Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Salah satu tanggung jawab utama dari seorang ahli anestesi adalah untuk
bertindak sebagai penjaga pasien yang dibius selama operasi. Bahkan, "kewaspadaan"
adalah motto dari American Society of Anesthesiologists (ASA). Karena monitoring
sangat membantu dalam mempertahankan kewaspadaan yang efektif, standar untuk
pemantauan intraoperatif telah diadopsi oleh ASA. Kewaspadaan yang optimal
membutuhkan pemahaman tentang teknologi yang canggih. Bab ini mengkaji indikasi,
kontraindikasi, teknik dan perangkat, dan komplikasi yang terkait, serta pertimbangan
klinis lain yang paling penting dan banyak digunakan dalam monitoring anestesi.
Pemantauan atau monitoring berasal dari bahasa latin monere yang artinya
memperingatkan atau memberi peringatan. Dalam tindakan anestesi harus dilakukan
monitoring terus menerus tentang keadaan pasien yaitu reaksi terhadap pemberian obat
anestesi khusus terhadap fungsi pernafasan dan jantung. Hal ini dapat dilakukan dengan
panca indera kita yaitu dengan meraba, melihat atau mendengar dan yang lebih penting
serta obyektif dengan alat.
Monitoring anesthesia merupakan suatu standar aplikasi pemeliharaan anestesi,
monitoring menginterprestasikan data klinis yang tersedia untuk membantu mengenali
kegawatan yang terjadi sekarang, yang akan terjadi dan kondisi sistem jaringan yang
tidak menguntungkan. Dalam melakukan pemantauan yang kompleks dibutuhkan
keseimbangan antara pengetahuan dan skill dalam bidang anestesi. Walaupun kesalahan
manusia tidak dapat dihindari, hal ini menyangkut tentang keamanan dari pasien yang
sangat bergantung pada kewaspadaan dan respons kita terhadap masalah yang
potensial.
Dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh tentang prinsip-prinsip anestesi pada
saat pemantauan dan parameter tingkat kesadaran normal dan abnormal pada pasien.
Tujuan dilakukan pemantauan mengurangi resiko insiden dan kegawatan terhadap
1

pasien selama periode perioperatif dengan mendeteksi konsekuensi dari suatu masalah
pada saat anestesi, ditandai dengan peringatan tanda-tanda pasien gawat.
Pemantauan saat anestesi dikenal menjadi hal yang rutin dilakukan seiring dengan
perkembangan yang pesat di bidang fasilitas klinik, pelatihan dan faktor lain yang
mempengaruhi pasien. Dari perkembangan tersebut menurunkan keterkaitan antara
mortalitas dan morbiditas pada pasien selama periode perioperatif.
Untuk dapat melakukan pemantauan dengan baik selain faktor manusia
diperlukan juga alat-alat pantau agar lebih akurat. Alat pantau berfungsi sebagai
pengukur, menayangkan dan mencatat perubahan-perubahan fisiologis pasien.
Walaupun terdapat banyak alat pantau yang canggih tetapi faktor manusia sangat
menentukan sekali karena sampai saat ini belum ada alat pantau yang dapat
menggantikan fungsi manusia untuk memonitor pasien. Alat pantau perlu dipelihara
dengan baik sehingga informasi-informasi yang didapat dari alat pantau tersebut dapat
dipercaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

MONITORING PERIANESTHESIA
Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan memeriksa
pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi fisiologis pasien terhadap
tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan utama monitoring anestesi adalah diagnosa
adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan terjadinya kegawatan, dan evaluasi hasil suatu
tindakan, termasuk efektivitas dan adanya efek tambahan.
Saat ini sudah terdapat standar monitoring anestesi yang diadopsi dari ASA. Standar ini
berlaku untuk semua perawatan anestesi meskipun, dalam keadaan darurat, tindakan
dukungan kehidupan yang sesuai lebih diutamakan. Standar ini juga dapat dilampaui setiap
saat berdasarkan penilaian dari ahli anestesi yang bertanggung jawab pada saat itu. Hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien, tetapi mengamati dan
mengikuti standar ini juga tidak dapat menjamin hasil dari setiap pasien.
STANDAR 1

Ahli anestesi yang memenuhi syarat harus hadir di ruangan sepanjang pelaksanaan
semua prosedur anestesi umum, anestesi regional, dan perawatan anestesi yang membutuhkan
pemantauan.
Tujuan: dikarenakan dapat terjadi perubahan yang cepat dalam status pasien selama anestesi,
ahli anestesi yang memenuhi syarat harus terus hadir untuk memantau pasien dan
memberikan perawatan anestesi.
STANDAR 2
Selama anestesi, oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, dan suhu pasien harus terus dievaluasi.
Oksigenasi
Tujuan: Untuk memastikan konsentrasi oksigen yang cukup dalam udara inspirasi dan darah
selama semua prosedur anestesi.
Metode:

(1) Udara inspirasi: Selama setiap pemberian anestesi umum menggunakan mesin anestesi,
konsentrasi oksigen dalam sistem pernapasan pasien harus diukur oleh oxygen analyzer
dengan penggunaan alarm dengan batas konsentrasi oksigen yang rendah.
(2) Oksigenasi darah: Selama anestesi, metode kuantitatif untuk menilai oksigenasi seperti
pulse oximetry harus digunakan.
Ventilasi
Tujuan: Untuk memastikan ventilasi yang memadai terhadap pasien selama semua prosedur
anestesi.
Metode:
(1) Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus memiliki kecukupan ventilasi yang
terus dievaluasi. Tanda-tanda klinis kualitatif seperti pengapatan pengembangan dada,
reservoir breathing bag, dan auskultasi suara nafas sangat berguna.
(2) Apabila tracheal tube atau laryngeal mask dimasukkan, posisi yang benar harus
diverifikasi oleh penilaian klinis dan dengan identifikasi konsentrasi karbon dioksida
dalam udara ekspirasi. Analisis End-Tidal CO2 yang terus-menerus, yang digunakan dari
waktu intubasi, sampai ekstubasi atau memindahkan pasien ke lokasi perawatan
pascaoperasi, harus terus dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif seperti
capnography, atau capnometry.
(3) Bila ventilasi dikendalikan oleh ventilator mekanik, sebaiknya digunakan sebuah
perangkat yang mampu mendeteksi bila ada komponen yang terputus dari sistem
pernapasan. Perangkat harus memberikan sinyal yang dapat terdengar saat alarm telah
melampaui ambang batas.
(4) Selama anestesi regional dan perawatan anestesi yang memerlukan pengawasan,
kecukupan ventilasi harus dievaluasi, setidaknya, dengan pengamatan terus-menerus
tanda-tanda klinis kualitatif.
Sirkulasi
Tujuan: Untuk memastikan kecukupan fungsi peredaran darah pasien selama semua
prosedur anestesi.
Metode:
(1) Setiap pasien yang menerima anestesi harus memiliki elektrokardiogram terus
ditampilkan dari awal anestesi sampai saat bersiap-siap meninggalkan lokasi anestesi.

(2) Setiap pasien yang menerima anestesi harus diukur tekanan darah arteri dan denyut
jantung nya dan dievaluasi setidaknya setiap 5 menit.
(3) Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus terus dievaluasi setidaknya salah satu
dari hal berikut: palpasi denyut nadi, auskultasi bunyi jantung, pemantauan dari
penelusuran

tekanan

intraarterial,

pemantauan

USG

denyut

perifer,

pulse

plethysmography atau oksimetri.


Suhu Tubuh
Tujuan: Untuk membantu dalam pemeliharaan suhu tubuh yang tepat selama semua prosedur
anestesi.
Metode:
Setiap pasien yang menerima anestesi harus dipantau suhu tubuhnya pada keadaan yang
diperkirakan dan diantisipasi, akan tejadi perubahan suhu tubuh yang signifikan secara klinis.
II.1 Monitoring Sistem Kardiovaskuler
Monitoring sistem kardiovakuler dapat dilakukan dengan memantau hal-hal berikut ini:
A. Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi
sering terjadi selama anestesi. Pemantauan frekuensi dan irama nadi dapat
dilakukan dengan mudah, misalnya dengan meraba arteri temporalis, arteri radialis,
arteri femoralis atau arteri karotis. Dengan meraba nadi, kita mendapat informasi
tentang kuat lemahnya denyut nadi, teratur tidaknya irama nadi, frekuensi denyut
nadi. Makin bradikardi makin menurunkan curah jantung. Monitoring nadi secara
kontinyu dapat dilakukan dengan peralatan elektronik seperti EKG atau oksimeter
yang disertai dengan alarm.
B. Tekanan darah

Tindakan anestesi umum atau regional adalah indikasi mutlak untuk


dilakukannya pengukuran tekanan darah. Teknik dan macam pengukuran tekanan
darah tersebut sangat bergantung pada kondisi pasien dan jenis tindakan
pembedahan. Pada banyak kasus, pengukuran setiap 3 sampai 5 menit dengan cara
auskultasi dianggap sudah memenuhi syarat. Tetapi dalam kasus pasien dengan
kegemukan, pasien anak, atau pasien syok, akan lebih baik menggunakan teknik
5

Doppler atau oskilometer. Pengukuran harus dihindari pada anggota gerak tubuh
dengan abnormalitas (misalnya dialysis shunts) atau dengan jalur intravena.
Selain memperhatikan sistole dan diastole, perlu juga diperhatikan mean
arterial preassure (MAP). MAP dapat dihitung dengan rumus tekanan diastole +
1/3 (tekanan sistole tekanan diastole) atau { (tekanan sistole + 2 tekanan diastole)
: 3 }.
Perlengkapan yang digunakan untuk mengukur tekanan darah secara non
invasif yang sederhana antara lain adalah manset (kaf), manometer dan stetoskop.
Yang perlu diperhatikan adalah ukuran kaf tidak boleh terlalu kecil atau terlalu
besar, karena akan mempengaruhi nilai pembacaan tekanan darah. Apabila kaf
yang digunakan terlalu kecil, maka tekanan darah yang terbaca akan lebih tinggi
dari seharusnya dan begitu pula sebaliknya. Dianjurkan lebar manset adalah 2/3
panjang lengan atau 20% - 50% lebih besar dari diameter lengan. Manometer
standar yang baik digunakan adalah manometer air raksa. Namun dapat juga
digunakan manometer aneroid, tetapi harus dikalibrasi dulu dengan manometer air
raksa. Untuk saat ini, penggunaan manometer dan stetoskop telah banyak
ditinggalkan, karena telah terdapat monitor elektronik yang secara teknis lebih
praktis digunakan.
Pengukuran Tekanan Darah Secara Non Invasif

