Anda di halaman 1dari 23

Tugas Makalah GADAR II

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

KELOMPOK III
A2(2013)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

NAMA KELOMPOK
Muliati nh0113171

Nila Anggraeni nh0113184

Muliati nh0113172

Nirwana nh0113187

Muliati nh0113173

Farah Claudia C.W nh0113188

Musdalifah nh0113174

Novita Fitri nh0113189

Musdalifah nh0113175

Nurabriani LU Harun nh0113190

Mustakharramal H.U nh0113177

Nur Afika nh0113191

Eva Rizna Solihah nh0113178

Nur Afni nh0113192

Nadia Syafira M nh0113179

Nur Asia nh0113193

Nahla nh0113180

Nur Asmah nh0113194

Nasrullah Akhmad nh0113181

Nur Fadillah nh0113195

Nelson Yohanes S.M nh0113182


Ngakan Made Sayoga nh0113183

LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM
A.KONSEP MEDIS
1.Definisi Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang
disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
2.Etiologi Kejang Demam
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Faktor-faktor prenatal
Malformasi otak congenital
Faktor genetika
Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
Demam
Gangguan metabolisme
Trauma
Neoplasma, toksin
Gangguan sirkulasi
Penyakit degeneratif susunan saraf.
Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

3.Patofisiologi Kejang Demam


Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid

dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl ). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
4.Tanda dan gejala klinis Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik

c. Umumnya berhenti sendiri


d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
5.Klasifikasi Kejang Demam
a.Kejang demam sederhana
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi


Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6 tahun
Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
Kejang tidak bersifat tonik klonik
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas

perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
b.Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecapecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan,
dan gerakan tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily
L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)
6.Komplikasi
a.
b.
c.
d.

Kejang berulang
Epilepsi
Hemiparese
Gangguan mental dan belajar
7.Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

a. Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
b. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada
bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
c. Darah
1) Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
2) BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
3) Elektrolit : K, Na
4) Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
5) Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
6) Natrium ( N 135 144 meq/dl )
d. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
e. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
f. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.
8.Penaktalaksanaan Medis
a.Pengobatan
1) Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang diberikan
melalui interavena atau indra vectal. Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahanlahan).Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
2) Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
3) Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun demikian

kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai
meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung
lama.
4) Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan profilaksis
terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan
diazepim secara oral dengan dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
5) Penanganan sportif
Bebaskan jalan napas
Beri zat asam
Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
Pertahankan tekanan darah
b.Pencegahan
Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan
antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
- Fero barbital

5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

- Fenitorri

2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

- Klonazepam

(indikasi khusus)

B.KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI,
1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan
kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik,
psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman,

team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode
pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi,
perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan),
catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur
(mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :
A. Data subyektif
1.

Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2.

Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)


Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:

Apakah betul ada kejang?


Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang
si anak

Apakah disertai demam?


Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui
apakah infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang.

Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama.
Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap
prognosa dan pengobatan.

Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah
bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi
mioklonik?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti
epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik
sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi
untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per-tahun. Prognosa makin kurang
baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering
timbul.

Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan


Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana
kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah
penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan
sebagainya?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita
epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

3.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita


pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama
kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
4.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau
sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per- vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum,
asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak
mau menetek, dan kejang-kejang.

5.

Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.

6.

Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan.

7.

Riwayat kesehatan keluarga.


Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25 % penderita kejang demam
mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf
atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare
atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.

8.

Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah
yang mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?

9.

Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan


Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :


Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan,
pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan
yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan
obat-obatan pertolongan pertama.

Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera makan
anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?

Pola Eliminasi

BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan


bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
10. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul
dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
11. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam berapa?
Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
2.3.1.2 Data Obyektif
1.

Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000)


Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.

2.

Pemeriksaan Fisik

Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun
besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?.

Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,

kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa
sakit pada pasien.

Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi
sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?

Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar
cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?

Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi?

Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?

Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah


pembesaran vena jugularis?

Thorax
Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?

Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar?

Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat
oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?

Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?

Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi?

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
o
o
o
o
o

Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.


Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d kejang.
Risiko infeksi b/d proses penyakit, imunitas menurun, prosedur invasive
Risiko kurang cairan berhubungan dengan intake cairan inadekuat.
kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit perawatan dan penyakitnya b/d

terbatasnya kognitif, kurang paparan terhadap informasi


o Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakit
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
N

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

o
1

Hypertermi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama.x

Termoregulasi

b/d proses

24 jam menujukan temperatur dalan batas normal

infeksi

dengan kriteria:

klien (derajat dan

Bebas dari kedinginan

pola) perhatikan

Suhu tubuh stabil 36-37 C

menggigil/diaforsis

Pantau suhu

Pantau suhu

lingkungan,
batasi/tambahkan
linen tempat tidur
sesuai indikasi

Berikan kompres

hangat hindari
penggunaan akohol

Berikan minum

sesuai kebutuhan

Kolaborasi untuk

pemberian antipiretik

Anjurkan

menggunakan
pakaian tipis
menyerap keringat.

Hindari selimut

tebal

Perfusi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

perawatan

jaringan tdk

jam perfusi jaringan klien adekuat dengan

sirkulasi : arterial

efektive b.d

criteria :

insuficiency

kejang

- Membran mukosa merah muda

- Conjunctiva tidak anemis

penilaian secara

- Akral hangat

komprehensif fungsi

- TTV dalam batas normal

sirkulasi periper. (cek

Lakukan

nadi priper,oedema,
kapiler refil,
temperatur
ekstremitas).

Evaluasi nadi,

oedema

Inspeksi kulit

dan Palpasi anggota


badan

Kaji nyeri

Atur posisi

pasien, ekstremitas
bawah lebih rendah
untuk memperbaiki
sirkulasi.

