Anda di halaman 1dari 14

Ketahanan pangan di Indonesia

1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?

2. Bagaimanankah kondisi ketahahan pangan di Indonesia saat ini?


3. Bagaimana hubungan ketahanan pangan dalam rangka menciptakan ketahahanan
keamanan nasional bangsa?
4. Analisis Dampak Lemahnya Ketahanan Pangan Terhadap Pertahanan dan Keamanan
5. Peran apa yang dilakukan Pemerintah dalam memperkuat pertahanan pangan nasional?
6. Bagaimanakah sistem ketahanan pangan?
http://civicsedu.blogspot.co.id/2012/06/ketahanan-pangan.html
https://delfistefani.wordpress.com/2013/12/15/makalah-ketahanan-pangan-2/
http://wahyuitem.blogspot.co.id/2014/12/makalah-pertanian-dan-ketahananpangan.html
http://sitinuriaw.blogspot.co.id/2016/04/makalah-ketahanan-panganpermasalahan.html

MAKALAH

KETAHANAN PANGAN DI INDONESIA

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?

2.
3.
4.
5.

Bagaimanankah kondisi ketahahan pangan di Indonesia saat ini?


Analisis Dampak Lemahnya Ketahanan Pangan Terhadap Pertahanan dan Keamanan
Peran apa yang dilakukan Pemerintah dalam memperkuat pertahanan pangan nasional?
Bagaimanakah sistem ketahanan pangan?

2.1 Pengertian Ketahanan Pangan

Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya
Conference of Food and Agriculture tahum 1943 yang mencanangkan konsep secure, adequate
and suitable supply of food for everyone. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun
umumnya mengacu definisi dari Bank Dunia (1986) dan Maxwell dan Frankenberger (1992)
yakni akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat (secure access
at all times to sufficient food for a healthy life). Studi pustaka yang dilakukan oleh IFPRI (1999)
diperkirakan terdapat 200 definisi dan 450 indikator tentang ketahanan pangan (Weingrtner,
2000). Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering diacu :
1.
Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau.
2.
USAID (1992: kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik
dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
3.
FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun
ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga
tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
4.
FIVIMS 2005: kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan
ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan
kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif
dan sehat.
5.
Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses
fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk
kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki
5 unsur yang harus dipenuhi :
a.
Berorientasi pada rumah tangga dan individu.
b.
Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses.
c.
Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan
social.
d.
Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e.
Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.
Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1)
tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata;
dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih
dipahami sebagai berikut:
1)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan
pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk
memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya,
yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
2)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis,
kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan
manusia, serta aman dari kaidah agama.
3)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia
setiap saat dan merata di seluruh tanah air.

4)
Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh
rumah tangga dengan harga yang terjangkau.

2.2 Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia


Program ketahanan pangan telah dilakukan sejak zaman Presiden Soekarno dengan
Program Berdikari, begitu pula zaman Presiden Soeharto dikenal dengan Program Swasembada
Pangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada usaha yang cukup berperan dalam meningkatkan
upaya ketahanan pangan di Indonesia. Indonesia sempat dikenal sebagai negara dunia ketiga
yang sukses dalam swasembada pangan, dan bahkan pernah mendapatkan penghargaan dari
FAO. Di penghujung tahun 1980-an, Bank Dunia memuji keberhasilan Indonesia dalam
mengurangi angka kemiskinan yang patut menjadi contoh bagi negara-negara sedang
berkembang (World Bank,1990). Namun prestasi ini tidak berlangsung lama dapat
dipertahankan.
Kondisi saat ini, pemenuhan pangan sebagai hak dasar masih merupakan salah satu
permasalahan mendasar dari permasalahan kemiskinan di Indoensia. Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 menggambarkan masih terbatasnya kecukupan dan mutu
pangan, yaitu belum terpenuhinya pangan yang layak dan memenuhi syarat gizi bagi masyarakat
miskin, rendahnya kemampuan daya beli, masih rentannya stabilitas ketersediaan pangan secara
merata dan harga yang terjangkau, masih ketergantungan yang tinggi terhadap makanan pokok
beras, kurangnya diversifikasi pangan, belum efisiensiennya proses produksi pangan serta
rendahnya harga jual yang diterima petani, masih ketergantungan terhadap import pangan..
Padahal ketahanan pangan bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi,
akan tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun
global. Permasalahan utama yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia
saat ini adalah bahwa pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan
penyediaan. Permintaan yang meningkat merupakan resultante dari peningkatan jumlah
penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat, dan perubahan selera.
Sementara itu, pertumbuhan kapasitas produksi pangan nasional cukup lambat dan stagnan,
karena: (a) adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, serta (b) stagnansi
pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian. Ketidak seimbangan pertumbuhan
permintaan dan pertumbuhan kapasitas produksi nasional mengakibatkan kecenderungan pangan