Metode Palpasi
Sebelum melakukan pengukuran, kita harus menentukan terlebih dahulu denyut
arteri perifer yang dapat dirasakan. Setelah itu, kita kembangkan kaf sampai denyut
nadi tidak teraba. Perlahan-lahan kaf kita kempeskan sampai teraba kembali denyut
nadi. Tekanan sistolik terbaca saat arteri terasa berdenyut untuk pertama kali. Tetapi
oleh karena ketidaksensitifan perabaan kita dan adanya perbedaan waktu antara
aliran dibawah kaf dan pulsasi pada sebelah distal, maka kita tidak dapat
menentukan tekanan diastolik dan tekanan arteri rerata.

Metode Auskultasi
Teknik yang digunakan pada metode Korotkoff atau auskultasi hampir sama dengan
metode palpasi, hanya ditambah stetoskop yang ditempatkan di sekitar arteri
brakialis. Tekanan sistolik ditunjukkan saat pertama kali bunyi nadi terdengar dan
tekanan diastolik adalah saat bunyi tersebut menghilang. Bunyi Korotkoff biasanya
6

sulit didengarkan jika terjadi keadaan hipotensi atau vasokonstriksi pembuluh darah
perifer.

Metode Doppler
Metode ini sangat baik digunakan pada pasien dengan kegemukan, pasien anak-anak
atau pasien yang dalam keadaan syok. Prinsip dari alat ini adalah pulsasi dari
dinding arteri atau pergerakan darah yang melalui suatu transduser memancarkan
suatu gelombang ultrasonik. Mula-mula kaf dipompa sampai melewati batas tekanan
sistolik. Perlahan-lahan kaf dikempeskan dan setelah melalui batas tekanan sistolik,
dinding arteri akan berpulsasi dan akan diteruskan melalui transduser. Penempatan
probe harus tepat diatas arteri. Pada metode Doppler, tekanan yang dapat diukur
hanyalah tekanan sistolik saja.

Gambar 1. Probe Doppler harus selalu tepat di atas arteri agar pengukuran tekanan darah akurat.

Oskilometer
Pulsasi arteri akan menyebabkan oskilasi pada tekanan kaf. Oskilasi ini kecil apabila
kaf dikembangkan diatas tekanan sistolik. Saat tekanan kaf turun sampai tekanan
sistolik, pulasai akan dihantarkan ke seluruh kaf dan oskilasi akan meningkat.
Oskilasi maksimal terjadi saat mencapai tekanan arteri rerata, setelah itu akan turun
kembali. Monitor tekanan darah elektronik akan secara otomatis mencatat perubahan
gelombang oskilasi ini. Monitor oskilometer sebaiknya tidak digunakan pada pasien
yang menjalani pembedahan bypass kardiovaskuler. Sampai sekarang ini, peralatan
7

oskilometer ini masih terus dikembangkan, dan di Amerika Serikat menjadi pilihan
dalam pemantauan tekanan darah noninvasive.

Gambar 2. Gambaran perubahan gelombang pada oskilometer

Pengukuran Tekanan Darah Secara Invasif

Kateterisasi arteri
Indikasi dari pemantauan tekanan darah dengan menggunakan kateterisasi arteri
adalah tindakan anestesi dengan hipotensi buatan, antisipasi pada tindakan
pembedahan dengan perubahan tekanan darah yang cepat, tindakan pembedahan
yang memerlukan pemantauan tekanan darah dengan tepat secara cepat dan
pemantauan analisa gas darah secara berkala selama tindakan pembedahan.
Tindakan kateterisasi arteri ini dikontraindikasikan pada pembuluh darah yang tidak
terdapat kolateral atau pada pasien yang sebelumnya dicurigai adanya insufisiensi
pembuluh darah pada anggota gerak tubuh (misalnya Raynauds phenomenon).
Arteri radialis merupakan arteri yang sering untuk pelaksanaan kanulasi. Selain
letaknya yang superfisial juga karena memiliki banyak kolateral. Arteri lain yang
dapat digunakan untuk kanulasi adalah arteri ulnaris, arteri brakialis, arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta arteri aksilaris.

Gambar 3. Cara melakukan kanulasi arteri radialis.

