PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varisela zoster (VVZ) yang laten yang diam terutama dalam sel neuronal dan
kadang-kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik
saraf kranial, menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan
segmen yang dipersarafinya.1
Herpes zoster hampir terjadi setiap tahunnya tanpa mengenal musim.
Kejadian herpes zoster adalah tersendiri tanpa melibatkan varicella dan belum
dapat dinyatakan menular melalui kontak dengan orang yang terkena varicella
atau herpes zoster. Insiden dari herpes zoster sendiri dipengaruhi oleh faktor hostvirus itu sendiri.2 Faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan reaktivasi adalah:
paparan VVZ sebelumnya (cacar air, vaksinasi), usia lebih dari 50 tahun, keadaan
imunokompromais, obat-obatan imunosupresif, HIV/AIDS, transplantasi sumsum
tulang atau organ, keganasan, terapi steroid jangka panjang, stres psikologis,
trauma dan tindakan pembedaan.1
Gejala klinis pada Herpes Zoster dapat berupa gejala prodromal yang
berlangsung 15 hari. Keluhan biasanya diawali dengan nyeri dan paresthesia pada
daerah dermatom yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung dalam waktu yang
bervariasi. Disertai dengan gejala konstitusi berupa malaise, sefalgia, Other flu
like syndrome yang biasanya akan menghilang setelah erupsi kulit timbul.
Kadangkadang terjadi limfadenopati regional.1,2
Lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam mendiagnosis HZ
sebelum muncul erupsi kulit (prodromal), sehingga memperlambat pengobatan
HZ. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan pengetahuan tentang diagnosis
dini pada primary health care (Puskesmas). Perlu memberi informasi dan edukasi
kepada pasien tentang penyakit HZ dan komplikasinya sehingga dapat berobat ke
dokter sedini mungkin.1
Maka dari itu diperlukannya diagnosis yang cepat, pengobatan ang efektif,
aman, dan tepat waktu,untuk mengurangi nyeri pada fase akut dari Herpes Zoster
dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh reaktivasi virus
varisela zoster (VVZ) yang laten yang diam terutama dalam sel neuronal dan
kadang-kadang di dalam sel satelit ganglion radiks dorsalis dan ganglion sensorik
saraf kranial, menyebar ke dermatom atau jaringan saraf yang sesuai dengan
segmen yang dipersarafinya.1
2.2 Epidemiologi
Herpes zoster hampir terjadi setiap tahunnya tanpa mengenal musim.
Kejadian herpes zoster adalah tersendiri tanpa melibatkan varicella dan belum
dapat dinyatakan menular melalui kontak dengan orang yang terkena varicella
atau herpes zoster. Insiden dari herpes zoster sendiri dipengaruhi oleh faktor hostvirus itu sendiri.2
Salah satu faktor yang kuat adalah umur tua. Insidennya meningkat pada
umur diatas 50 tahun dan semakin meningkat setiap dekadenya. Dimana insiden
dari herpes zoster pada semua umur adalah 1,5-3,0 per 1000 orang dalam setahun
sedangkan pada kelompok umur diatas 60 tahun menjadi 7-11 per 1000 orang
dalam setahun pada negara Eropa dan Amerika Utara dan pada umur 80 tahun
insidennya menjadi 10 kasus per 1000 orang dalam setahun. Diestimasikan bahwa
ada lebih dari miliaran kasus herpes zoster yang baru terjadi pada Amerika setiap
tahunnya dimana setengah dari kasus tersebut terjadi pada kelompok umur diatas
60 tahun.2,3
Faktor risiko lainnya yang berperan adalah disfungsi imunitas. Dimana
pasien imunosupresi memiliki 20-100 kali risiko untuk terkena herpes zoster
daripada pasien yang imunokompeten pada usia yang sama. Kondisi imunosupresi
yang sering berhubungan dengan herpes zoster adalah infeksi HIV, tranplantasi
sumsum tulang, leukemia, limfoma, kemoterapi dan penggunaan kortikosteroid.
Herpes Zoster dapat menjadi infeksi oportunistik pada pasien dengan HIV yang
merupakan tanda tersering pada imunodefisiensi. Jadi pasien dengan herpes zoster
dapat dipertimbangkan telah mengalami infeksi HIV.2
Faktor lain yang meningkatkan risiko herpes zoster antara lain adalah
gender perempuan, trauma fisik pada dermatome, IL-10 gen polymorphism, dan
kalangan kulit putih.2
Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi pada pasien dengan
imunokompeten, dan episode ketiga sangat jarang terjadinya. Pasien yang
mengalami serangan lebih dari satu episode mungkin dengan imunosupresi.