Berikan therapi

antikoagulan.

Rubah posisi

pasien jika
memungkinkan

Monitor status

cairan intake dan


output
Berikan makanan
yang adekuat untuk
menjaga viskositas
darah

Risiko

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan

Manajemen cairan

Deficit

keseimbangan cairan dg KH:

volume

Urine 30 ml/jam

muntah

cairan b/d

V/S dbn

intake cairan

Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda

tanda hipovolemik

inadekuat

dehidrasi

Monotor diare,
Awasi tanda-

(oliguri, abd. Pain,


bingung)

Monitor

balance cairan

Monitor

pemberian cairan
parenteral

Monitor BB

jika terjadi penurunan


BB drastis

Monitor td

dehidrasi

Monitor v/s

Berikan cairan

peroral sesuai
kebutuhan

Anjurkan pada

keluarga agar tetap


memberikan ASI dan
makanan yang lunak

Kolaborasi u/

Risiko

Setelah dilakukan askep jam infeksi terkontrol,

pemberian terapinya
Kontrol infeksi.

infeksi b/d

status imun adekuat dg KH:

Batasi pengunjung.

penurunan

Bebas dari tanda dangejala infeksi.

Bersihkan

imunitas

Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

lingkungan pasien

tubuh,

Angka leukosit normal.

secara benar setiap

prosedur

setelah digunakan

invasive,

pasien.

penyakitnya

Cuci tangan
sebelum dan sesudah
merawat pasien, dan
ajari cuci tangan yang
benar.
Lakukan dresing
infus tiap hari
Anjurkan pada
keluarga untuk selalu
menjaga kebersihan
klien dan menjaga
pantat selalu kering u/
hindari iritasi.
Tingkatkan
masukkan gizi yang
cukup.
Tingkatkan
masukan cairan yang
cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi
antibiotik yang
sesuai, dan anjurkan
untuk minum sesuai
aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infeksi s
erta tentang tanda dan
gejala infeksi dan
segera untuk
melaporkan
keperawat kesehatan.
Pastikan
penanganan aseptic

semua daerah IV
(intra vena).
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan
gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota
keluarga cara-cara
menghindari infeksi
dan tanda-tanda
dan gejala infeksi.
Batasi jumlah
pengunjung.
Tingkatkan
masukan gizi dan
5

Resko tinggi Setelah dilakukan askep ... jam

cairan yang cukup


Jelaskan

cedera fisik: Cedera: Lidah tergigit tidak terjadi.

kepada

lidah tergigit

akibat-akibat

b/d altivitas

terjadi

meningkat

berulang

(kejang)

R/ Penjelasan yang

keluarga
saat

yang
kejang

baik dan tepat pada


keluarga

sangat

penting

untuk

meningkatkan
pengetahuannya
dalam

mengatasi

kejang
-

Sediakan

spatel lidah
R/ spatel lidah sangat
penting

untuk

mencegah

jika

tergigitnya lidah
-

Beri

posisi

miring kiri dan kanan


R/ mencegah aspirasi
lambung
-

Lakukan

suction bila banyak


lendir
R/ secret yang banyak
dapat

menyumbat

jalan nafas dalam hal


ini

dapat

mengakibatkan
disteress pernapasan
sehingga

harus

dilakukan suction bila


banyak lender.
-

Penatalaksana

an pemberian obat
anti konvulsan
R/ sebagai pengatur
gerakan

motorik

menghentikan
gerakan motorik yang
berlebihan.

Kurang

Setelah dilakukan askep jampengetahuan

Mengajarkan proses

pengetahuan

keluarga klien meningkat dg KH:

penyakit

keluarga

berhubungan

nya pengobatan

dengan

kurang

dilakukan tindakan

Keluargamenjelaskan tentang penyakit, perlu


dan memahami perawatan

Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat

Kaji pengetahuan

keluarga tentang
proses penyakit

Jelaskan tentang

paparan dan

patofisiologi penyakit

keterbatasan

dan tanda gejala

kognitif

penyakit

keluarga

Beri gambaran

tentaang tanda gejala


penyakit kalau
memungkinkan

Identifikasi

penyebab penyakit

Berikan

informasi pada
keluarga tentang
keadaan pasien,
komplikasi penyakit.

Anjurkan klien

untuk bedrest dan


jelaskan pentingnya
bedrest

Diskusikan

tentang pilihan
therapy pada keluarga
dan rasional therapy
yang diberikan.

Berikan

dukungan pada
keluarga untuk
memilih atau
mendapatkan
pengobatan lain yang
lebih baik.

Jelaskan pada

keluarga tentang
persiapan / tindakan
yang akan dilakukan

Cemas

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama . x

Pengurangan kece

berhubungan

24 jam cemas hilang dengan kriteria:

masan

dengan

- Klien tenang dan dapat beristirahat

1. bina hubungan

hipertermi,

- klien mau berpartisipasi dalam setiap tidakan

saling percaya

efek proses

yang dilakukan

2. kaji kecemasan

penyakit

klien/keluarga
3. Kaji dan
identifikasi serta
luruskan informasi
yang dimiliki klien
mengenai hipertermi
4. Berikan informasi
yang akurat tentang
penyebab hipertermi
5. Validasi perasaan
klien dan yakinkan
klien bahwa
kecemasam
merupakan respon
yang normal
6. Diskusikan
rencana tindakan
yang dilakukan
berhubungan dengan
hipertermi dan
keadaan penyakit

DAFTAR PUSTAKA
Arjatmo T. (2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta
Aplikasi KEJANG DEMAM APLIKASI NANDA, NOC, NIC.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Diagnosa Keperawatan Termoregulasi.
Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai