Anda di halaman 1dari 32

Makalah

PENGETAHUAN LINGKUNGAN

Strategi dan Program Konservasi di Dunia dan di


Indonesia
Di susun Oleh :

Kelompok 3
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Al Ilham Bin Salim


Nursyah Sukur
Inchana Puput Dwi Rahayu
Serlin Kiroyan
Dewi Kemala
Delfriani Kuku
Risdayanti

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Konservasi (conservation) merupakan sebagai suatu usaha pengelolaan
yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam sehingga
dpt menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk
generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi generasi yang akan datang.
Konservasi sumberdaya alam adalah tanggung jawab semua umat di muka
bumi karena pengaruh ekologis dari berbagai upaya pembangunan tidak terbatas
oleh wilayah negara atau administratif. Upaya konservasi adalah bagian integral
dari pembangunan. Pembangunan yang dilakukan di negara manapun terkait
dengan kepentingan negara lain maupun kepentingan internasional. Sebagai
gambaran lain adalah adanya fenomena migrasi spesies yang melampaui batasbatas wilayah administrasi negara dan berkembangnya perdagangan produk
hayati tingkat internasional. Ancaman terhadap ekosistem mempunyai ruang
lingkup

internasional

dan membutuhkan kerjasama internasional dalam

menghadapinya. Konservasi sumberdaya


bersama dari seluruh umat di muka
dipertimbangkan

terjalinnya

jaringan

alam
bumi.

menjadi tanggung jawab


Oleh

kelembagaan

karena

itu,

perlu

baik secara regioonal,

nasional bahkan internasional.


1.2. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dihadapi ialah bagaimana upaya konservasi Global
dan konservasi Indonesia.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan tujuan dari makalah ini ialah untuk mengetahui upaya
konservasi global dan konservasi Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Upaya Konservasi Global
Pada tahun 1972 dilakukan pertemuan yang merupakan tonggak penting
dalam pengembangan strategi konservasi global. Pertemuan tersebut dikenal
dengan Stockholm Conference on the Human Environment. Hasil dari pertemuan
tersebut antara lain pembentukan UNEP (The United Nations Environment
Program) untuk menghadapi tantangan permasalahan lingkungan hidup dunia, yg
masih terfokus pada kerusakan dan konservasi sumberdaya alam.
Pada tahun 1992, Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, atau yang
dikenal sebagai United Nations Conference on Environmental and Development;
dikenal juga dalam istilah KTT Bumi membahas berbagai cara untuk melindungi
lingkungan dengan

perhatian pada pembangunan ekonomi yang lebih

berkelanjutan pada negara yang kurang sejahtera. Pertemuan tersebut juga


berhasil meningkatkan perhatian dan keseriusan dunia dalam menghadapi
berbagai krisis lingkungan, membangun pemahaman yang jelas antara upaya
perlindungan lingkungan dan kebutuhan untuk mengentaskan kemiskinan di
negara berkembang dengan bantuan dana dari negara maju.
Menurut Strategi Konservasi Sedunia (World Conservation Strategy),
tujuan konservasi, yaitu:
(a)

memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung


kehidupan,

(b) mempertahankan keanekaan genetis


(c) menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan
Organisasi internasional yang menaruh perhatian terhadap masalah
lingkungan adalah tiga badan PBB, yaitu FAO, Unesco dan UNEP. Sedang
lembaga swadaya masyarakat yang paling aktif dalam menyokong program
pengelolaan kawasan konservasi adalah IUCN dan WWF.

Tabel 1. Perkembangan Strategi Konservasi Global


Tahun Tonggak penting bagi konservasi
sda

Hasil utama yang dicapai

1972

Konferensi Stockholm ttg Lingkungan


Manusia

Pembentukan UNEP utk


menghadapi tantangan
permasalahan LH dunia, yg masih
terfokus pada kerusakan &
konservasi sumberdaya alam

1983

Laporan Brundtland Masa Depan Kita


Bersama
(Our Common Future)

Penetapan konsep Pemb.


Berkelanjutan: Pembangunan yg
memenuhi kebutuhan generasi
kini tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi
yad

1992

Konferensi ttg Lingkungan Hidup dan


Pembangunan / KTT Bumi (Earth Summit)

Deklarasi Rio & Agenda 21,


Konvensi Perubahan Iklim,
Konvensi Keaneka-ragaman
Hayati, Prinsip-2
Pengelolaan Hutan Berkelanjutan,
Pembentukan Komisi
Pemb. Berkelanjutan
(UNCSD)

1997

KTT Bumi + 5 (Earth Summit + 5)

Program Implementasi Lanjutan


Agenda 21

2000

KTT Milenium
(Millennium Summit)

Dekl. Milenium (Mill. Declaration) &


Tujuan Pemb. Milenium (MDGs)

2002

KTT Bumi ttg Pembangunan Berkelanjutan


(World Summit on Sustainable
Development / Earth Summit + 10)

Deklarasi Politik & Rencana


Implementasi, yg mengakui
keterkaitan Pemb. Berkelanjutan dgn
kemiskinan
& masalah-2 pembangunan
lain melalui MDGs.

Pelestarian

kawasan

konservasi

merupakan

bagian

integral

dari

pembangunan. Pokok bahasan ini menguraiakan berbagai bentuk kerjasama dan


perjanjian internasional sebagai upaya untuk menjawab tantangan konservasi baik
secara global, nasional maupun regional. Upaya -upaya konservasi dunia yaitu:
1. Kerjasama Regional
Mempertimbangkan kemungkinan untuk membina hubungan kelembagaan
jangka panjang antara dinas taman nasional di negara maju dan rekannya di
negara berkembang sangat bermanfaat, seperti halnya keterlibatan Dinas Taman
Selandia Baru di Taman Nasional Sagarmatha di Nepal. Hubungan semacam itu

dapat memberi kesempatan bagi latihan, tukar- menukar personil dan terjalinnya
hubungan yang erat secara bertahap antara kedua organisasi yang dapat mengarah
kepada sifat saling menguntungkan. Dibandingkan dengan proyek jangka pendek
dengan masukan intensif berupa tenaga ahli dan perlengkapan selama dua atau
tiga tahun dan kemudian berhenti sama sekali, maka tipe kerjasama ini
memungkinkan berhentinya dukungan dan keterlibatan yang berkelanjutan secara
bertahap. Dukungan semacam ini dapat dibiayai melalui program bantuan
bilateral dan tidak menyebabkan menipisnya dana terbatas yang dimiliki taman
yang bersangkutan.
Kerjasama regional antar negara sangat berharga dan perlu digalakkan.
Sebagai contoh, hal ini dapat mengambil bentuk pertukaran personil, dikaitkan
untuk bekerja pada departemen taman, karya wisata, kunjungan timbal-balik oleh
personil tingkat pengelola, serta seminar berpindah secara