Pasien imunokompeten yang mengalami serangan berulang dari herpes zoster
mungkin mengalami infeksi berulang infeksi herpes simplek zosteriform.
Penularan herpes zoster tidak terlalu kontagius dibandingkan dengan
varicella. Dimana terjadi kemungkinan hanya 1 : 3 antara herpes zoster dengan
varicella. Selama 7 hari setelah kemunculan rash (ruam), virus dapat terisolasi
dari vesikel dan pustul pada herpes zoster tanpa komplikasi dan pada periode
waktu lebih lama pada pasien dengan imunosupresi. Pasien dengan dermatomal
zoster tanpa komplikasi dapat menyebabkan penularan melalui kontak langsung
dengan lesi. Transmisi udara dikatakan terbukti dapat menyebabkan penularan
herpes zoster. Penenlitian terbaru mengatakan populasi yang sebelumnya telah
mendapatakan vaksin varicella menurunkan insiden herpes zoster.2
Di Indosedia Sendiri Epidemiologi Herpes Zoster adalah 2232 pasien
herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia (2011-2013) Puncak
kasus terjadi pada usia 45-64 : 851 (37.95 % dari total kasus). Trend HERPES
ZOSTER cenderung terjadi pada usia yang lebih muda. Gender perempuan
cenderung mempunyai insiden lebih tinggi. Total kasus NPH adalah 593 kasus
(26.5% dari total kasus). Puncak kasus Neuralgia Pasca Herpes Zoster (NPH)
pada usia 45-64 yaitu 250 kasus.1
2.3 Etiologi
VZV merupakan anggota dari herpesvirus yang dimana terdapat juga
anggota lainnya sepert herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2),
cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr virus (EBV), human herpes virus-6 (HHV6) dan human herpes virus-7 (HHV-7) yang menyebabkan roseola (campak), dan
2.4.2 Patogenesis Nyeri pada Herpes Zoster dan Neuralgia Paska Herpetik
Nyeri merupakan gejala utama pada herpes zoster. Nyeri sering dirasakan
disertai dengan ruam, dan menetap walaupun ruam sudah menghilang atau
sembuh. Hal ini merupakan sebuah komplikasi yang disebut dengan Neuralgia
Paska Herpetik (NPH). 2
Kerusakan pada saraf perifer dan saraf ganglion memicu sinyal aferen
berupa nyeri. Inflamasi pada kulit memicu sinyal nosiseptif yang berkelanjutan
menyebabkan nyeri kutan. Banyaknya pelepasan asam amino eksitasi dan
neuropeptidase yang diinduksi oleh rentetan impuls aferen pada fase prodromal
dan fase akut dari herpes zoster yang menyebabkan kerusakan eksotoksik dan
hilangnya fungsi inhibisi dari interneuron pada saraf tulang bealakang. Kerusakan
pada saraf tulang belakang dan ganglion, dan saraf perifer merupakan patogenesis
dari NPH. Kerusakan pada saraf aferen primer dapat menjadikan stimulus yang
spontan secara aktif dan hipersensitif terhadap stimulus perifer. Banyaknya
aktivitas nociceptor dan impuls yang ektopik mensensisitasi SSP, menambahkan
dan memanjangkan response sentral terhadap rangsangan noxious. Secara Klinis
hal ini mengakibatkan allodynia (nyeri atau sensasi tidak nyaman seperti
rangsangan cahaya) dengan tanpa atau sedikit hilangnya sensoris.2
2.5 Gejala Klinis
2.5.1 Gejala Prodormal
Berlangsung 15 hari. Keluhan biasanya diawali dengan nyeri dan
paresthesia pada daerah dermatom yang akan timbul lesi dan dapat berlangsung
dalam waktu yang bervariasi. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung
terus-menerus atau sebagai serangan yang hilang timbul. Hampir seluruh pasien
mengalami nyeri pada daerah dermatom pada fase akut (30 hari dari munculnya
erupsi atau ruam). Keluhan bervariasi dari rasa gatal, kesemutan, panas, pedih,
nyeri tekan, hiperestesi sampai rasa ditusuk-tusuk. Pada beberapa pasien nyeri
dapat sangat intens dan menganggu. Nyeri akut herpes zoster dapat berhubungan
dengan penurunan fungsi fisik, stress emosional, dan penurunan fungsi sosial.
Selain nyeri, dapat didahului dengan cegukan atau sendawa. Gejala konstitusi
berupa malaise, sefalgia, Other flu like syndrome yang biasanya akan menghilang
sampai
dengan
kantus
medialis)
harus
diwaspadai
Herpes zoster aberans: herpes zoster disertai vesikel minimal 10 buah yang
melewati garis tengah.
Herpes
zoster
pada
imunokompromais:
perjalanan
penyakit
dan
Tes Tzanck melalui scrapping dan biopsi dapat menyediakan hasil yang
lebih diandalkan untuk pemeriksaan histologi. (adanya perubahan sitologi
sel epitel dimana terlihat multi nucleated giant sel dan acidophilic
intranuclear inclusion bodies). (Gambar 6)
Definitif diagnosis melalui isolasi virus pada kultur inoklusi sel dengan
melalui cairan vesikel, darah, cairan cerebrospinal, jaringan yang
terinfeksi, atau identifikasi langsung melalui antigen VZV atau asam
nukleat. Dapat sekaligus menentyukan senstitivitas terapi.
Tes Serologi sebagai retrospektif diagnosis dari varisela dan herpes zoster
pada fase akut atau penyembuhan sebagai perbandingan menggunakan
tenik enzyme-linked immunoserbent (ELISA) yang dapat mendeteksi
pasien yang dicurigai terinfeksi nantinya menjadi kandidat preventif atau
isolasi. Namun hal ini biasanya memiiki kekurangan sensifitas dan
spesifisitas karena adanya pasien yang kebal dan memberikan hasil positif
palsu. Tes yang lebih sensitif sudah dikembangkan untuk
mengukur
10
2.8 Komplikasi
2.8.1 Komplikasi Kutaneus
-
11
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Strategi 6A1,2
Strategi penanganan herpes zoster dikenal dengan strategi 6 A.
1
12
Antiviral
Antivirus diberikan tanpa melihat waktu timbulnya lesi pada :
Pengotaban Antivirus:
Asiklovir iv 3 x 10 mg/KgBB/hari
Catatan khusus :
13
Analgetik
14
Antidepressant/antikonvulsant
Allay anxiety-counselling
Pengobatan Topikal
Terapi Suportif
Jangan digaruk
Pakaian longgar
Tetap mandi
Dosis
awal/efektif
Maximal
3
Titrasi
Efek samping
Precaution
Lokal eritema
15
Patch 5%
Patch/
hari
selama 12 jam
Cream Capsain 4 kali/ hari
0,075%
Capsain
Patch Setiap
8%
dan
eritama, ruam
hidung
Nyeri pada daerah
30-90
menit
penggunaan, lokal
eritama,
efek
ruam,
sistemik
Dosis awal
10 mg setiap
Titrasi
Ditingkatka
Efek samping
Sedasi, mulut
Precaution
Hindari
Trisiklik
malam (2
n 20 mg
kering,
pada pasien
Antidepresan
jam sebelum
setiap 7 hari
pandangan
dengan
tidur)
menjadi 50
kabur,
penyakit
mg,
penambahan
jantung,
kemudian
berat badan,
glaukoma,
100 mg dan
retensi urine
kejang, dan
150 mg tiap
penggunaan
malam
berasamaan
dengan
Gabapentin
Pregabalin
3 x 100 mg/
100-300 mg
Sedasi, Pusing,
tramadol
Hindari
hari
ditingkatkan
Edema perifer
pada pasien
setiap 5 hari
dengan
sampai dosis
gangguan
1800-3600
ginjal
2 x 75 mg/
mg perhari
Tingkatkan
Sama dengan
Sama
hari
sampai 2 x
gabapentin
dengan
gabapentin
dalam satu
minggu
16
Lini Kedua :
Morphine 90
5-15 mg
Setelah 1-2
Morphine dan
mg/ hari,
setiap 4 jam
minggu ubah
Oxycodone
oxycodone
sesuai
menjadi dosis
45 mg/ hari
kebutuhan
long acting
opioid dan
gunakan short
acring sebagai
meikasi
Tramadol
50 mg/ hari
Tingkatkan
penyelamatan
Mual, muntah,
Sama
50 mg setiap
konstipasi,
dengan
3-4 hari
mengantuk,
morphin
sampai dosis
pusing, kejang,
dan hindari
antara 100-
penggunaan
bersamaan
dalam dosis
dengan
terbagi
SSRI, dan
trisiklik
antidepresa
n
Herpes Zoster yang luas sampai menganggu keadaan umum (tidak dapat
makan atau minum)
2.9.4 Pencegahan1
Metode pencegahan dapat berupa :
-
17
18
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
:M
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 25 tahun