nasional dari impor meningkat, dan kondisi ini diterjemahkan sebagai ketidak mandirian
penyediaan pangan nasional. Dengan kata lain hal ini dapat diartikan pula penyediaan pangan
nasional (dari produksi domestik) yang tidak stabil.
Selain itu, saat ini di Indonesia sendiri Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam
mewujudkan ketahanan pangan nasional antara lain adalah: Berlanjutnya konversi lahan
pertanian untuk kegiatan nonpertanian, khususnya pada lahan pertanian kelas satu di Jawa
menyebabkan semakin sempitnya basis produksi pertanian, sedangkan lahan bukaan baru di luar
Jawa mempunyai kesuburan yang relatif rendah. Demikian pula, ketersediaan sumber daya air
untuk pertanian juga telah semakin langka. Dalam kaitan ini sektor pertanian menghadapi
tantangan untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan dan air
secara lestari dan mengantisipasi persaingan dengan aktifitas perekonomian dan pemukiman
yang terkonsentrasi. Selain itu Terbatasnya kemampuan kelembagaan produksi petani karena
terbatasnya dukungan teknologi tepat guna, akses kepada sarana produksi, serta kemampuan
pemasarannya. Adalah tantangan bagi institusi pelayanan yang bertugas memberikan kemudahan
bagi petani dalam menerapkan iptek, memperoleh sarana produksi secara tepat, dan membina
kemampuan

manajemen

agribisnis

serta

pemasaran,

untuk

meningkatkan

kinerjanya

memfasilitasi pengembangan usaha dan pendapatan petani secara lebih berhasil guna

2.3 Analisis Dampak Lemahnya Ketahanan Pangan Terhadap


Pertahanan dan Keamanan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan
untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya. Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan
kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau. Sedangkan subsistem
konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi
kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan kehalalannya. Situasi ketahanan
pangan di negara kita masih lemah. Hal ini ditunjukkan antara lain oleh: (a) jumlah penduduk
rawan pangan (tingkat konsumsi < 90% dari rekomendasi 2.000 kkal/kap/hari) dan sangat rawan

