Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

A. Pengertian
Demam berdarah dengue merupakan salah satu bentuk klinis dari
penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia sedangkan
manifestasi klinis dan infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan
demam berdarah dengue. Dengue merupakan penyakit dari daerah tropis yang
dapat ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, nyamuk ini merupakan nyamuk
rumahan yang mengigit pada siang hari (Hardinegoro, dkk., 2001, Ester
monica, 1999).
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang dapat menyerang
anak-anak dan orang dewasa dengan gejala utama berupa demam, nyeri otot
dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto,
1996).
B. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD)
disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arboviroses) yang sekaran dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flafifiridae, dan mempunyai 4 jenis serotip, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Di Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun
1975 di beberapa Rumah Sakit menunjukkan keempat serotipe di temukan
dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN 3 merupakan serotipe yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat (Hadinegoro, dkk., 2001).
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi
oleh 3 atau 4 serotip selama hidupnya. Keempat serotip virus dengue dapat
ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Depkes RI, 2011).
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih

kecil

jika

dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar


hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya.
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga
untuk keperluan hidupnya, sedangkan yang betina menghisap darah. Nyamuk
betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya

nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit


biasanya pagi (pukul 09.00-10.00) sampai petang hari (pukul 16.00-17.00).
Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk
memenuhi lambungnya denagn darah. Dengan demikian, nyamuk ini sangat
infektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamk ini
hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar rumah. Tempat hinggap yang
disenagi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya di tempat yang
agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya . selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding
tempat perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur
akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik
kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa
(siregar, 2004).

C. Epidemiologi
Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali
oleh swandana (1979) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar
ke seluruh Indonesia (Hadinegoro, dkk., 2001). Faktor yang mempengaruhi
peningkatan dan penyebaran kasus Demam Berdarah Dengue sangat
kompleks, yaitu :
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2. Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali
3. Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
4. Peningkatan sarana transportasi

Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama disetiap


tempat, maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat
(Hadinegoro, dkk, 2001, Hendrawanto, 1996).
Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini membawa virus dengue ketika menghisap darah orang
yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit dalam darahnya terdapat
virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue
merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada
dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita
tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah ikut terhisap masuk
kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan
tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk tersebut termasuk dalam kelenjar
liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk
tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (fase inkubasi ekstrinsik).
Virus ini akan terus berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh
karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena
setiap kali nyamuk mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis)
agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (siregar, 2004).
D. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktoksin, histamine
dan serothin serta aktivitas sistim kalikrein yang berakibat ekstravasosi cairan
intravascular. Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan syok. Plasma
merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan
mencapai puncaknya pada saat syok (Hendrawanto, 1996).
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah

dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan
dalam patogenesis DBD adalah :
1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam
proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas
yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut dengan antibodi dependent enchancement (ADE)
2. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL- 6, dan IL-10
3. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag
4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead
dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non
netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik
sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan
mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti
TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang
mengakibatkan

terjadinya

disfungsi

endotel

dan

terjadi

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virusantibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran
plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari)
menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan

nadir

tercapai

akan

terjadi

peningkatan

hematopoiesis

termasuk

megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi


trombositopenia justru menunjukkan kenaikan. Hal ini menunjukkan
terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap
keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses
koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi
melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar btromboglobulin dan PF4 yang merupakan pertanda degranulasi trombosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.
Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur
intrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi
faktor Xia namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex) (Suhendro, et.al., 2006).
Gejala utama
1. Demam Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung
selama 2 7 hari, naik turun (demam bifosik) yang ditandai dengan
beberapa manifestasi klinis seperti nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
myalgia / arthralgia, ruam kulit. Kadang kadang suhu tubuh sangat
tinggi sampai 40 C dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam
merupakan fase kritis pada demam berdarah dengue. Pada saat fase
demam sudah mulai menurun dan pasien seajan sembuh hati hati karena
fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari
demam (Hadinegoro, dkk., 2001, Ester monica, 1999).
2. Tanda tanda perdarahan Penyebab perdarahan pada pasien demam
berdarah adalah vaskulopati, trombosipunio gangguan fungsi trombosit
serta koasulasi intravasculer yang menyeluruh. Jenis perdarahan
terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti retekia, purpura,
ekimosis dan perdarahan conjuctiva. Retekia merupakan tanda perdarahan
yang sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat

pula dijumpai pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis,
perdarahan gusi, melena dan hematemesis (Hadinegoro, dkk., 2001).
3. Syok Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis
menghilang setelah demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan
pada denyut nadi dan tekanan darah, akral teraba dingin disertai dengan
kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi,
sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan atau
sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi
buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah
suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar
mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak
teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut
(Hadinegoro, dkk., 2001, soedarmo, et.al,2002).
Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah Pada demam berdarah dengue umum dijumpai trobositopenia
(<100.000) dan hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif merupakan
pemeriksaan penting. Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi
masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif
ditemukan masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis
kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada
pemeriksaan

kimia

darah

hipoproteinemia,

hiponatremia,

dan

hipokloremia.
2. Urine, ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum Tulang, gangguan maturasi
4. Serologi
a. Uji serologi memakai serum ganda
Serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalegen
menaikkan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali
termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi
(NT) dan uji dengue blot.
b. Uji serologi memakai serum tunggal
Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue uji dengue
yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas

antibodinya uji Ig M antidengue yang mengukur hanya antibodi


antidengue dari kelas Ig M(Hadinegoro, dkk., 2001, Hendrawanto,
1996, Ester monica, 1999, Mansjoer, dkk., 1999).
Diagnosis
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus
menerus selama 2 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
1. Uji tourniquet positif
2. Retekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
3. Hemetamesis dan atau melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (100.000 sel/ mm3 atau kurang)
b. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih
Dua kriteria pertama ditambah trombositopemia dan hemokonsentrasi
atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis
demam berdarah dengue (Hadinegoro, dkk., 2001).
Derajat Penyakit (WHO, 1997)
Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu satunya manifestasi
ialah uji tourniquet positif.
Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
Derajat III Didapatkan kegagalan sirekulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
tekanan mulut, kulit dingin atau lembab dan penderita tampak
gelisah.
Derajat IV Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
(Hadinegoro, dkk., 2001, Ester monica, 1999).
E. Penatalaksaan
Pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif
yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral

tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang berlebihan
maka cairan intravenaperlu diberikan. Pengobatan yang bersifat simptomatis :
1. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak, dan
pangkal paha.
2. Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
3. Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder.
Cairan pengganti :
1. Larutan fisiologis NaCl
2. Larutan Isotonis ringer laktat
3. Ringer asetat
4. Glukosa 5% (Hadinegoro, dkk., 2001, Hendrawanto, 1996, Ester monica
1999)
F. Pencegahan
Memutuskan rantai penularan dengan cara :
1. Menggunakan insektisida :
a. Malathion (adultisida) dengan pengasapan
b. Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan air bersih.
2. Tanpa Insektisida :
a. Menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih minimal 1x
seminggu.
b. Menutup tempat penampungan air rapat rapat.
c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng kaleng bekas, botol
botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang
(faith dan cathrina, 2005).

PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Tata Laksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf (diakses
pada September 2016)
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Prosedur Tetap Penanggulangan
KLB dan Bencana Provinsi Jawa Tengah.
Ester monica, 1999, Demam berdarah dengue, EGC, Jakarta.
Fathi, Soedjadjadi K dan Chatarina, U W., 2005, Peran Faktor Lingkungan dan
Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 2 No.1, Juli 2005: 1-10.
Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi,
Suharyono, 2001, Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular &
Penyehatan Lingkungan Hidup.
Hendrawanto, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia.
Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu Ika.
Setiowulan, Wiwiek, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius
FK UI Edisi ketiga Jilid I.
Siregar, Faziah A., 2004, Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue
(DBD)
di
Indonesia.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmfazidah3.pdf
(diakses
pada
September 2016)
Soedarmo S S P, Garna H, Hadinegoro S R S. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Anak : Infeksi & Penyakit Tropis edisi ke-1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suhendro, et.al., 2006, Demam Berdarah Dengue, In : Sudoyo, Aru W, et al.,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-4, Balai Penerbit FKUI., Jakarta.
World Health Organization, 2008, Dengue and Dengue Hemmoragic Fever,
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
(diakses
pada
September 2016)

Anda mungkin juga menyukai