periodik

yang

melibatkan kunjungan ke taman dan cagar yang penyelenggaranya diatur


secara bergiliran di antara negara yang bersangkutan. Kegiatan itu dapat dibiayai
oleh program PBB untuk Kerja sama Tehnik antara Negara Berkembang (TCDC).
Salah satu jalan yang paling efektif agar negara yang bertetangga dapat
membantu satu sama lain dalam program kawasan dilindungi adalah
mengembangkan cagar lintas-batas yang melintasi perbatasan bersama: suatu
hal yang bermanfaat karena totalitas kawasan dilindungi akan lebih luas,
namun setiap negara hanya perlu melindungi sebagian dari padanya. Persetujuan
dalam

cagar semacam itu dapat meliputi kerjasama teknik, tukar-menukar

pengetahuan dan data, disamping juga persetujuan resmi untuk tidak


menampung pemburu gelap.
2. Kerjasama Internasional
Partisipasi nasional dalam perjanjian bilateral atau internasional yang
berkaitan dengan kawasan dilindungi dalam proses yang sah. Perjanjian atau
persetujuan internasional di mana suatu negara ikut mengambil bagian, mungkin
mengharuskan negara tersebut menyusun kembali dan mengimplementasikan
peraturan peraturan di negaranya mengenai kawasan dilindungi.

Lingkup dan fokus perjanjian internasional dapat bermacam-macam.


Beberapa sifatnya universal tanpa batas geografi (CITES). Ini terbuka
untuk diterima oleh semua bangsa. Konvensi lain lingkupnya mungkin regional
atau terbatas dalam beberapa hal, sehingga hanya beberapa negara yang
memenuhi kualifikasinya. Sebagai tambahan, fokus bidang substansi dapat
bervariasi. Beberapa konvensi berfokus kawasan dilindungi, sedangkan
lainnya memusatkan perhatian pada spesies yang dilindungi.
Pengelola taman harus

mengenal perjanjian

yang relevan,

yang

mengikat negaranya. Implementasi di dalam negeri dari perjanjian ini mungkin


memaksa adanya pembatasan dalam pengelolaan kawasan dilindungi atau
spesies

yang ada di dalamnya, atau kemungkinan lain menyerahkan

sepenuhnya kepada negara yang bersangkutan untuk melakukan tindakan yang


sangat membantu untuk menarik sumberdaya kerangan, teknik dan hukum bagi
kawasan tersebut.
Kepatuhan pada perjanjian internasional menunjukkan suatu dasar
dukungan hukum dan moral bagi pengelola, karena:
a) Kewajiban memasuki suatu perjanjian internasional menjadi kewajiban
hukum yang serius, yang dapat mendasari implementasi perundang-undangan
nasional yang memadai. Ini mungkin penting terutama bagi negara serikat
tertentu di mana hal seperti margasatwa dan pelestarian berada di bawah
hukum tiap-tiap negara bagian atau propinsi. Dalam kasus semacam ini,
kesimpulan dari perjanjian internasional dapat secara otomatis memberikan
wewenang kepada otoritas pemerintah pusat bagi penerapannya, yang
mengakibatkan terjadinya koordinasi menyeluruh dari tindakan pelestarian
b) Suatu perjanjian menetapkan kewajiban yang sama bagi semua
anggotanya. Sebab itu propinsi akan lebih siap menerima pembatasan dan
pengeluaran tertentu apabila mereka tahu bahwa propinsi lain menerima hal
yang sama
c) Kawasan dilindungi yang dimasukkan ke dalam suatu jaringan internasional
diwajibkan untuk melestarikan habitat spesies migran atau sumberdaya
alam bersama lainnya. Ini jelas merupakan dimensi internasional
d) Perjanjian dapat menghasilkan kerjasama internasional yang lebih baik

melalui perbaikan sistem informasi yang saling menguntungkan dengan cara


terbaik untuk mencapai tujuan bersama.
a. Konvensi Global Kawasan yang Dilindungi
Konvensi mengenai Perlindungan dari Budaya Dunia dan Warisan Alam
Konvensi ini disetujui pada tahun 1972 oleh Konverensi Umum Unesvo,
dan diberlakukan pada tahun 1975. Tujuan Konvensi ini adalah untuk
menjamin dukungan masyarakat internasional bagi situs warisan dunia (alamiah
atau buatan manusia), yang diakui sebagai yang dititipkan pada suatu bangsa
untuk kemanusiaan. Situs alam atau budaya yang diidentifikasi oleh negara dan
dicatat dalam Daftar Warisan Dunia melalui keputusan yang dibuat suatu
komite, mendapat perlindungan khusus dengan kemungkinan mendapatkan
bantuan keuangan dan teknik melalui Dana Warisan Dunia. Negara yang situs
budaya atau alamnya tercantum dalam Daftar Warisan Dunia harus
melaksanakan tindakan khusus bagi pelestariannya. Kewajiban yang ada dalam
konvensi juga mencakup pembayaran iuran wajib sejumlah satu persen dari
iuran tahunan kepada Unesco. Sekretariat Konvensi disediakan oleh Unesco.
Nasihat teknis mengenai situs alam diberikan oleh IUCN, dan nasehat teknis
untuk situs budaya diberikan oleh Dewan Internasional untuk Monumen dan
Situs (ICOMOS). Negara anggota dari Unesco dapat menjadi peserta dengan
menyerahkan instrumen pengesahan atau penerimaan, sedang negara-negara
lainnya dengan menyerahkan suatu instrumen tambahan, kepada Unesco.
Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Terancam
(CITES)
Konvensi ini disepakati pada tahun 1973 oleh suatu konverensi diplomatik
yang diselenggarakan di Washington D.C., Amerika Serikat. Konvensi ini
diberlakukan tahun 1975 dan sekarang telah mempunyai pengikut sejumlah 90
negara. Tujuan konvensi ini adalah menetapkan pengawasan di seluruh dunia
terhadap perdagangan margasatwa terancam dan produk margasatwa, mengingat
kenyataan behwa eksploitasi komersial yang tidak terbatas adalah salah satu dari
ancaman utama terhadap kelangsungan hidup spesies. Lebih dari 2.000 spesies
satwa dan tumbuhan liar terdaftar dalam tiga Lampiran dari Konvensi ini.