Bangsa
: Indonesia
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Alamat
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Status Pernikahan
: Janda
Tanggal pemeriksaan
: 4 Oktober 2016
3.2 Anamnesis
Keluhan utama : Bintik berair pada lengan kiri
Perjalanan Penyakit :
Pasien datang dengan keluhan bintik berair sejak 4 hari yang lalu. Dikatakan
bintik berair terdapat pada lengan kiri pasien dari pergelangan tangan hingga
punggung atas pasien. Sebelum munculnya bintik berair dikatakan kulit pasien
terasa sakit, panas seperti terbakar. Pasien mengatakan nyeri dirasakan kadang
hilang dan timbul sepanjang hari. Kemudian pasien mengerok dengan kulit yang
dirasakan panas tersebut dan keseoksan harinya mulai muncul ruam dan bintikbintik berair. Awalnya bintik berair hanya muncul beberapa namun lama namun
semakin bertambah dan menjadi bintik bintik yang berkumpul dimana pasien
mengatakan ada bintik yang lebih besar dan lebih kecil dan bintik kecil masih ada
yang tumbuh pada hari pemeriksaan. Pasien mengatakan sempat menggunakan
salep yang diberikan oleh majikannya namun gejala dikatakan tidak berkurang.
Gejala lainnya seperti demam, lemas, nyeri kepala, batuk, dan pilek disangkal
oleh pasien.
19
: Baik
TD
: 110/70 mmHg
HR
: 80 x/mnt
RR
: 16 x/mnt
: 4/10
Status dermatologis
Lokasi
20
Effloresensi
Kulit
: kering
Mukosa
Rambut
Kuku
: tidak di evaluasi
Saraf
: tidak di evaluasi
21
Gambar 7. Lesi kulit ditemukan di regio manus Sinistra dan servikal sinistra
setinggi C6-C7
3.4 Resume
Pasien perempuan, umur 25 tahun, suku jawa, agama Islam, datang dengan Pasien
datang dengan keluhan bintik berair sejak 4 hari yang lalu. Dikatakan bintik berair
terdapat pada lengan kiri pasien dari pergelangan tangan hingga punggung atas
pasien. Sebelum munculnya bintik berair dikatakan kulit pasien terasa sakit, panas
seperti terbakar. Pasien mengatakan nyeri dirasakan kadang hilang dan timbul
sepanjang hari. Kemudian pasien mengerok dengan kulit yang dirasakan panas
tersebut dan keseoksan harinya mulai muncul ruam dan bintik-bintik berair.
Awalnya bintik berair hanya muncul beberapa namun lama namun semakin
bertambah dan menjadi bintik bintik yang berkumpul dimana pasien mengatakan
ada bintik yang lebih besar dan lebih kecil dan bintik kecil masih ada yang
tumbuh pada hari pemeriksaan. Pasien mengatakan sempat menggunakan salep
yang diberikan oleh majikannya namun gejala dikatakan tidak berkurang. Gejala
lainnya seperti demam, lemas, nyeri kepala, batuk, dan pilek disangkal oleh
pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status vital dan status generalis dalam
batas normal. Dari pemeriksaan status dermatologisnya pada regio Regio Manus
Sinistra, dan servikal sinistra setinggi C6-C7 terdapat Makula eritema dengan
vesikel, multiple, bentuk bulat berukuran 0,2-0,3 cm, dinding kendur berisi cairan
serous yang jernih keabu-abuan, beberapa membentuk bula, multiple, bentuk
geograifika, ukuran 1 x 0,5 cm 2 x 1 cm, dinding kendur, berisi cairan serous
jernih keabu-abuan dan ada yang berwarna hitam dengan distribusi asimetris.
3.5 Usulan Pemeriksaan
-Pemeriksaan Histopatologi Tzanck
- Identifikasi antigen dengan PCR
3.6 Diagnosis banding
- Herpes Zoster
22
- Dermatitis Venenata
- Herpes Simplek Zosteriformis
3.7 Diagnosa Kerja
Herpes Zoster manus sinistra dan servikal setinggi C6-C7
3.8 Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa
Topikal :
-
Sistemik :
-
KIE
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dialami serta komplikasi
yang mungkin terjadi.