pangan (tingkat konsumsi <70 % dari rekomendasi) masih cukup besar, yaitu masing-masing
36,85 juta dan 15,48 juta jiwa untuk tahun 2002; (b) anak-anak balita kurang gizi masih cukup
besar, yaitu 5,02 juta dan 5,12 juta jiwa untuk tahun 2002 dan 2003 (Ali Khomsan, 2003)
Menurut Bustanul Arifin (2005) ketahanan pangan merupakan tantangan yang
mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa pada abad milenium ini. Apabila
melihat Penjelasan PP 68/2002 tersebut, upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus
bertumpu pada sumber daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah. Sejak
tahun 1798 ketika Thomas Malthus memberi peringatan bahwa jumlah manusia meningkat
secara eksponensial, sedangkan usaha pertambahan persediaan pangan hanya dapat meningkat
secara aritmatika. Dalam perjalanan sejarah dapat dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang
kadang-kadang meluas menjadi kelaparan nasional yang sangat parah diberbagai Negara.
Permasalahan diatas adalah ciri sebuah Negara yang belum mandiri dalam hal ketahanan pangan
(Nasoetion, 2008)
Kebutuhan pangan di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk di dunia. Pada tahun 1930, penduduk dunia hanya 2 miliar dan 30 tahun kemudian
pada tahun 1960 baru mencapai 3 miliar. Lonjakan penduduk dunia mencapai peningkatan yang
tinggi setelah tahun 1960, hal ini dapat kita lihat dari jumlah penduduk tahun 2000an yang
mencapai kurang lebih 6 miliar orang, tentu saja dengan pertumbuhan penduduk ini akan
mengkibatkan berbagai permasalahan diantaranya kerawanan pangan. Di Indonesia sendiri,
permasalah pangan tidak dapat kita hindari, walaupun kita sering disebut sebagai negara agararis
yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Kenyataannya masih banyak kekurangan
pangan yang melanda Indonesia, hal ini seiring dengan meningkatnya penduduk. Bahkan dua
peneliti AS pernah menyampaikan bahwa pada tahun 2100, penduduk dunia akan mengahadapi
krisis pangan (Nasoetion, 2008) .Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi satu-satunya
permasalahan yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan
pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman dan lahan industri, telah menjadi ancaman dan
tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang mandiri dalam bidang
pangan.
Permasalahan yang menghambat dalam mencapai ketahanan pangan dan menjauhkan
Indonesia dari keadaan rawan pangan adalah konversi lahan pertanian menjadi daerah industri.
Menurut Tambunan (2003) dengan semakin sempitnya lahan pertanian ini, maka sulit untuk
mengharapkan petani kita berproduksi secara optimum. Roosita (2002) dalam Tambunan (2003)

memperkirakan bahwa konversi lahan pertanian ke nonpertanian di Indonesia akan semakin


meningkat dengan rata-rata 30.000-50.000 ha per tahun, yang diperkirakan jumlah petani kecil
telah mencapai sekitar 12 juta orang.

2.4 Peran Pemerintah Dalam Upaya Memajukan Pertahanan Pangan


1. Memperkuat struktur ekonomi masyarakat berbasis agribisnis dan meningkatkan peranan serta
swadaya masyarakat lokal.
Strategi umum pembangunan pertahanan pangan misal dalam hal pertanian adalah
memajukan agribisnis, yaitu membangun secara sinergis dan harmonis aspek-aspek: (1) industri
hulu pertanian yang meliputi perbenihan, input produksi lainnya dan alat mesin pertanian; (2)
pertanian primer (on-farm); (3) industri hilir pertanian (pengolahan hasil); dan (4) jasa-jasa
penunjang yang terkait. Mengingat bahwa pelaku utama agribisnis adalah petani dan pengusaha,
dan tanpa adanya insentif pendapatan mereka akan enggan menekuni agribisnis, maka kata kunci
dalam meningkatkan kinerja sektor ini adalah menciptakan insentif ekonomi yang menunjang
daya tarik agribisnis.
2. Membuat kebijakan yang dapat memperkuat pertahan pangan
Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional tidak terlepas dengan kebijakan umum
pembangunan pertanian dalam mendukung penyediaan pangan terutama dari produksi domestik.
Dalam kerangka demikian upaya mewujudkan ketahanan pangan dan stabilitasnya (penyediaan
dari produksi domestik) identik pula dengan upaya meningkatkan kapasitas produksi pangan
nasional dalam pembangunan pertanian beserta kebijakan pendukung lain yang terkait.
Dengan memperhatikan beberapa azas kebijakan ketahanan pangan di daerah tersebut,
beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut diantaranya meliputi:
Pemerintah daerah perlu menyadari akan pentingnya memperhatikan masalah ketahanan pangan
di wilayahnya.
Perlunya apresiasi tentang biaya, manfaat, dan dampak terhadap pembangunan wilayah dan
nasional program peningkatan ketahanan pangan di daerah kepada para penentu kebijakan di

daerah.
Pemerintah daerah perlu menyusun perencanaan dan strategi untuk menangani masalah

ketahanan pangan di daerah.