Masing-masing peserta Konvensi telah menetapkan otorita pengelola nasional


dan otorita ilmiah yang bertugas mengatur sistem lisensi, bekerjasama langsung
dengan rekan imbangan di luar negeri. CITES menyediakan bagi negara- negara
informasi

mutakhir,

dan

suatu

jaringan

komunikasi

langsung

yang

menghubungkan badan-badan nasional penegak hukum. Bantuan teknis


disediakan untuk latihan personil, dan identifikasi bantuan dan materi lain
tersedia untuk memudahkan implementasi Konvensi.
Konvensi mengenai Pelestarian Spesies Satwa Liar Migran
Konvensi ini disetujui tahun 1979 pada konverensi diplomatik yang
diselenggarakan di Bonn, Republik Federal Jerman. Konvensi berlaku tahun
1983 dan pada tahun 1985 terdapat 19 peserta. Tujuan Konvensi ini adalah
memberikan meanisme kerangka kerja untuk kerjasama internasional bagi
pelestarian dan pengelolaan spesies migran, serta untuk mengidentifikasi spesies
migran yang terancam yang memerlukan tindakan pelestarian di tingkat
nasional. Konvensi ini membantu melancarkan bantuan keuangan, teknik dan
latihan untuk mendukung upaya pelestarian yang dilakukan oleh negara
berkembang, dan mendesak organisasi internasional dan nasionalnya agar
memberi prioritas dalam program bentuan mereka bagi pengelolaan dan
pelestarian spesies migran dan habitatnya di negara berkembang, agar
memungkinkan negara tersebut mengimplementasikan Konvensi.
Konvensi mengenai Lahan Basah untuk Kepentingan Internasional, terutama
sebagai Habitat Unggas Air (RAMSAR)
Konvensi ini kadang-kadang dikenal juga sebagai Konvensi RAMSAR,
yang disepakati 1971. Tujuannya adalah untuk menghindarkan hilangnya lahan
basah dan menjamin pelestariannya, mengingat kepentingannya dalam proses
ekologi, selain juga kekayaan akan spesies flora dan fauna. Agar dapat mencapai
tujuannya, Konvensi ini memberikan kepada Pengikut Konvensi kewajiban
umum yang berkaitan dengan pelestarian lahanbasah di seluruh teritorinya, serta
kewajiban khusus yang bertalian dengan lahan basah yang termasuk dalam Daftar
Lahan Basah yang memiliki kepentingan internasional. Penempatan suatu

kawasan di dalam daftar RAMSAR telah menimbulkan dampak penting dalam


hal pelestarian kawasan tersebut, serta

pada penghargaan masyarakat akan

kepentingan global tempat tersebut.


b. Organisasi Penyelamatan Bumi Dan Lingkungan Di Dunia
Organisasi internasional yang menaruh perhatian terhadap masalah
lingkungan adalah tiga badan PBB, yaitu FAO, Unesco dan UNEP. Sedang
lembaga swadaya masyarakat yang paling aktif dalam menyokong program
pengelolaan kawasan konservasi adalah IUCN dan WWF serta organisasi
lainnya.
1. FAO (Food and Agriculture organization)
FAO merupakan agensi khusus PBB yang dibentuk pada tahun 1945 di
Quebec, Kanaka. Kerja FAO meliputi 4 area utama, diantaranya: menjangkau
informasi dari staf ahli untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyebarkan
informasi data dana pembangunan, menerapkan keahlian dalam menjalankan
proyek, membantu negara menyusun strategi dalam isu pangan dan agrikultur, dan
melakukan pertemuan dengan negara-negara untuk membahas hal tersebut.
2. UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organizations)
UNESCO sebagai organisasi yang ditunjukkan untuk pembangunan
solidaritas intelektual dan moral umat manusia. UNESCO juga memiliki prinsipprinsip yang terus dipegang teguh agar dapat meningkatkan perannya dalam
lingkup internasional. Prinsip pertama, menjebatani dialog antar budaya agar
masyarakat dapat saling berhubungan meskipun keberagaman tetap diakui.
Kedua, masa depan bangsa tidak hanya tergantung pada modal ekonomi atau
SDA tetapi juga pada kemampuan kolektif mereka untuk memahami dan
mengantisipasi perubahan lingkungan melalui pendidikan, penelitian ilmiah dan
berbagai pengetahuan. Ketiga, dalam dunia yang terhubung, munculnya ekonomi
kreatif dan masyarakat pengetahuan, bersama dengan dominasi internet,
partisipasi penuh dari semua orang di ruang publik global yang baru merupakan
prasyarat perdamaian dan pembangunan.
3. UNEP (United Nations Environment Programme)

Berperan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas alam sekitar PBB dengan


membantu Negara-negara berkembang melaksanakan kebijakan mengenai alam
dan menggalakan sustainable development di dunia. Organisai ini didirikan pada
Juni 1972 dan bermarkas di Nairobi, Kenya. Misi UNEP adalah melengkapi
kepemimpinan dan mendorong hubungan kerjasama dalam kepedulian terhadap
lingkungan

melalui

pembentukan

inspirasi,

pemberian

informasi

yang

memungkinkan rakyat dan bangsa untuk memperbaiki kualitas hidup mereka


tanpa membahayakan generasi penerus bangsa.
4. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and
Natural Resources)
IUCN (the World Conservation Union, Persatuan Pelestarian Dunia; d/h
International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources)
adalah suatu organisasi antar bangsa yang beranggotakan negara-negara,
organisasi non pemerintah,

lembaga - lembaga penelitian dan badan-badan

pelestarian alam di 120 negara di seluruh dunia. Organisasi ini yang pada
awalnya bernama IUPN (International Union for the Protection of Nature)
didirikan pada 5 Oktober 1948 di Fontainebleau, Prancis pada suatu konferensi
internasional

yang

dihadiri

oleh

130

delegasi

yang

mewakili

18

pemerintahan/negara, 108 lembaga dan asosiasi dan 7 organisasi antar bangsa.


IUCN yang bertujuan untuk memasyarakatkan dan menggalamng upayaupaya perlindungn sumberdaya alam hayati dan pemanfaatannya secara lestari
ini memiliki enam komisi yang masin masing menangani satu isu kelestarian
sumberdaya alam hayati, yang meliputi: (1) spesies yang terancam punah; (2)
kawasan yang dilindungi; (3) ekologi; (4) pembangunan yang berkelanjutan; (5)
hukum lingkungan; dan (6) pendidikan dan pelatihan lingkungan. Secara tematis,
kegiatan-kegiatannya meliputi topik hutan tropika; lahan basah (wetlands);
ekosistem

bahari;

tetumbuhan;

Antartika;

penduduk

berkelanjutan; serta peranan wanita dalam pelestarian.

dan

pembangunan

5. WWF (World Wildlife Fund)

WWF

singkatan World

Wildlife

Fund

adalah

LSM

konservasi

internasional yang mendorong upaya pelestarian global, bekerja di 100 negara di


dunia . Kabarnya, WWF adalah salah satu organisasi lingkungan terbesar di dunia.
Kantor pusatnya di Geneva Swiss. Para tahun 1988, donatur WWF tercatat
Chevron dan Exxon, Philip Morris, Mobil, dan Morgan Guaranty Trust. Grup ini
memiliki misi menghalangi dan memutar balikkan penghancuran lingkungan.
Saat ini, sebagian besar tugas mereka terfokus pada konservasi tiga bioma yang
berisikan sebagian besar keragaman hayati dunia, yaitu hutan, ekosistem air tawar,
dan samudera dan pantai. Selain itu, WWF juga menangani masalah spesies
terancam punah, polusi dan perubahan iklim.
6. Greenpeace

