkat
dengan meurunnya kadar magnesium dan kalisum.
Gentamicin yang masuk ke dalam cairan otak, kadarnya hanya kecil
sekali pada pasien dimana selaput otaknya tidak mengalami peradangan, tetapi
jika terjadi peradangan kadarnya dapat sedikit lebih tinggi, meskipun demikian
tidak cukup mencapai kadar terapi. Difusinya kejaringan mata buruk
Gentamisin disekresi ke dalam sekret bronkus dengan kadar 25-50 % kadarnya
dalam serum. Gentamicin menembus plasenta dan mencapai kadar puncak
dalam serum maternal. 10 % gentamicin terikat dalam sel darah merah dan
juga masuk ke dalam leukosit polimorfonuklear dimana kadarnya dapat
mencapai 80 % dari kadar obat dalam cairan ekstraseluler. Kadar tertinggi
ditemui dalam jaringan ginjal.
4.5 Prinsip Terbentuknya Zona Hambat
Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri
adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat
pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar
kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona
hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap
bahan anti bakteri (Jawelz, 1995).

Tujuan dari proses uji sensisitivitas ini adalah untuk mengetahui obatobat yang paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama
pada kasus-kasus penyakit yang kronis dan untuk mengetahui adanya resistensi
terhadap berbagai macam antibiotik. Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik
yakni memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan, akibat
pemberian dosis dibawah dosis pengobatan dan akibat penghentian obat sebelum
kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotic.Metode difusi cakram prinsip
kerjanya adalah bahan uji dijenuhkan ke dalam kertas cakram (cakram kertas).
Cakram kertas yang mengandung bahan tertentu ditanam pada media perbenihan
agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian
diinkubasikan 370C selama 24 jam. Area (zona) jernih disekitar cakram kertas
diamati untuk menunjukkan ada tidaknya pertumbuhan mikroba. Selama inkubasi,
bahan uji berdifusi dari kertas cakram ke dalam agar-agar itu dan sebuah zona
inhibisi akan terbentuk. Sensitivitas suatu bakteri terhadap antibiotik ditentukan
oleh diameter zona hambat yang terbentuk. Semakin besar diameternya maka
semakin terhambat pertumbuhannya, Diameter zona sebanding dengan jumlah
bahan uji yang ditambahkan ke kertas cakram. Saat inkubasi cawan

petri

diletakkan dalam keadaan terbalik dengan tujuan untuk menghindari menetesnya


air yang mungkin melekat pada dinding dalam pada tutup petri yang dapat
mengakibatkan kontaminasi.
Setelah diinkubasi selama 24 jam kemudian diamati apakah terbentuk
daerah zona hambat atau tidak. Daerah zona hambat yang terbentuk diukur
diameternya dengan menggunakan penggaris. Semakin besar diameternya maka
semakin poten antibiotik yang terkandung dalam ekstrak tersebut.
Kebanyakan antibiotik yang efektif kerjanya menggangu sintesis,
penyusuhan atau fungsi komponen-komponen makromolekul sel. Seperti
penghambtan pembentukan dinding sel oleh pelimiskin, penghambatan sintesis
protein oleh kloramfenikol (Irianto, 2006).

4.6 Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Bakteri Uji Terhadap Zona Hambat yang
terbentuk

Pada masing-masing kertas cakram terlihat kenaikan diameter zona


hambat mulai dari kertas cakram blank discs yang mengandung konsentrasi
antibiotik 0% kertas cakram yang mengandung kloramfenikol 30 dan gentamisin
10. Kertas cakram blank discs tidak mengandung zat aktif yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena hanya mengandung larutan Nacl
Fisiologis sebagai kontrol negatif sehingga tidak mampu membentuk zona
hambat. Kertas cakram Gentamisin 10 mampu membentuk diameter zona hambat
sebesar (3,5 cm) kertas cakram kloramfenikol 30 mampu membentuk diameter
zona hambat sebesar (2,2 cm) Kertas cakram (gentamisin apa kloramfenikol)
membentuk zona hambat yang paling besar karena mengandung zat aktif yang
lebih banyak daripada Kertas cakram blankdiscs tidak mampu menimbulkan
daerah bening atau zona hambat karena tidak memliki zat aktif yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri E.coli. Kertas cakram blank discs digunakan
sebagai kontrol negatif (0%) untuk memastikan bahwa alat yang digunakan dalam
pembuatan kertas cakram maupun NaCl fisilogis yang digunakan sebagai
pengencer konsentrasi tidak mengandung zat antimikroba karena dapat
mengacaukan hasil perhitungan diameter.
Semakin besar konsentrasi antibiotik yang digunakan maka semakin
besar zona bening (hambatan) yang dihasilkan (Dwidjoseputro, 2003).
Chloramphenicol adalah antibiotik yang memiliki spektrum luas karena bisa
bersifat bakteriostatik terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Chloramphenicol merupakan antibiotik dengan struktur sederhana sehingga
mudah dibuat secara sintetik daripada mengisolasinya dari Streptomyces.
Ukurannya relatif kecil sehingga mudah berdifusi ke dalam tubuh. Efek negatif
chloramphenicol adalah dapat menekan pembentukan sel darah merah.
Mekanisme kerja dari antibiotik ini adalah dengan cara bereaksi pada subunit 50S
ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim ini berfungsi
untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang masih melekat
pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang. Sebagai
akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika (Pratiwi, 2008). Pengaruh
konsentrasi antibiotika terhadap pertumbuhan bakteri adalah semakin besar
konsentrasi dari antibiotika maka kemampuan antibiotika untuk menghambat atau

