FRACTURE
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Surgical
Di Ruang St. Anna Rumah Sakit Panti Nirmala Malang
Disusun Oleh:
Dicky Syahrulloh Bakhri
NIM 150070300011019
DEFINISI
&
Jong,
2005).
Fraktur
adalah
terputusnya
kontinuitas
atau
kesenambungan tulang dan sendi, baik sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang
rawan.
Luka
dan
fraktur dapat
menyebabkan perdarahan
. Perdarahan
adalah keluarnya darah dari ruang vaskuler (BTCLS-GADAR Medik Indonesia, 2013).
Berdasarkan batasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya
disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.
KLASIFIKASI
Menurut Suratun dkk (2006), jenis jenis fraktur :
a. Fraktur complete adalah pemisahan komplit dari tulang menjadi dua fragmen
b. Fraktur incomplete adalah patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
c.
2. Grade II luka > 2 cm dengan memar kulit dan otot (tanpa kerusakan jaringan
lunak yang ekstensif) dengan dislokasi fragmen jelas
3. Grade III luka sebesar 6-8 cm yang mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif ( pembuluh darah, saraf dan otot) dan sangat terkontaminasi.
Menurut
Pradip,
Impaksi adalah fraktur dimana fragmen-fragmen saling tertekan satu sama lain
tanpa adanya garis fraktur yang jelas.
Oblik adalah fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding transversal)
g.
Patologik adalah
fraktur
yang
terjadi
pada
tulang
yang
j.
Depresif adalah fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan tulang wajah)
k.
l.
Komplikata adalah fraktur dimana beberapa organ lain juga rusak (misalnya saraf
atau pembuluh darah)
3.
ETIOLOGI
Fraktur
adalah
kontinuitas tulang
maupun kelainan
patologis.
patah
biasanya
tulang,
terputusnya
Fraktur
adalah
disebabkan
oleh
trauma atau tenaga fisik (Price, 2006). Sedangkan menurut Smeltzer (2005) fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorpsinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1)
Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
2)
Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan
mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh
arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita dan
kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat mengalami patah
tulang.
4.
PATOFISIOLOGI
Fraktur pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma, adanya gaya dalam tubuh,
yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic dan patologik. Ketika patah tulang,
akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak.
Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan
sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang
dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon
inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari
plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses
penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal
penyembuhan tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organorgan yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan
terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila
berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement (Corwin, 2009).
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat
mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar
Sementara
kondisi
patologis
disebabkan
karena
kelemahan
tuklang
sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang Pada osteoporosis
secara tidak langsung mengalami penurunan kadar kalsium dalam tulang. Dengan
berkurangnya kadar kalsium dalam tulang lama kelamaan tulang menjadi rapuh
sehingga
hanya
trauma
minimal
saja
atau
tanpa
trauma
sedikitpun
akan
dalam
dan
disanalah
osteoblast
beregenerasi
dan
terjadi
proses
d. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
e. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya
5.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Pierce A Grace &
Neil R. Borley, 2007) :
1. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang
2. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan
kerusakan struktur didaerah yang berdekatan
3. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.
4. Echimosis (memar) dari perdarahan Subculaneous.
5. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
6. Tenderness / keempukan.
7. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan (palpasi), teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya.
8. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf/perdarahan)
9. Pergerakan abnormal.
Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar X.
Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan dan tidak menyadari
adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah (Brunner &
Suddarth, 2005). Nyeri berhubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi
dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang dan sendi disekitar fraktur.
6.
KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur menurut (Pierce A Grace & Neil R. Borley, 2007) dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Komplikasi Awal
1) Syok
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas
kapiler
yang
bisa
menyebabkan
menurunnya
oksigenasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah pencitraan
menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu minimal diperlukan 2 proyeksi
Universitas Sumatera Utara yaitu antero posterior (AP) atau AP lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) atau indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari, karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru
indikasi X-ray adalah untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya
perlu tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian). (Pradip L. Patel,
2007). Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : dilakukan memperlihatkan fraktur
dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak Hal yang harus dibaca pada x-ray:
trauma.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase karena traumaa otot meningkatkan beban
kreatinin untuk ginjal.
8.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat pent ing untuk melakukan
pemariksaan terhadap jalan napas ( air way ), proses pernapasan ( breathing ),
sirkulasi ( circulation ), drug, dan elektro kardiografi ( EKG ) untuk melihat pacu jantung.
Apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru
lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan
penting ditanyakan untuk mengetahui berapa sampai di RS, mengingay golden period
1 6 jam.Bila lebih dari 6 jam komplikasi infeksi makin besar. Lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto
Menurut (Pierce A Grace & Neil R. Borley, 2007) selama pengkajian primer dan
resusitasi, sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang diakibatkan oleh trauma
muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab
terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap.
Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan soft tissue
pada area yang cedera. Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi
anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi tergantung
pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
1) Reduksi tertutup
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali
keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual
2) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan bedah
dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, plat sekrew
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan solid terjadi.
3) Traksi
Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner & Suddarth
(2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh untuk
b.
c.
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku
berpenyakit.
Amputasi : penghilangan bagian tubuh
Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)
3. Terapi Medis
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan
rehabilitasi.
1. Rekognisi (Pengenalan )
Mengkaji riwayat dan kronologi kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.
2. Reduksi (Reposisi)
Reduksi adalah upaya untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali lagi seperti letak asalnya secara optimum. Reduksi fraktur dapat
dilakukan dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka atau traksi. Reduksi fraktur
dilakukan
sesegera
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilangan
dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan
neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi dan
harga-diri.
9.
ASUHAN KEPERAWATAN
Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
2. Pengumpulan Data
1)
Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
menyebabkan
fraktur
patologis
yang
sering
sulit
untuk
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
klien
fraktur
harus
mengkonsumsi
nutrisi
melebihi
tapi
walaupun
begitu
perlu
juga
dikaji
frekuensi,
inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
2) Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam.
a) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda, seperti:
(a) Kesadaran
penderita:
apatis,
sopor,
koma,
gelisah,
(k) Jantung
(1) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
(m)Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB.
b) Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler
yaitu
Pain,
Palor,
Parestesia,
Pulse,
Pergerakan).
perlu
dideskripsikan
permukaannya,
konsistensinya,
ini
menentukan
apakah
ada
gangguan
gerak
3.
Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan
membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
c. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
e. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
f.
4. Intervensi Keperawatan
a.
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan
keperwatan
selama
3x24
jam,
klien
RASIONAL
nyeri
dan
mencegah
posisi
ekstremitas
terkena.
3. Lakukan
pasif/aktif.
yang Meningkatkan
aliran
balik
vena,
mengurangi edema/nyeri.
dan
awasi
latihan
gerak Mempertahankan
kekuatan
otot
dan
sirkulasi
umum,
kenyamanan
(masase,
posisi)
kelelahan otot.
5. Ajarkan
penggunaan
(24-48
jam
pertama)
keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Menurunkan nyeri melalui mekanisme
indikasi.
penghambatan
rangsang
nyeri
baik
Gangguan
pertukaran
gas
b/d
perubahan
aliran
darah,
emboli,
Kriteria Hasil: klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas
normal
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
perfusi.
pemberian
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2
penggunaan
otot
c.
yang
sakit
dan
mengkompensasi
bagian
tubuh
pelaksanaan
terapeutik
kunjungan
RASIONAL
(radio,
teman/keluarga)
keadaan klien.
Meningkatkan sirkulasi darah
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif
3. Berikan
papan
gulungan
penyangga
trokanter/tangan
indikasi.
Meningkatkan kemandirian klien dalam
4. Bantu
dan
dorong
perawatan
penumonia)
Mempertahankan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi urinarius dan
6. Dorong/pertahankan
asupan
cairan konstipasi.
2000-3000 ml/hari.
Kalori dan protein yang cukup diperlukan
7. Berikan diet TKTP.
8. Kolaborasi
pelaksanaan
sesuai indikasi.
Menilai perkembangan masalah klien.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien
dan program imobilisasi.
d. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien
menyatakan ketidaknyamanan hilang,
Kriteria Hasil: klien menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan
luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pertahankan
tempat
tidur
RASIONAL
yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit
kulit
terutama
penonjolan tulang dan area distal terhadap tekanan yang relatif konstan
bebat/gips.
pada imobilisasi.
Mencegah gangguan integritas kulit dan
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah jaringan akibat kontaminasi fekal.
perianal
Menilai perkembangan masalah klien.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan
gips/bebat
terhadap
kulit,
insersi
pen/traksi.
e.
RASIONAL
4. Analisa
hasil
Kultur
dan
luka/serum/tulang)
5.
Observasi
vital dan
h.
Kaji
kesiapan
klien
RASIONAL
program pembelajaran.
2.
3.
evaluasi
medik
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed, 3. Jakarta: EGC
Pierce A Grace & Neil R. Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Pradip, L Patel. 2007. Lecture: Notes Radiology. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga
Price A S, Wilson. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses penyakit Edisi Vol. 2.
Jakarta: EGC
Ramadhan.
2008.
Konsep
Fraktur
(Patah
http://forbetterhealth.wordpress.com/2008/12/22/konsep-fraktur-patah-tulang/
tanggal 06 Desember 2016.
Tulang.
diakses
Risnanto dan Uswatun Insani. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Muskuloskeletal). Yogyakarta: Deepublish
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
Sartono, dkk. 2013. Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS GADAR MEDIK INDONESIA
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, & Bare. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8,
Vol 1, alih bahasa: Kuncara Monica Ester. Jakarta: EGC.
Suratun, dkk. 2006.Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Wilkinson M J. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Ktriteria
Hasil NOC. Jakarta: EGC