Greenpeace adalah suatu organisasi lingkungan global yang didirikan di


Vancouver, British Columbia, Kanadapada 1971. Greenpeace adalah organisasi
independen yang berkampanye menggunakan konfrontasi kreatif anti kekerasan
untuk mengungkap permasalahan lingkungan global dan untuk memaksa solusi
bagi sebuah masa depan yang damai dan hijau. Target Greenpeace adalah untuk
memastikan kemampuan bumi

untuk kelangsungan hidup bagi semua

keanekaragamannya.
Pada tahun-tahun berikutanya, focus organisasi mengarah ke isu
lingkungan lainnya, seperti pemanasan global dan rekayasa genetika. Greenpeace
mempunyai kantor regional dan nasional pada 41 negara-negara di seluruh dunia,

yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di


Amsterdam. Organisasi global ini menerima pendanaan melalui kontribusi
langsung dari individu yang diperkirakan mencapai 2,8juta para pendukung
keuangan, dan juga dari dana dari yayasan amal, tetapi tidak menerima pendanaan
dari pemerintah atau korporasi.
7. BirdLife International

BirdLife International (dulu bernama International Council for Bird


Preservation) adalah organisasi konservasi international yang bergiat dengan
keterlibatan masyarakat untuk melindungi semua jenis burung di dunia dan
habitatnya. Organisasi ini adalah federasi konservasi global dengan jaringan
internasional lebih dari 100 rekan organisasi, termasuk Burung Indonesia, RSPB,
Gibraltar Ornithological & Natural History Society (GONHS), National Audubon
Society, Bombay Natural History Society, Birds Australia, Royal Forest and Bird
Protection Society of New Zealand, Nature Seychelles, Malaysian Nature Society,
dan Bird Watch Ireland. Bird Life International didirikan pada tahun 1922 oleh
ahli ornithology Amerika, T. Gilbert Pearson dan Jean Theodore Delacoure
dengan nama International Council for Bird preservation.

8.

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO)

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) adalah sebuah organisasi antar


pemerintah dengan keanggotaan 188 Negara dan Teritori Anggota. Berasal dari
International Meteorological Organization (IMO), yang didirikan tahun 1873.
Dibentuk tahun 1950, WMO menjadi badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa
untuk meteorologi (cuaca dan iklim), hidrologi dan geofisika. Memiliki kantor
pusat di Jenewa, Swiss. Presidennya Alexander Bedritsky dan Sekretaris
Jenderalnya Michel Jarraud. Bulan Juni 1976, dalam tanggapan terhadap laporan
pers yang memprediksikan peristiwa seperti Zaman Es Kecil, Organisasi
Meteorologi mengeluarkan peringatan bahwa pemanasan iklim global yang
signifikan dapat menyebabkan zaman es.
9. World Conservation Monitoring Centre (WCMC)

World Conservation Monitoring Centre (WCMC) adalah badan eksekutif


dari United Nations Environment Programme (UNEP), bermarkas di Cambridge,
Inggris. WCMC telah menjadi bagian dari UNEP sejak tahun 2000, dan
berwenang kepada penanganan dan dukungan biodiversitas untuk pembangunan
kebijakan dan implementasinya. World Conservation Monitoring Centre
sebelumnya adalah organisasi independen yang secara gabungan diatur oleh
IUCN, UNEP, dan WWF, didirikan pada tahun 1988. Aktivitas WCMC termasuk
penanganan biodiversitas, dukungan kepada konvensi internasional seperti
Convention of Biological Diversity (CBD) dan Convention of International Trade
in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).
The World Conservation Monitoring Centre (WCMC) merupakan
organisasi kerjasama antar tiga

badan

dunia

dalam

kerangka

Strategi

Pelestarian Dunia (WCS, World Conservation Strategy); yakni IUCN, Dana


Alam Sedunia (WWF, The World Widw Fund for Nature) dan Program
Lingkungan PBB (UNEP, United Nations Environmental Programme). Misinya

adalah mengumpulkan dan menganalisis data pelestarian global, untuk


mendukung program-program pelestarian dan pembangunan berkelanjutan; agar
setiap keputusan yang berkait dengan keberadaan sumberdaya alam hayati
memiliki dasar informasi yang dapat dipertanggung jawabkan.
B. Upaya Konservasi Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya dan mempunyai ragam sumber daya
alam yang sangat tinggi (skala jenis maupun kesatuan ekosistem) sehingga
dikenal sebagai negara Mega- biodiversitas. Indonesia memiliki bagian terbesar
hutan hujan hujan tropika dunia (suatu sumberdaya yang menghilang dengan
kecepatan yang mengkhawatirkan).
Strategi konservasi alam di Indonesia saat ini tidak dapat dilepaskan dari
sejarah konservasi sejak jaman penjajahan Belanda. Kebijakan yang mengarah
pada upaya perlindungan jenis (species conservation) ditunjukkan dengan
keberadaan kawasan cagar alam dan suaka alam atau suaka margasatwa dengan
luasan yang relatif kecil. Cagar alam di Bengkulu ditunjuk khusus untuk
melindungi Rafflesia arnold dan cagar alam di Jawa Tengah untuk melindungi
pohon jati endemic.
Pemerintah membutuhkan waktu 12 tahun untuk membuat peraturan
perundang undangan pelaksana atas proses ratifikasi CITES. Peraturan
perundang-undangan tersebut adalah UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pemerintah juga membutuhkan
waktu sembilan tahun untuk mensahkan peraturan pelaksana dari UU No. 5
Tahun 1990 dalam perlindungan satwa liar yang dilindungi. Peraturan pelaksana
tersebut antara lain adalah PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan15

dan Satwa Pengawetan dan PP. No.

8 Tahun

1999 Tentang

Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.


Dalam hal perlindungan species, UU Tahun 1990 hanya membagi satwa
menjadi dua bagian yaitu dilindungi dan tidak dilindungi. Pelanggaran terhadap
satwa yang dilindungi terdapat sanksi hukum sedangkan tidak ada aturan sanksi
apapun terhadap satwa yang tidak dilindungi. Kelemahan lain dari UU Tahun
1990 adalah banyak sekali jenis satwa yang dilindungi oleh CITES, tetapi tidak