bahkan membunuh bakteri akan semakin besar yang terlihat dari semakin
besarnya diameter zona hambatan (zona bening).
Perbedaan ukuran diameter zona hambatan setiap macam zat antimikroba
pada perlakuan terhadap pertumbuhan bakteri yang berbeda spesies disebabkan
karena aktivitas antimikroba diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari obat
antimikroba dan faktor yang menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri khususnya
susunan kimia dinding sel bakteri tersebut. Staphylococcus epidermidis
merupakan bakteri gram positif, sedangkan E.coli merupakan bakteri gram
negative sehingga lebih resisten terhadap antimikroba. Dinding sel bakteri gram
positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif tebal, dikelilingi lapisan teichoic
acid dan pada beberapa spesies mempunyai lapisan polisakarida. Dinding sel
bakteri gram negatif mempunyai lapisan peptidoglikan relatif tipis, dikelilingi
lapisan lipoprotein, lipopolisakarida, fosfolipid dan beberapa protein.
4.7 Evaluasi Akhir Uji Potensi Antibiotik
Pada praktikum kali ini bakteri yang di uji adalah e coli dan
staphylococcus

epidermidis.

Adapun

antibiotik

yang

digunakan

adalah

kloramfenikol dan gentamisin. Antibiotik yang efektif terhadap bakteri e coli


adalah kloramfenikol. Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis
protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan
sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis
protein kuman. Gentamisin juga memberikan efek terhadap bakteri e coli yang
ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram namun diameternya tidak
sebesar kloramfenikol. Hal ini juga disebabkan krean adanya perbedaan
konsentrasi antibiotik yang digunakan.konsentrasi gentamisin yaitu 10mikro liter
sedangkan kloramfenikol 30 mikroliter.
Antibiotik yang efektif terhadap bakteri staphylococcus epidermidis yaitu
gentamisin. Gentamisin merupakan antibiotik turunan aminoglikosida yang sangat
berarti terutama karena peranannya terhadap mukosa gram-negatif. Mekanisme
kerja gentamicin adalah dengan mengikat secara ireversibel sub unit 30S dari
kuman, yaitu dengan menghambat sintesis protein dan menyebabkan kesalahan
translokasi

kode

genetik.

Gentamicin

bersifat

bakterisidal.

Gentamisin

memberikan hasil diameter yang lebih besar dibanding kloramfenikol meskipun

konsentrasinya lebih kecil. Hal ini menunjukan gentamisin efektif atau poten
terhadap bakteri staphylococcus epidermidis. Gentamisin bisa memberikan efek
terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Pada bakteri staphylococcus
epidermidis kloramfenikol juga memberikan efek namun tidak sebesar
gentamisin. Hal ini dibuktikan dengan adanya zona bening pada sekitar cakram
meskipun tidak sebesar gentamisin. Pada bakteri staphylococcus terbukti bahwa
lebih efektif gentamisin dibandingkan dengan kloramfenikol.
Diameter zona hambat yang terbentuk pada bakteri staphylococcus lebih
besar dibanding pada bakteri e coli karena bakteri e coli merupakan bakteri gram
negatif sehingga lebih resisten terhadap antimikroba.

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Metode yang digunakan untuk uji aktivitas ada tiga :


1. Metode difusion yang terdiri dari
a. Metode Kirby Baurer
b. Metode Sumuran
c. Metode Ditch dan Gradient / Plate technique
2. Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a. Dilusi cair (broth dilution)
b. Dilusi padat (solid dilution)
3. Metode Bioautography
5.2 Keunggulan dan kelemahan pada tiap metode yaitu
Keuntungan metode cakram

Pelaksanaannya lebih mudah dan dalam satu media dapat digunakan lebih dari
satu organisme uji.
Kekurangan metode cakram
Tidak diketahui secara pasti aksi penghambatan yaitu bakterisidal ataukah
bakteriostatik karena banyak faktor yang mempengaruhi antara lain, ketebalan
media, macam media, inokulum dan laju difusi bahan antimikroba.
Keuntungan metode bioautografi
Dapat mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang mempunyai
aktivitas sebaga antibakteri, antifungi, antibiotik, dan antiviral.
Kerugian:

Hasil tidak valid karena kemungkinan adanya kontaminan dari luar atau karena
zat yang diidentifikasikan tidak mengandung khasiat bakteri antibakteri.
5.3 Pada praktikum ini metode yang digunakan termasuk kedalam metode difusi karena
menggunakan metode cakram
5.4 Mekanisme kerja antibiotik
Mekanisme kerja antibiotik yang digunakan dalam pengujian yaitu
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Mekanisme kerja gentamicin, yaitu dengan menghambat sintesis protein dan
menyebabkan kesalahan translokasi kode genetik.
5.5 Prinsip terbentunya zona hambat
Prinsip terbentuknya zona hambat yaitu antibiotik menghambat atau
membunuh bakteri yang terletak dalam media agar yang ditandai dengan adanya
zona bening disekitar cakram antibiotik.
5.6 Gentamicin lebih efektif dibandingkan kloramfenikol terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis. Sedangkan kloramfenikol lebih efektif terhadap
bakteri E.coli

DAFTAR PUSTAKA

Cara Pembuatan Simplisia. 198. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Jakarta Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta: 189195
Gunawan, S. G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta : Salemba Medika
Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga
Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo.
Kendari)
Ultee A, Gorris LGM, Smid EJ. 1998. Bacterial activity of carvacrol toward
thefood-borne pathogen Bacillus cereus. J. Appl. Microbiol: 213

218Corner,

DE. 1995. Naturally occuring compounds in Antimicrobial in Food.Eds., by


Davidson PM & Branen AL, Eds.

Marcell Dekker, Inc., New York,pp. 441-468.

Anda mungkin juga menyukai