Kateterisasi vena sentral


Indikasi dari kateterisasi vena sentral adalah untuk pemantauan tekanan vena
sentral pada penatalaksanaan cairan pada keadaan hipovolemi dan syok, infus
nutrisi parenteral dan obat-obatan, aspirasi emboli udara, insersi transcutaneous
pacing leads, dan pada pasien dengan akses vena perifer yang tidak baik.
Kontraindikasi dari kateterisasi vena sentral termasuk didalamnya adalah
penyebaran sel tumor ginjal yang masuk ke atrium kanan atau fungating tricuspid
valve vegetations. Kontraindikasi lainnya adalah yang berhubungan dengan
tempat

kanulasi.

Sebagai

contoh

kanulasi

vena

jugularis

interna

dikontraindikasikan (relatif) pada pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan

atau yang pernah dilakukan ipsilateral carotid endarterectomy, oleh karena


kemungkinan terjadinya penusukan arteri karotis yang tidak disengaja.
Komplikasi yang dapat terjadi selama tindakan kanulasi vena sentral termasuk
didalamnya adalah infeksi, emboli udara atau trombus, disritmia (jika ujung
kateter masuk ke atrium kanan atau ventrikel), hematom, pneumotoraks,
hidrotoraks, chylothorax, perforasi jantung, tamponade jantung, trauma pembuluh
darah atau nervus dan trombosis. Komplikasi ini dapat terjadi bila kita tidak
menggunakan teknik yang benar.

Gambar 4. Cara pemasangan kanulasi vena jugularis interna

C. Elektrokardiografi
Semua pasien yang menjalani anestesi harus selalu dipantau gambaran
elektrokardiogramnya. Tidak ada kontraindikasi dalam pelaksanaan tindakan ini.
Gambaran EKG menunjukkan aktivitas listrik dari jantung. Selama tindakan
anestesi, EKG dipakai untuk pemantauan kejadian disritmia kordis, iskemia
miokard, perubahan elektrolit, henti jantung dan aktivitas alat pacu jantung.
Besarnya gambaran gelombang yang muncul, akan berkurang dengan
peningkatan ketebalan dinding dada atau elektroda yang digunakan tidak baik.
Gambaran ini juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas peralatan listrik (misalnya
elektro kauter) yang digunakan selama tindakan pembedahan.
10

Dalam EKG, potensial listrik yang diukur adalah kecil, sehingga artefak
merupakan masalah yang sering timbul. Pergerakan dari pasien atau kabel lead,
penggunaan elektrokauter, 60-cycle interference dan elektroda yang kualitasnya
tidak baik akan dapat memberikan gambaran seperti disritmia

Gambar 5. Konfigurasi penempatan 3 lead EKG pada pasien.

D. Banyaknya Perdarahan.

Dalam tindakan pembedahan besar, kehilangan darah menjadi masalah yang


penting. Selama tindakan anestesi dan pembedahan, kita harus menghitung
jumlah perdarahan, baik itu dari tabung suction, dari kasa operasi yang
mengandung darah, dari kain penutup pasien, dari baju ahli bedah, maupun dari
darah yang mungkin ada di lantai. Pada anak-anak atau bayi, jumlah perdarahan
sedikit sudah dapat mengakibatkan anemia.
II.2 Monitoring Respirasi
A. Tanpa Alat
Dengan inspeksi kita dapat mengawasi pasien secara langsung gerakan dada-perut
baik pada saat bernapas spontan atau dengan napas kendali dan gerakan kantong
cadang apakah sinkron. Untuk oksigenasi warna mukosa bibir, kuku pada ujung jari
dan darah pada luka bedah apakah pucat, kebiruan, atau merah muda.
11

B. Stetoskop
Dengan stetoskop prekordial atau esophageal dapat didengar suara pernapasan.

Stetoskop prekordial: terbuat dari metal, sangat berat dan berbentuk seperti bel.
Stetoskop ini diletakkan di atas dada atau pada suprasternal notch. Meskipun
berat disini bertujuan untuk mempertahankan posisinya saat dipasang, tetapi
masih diperlukan perekat dua sisi untuk lebih memperkuat, disamping untuk
memperjelas suara yang keluar.
Stetoskop ini dihubungkan dengan menggunakan extension tubing ke telinga
dokter anestesi, dan dapat memantau keadaan pasien dan lingkungan kamar
operasi secara bersama-sama. Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan
alat ini adalah reaksi alergi pada kulit, abrasi kulit dan rasa sakit saat pelepasan
stetoskop dari tubuh pasien.

Gambar 6. Stetoskop Prekordial

Stetoskop esophageal: terbuat dari plastic lembut berbentuk seperti kateter dengan
ujung distal yang dilindungi dengan balon. Meskipun kualitas pemantauan napas
dan

suara

jantung

lebih

baik

dibandingkan

stetoskop

prekordial,

tapi

penggunaannya tebatas pada pasien yang dilakukan intubasi.