dilindungi oleh peraturan perundang- undangan di Indonesia. Tentu kejahatan


terhadap satwa jenis ini, UU Tahun 1990 tidak dapat memberikan sanksi pidana
apapun. UU Tahun 1990 juga tidak tidak mengatur spesimen dari luar negeri
sehingga tidak melindungi spesimen dari negara lain.
Konservasi sumberdaya alam hayati di Indonesia meliputi tiga tingkatan
yaitu genetik, jenis, dan ekosistem, dilakukan dala tiga prinsip yaitu :
perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam,
serta diwujudkan dalam dua bentuk program yaitu : eks situ dan in situ, dan
dilakukan dalam tiga tahap yang berkesinambungan yaitu : save it, study it, dan
use it.
Konservasi menjamin keterlanjutan nilai sumberdaya alam di muka bumi
ini. Hal tersebut telah menjadi kesepakatan dunia, demikian pula halnya dengan
negara Indonesia . Dalam hal ini, pemerintah melahirkan kebijakan dalam bentuk
Undang-undang Nomer 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya. Undang-undang ini mengacu pada program dan
strategi konservasi dunia yang uraiannya telah disampaikan pada pokok bahasan
sebelumnya.
Menyadari pentingnya tindakan konservasi di negara Indonesia,
pemerintah melahirkan kebijaksanaan dalam bentuk Undang-undang Nomer 5
Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(dokumen terlampir). Dalam undang-undang tersebut konservasi sumberdaya
alam hayati diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam hayati yang
pemanfataannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan
persediaannya dengan tetap memlihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayati dan nilainya.
Strategi Konservasi sumberdaya alam hayati yaitu:
a) Perlindungan sistem penyangga kehidupan, dengan sasaran utama untuk
menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga
kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia
b) Pengawetan keanekaragaman satwa dan tumbuhan beserta ekosistemnya,
dengan sasaran utama untuk menjamin terpeliharanya keanekaragaman

sumber genetic (plasma nutfah) dan tipe-tipe ekosistemnya, sehingga mampu


menunjang

pembangunan,

memungkinkan

pemenuhan

ilmu

pengetahuan,

kebutuhan

manusia

dan

teknologi

yang

yang menggunakan

sumberdaya alam hayati bagi kesejahteraan masyarakat.


c) Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya,
dengan sasaran utama untuk menjamin kelestarian manfaat sumberdaya alam
hayati dan ekisistemnya, sehingga mampu mendukung kelangsungan
pembangunan yang berkesinambungan.
Dua Bentuk Program Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Di Indonesia
a) Insitu
Konservasi Insitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies,
variasi genetik dan habitat dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu meliputi
penetapan dan pengelolaan kawasan lindung seperti: cagar alam, suaka
margasatwa,taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai,
kawasan plasma nutfah dan kawasan bergambut. Dalam prakteknya, pendekatan
insitu juga termasuk pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumberdaya
di luar kawasan lindung. Di bidang kehutanan dan pertanian, pendekatan insitu
juga digunakan untuk melindungi keanekaragaman genetik tanaman di habitat
aslinya serta penetapan spesies dilindungi tanpa menspesifikasikan habitatnya.
b) Eksitu
Konservasi Eksitu, meliputi metode dan alat untuk melindungi spesies
tanaman, satwa liar dan organisme mikro serta varietas genetik di luar
habitat/ekosistem aslinya.

Kegiatan

yang umum dilakukan

antara lain

penangkaran, penyimpanan atau pengklonan karena alasan: (1) habitat mengalami


kerusakan akibat konversi; (2) materi tersebut dapat digunakan untuk penelitian,
percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. Dalam
metode tersebut termasuk: pembangunan kebun raya, koleksi mikologi, museum,
bank biji, koleksi kultur jaringan dan kebun binatang. Mengingat bahwa
organisme dikelola dalam lingkungan buatan. Fasilitas ini memberikan informasi
bagi masyarakat mengenai status ancaman pada spesies langka dan faktor-faktor
yang menimbulkan ancaman dan membahaykan kehidupan spesies.

C. Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati


Kesepakatan mengenai konservasi keanekaragaman hayati di tingkat
internasional telah dirumuskan dan dituangkan dalam perjanjian tentang
Keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity) di Rio de Janeiro
pada tanggal 5 Juni 1992. Perjanjian tersebut secara hukum mengikat (legally
binding), hingga setiap negara yang ikut menandatanganinya, termasuk Indonesia,
mempunyai tanggung-jawab moral untuk menuangkannya ke dalam kebijakan
nasional, untuk selanjutnya di implementasikan di setiap sektor pembangunan.
Dalam Pasal 6, Ayat (2) dari perjanjian tersebut menyatakan bahwa sesuai dengan
keadaan dan kapabilitasnya, setiap negara sepanjang dimungkinkan dan sesuai,
memadukan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya secara
berkelanjutan ke dalam kebijakan, rencana dan program-program sektoral atau
lintas sektoral. Dalam strategi global tersebut dinyatakan bahwa kesuksesan aksi
konservasi

keanekaragaman

hayati

harus

diarahkan

untuk

mencegah/

menanggulangi seluruh sebab yang mengakibatkan kepunahan keanekaragaman


hayati, serta melingkup seluruh kesempatan agar gen, spesies dan ekosistem dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan.
Mengingat bahwa tujuan konservasi ragam-hayati sangat luas, yakni:
mendukung

pembangunan

berkelanjutan

dengan

cara

melindungi

dan

memanfaatkan sumberdaya biologi tanpa menurunkan keanekaragaman gen,


spesies atau merusak habitat-habitat penting dan ekosistem, maka setiap upaya
konservasi keanekaragaman hayati juga harus mempunyai lawas yang luas.
Namun pemasyarakatan upaya tersebut dapat disederhanakan ke dalam tiga unsur
dasar, yaitu: (1) Melindungi keanekaragaman hayati (saving); (2) Mengkaji
keanekaragaman hayati (studying); (3) Memanfaatkan keanekaragaman hayati
(using) secara berkelanjutan dan berkeseimbangan.
Melindungi keanekaragaman hayati berarti mengambil langkah untuk
melindungi spesies, habitat, dan ekosistem. Cara terbaik untuk melindungi spesies
adalah melindungi habitatnya. Dengan demikian melindungi keanekaragaman

hayati melibatkan upaya-upaya untuk mencegah degradasi sistem alam penting,


serta mengelola dan melindunginya secara efektif.
Mengkaji keanekaragaman hayati berarti mendokumentasikan komposisi,
distribusi, struktur dan fungsinya; memahami peranan dan fungsi gen, spesies, dan
ekosistem, memahami rangkaian komplek antara sistem alam dengan sistem yang
telah dimodifikasi, memanfaatkan pemahaman tersebut bagi kepentingan
pembangunan berkelanjutan. Mengkaji keanekaragaman hayati juga berarti
membangun kesadaran terhadap nilai keanekaragaman hayati, memberikan
kesempatan

kepada

manusia

untuk

menghargai

keanekaragaman

alam,

mengintegrasikan isu keanekaragaman hayati ke dalam kurikulum pendidikan,


dan menjamin agar masyarakat mempunyai akses terhadap informasi tentang
keanekaragaman hayati, terutama kegiatan-kegiatan pembangunan yang dapat
menimbulkan dampak terhadap keanekaragaman hayati secara lokal.
Memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan (sustainable)
dan berkeseimbangan (equitable) berarti menghemat sumberdaya biologi. Selain
keberadaannya dapat dipertahankan hingga jangka waktu yang tak terbatas, juga
menjamin bahwa keanekaragaman hayati dimanfaatkan untuk memperbaiki
kehidupan manusia, dan mengusahakan agar sumberdaya tersebut dapat
dimanfaatkan secara merata. Kata memanfaatkan" tidak secara otomatis
rnempunyai implikasi "konsumsi"; seringkali nilai tertinggi justru diperoleh
dengan mempertahankan keanekaragaman hayati dalam keadaan alaminya,
terutama nilai ekologi dan budayanya, seperti kasus penyangga Daerah Aliran
Sungai (DAS) atau hutan yang dikeramatkan. Mengembangkan pemanfaatan
keanekaragaman hayati