Perlu dikembangkan suatu wahana untuk saling tukar menukar informasi dan pengalaman dalam
menangani masalah ketahanan pangan antar pemerintah daerah.
3. pengembangan inovasi teknologi seperti pengembangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)

Pengembangan teknologi guna meningkatkan efisiensi akan mencakup spektrum


teknologi yang sangat luas dari teknologi yang terkait dengan teknologi pengembangan sarana
produksi (benih, pupuk dan insektisida), teknologi pengolahan lahan (traktor), teknologi
pengelolaan air (irigasi gravitasi, irigasi pompa, efisiensi dan konservasi air), teknologi budidaya
(cara tanam, jarak tanam, pemupukan berimbang, pola tanam, pergiliran varietas), teknologi
pengendalian hama terpadu (PHT).
4. Diversifikasi Produksi Pangan
Diversifikasi produksi pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam ketahanan
pangan. Diversifikasi produksi pangan bermanfaat bagi upaya peningkatan pendapatan petani
dan memperkecil resiko berusaha. Diversifikasi produksi secara langsung ataupun tidak juga
akan mendukung upaya penganekaragaman pangan (diversifikasi konsumsi pangan) yang
5.

merupakan salah satu aspek penting dalam ketahanan pangan.


Pemerintah harus lebih memberikan dukungan dan kontribusi terhadap komoditas lokal.
Kebijakan pemerintah harus mengacu pada produksi dan konsumen dalam negri serta suplai
pangan dalam negri harus rutin. Harus ada teknologi yang mendukung seperti pengaturan curah

6.

ujan, dll.
Menghimbau kelompok tani yang ada di daerah memanfaatkan lumbung pangan untuk
menabung hasil panen mereka. Lumbung pangan yang dibangun pemerintah tersebut berfungsi
untuk menyimpan hasil panen padi petani, caranya hasil panen mereka ditabung di lumbung
pangan ini, keamanan dan mutu padi atau berasnya akan terjamin. Pembangunan lumbung

pangan di setiap kecamatan di daerah .


7. Perlindungan lahan pertanian pangan
Adanya alih fungsi lahan-lahan pertanian subur selama ini kurang diimbangi oleh upayaupaya terpadu mengembangkan lahan pertanian melalui pencetakan lahan pertanian baru yang
potensial. Oleh karena itu, pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan melalui perlindungan
lahan pertanian pangan merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan
kedaulatan pangan, dalam rangka meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan petani dan
masyarakat pada umumnya.perlu dilakukan dengan menetapkan kawasan-kawasan pertanian
pangan yang perlu dilindungi. Kawasan pertanian pangan merupakan bagian dari penataan
kawasan perdesaan pada wilayah kabupaten. Dalam kenyataannya lahan-lahan pertanian pangan
berlokasi di wilayah kota juga perlu mendapat perlindungan.
8. Melakukan pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Adalah menjamin tersedianya pendanaan dalam penyelenggaraan Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi,

dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kebijakan Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan


Berkelanjutan mengatur Pembiayaan pada keseluruhan sistem dan proses Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan, meliputi: perencanaan dan penetapan, pengembangan,
penelitian, pemanfaatan, pembinaan, pengendalian, pengawasan, sistem informasi, serta
perlindungan dan pemberdayaan Petani. Untuk memenuhi Pembiayaan sistem dan proses
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tersebut, ada 3 (tiga) hal utama yang perlu
diatur dalam kebijakan Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Yaitu:
(i) kegiatan-kegiatan yang perlu dibiayai terkait dengan perencanaan dan penetapan,
pengembangan, penelitian, pemanfaatan, pembinaan, pengendalian, pengawasan, sistem
informasi, serta perlindungan dan pemberdayaan Petani, yang merupakan bagian Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (ii) sumber-sumber dan bentuk Pembiayaan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi, serta Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah kabupaten/kota terhadap kegiatan-kegiatan yang perlu dibiayai berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan (iii) penyelenggaraan Pembiayaan Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

2.5 Sistem Ketahanan Pangan


Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari
subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan
subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem
tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam,
kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien oleh
adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi
dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah diimplementasikan
dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan
pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari
pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan
pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.

Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara
impor dan ekspor pangan. Subsistem ini berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah, kualitas, keragaman maupun keamanannya. Acuan
kualitatif untuk ketersediaan pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004, yaitu energi sebesar 2200
kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari. Acuan untuk menilai tingkat keragaman
ketersediaan pangan adalah Pola Pangan Harpan dengan skor 100 sebagai PPH ideal. Dalam
aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas
produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial
ekonomi;
1. 1. Teknis
1. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non
pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
2. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
3. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
4. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun.
5. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (1015%).
6. Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada
musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2. 2.

Sosial-Ekonomi
1. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
2. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena
besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang
semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
3. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras.
4. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor
yang melindungi kepentingan petani.
5. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.

Subsistem distribusi pangan yang efektif dan efisien sebagai prasyarat untuk menjamin agar
seluruh rumahtangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik sepanjang
waktu. Subsistem ini mencakup aspek aksesibilitas secara fisik, ekonomi maupun sosial atas
pangan secara merata sepanjang waktu. Akses pangan didefinisikan sebagai kemampuan
rumahtangga untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup, melalui berbagai
sumber atau kombinasi cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi pangan, pembelian/barter,
pemberian, pinjaman dan bantuan pangan. Akses pangan secara fisik ditunjukkan oleh
kemampuan memproduksi pangan, infrastruktur dasar maupun kondisi sumberdaya alam dan
lingkungan. Dengan demikian akses fisik lebih bersifat kewilayahan dan dipengaruhi oleh ciri
dan pengelolaan ekosistem. Akses pangan secara ekonomi menyangkut keterjangkauan
masyarakat terhadap pangan yang ditunjukkan oleh harga, sumber mata pencaharian dan
pendapatan. Sumber mata pencaharian meliputi kemampuan, asset dan aktivitas yang dapat
menjadi sumber pendapatan. Seringkali, sumber mata pencaharian sangat dipengaruhi oleh
kondisi maupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Akses pangan secara sosial
antara lain dicerminkan oleh tingkat pendidikan, bantuan sosial, kebiasaan makan, konflik
sosial/keamanan. Dalam subsistem distribusi, hambatan yang terjadi antara lain :
1. 1.

Teknis
1. Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang
dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
2. Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan
distribusi pangan , kecuali beras.
3. Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
4. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim
menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan
tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.

2.

Sosial-ekonomi

a. Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga
kestabilan distribusi dan harga pangan.
b. Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya
distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.
Subsistem konsumsi pangan berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan memenuhi
kaidah mutu, keragaman dan keseimbangan gizi, keamanan dan halal, serta efisiensi untuk
mencegah pemborosan. Subsistem ini menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik
sehingga dapat mengatur menu beragam, bergizi, seimbang secara optimal, pemeliharaan sanitasi
dan hygiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumahtangga. Hal ini bertujuan

untuk mengoptimalkan pemanfaatan pangan oleh tubuh. Kondisi konsumsi pangan rumahtangga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ekonomi, sosial dan budaya setempat.
1.

Teknis

a.

Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya pangan local.

b.

Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.

2.

Sosial-ekonomi

a.
Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun (tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60
kg, Jepang 50 kg).
b.
Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak
mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi
pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangg
c.
Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang
sehat dan aman.
d.
Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang
memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.

Anda mungkin juga menyukai