Informasi yang didapatkan pada penggunaan baik itu stetoskop prekordial atau esophageal
adalah konfirmasi tentang ventilasi, kualitas suara napas (misalnya wheezing), keteraturan
dari denyut nadi dan kualitas dari irama jantung.
C. Oksimetri denyut
12

Oksimeter denyut mengukur denyut nadi dan tingkat saturasi oksigen hemoglobin
dengan menggunakan metode penyerapan gelombang cahaya dengan panjang
gelombang tertentu. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan oksimeter denyut ini
dapat dipercaya dalam mengukur frekuensi denyut nadi dan tingkat saturasi oksigen
hemoglobin secara noninvasive, sehingga alat ini digunakan sebagai peralatan standar
dalam pemantauan selama anestesi. Komplikasi penggunaan oksimeter denyut sangat
jarang terjadi, tetapi bila probe dipasang pada ekstremitas untuk jangka waktu yang
lama, akan dapat menimbulkan kerusakan kulit. Sayangnya, kelemahan dari pulse
oksimeter ini adalah tanda yang diterima apabila terjadi kegagalan oksigenasi biasanya
terlambat, yaitu setelah pasien mengalami hipoksemia yang mungkin terjadi beberapa
menit sebelumnya, contohnya pada terputusnya sistem pernafasan dari mesin anestesi
ke pasien.
D. Kapnometer
Kapnometer adalah alat non invasif untuk mengukur kadar CO2 pada satu siklus
respirasi di dalam sirkuit napas. Alat ini menggambarkan kadar CO2 pada fase inspirasi
dan ekspirasi serta menunjukkan kadar CO2 pada akhir ekspirasi (End Tidal CO2 atau
ETCO2). Pengukuran kadar CO2 dalam sirkuit nafas ini berguna untuk menilai
ventilasi yang adekuat, deteksi intubasi esofageal, diskoneksi sirkuit nafas atau
ventilator, problem sirkulasi dan deteksi hipertermia maligna.
Kapnografi adalah pemeriksaan gold standard pada intubasi esofageal, dimana tidak
ada atau sangat kecil CO2 terdeteksi bila dilakukannya pemasangan intubasi esofageal.
Peningkatan tekanan intrakranial dengan menurunkan PaCO2 dapat dengan mudah
dipantau dengan menggunakan analisa ETCO2. Penurunan secara cepat ETCO2 adalah
indikator yang sensitif terhadap terjadinya emboli udara yang sering terjadi pada
kraniotomi dengan posisi duduk.
II.3 Monitoring Suhu Tubuh
Selama tindakan anestesi, terutama dalam waktu yang lama atau pada bayi dan anak
kecil, tempertur pasien harus selalu dipantau. Alat yang digunakan untuk memantau
temperature adalah termistor atau thermocouple.
Dilakukan pada bedah lama atau pada bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu sangat
penting pada anak terutama bayi, karena bayi mudah sekali kehilangan panas secara

13

radiasi, konveksi, evaporasi dan konduksi, dengan konsekuensi depresi otot jantung,
hipoksia, asidosis, pulih anestesia lambat.
II.4 Monitoring Ginjal
Dalam tindakan anestesi pemantauan produksi urin menjadi hal yang penting. Produksi
urin menggambarkan fungsi system urogenital dan secara tidak langsung menunjukkan
keadaan curah jantung, volume intravaskuler dan aliran darah ke ginjal.
Indikasi untuk dilakukan pemasangan kateter urin adalah pada pasien dengan penyakit
jantung kongestif, gagal ginjal, penyakit hati lanjut, atau pasien syok. Selain itu
kateterisasi urin merupakan tindakan yang rutin dilakukan pada pembedahan jantung,
bedah aorta atau pembuluh darah ginjal, kraniotomi, bedah abdomen mayor,
pembedahan dengan waktu lama dan pembedahan yang kemungkinan memerlukan
cairan yang banyak serta pemberian obat diuretika selama pembedahan.
Jumlah urin yang keluar menggambarkan fungsi dan perfusi dari ginjal. Semua ini
adalah peunjuk keadaan fungsi ginjal, kardiovaskular dan volume cairan. Urin yang
keluar dianggap baik apabila volumenya lebih atau sama dengan 0,5 ml/kgBB/jam, dan
bila kurang dari jumlah tersebut perlu mendaptkan perhatian.
II.5 Monitoring Blokade Neuromuskular
Stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah cukup baik atau
sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal.

II.6 Monitoring Sistem Saraf


Pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau orientasi terhadap
personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak sadar,
monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil terhadap
cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respons terhadap otot apakah
relaksasi cukup atau tidak.

14

PRE-OP
Anamnesis
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya untuk mengetahui
apakah ada hal-hal khusus yang perlu mendapat perhatian, seperti gatal-gatal, alergi, mual
muntah, nyeri otot, atau sesak napas pasca bedah, sehingga tidak digunakan ulang pada
operasi yang direncanakan.3
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya untuk eliminasi nikotin
yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, diberhentikan beberapa hari untuk mengaktifkan
kerja silia jalan napas dan 1-2 minggu untuk menguruangi produksi sputum. Kebiasaan
minum alkohol juga harus dicurigai akan adanya penyakit hepar.3
Obat seperti Viagra dapat berinteraksi dengan obat anestesi, yang dapat membahayakan
pasien.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar, leher pendek
dan kaku, apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi, sehingga dapat
dipertimbangkan menggunakan metode alternatif lain seperti intubasi fibreoptic, setelah
induksi anestesi.2 Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.3
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengaharuskan uji laboratorium walapupun pada
pasien sehat untuk bedah minor, misalnya pemeriksaan darah (Hb, Ht, leukosit, trombosit,
masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin) dan urinalisis. Pada usia 50 tahun ada
anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.3
Klasifikasi Status Fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang
berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).