yang berkelanjutan membutuhkan aplikasi baik

pengetahuan tradisional maupun moderen terhadap keanekaragaman hayati dan


sumberdaya biologi. Sebaliknya kebutuhan pengguna harus membantu perumusan
prioritas penelitian.
Agenda konservasi keanekaragaman hayati harus mencakup upaya-upaya
yang lebih luas dari upaya konservasi keanekaragaman hayati di dalam kawasan
konservasi, spesies langka atau terancam kepunahan, kebun binatang atau kebun

biji. Untuk itu perlu dilakukan kontak-kontak baru dan kesetiakawanan di antara
masyarakat, menyatukan para biologis dan pengelola sumberdaya hayati dengan
para ahli sosial, pemimpin politik, kalangan bisnis, pemuka agama, petani,
wartawan, artis, perencana, guru dan penegak hukum. Selain itu, harus dilakukan
dialog antara pemerintah pusat dengan daerah, masyarakat industri, grup-grup
sosial, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat, wanita dan penduduk lokal.
Mekanisme dan tindakan baru diperlukan untuk mendukung suksesnya aksi
konservasi keanekaragaman hayati.
Jauh

sebelum

Konvensi

Keanekaragaman

hayati

(Biodiversity

Convention), dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang turut


menandatangani perjanjian tersebut. Pada tahun 1991 Indonesia telah menyusun
rencana nasional konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara
lestari sebagai strategi nasional. Strategi ini dituangkan dalam "Biodiversity
Action Plan for Indonesia" yang diterbitkan oleh BAPPENAS pada tahun 1993.
Pada tahun yang sama juga telah diterbitkan Strategi Nasional Pengelolaan
Keanekaragaman Hayati oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Secara
garis besar sasaran program kerja sumberdaya hayati nasional adalah
memaksimalkan upaya konservasi keanekaragaman hayati. Tujuan ini dirumuskan
dalam 3 strategi utama:
1. Memperlambat kehilangan hutan primer, lahan basah, terumbu karang,
habitat perairan laut dan habitat terestrial lainnya yang mempunyai
kepentingan tinggi ditinjau dari segi konservasi keanekaragaman hayati.
2. Memperbanyak ketersediaan data dan informasi serta mengusahakan agar
keduanya tersedia bagi pembuat kebijakan dan masyarakat luas.
3. Membantu pemanfaatan sumberdaya hayati sedemikian rupa sehingga
lestari dan kurang merugikan bila dibandingkan dengan pemanfaatan yang
tidak direncanakan untuk jangka panjang.
Strategi tersebut hanya dapat dicapai melalui keterpaduan dan proses yang
paling mengisi dari berbagai institusi yang ada, kebijakan dan peraturan-peraturan
pembangunan, disertai dengan penambahan investasi melalui proyek yang
dikerjakan dengan seksama. Prioritas utama untuk mempertahankan keaneka-

ragaman hayati diarahkan pada konservasi insitu, baik di dalam kawasan


konservasi maupun di lautan, mintakat pantai, hutan, lahan-lahan serbaguna dan
lahan-lahan pertanian. Sedangkan konservasi eksitu dapat menjadi pelengkap
untuk perlindungan species di dalam ekosistem alami dan untuk mengawetkan
keragaman genetik dalam sistem pertanian.
Dalam hubungannya dengan prioritas tersebut, rencana kerja keanekaragaman hayati nasional diarahkan pada 4 kegiatan utama, yaitu:
1. Konservasi insitu di dalam Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Lindung dan
bentuk-bentuk kawasan konservasi lainnya;
2. Konservasi insitu di luar kawasan konservasi, termasuk di dalam hutan, lahan
basah dan lahan pertanian;
3. Konservasi insitu terhadap sumberdaya laut dan pantai;
4. Konservasi eksitu, termasuk konservasi yang dilakukan oleh bank-bank gen,
bank benih, pengawetan keanekaragaman jenis-jenis tanaman pangan dan
program-program penangkaran.
Keseluruhan strategi di atas kini diperkuat dengan disyahkannya
Biodiversity Convention melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang
Pengesyahan United Nation's Convention on Biological Diversity. Dengan
difenitifnya undang-undang tersebut, konservasi keanekaragaman hayati telah
menjadi komitmen politis dan komitmen hukum yang perlu dijabarkan dalam
berbagai program aksi.
Menurut konvensi keanekaragaman hayati tersebut, salah satu program
terpenting yang harus dilaksanakan oleh setiap negara adalah melaksanakan
konservasi keanekaragaman hayati di seluruh tipe lingkungan hidup manusia.
Untuk menjamin keberhasilan upaya konservasi ragam hayati, seluruh negara
harus mengembangkan program-program capacity building melalui berbagai
kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pemanfaatan
potensi bio-fisik kawasan konservasi. Strategi tersebut kini dimanfaatkan sebagai
acuan dasar bagi pengelola PKKH di TN. GHS.
D. Kelembagaan

Suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau


organisasi yang paling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar
manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau
jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma,
kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian perilaku social serta
insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.
a. Lembaga terkait;
Sejauh ini lembaga yang terkait dalam isu konservasi telah diidentifikasi.
Lembaga-lembaga tersebut ialah:
1) Departemen Kehutanan, khususnya Direktorat Jenderal PHKA
2)
3)
4)
5)
6)

sebagai otoritas pengelolaan (Management Authority);


Departemen Kelautan dan Perikanan;
Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
Departemen Luar Negeri;
Departemen Pertanian (Karantina);
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sebagai otoritas ilmiah (Scientific

Authority);
7) Pemerintah Daerah (kabupaten/ kota dan provinsi);
8) Lembaga Swadaya Masyarakat di bidang konservasi;
9) Lembaga-lembaga penelitian;
10) Lembaga pendidikan tinggi (universitas);
11) Konsultan AMDAL dan lembaga penilai (sertifikasi hutan, dan
lainnya);
12) Sektor swasta secara umum;
13) Lembaga lain yang juga menangani hal-hal yang terkait dengan
konservasi.
b. Kapasitas dan Kinerja
Untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja, maka peningkatan ditujukan
kepada institusi utama penggerak konservasi yaitu LIPI, PHKA, Pemda dan LSM.
Secara ringkas peningkatan kapasitas dan kinerja ini meliputi:
1) LIPI
a) Peningkatan kapasitas LIPI dalam penelitian dan inventarisasi
spesies;
b) Peningkatan kapasitas LIPI dalam menyediakan data ilmiah
(kapasitas staf dan sistem informasi);