2. Pasien beristirahat di rumah, mengurangi aktivitas yang berat untuk
mengurangi gejala yang muncul akibat kelelahan (imunosupresi), stress
emosional dan makan yang teratur.
3. Penggunaan obat sesuai aturan dan memperhatikan cara pemakaian.
4. Dijaga kebersihan rumah setiap hari. Alat-alat pribadi (handuk, sabun, selimut)
sebaiknya tidak dipakai bersama-sama.
5. Menggunakan pakaian yang longgar untuk mengurangi nyeri yang muncul.
3.9 Prognosis
Dubius ad bonam
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Herpes Zoster ditegakkan melalui hasil dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan dibantu oleh pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini diagnosis banding
dermatitis venenata dijadikan sebagai diagnosis banding karena keluhan pasien
yang berupa bintik berair yang disertai dengan bula di sekitarnya. Namun pada
pasien ini riwayat kontak dengan bahan iritan atau gigitan serangga tidak
ditemukan. Pasien tidak memiliki gejala prodromal seperti pada herpes zoster, dan
biasanya lesi akan muncul tiba-tiba di pagi hari atau saat pasien beraktivitas.
Selain itu dari permeriksaan dermatologi ditemukan bahwa lesi kulit yang
tebentuk bergerombol dengan batas tegas, sedangkan pada dermatitis venenata
biasanya ditemukan lesi berbentuk linear dan berwarana merah dengan batas yang
tidak tegas dimana terdapat jaringan nekrosis di tengahnya. Pada pasien juga
terapat lesi di daerah punggung yang tertutupi pakaian yang biasanya bukan
disebabkan oleh kontak dengan serangga.
Pasien juga di diagnosis banding dengan herpes simplex zosteriformis.
Pada pasien dikeluhkan dengan bintik berair dan perkembangan lesi yang mirip
dengan herpes simplek zosteriformis. Namun herpes simplek zosteriformis
biasanya merupakan infeksi berulang dari infeksi primer herpes simplek yang
sebelumnya. Sehingga di anamnesis biasanya akan ditemukan riwayat infeksi
herpes simplek sebelumnya dimana akan terbentuk lesi pada daerah orolabial
maupun genital sebelumnya. Infeksi HSV-2 merupakan infeksi yang lebih sering
berulang dan biasanya lebih fokus terjadi pada daerah genitalia. Infeksi berulang
yang sering terjadi akan membentuk vesikel yang kecil berkelompok dengan
eritema yang dapat terjadi pada dearah genitalia, yang dapat menyebar menuju
daerah perigenital seperti abdomen, inguinal, pantat atau paha yang dapat terjadi
kembali di lokasi yang sama atau berpindah. Virus HSV biasanya juga bertahan
pada neuron ganglia yang terkena infeksi pada awal dan bergantung dari kondisi
host dalam infeksi berulang. Adapun beberapa hal yang dapat memicu terjadinya
berulang seoerti trauma minor, radias ultraviolet, infeksi saluran pernafasan atas,
pembedahan dan stress emosional. Untuk memastikan diagnosis bukan
24
25
26
BAB V
KESIMPULAN
Penderita pada laporan kasus ini didiagnosis dengan Herpes Zoster. Pada
anamnesis ditemukan gejala prodromal herpes zoster dan pada pemeriksaan
dermatologis ditemukan gambaran Makula eritema dengan vesikel, multiple,
dinding kendur berisi cairan serous yang jernih keabu-abuan, beberapa
membentuk bula, multiple dengan distribusi asimetris. pada bagian manus sinistra
dan servikal setinggi C6-C7.
Pasien diterapi secara topikal dengan kompres Nacl 0,9% dan antiviral
sistemik. Pasien diberi KIE untuk menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit
yang dialami serta komplikasi yang mungkin terjadi, beristirahat di rumah,
mengurangi aktivitas, stress emosional dan makan yang teratur. Penggunaan obat
sesuai aturan dan memperhatikan cara pemakaian. Menjaga kebersihan rumah
setiap hari. Alat-alat pribadi (handuk, sabun, selimut) sebaiknya tidak dipakai
bersama-sama. Menggunakan pakaian yang longgar. Dan kembali kontrol satu
minggu kemudian.
27