15

Klasifkasi menurut The American Society of Anesthesiologists.5

Makanan Oral
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam
untuk mengurangi risiko aspirasi paru selama anestesi umum ketika pasien kehilangan
kemampuannya untuk secara sadar menjaga jalan napas.1,3
Cairan bening (misalnya, air, pedialyte, atau cairan lain) harus dihindari selama 2-4 jam
sebelum induksi anestesi.1
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi secara IV atau
oral, dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi,
diantaranya: 2,5

Untuk menenangkan pasien


Untuk mengurangi atau menghilangkan efek samping yang mungkin terjadi dari

anestesi umum
Untuk mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan pada periode pasca operasi
Yang paling umum digunakan pada premedikasi adalah midazolam, benzodiazepine
short-acting. Misalnya, midazolam sirup yang sering diberikan kepada anak-anak untuk agar
pasien tenang saat berpisah dengan orang tua.1 Pereda kecemasan juga dapat digunakan
16

diazepam peroral 10-15/kgBB.3 Untuk mengantisipasi nyeri saat pembedahan, obat antiinflamasi atau acetaminophen dapat diberikan terlebih dahulu. 1 Dapat juga menggunakan
petidine 50 mg IM.3
Cairan lambung 25 ml dengan pH 2,5 dapat menyebabkan pneumonitis asam. Untuk
meminimalkan kejadian tersebut dapat diberikan antagonis reseptor H2 histamin misalnya
simetidin 600 mg atau oral ranitidine (zantac) 150 mg 1-2 jam sebelum jadwal operasi. Untuk
mengurangi mual-muntah pasca bedah dapat diberikan suntikan IM untuk dewasa droperidol
2,5-5mg atau ondan setron 2-4 mg (zofran, narfoz).3 untuk mengurangi salivasi diberikan
sulfas atropin 0,01 mg/kgBB.2
DURANTE-OP
Induksi Anestesia
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan.2
General anestesi dapat diinduksi secara injeksi intravena (IV), atau menghirup anestesi
melalui sungkup (induksi inhalasi), atau dengan kombinasi keduanya. Onset anestesi lebih
cepat dengan injeksi IV dibandingkan dengan inhalasi, berlangsung sekitar 10-20 detik untuk
menginduksi. Induksi inhalasi dapat dipilih bila akses IV sulit diperoleh. Umumnya agen
induksi IV yang sering digunakan meliputi propofol, natrium thiopental, etomidate, dan
ketamin. Yang paling umum digunakan agen untuk induksi inhalasi adalah sevofluran karena
iritasi lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan gas inhalasi lainnya.5
Selain obat induksi, kebanyakan pasien mendapat injeksi analgesik opioid, seperti
fentanyl (sintetis opioid yang lebih kuat dari morfin). Agen induksi dan opioid bekerja secara
sinergis untuk menginduksi anestesi. Selain itu, mengantisipasi peningkatkan tekanan darah
dan denyut jantung pasien, saat intubasi endotrakeal dan sayatan pada kulit.1
Langkah selanjutnya dari proses induksi mengamankan jalan napas. Secara manual
memegang rahang pasien sehingga dapat bernapas alami tanpa tertutup lidah, atau untuk
menuntut penyisipan laryngeal mask airway atau endotracheal tube.
Indikasi intubasi endotrakeal adalah:1

Potensi kontaminasi saluran napas (perut penuh, gastroesophageal [GE] refluks,

perdarahan gastrointestinal [GI] atau faring)


Kebutuhan bedah untuk relaksasi otot
Bedah mulut atau muka
Prosedur bedah yang lama

17

Untuk persiapan induksi anestesia sebaiknya kita ingat kata STATICS:2


S = Scope

Stetoskop, untuk emndengarkan suara paru dan jantung, Laringo-Scope,


pilih blade yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T = Tubes

Pipa trakea. Pilih sesuai usia

A = Airway

Pipa mulut-faring (Guedel, orotrcheal airway) atau pipa hidung-faring


(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T = Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I = Introducer Mandrin atau stilet dari kawat yang mudah dibengkokkan


C = Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S = Suction

Penyedot lendir, ludah, dll

Klasifikasi induksi anestesia:


1.