c) Peningkatan kapasitas SDM LIPI dan institusi peneliti melalui


rekrutmen dan peremajaan.
2) PHKA
a) Peningkatan kapasitas dalam promosi dan advokasi perlindungan
spesies;
b) Peningkatan kapasitas SDM dalam pengetahuan tentang spesies
melalui pendidikan, baik melalui diklat maupun sekolah khusus
bagi pegawai;
c) Peningkatan kapasitas SDM dalam pengetahuan dan
keterampilan di bidang kepemimpinan, kewirausahaan, dan
membangunhubungan dengan pihak-pihak lain;
d) Peningkatan kapasitas SDM agar memiliki pengetahuan ilmiah dan
bersikap profesional.
E. Organisasi Lingkungan Hidup Indonesia
a. BOS Yayasan Penyelamatan Orangutan Balikpapan
b. Forum Ekonomi Kelautan (Forek) pengelolaan potensi sumber daya
kelautan Ekonomi Kelautan (Forek)
c. Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) riset
keanekaragaman hayati dan pengembangan bioteknologi
d. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) kepedulian terhadap masalahmasalah HAM Lingkungan Hidup gender, lingkungan hidup, masyarakat
adat dan isu-isu keadilan sosial dalam industri pertambangan
e. Komnas HAM Lingkungan Hidup pengkajian HAM Lingkungan
Hidup penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak asasi
manusia
f. Lembaga Studi Pemantauan Lingkungan (LSPL) Sumatera Utara
g. Laboratorium Pembangunan dan Lingkungan (Lablink) Lembaga riset
dan konsultasi nirlaba yang mempromosikan pengelolaan sumberdaya
yang adil dan pembangunan berkelanjutan

h. Manajemen Kebakaran Hutan Terpadu Memantau titik api di Kalimantan


dengan satelit NOAA, membina masyarakat sekitar hutan, memberi
pelatihan kepada dosen dan pegawai negeri perihal kebakaran - Instansi
Kerjasama Teknis Jerman Kebakaran Hutan Terpadu GTZ dan
Departemen Kehutanan Indonesia
i. Masyarakat Penyayang Alam dan Lingkungan Hidup (Mapayah)
Penyelamatan orangutan Sumatera NAD
j. Milis Envorum Diskusi mengenai lingkungan hidup di Indonesia
k. Telapak Indonesia Kebijakan dan praktek-praktek pengelolaan sumber
daya alam yang lebih baik Bogor
l. TerraNet Portal lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan
m. Tunas Hijau kids & young people do actions for a better earth
Surabaya
n. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mewujudkan
pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan dengan menekankan prinsipprinsip keadilan
o. Yayasan Acintyacunyata Bergerak dalam bidang kegiatan konservasi gua
dan kawasan karst Acintyacunyata batugamping
p. Yayasan Damar - Mengupayakan peningkatan kualitas pengelolaan
sumberdaya alam Indonesia melalui program pengkajian dan perumusan
kebijakan
q. Yayasan Ekowisata Sumatera (YES) Mengembangkan kawasan
ekowisata di Sumatera dengan berpihak kepada masyarakat kecil pedesaan
F. Program-Program Dalam Konservasi

Dengan berpegang pada tiga kegiatan strategi konservasi sumberdaya alam,


yaitu perlindungan, pengawetan, dan pelestarian pemanfaatan, telah disusun
program-program sebagai berikut :
a. Program Konservasi Di Dalam Kawasan
Konservasi di dalam kawasan meliputi kegiatan pengelolaan suaka alam
(cagar alam dan suaka margasatwa), taman nasional, taman laut, cagar budaya,
gejala alam, keunikan dan keindahan alam dengan cara melengkapi contoh-contoh
perwakilan suatu tipe ekosistem, menetapkan status hukum, melaksanakan
pengukuran, pengamatan dan pengelolaannya yang diawali dengan inventarisasi
dan evaluasi. Tujuan utamanya adalah menciptakan suatu system pengelolaan
kawasan konservasi yang lebih evesien dan efektif sehingga dapat dirasakan
manfaat adanya kawasan konservasi ini oleh masyarakat luas baik langsung atau
tidak langsung dan pada akhirnya diharapkan kesadaran ekologis masyarakat
dapat ditingkatkan sehingga kehadiran kawasan konservasi dirasakan benar-benar
merupakan suatu kebetulan yang luas ada di dalam lingkungan.

Gambar 1. Pelestarian Hutan Mangrove

b. Program Konservasi Di Luar Kawasan


Konservasi di luar kawasan meliputi penyelenggaraan inventarisasi dan
identifikasi areal perlindungan, jenis-jenis flora/fauna langka dan endemic,
pembinaan koleksi dalam bentuk binatang dan kebun botani, pembinaan daerah

pengunsian satwa dan daerah perlindungan plasma nutfah, pengawasan


penangkapan/pengambilan flora atau fauna dan perkarantinaan. Tujuan kegiatan
tersebut adalah untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati.
Contoh pengetahuan lokal tentang pelestarian genetik dilaporkan oleh
Dolvina Damus (1992) dalam Nasution et.al., (1995). Damus melaporkan bahwa
dijumpai 58 varietas padi lokal hanya di dua desa di Kecamatan Pujungan dan
sebanyak 37 varietas padi lokal di Kecamatan Krayan, Kalimantan Timur.
Puluhan varietas padi ini mereka rumatdan leluri. Sebagai contoh, seorang
nenek di Desa Apo Ping, ia menanam berbagai varietas padi hanya untuk
memperbarui bibitnya. Varietas padi itu ditanam bukan untuk dimakan. Setiap
varietas padi mempunyai kekhasan masing-masing yang sesuai untuk ditanam di
berbagai kondisi tanah basah, tanah datar, tanah kering di lereng, tanah hitam, dll.
Masyarakat Dayak di hulu Sungai Bahau yaitu Dayak LepoKe di Desa Apau Ping
mengenal penggolongan tanah sampai 16 macam.
Informasi tentang pengetahuan lokal yang terkait dengan pemanfaatan
jenis tumbuhan termasuk yang banyak didokumentasikan. Nasution et.al., (1992);
Nasution et.al., (1995) telah mendokumentasikan hasil-hasil Studi Etnobotani di
berbagai komunitas. Tidak kurang dari 50 Studi Etnobotani telah dicatat di
dalamnya. Dari hasil Studi Etnobotani tersebut, contoh

yang terkait dengan

upaya pelestarian misalnya dilaporkan oleh Darnaedi (1992) yang melakukan


studi terhadap tradisi pengobatan orang Sumbawa Barat Daya, Nusa Tenggara
Barat. Darnaedi mengemukakan kearifan budaya orang Sumbawa Barat Daya
tersirat dalam pengaturan pemanfaatan tumbuhan untuk obat antara lain dengan
adanya aturan-aturan yang (a) menetapkan waktu untuk pengambilan bahanbahan obat pada bulan Muharam, (b) tidak membuat obat jika tidak ada yang
sakit, (c) adanya keyakinan bahwa semua tumbuhan bisa dijadikan sebagai obat.
Contoh lain diungkap oleh Purwantoro (1992) yang memberi contoh upaya
pelestarian beragam jenis tumbuhan obat melalui budidaya di pekarangan. Tidak
kurang 84 jenis tumbuhan obat telah digunakan dan sebagian besar merupakan
hasil budidaya.