Inhalasi
a. Gas Nitrous Oxide
b. Volatile liquide

Halothane
Enflurane
Isoflurane
Desflurane
Methoxyflurane
Trichloro-ethylene
Ethylchloride
Ether
Chloroform

2. I.V
a. Ultra short Barbiturate
b. Non Barbiturate:
Benzodiazepines
Neurolept analgesia
Etomidate
Ketamine
Propanidid
Propofol
Anestesia Inhalasi
Anestetik inhalasi yang umum digunakan adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran,
desfluran, dan sevofluran. Obat-obat yang lain ditinggalkan karena efek sampingnya yang
18

tidak dikehendaki, misalnya eter dapat menyebabkan kebakran, skekresi bronkusberlebih, dan
kerusakan hepar, kloroform menyebabkan aritmia dan kerusakan hepar.2
Ambilan alveolus ditentukan oleh sifat fisiknya yaitu ambilan paru, difusi gas dari paru
ke darah dan distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya. Hiperventlasi akan menaikkan
ambilan albeolus, dan hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Induksi dan
pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada zat yang larut.2
Kadar alveolus minimal (KAM) atau Minimum Alveolus Concentration (MAC)adalah
kadar mnimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan 1 atmosfir yang diperlukan untuk
mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya imobilisasi
pada 95% pasien tercapai jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai MAC.2
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestesik lemah, tetapi anagesiknya kuat, sehingga seringdigunakan untuk mengurangi nyeri.
Sering dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan, dsb. Pada akhir
anestesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveolus, sehingga
terjadi penegnceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia
difusi, diberikan O2 100% selama 5-10 menit.2
Isofluran halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju
metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intrakranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung mnimal. Sehingga digemari
untuk anestesi anestesia teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.2
Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,
sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi dibandingkan halotan. Efek terhadap
kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat
seperti isofluran.2

19

Anestesia Intravena
Anastesia intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan
anestesia. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan propofol.2
Keuntungan:
a. Mudah
b. Induksi & pemulihan cepat
c. Tidak ada iritasi saluran pernapasan
d. Tidak ada sensitisasi jantung terhadap katekolamin
e. Tidak ada mual pasca-operasi atau muntah
f. Tidak ada bahaya ledakan
Kekurangan : Setelah disuntikkan, tidak dapat dicabut kembali
Ultra short Barbiturate (Thiopental, Methohexital & Hexobarbital)
20

Dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning, berbau belerang, biasanya
dalam bentuk ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebellum digunakan dilarutkan dalam akuades
steril sampai kepekatan 2,5% (1ml = 25 mg).
Digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kgBB dan suntikkan perlahanlahan
dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan
akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk ke arteri akan menyababkan vasokonstriksi dan
nekrosis jaringan sekitar. Sehingga dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi lidokain 1-2
mg/kgBB.2
Menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial dan dapat
melindungi otak akbiat kekurangan O2. Dosis rendah bersifat anti-analgesi. Tiopental di
dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam bentuk bebas, sehingga pasien
dengan hipoalbumin, dosis harus dikurangi.2
Propofol (diprivan, recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak yang berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1% ( 1 ml = 10 mg). Suntikan IV sering menyebabkan nyeri, sehingga dianjurkan
penyuntikan lidokain 1-2 mg/kgBB. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis
rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perwatan
intensif 0,2 mg./kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.2
Ketamin (ketalar)
Kurang digemari untuk induksi anestesia, karena menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur dan mimpi buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midasolam (dormukium) atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kgBB IV dan untuk
mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kgBB.2
Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kgBB dan untuk intramuskular 3-10
mg/kgBB. Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10 mg), 5%, dan
10%.2
Opioid (Morfin, Petidin, Fentanil, Sufentanil)
Untuk induksi diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular,
sehingga banyak digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid
digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1
mg/kgBB/menit.2
21

Rumatan Anestesia (Maintenance)


Pada titik ini, obat yang digunakan untuk memulai anestesi mulai berkurang, dan pasien
harus tetap dibius dengan zat maintenance.1
Lamanya aksi agen induksi IV umumnya 5 sampai 10 menit. Untuk memperpanjang
anestesi untuk durasi yang diperlukan (biasanya durasi operasi), anestesi harus dijaga dengan
campuran oksigen, nitrogen oksida, dan agen anestesi volatil atau dengan memiliki infus yang
mengandung obat, biasanya propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Agen inhalasi akan ditransfer ke
otak pasien melalui paru-paru dan aliran darah, dan pasien tetap tidak sadar. Agen inhalasi
sering disertai dengan anestesi intravena, seperti opioid (biasanya fentanyl 10-50 g/kgBB)
dan sedatif-hipnotik (propofol atau midazolam). Pada akhir operasi, inhalasi dan anestesi
intravena dihentikan. Pemulihan kesadaran terjadi ketika konsentrasi anestesi di otak turun di
bawah tingkat tertentu (biasanya dalam waktu 1 sampai 30 menit).4
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dam O2 3:1 ditambah halotan
0,5-2 vol% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4 vol%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendailkan
(controlled).2
Relaksasi Otot
Relaksasi otot memungkinkan operasi rongga tubuh utama, misalnya. perut dan dada
tanpa perlu anestesi sangat mendalam, dan juga digunakan untuk memfasilitasi intubasi
endotrakeal. Asetilkolin, substansi neurotransmitter alami pada sambungan neuromuskuler,
menyebabkan otot berkontraksi ketika dilepaskan dari ujung saraf.
Relaksan otot bekerja dengan mencegah asetilkolin melekat pada reseptor. Kelumpuhan
otot-otot pernapasan, yaitu. otot diafragma dan interkostal dada mengharuskan pernapasan
buatan.4
Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi,
melakukan blokade saraf regional dan memberikan pelumpuh otot. Contoh relaksan otot yang
digunakan saat ini adalah pancuronium, rocuronium, vecuronium, atrakurium, mivacurium,
dan succinylcholine.2
Penawar Pelumpuh Otot
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf otot,
mencegah asetilkolinesterase bekerja. Asetilkolinesterase yang paling sering digunakan
adalah neostigmin (prostigmin), piridostigmin dan edrophonium.2
22

Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kgBB, piridostigmin 0,1-0,4 mg/kgBB, edrophonium


0,5-1 mg/kgBB dan fisostigmin 0,01-0,03 mg/kgBB. Penawar pelumpuh otot bersifat
muskarinik

menyebabkan

hipersalivasi,

keringatan,

bradikardia,

kejang

bronkus,

hipermotilitas usus, dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus disertai oleh obat
vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB
sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.2
POST-OP
Memberikan obat pengilang rasa sakit pasca operasi, bentuk oral, transdermal atau
parenteral. Bedah minor dapat menggunakan obat penghilang rasa sakit seperti parasetamol
dan NSAID seperti ibuprofen. Tingkat moderat, nyeri membutuhkan penambahan opiat
ringan seperti tramadol. Bedah mayor memerlukan opiat kuat seperti morfin, fentanyl atau
oksikodon.5
Menggigil sering terjadi pasca-operasi. Selain menyebabkan ketidaknyamanan dan
memperburuk rasa sakit pasca operasi, menggigil telah terbukti meningkatkan konsumsi
oksigen, pelepasan katekolamin, cardiac output, denyut jantung, tekanan darah dan tekanan
intra okular. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengurangi kejadian ini, seperti
menaikan suhu kamar, menggunakan selimut, dan menggunakan cairan infus hangat.5
Monitoring yang lengkap, seperti monitoring kardiovaskular (nadi, tekanan darah,
banyaknya perdarahan), monitoring respirasi, suhu badan, ginjal (produksi urin normal 0,5-1
ml/kgBB), monitoring blokade neuromuskular, untuk mengetahui apakah relaksasi otot sudah
cukup baik atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali normal,
dan monitoring sistem saraf, pada pasien tidak sadar dikerjakan dengan memeriksa respon
pupil terhadap cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, dan respon terhadap otot apakah
relaksasi cukup atau tidak.2

23

BAB III
KESIMPULAN
Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan memeriksa
pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi fisiologis pasien terhadap
tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan utama monitoring anestesi adalah diagnosa
adanya permasalahan, perkiraan kemungkinan terjadinya kegawatan, dan evaluasi hasil suatu
tindakan, termasuk efektivitas dan adanya efek tambahan.
Ahli anestesi harus hadir di ruangan operasi selama dilakukannya operasi pada anestesi
umum dan regional untuk melakukan pengawasan selama prosedur operasi, dikarenakan
perubahan status pasien yang dapat berubah dengan cepat.
Selama prosedur anestesi berlangsung, harus terus dipantau hal-hal berikut:
1. Monitoring Sistem Kardiovaskuler: nadi, tekanan darah, elektrokardiografi, dan
banyaknya Perdarahan.
2. Monitoring Respirasi: Dengan inspeksi kita dapat mengawasi pasien secara langsung
gerakan dada-perut baik pada saat bernapas spontan atau dengan napas kendali dan
gerakan kantong cadang apakah sinkron. Untuk oksigenasi warna mukosa bibir, kuku
pada ujung jari dan darah pada luka bedah apakah pucat, kebiruan, atau merah muda.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan ventilasi dengan menggunakan alat bantu seperti
stetoskop, oksimeter denyut, dan kapnometer.
3. Monitoring Suhu Tubuh: dilalukan untuk memantau bila terjadi hipotermi atau
hipertermi.
4. Monitoring Ginjal: jumlah urin yang keluar menggambarkan fungsi dan perfusi dari
ginjal. Semua ini adalah peunjuk keadaan fungsi ginjal, kardiovaskular dan volume
cairan. Urin yang keluar dianggap baik apabila volumenya lebih atau sama dengan 0,5
ml/kgBB/jam, dan bila kurang dari jumlah tersebut perlu mendaptkan perhatian.
5. Monitoring Blokade Neuromuskular: stimulasi saraf untuk mengetahui apakah relaksasi otot
sudah cukup baik atau sebaliknya setelah selesai anestesia apakah tonus otot sudah kembali
normal.

6. Monitoring Sistem Saraf: pada pasien sehat sadar, oksigenasi pada otaknya adekuat kalau
orientasi terhadap personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak
24

sadar, monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respons pupil terhadap
cahaya, respon terhadap trauma pembedahan, respons terhadap otot apakah relaksasi cukup
atau tidak.

25

Anda mungkin juga menyukai