Upaya pelestarian jenis seperti tersebut di atas, lebih jauh lagi bisa dilihat
sebagai bagian dari upaya pengelolaan suatu kawasan atau pelestarian ekosistem.
c. Pengembangan Taman Nasional
Taman nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang
telah memiliki kelembagaan cukup kuat di berbagai negara. Berbagai bentuk
kerjasama internasional diakui sangat berarti bagi negara-negara yang kurang
mampu dalam mengangani sendiri kawasan konservasi yang dimilikinya. Hal ini
mengimplementasikan suatu mekanisme untuk memikul biaya secara bersamasama, melalui pembagian yang adil antara biaya dan manfaat dari pengelolaan
kawasan konservasi, baik diantara bangsa dan kawasan yang dilindungi serta
masyarakat sekitar.

Gambar 2. Taman Nasional Batimurung dan Taman Nasional Alas Purwo


Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli. Karenanya pengelolaan kawasan ini sangat ketat atau biasanya
pemanfaatan kawasan dilakukan dengan sistem zonasi. Pada kawasan ini biasanya
ditetapkan satu zona (zona inti/lindung) yang minim dari aktivitas manusia,
pemanfaatan zona ini hanya untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi alam. Itu pun harus ada
ijin dari pengelola kawasan. Sedangkan untuk tujuan pemanfaatan sumberdaya
alam lainnya dilakukan di zona lain, sperti keindahan alam (zona pemanfaatan),
budidaya perikanan (zona penyangga). Kriteria Penetapan Kawasan Taman
Nasional (TN) adalah sebagai berikut:
1) Kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin
kelangsungan proses ekologis secara alami.

2) Memiliki sumberdaya alam yang khas dan unik, baik berupa flora maupun
satwa, dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami.
3) Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh, sebagai pariwisata
alam.
4) Memiliki keadaan alam asli dan alami untuk dikembangkan.
5) Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam Zona Inti, Zona
Pemanfaatan, Zona Penyangga, dan Zona lain yang karena pertimbangan
kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan,
dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam hayati, dan
ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.
d. Program Hutan Lindung
Pokok kegiatan yang dilaksanakan adalah menyelenggarakan inventarisasi
dan penelitian atas seluruh areal hutan dengan maksud melakukan penunjukkan
dan menetapkan status hukumnya, melaksanakan pengukuran, pengamanan dan
pengelolaan.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya
dipergunakan untuk mengatir tata air, pencegahan bahaya banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah yang keadaan dan sifat fisik wilayahnya perlu
dibina dan dipertahankan sebagai hutan denga penutupan vegetasi secara tetap
guna kepentingan hidrologis yang mengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi,
serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah baik dalam kawasan hutan yang
bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi oleh daerah sekitarnya.

Gambar 3. Hutan Lindung


e. Program Pengembangan Wisata Alam
Penyelenggaraan program ini dilaksanakan dengan cara pengembangan
wisata dalam kawasan/di luar kawasan konservasi bagi kepentingan rekreasi dan
pariwisata secara alami dalam rangka pendidikan dan mengikutsertakan
masyarakat atas kegiatan konservasi.
f. Program pembinaan cinta alam
Pokok

kegiatan

yang

dilaksanakan

ialah

peningkatan

kesadaran

masyarakat atas pentingnya upaya konservasi sumberdaya alam.


g. Program Monitoring Dampak Lingkungan
Penyelenggaraan program ini adalah dalam bentuk pengawasan pembinaan
dan bimbingan/pengendalian di bidang lingkungan hidup khususnya yang
berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam, baik yang berada di dalam
kawasan konservasi maupun di luar kawasan konservasi termasuk pemanfaatan
setiap jenis sumberdaya alam.
h. Program Pembinaan Dan Pengembangan Unsur Penunjang
Dalam pelaksanaannya diperlukan suatu sarana penunjang yang seimbang
dan memadai, baik yang meliputi dukungan kesempurnaan peraturan perundangan, maupun organisasi dan manajemennya yang disertai dengan pengembangan
personil, kelengkapan sarana dan fasilitas kerja.

G. Arahan Kebijakan Umum Konservasi Spesies


Untuk melakukan berbagai upaya-upaya konservasi perlu adanya
kebijakan-kebijakan serta adanya strategi
1. Menentukan spesies prioritas
2. Merumuskan berbagai kebijakan yang terkait dengan konservasi spesies
3. Memberikan status perlindungan yang memadai terhadap spesies tertentu

4. Memanfaatkan secara lestari jenis flora dan fauna untuk perdagangan


5.
6.
7.
8.
9.

komersial
Melakukan pengamatan hayati/lingkungan (biosecurity)
Melaksanakan kegiatan konservasi in-situ
Melakukan kegiatan konservasi ex-situ
Meningkatkan konservasi spesies berbasis ekosistem
Melaksanakan peraturan penangkaraan dan budidaya

10.Merumuskan Peran Pemerintah daerah


11.Melakukan kajian peraturan perundangan dan meningkatkan upaya penegakan
hukum
12.Melakukan kegiatan riset di lapangan
13.Meningkatkan keterlibatan masyarakat
14. Memastikan Ketersediaan Dana

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan upaya
strategi konservasi Global yaitu melakukan kerjasama regional, dan kerjasama
internasional. Strategi Konservasi Sedunia (World Conservation Strategy), yaitu

memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan,


mempertahankan keanekaan genetis menjamin peman-faatan jenis (spesies) dan
ekosistem secara berkelanjutan. Upaya strategi konservasi Indonesia yaitu
melakukan perlindungan, pengawetan, dan pelestariaan pemanfaatan. Sehingga
telah disusun program-program yaitu program konservasi di dalam kawasan,
program konservasi di luar kawasan, pengembangan taman nasional, program
hutan lindung, program pengembangan wisata alam, program pembinaan cinta
alam, program monitoring dampak lingkungan, program pembinaan dan
pengembangan unsur penunjang.
3.2 Saran
Makalah ini dibuat agar para pembaca dapat mengetahui upaya dalam
mengatasi permasalahan konservasi. Dalam pembuatan makalah ini penulis
memiliki banyak kekurangan sehingga menjadi suatu ketidak sempurnaan
Makalah ini. Untuk itu untuk penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun guna untuk lebih baiknya Makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Mardiastuti, Ani. 2008. Arahan Strategis Konservasi Spesies Nasional 2008-2018.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam
Departemen Kehutanan RI: Jica.
Santosa, A. (Ed) . 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengeloaan &
Kebijakan. Jakarta: Perpustakaan Nasional.

Team teaching. 2011. Bahan Ajar Pengetahuan Lingkungan. Gorontalo : UNG.

Anda mungkin juga menyukai