PENDAHULUAN
Tonsil atau amandel merupakan kumpulan jaringan limfoid yang
berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara
menahan kuman yang masuk ketubuh melalui mulut, hidung dan
kerongkongan. Terdapat tiga macam tonsil yang merupakan bagian dari cincin
Weldeyer yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsila faucial), dan
tonsila lingual (tonsil pangkal lidah). Tonsil palatina yang biasa disebut tonsil
saja terletak di dalam fossa tonsil. Tonsil faringeal terletak di mukosa dinding
lateral tongga mulut.1
Tonsilitis atau yang sering dikenal dengan amandel adalah peradangan
pada tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Weldeyer. Peradangan
pada tonsil ini bisa disebabkan oleh bakteri atau virus. Beberapa virus yang
sering menjadi penyebab adalah adenovirus, virus influenza, virus Epstein bar,
enterovirus, dan virus herpes simplek. Salah satu penyebab tersering dari
tonsillitis adalah infeksi oleh bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik
(GABHS). Selain itu juga ada bakteri Streptokokus viridans dan Streptokokus
piogenes. Bakteri penyebab tonsilitis akut lainnya meliputi Stafilokokus Sp.,
Pneumokokus, dan Hemofilus influenzae. Hemofilus influenzae menyebabkan
tonsilitis akut supuratif. Penyebaran infeksi bisa melalui udara (droplet),
tangan, dan kontak dengan air liur.2
Tonsillitis adalah penyakit yang hampir umum terjadi. Berdasarkan data
epidemiologi THT pada 7 provinsi di Indonesia pada rentang dua tahun antara
tahun 1994-1996, prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8% tertinggi kedua
setelah nasofaringitis akut 4,6%. Tonsillitis paling sering terjadi pada anakanak dengan usia >2 tahun. Tonsillitis yang disebabkan oleh Streptococcus
biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan yang disebabkan oleh
virus lebih sering pada anak-anak muda. Data epidemiologi menunjukkan
bahwa tonsillitis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun
dan dewasa usia 15-25 tahun.3,4
Secara umum anak lebih mudah terkena radang amandel. Penyakit tonsil
timbul pada anak karena daya tahan tubuh anak masih dalam proses
pembentukan dan juga pola hidup anak dan sering mengkonsumsi makanan
dan minuman yang kurang sehat tanpa mengetahui kandungan gizi
didalamnya. Seperti yang terjadi sekarang ini bahwa makanan sekarang
banyak mengandung zat-zat yang kurang baik bagi kesehatan anak.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL
Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin
Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang
terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tuba
Eustachius.2
kalangan masyarakat.1,3
Angina Plaut Vincent disebabkan karena kurangnya tingkat
kebersihan mulut, defisiensi vitamin c serta kuman spirilum dan
basil fusi form. Gejalanya biasa diawali dengan demam sampai 39
derajat Celsius, nyeri kepala, badan lemah, gusi berdarah,
hipersalivasi dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Pada
pemeriksaan rongga mulut didapatkan faring hiperemi, tampak
membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi,
10
Tonsilitis Kronis
Tonsilitis Kronis
Eksaserbasi akut
Hiperemis dan edema
tidak hiperemis
Kripte melebar
Kripte melebar
Detritus (+)
Detritus (+)
Perlengketan (+)
Perlengketan (+)
Sembuhkan radangnya, Jika perlu Bila mengganggu lakukan
analgetika,
lakukan
obat kumur
minggu
tonsilektomi
6 Tonsilektomi
Leukosit
Hemoglobin
Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari sediaan
apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam kuman
dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus hemolitikus,
Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.7
11
Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris,
nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan
nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi membengkak
ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan
membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga
bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat
terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf cranial dapat
menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan serta pada
ginjal dapat menimbulkan albuminuria.10
b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di mulut, gigi
dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan
hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan di tonsil,
uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan
faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula
membesar.10
c. Mononucleosis infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane semu
yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat
pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal. Gambaran
darah khas yaitu terdapat leukosit mononucleosis dalam jumlah besar.
Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi
terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).10
2.9 PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang efektif diberikan adalah antibiotika
khususnya antibiotika beta laktam. Antibiotik mengurangi demam dan
mengurangi rasa sakit bila dibandingkan dengan placebo, terutama terlihat
pada pemberian hari ke-3. Selain itu, pemberian beta-laktam juga
memberikan perlindungan yang relatif baik terhadap demam reumatik dan
12
Steroid
yang
dapat
diberikan
seperti
deksametason,
Head
and
menurut
Neck
American
Surgery
Academy
Clinical
of
Indicators
pulmonale.
Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
e
f
g
h
hemolitikus.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
13
Indikasi relative : 12
a Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
b Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
c Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase
d Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
Kontra indikasi :12
a Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
b Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
c Infeksi saluran nafas atas yang berulang
d Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
e Celah pada palatum
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke
daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari
tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai
berikut :1
1
a
Abses Parafaringeal ,
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah bening
atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
14
Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring
masih berisi kelenjar limfe.1
Kista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil
berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.1
Glomerulonefritis
Glomerulonephritis post-streptococcal adalah suatu kemungkinan yang
masih ada meskipun penanganan sudah dilakukan dan harus
diwaspadai.13
15
16
BAB III
LAPORAN KASUS
I
Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Agama
Suku
Bangsa
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
:
:
:
:
:
:
:
:
:
II Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri di tenggorokan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki umur 7 tahun datang ke Poliklinik THT RSUD Karangasem
diantar oleh ibu beserta adiknya dalam keadaan sadar dan mengeluh nyeri pada
tenggorokan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien
makan dan minum. Pasien merasa ada yang seperti mengganjal di tenggorokan
yang semakin lama berubah menjadi nyeri. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk,
dan berlangsung terus-menerus yang terutama dirasakan ketika pasien menelan.
Pasien juga mengalami pilek dan batuk yang terjadi bersamaan dengan keluhan
nyeri di tenggorokan. Orang tua pasien mengatakan semenjak pasien mengalami
keluhan tersebut nafsu makan pasien menjadi berkurang, terkadang pasien hanya
mau makan tiga suap saja. Pasien juga dikatakan sangat suka dan sering makan
snack/makanan ringan kemasan, somai, bakso, sosis, permen dan makanan
berpengawet lainnya. Pasien juga sangat suka membeli es dan minum minuman
yang dingin. Pasien dikatakan ada riwayat demam sejak seminggu yang lalu dan
sudah dibawa ke puskesmas dan dikasi obat sehingga keluhan demam membaik.
Pasien juga dikatakan adanya keluhan mendengkur ketika pasien tidur dan nafas
17
pasien bau. Keluhan nyeri pada telinga, rasa penuh, suara mendenging disangkal.
Pasien juga menyangkal adanya rasa cairan yang mengalir pada tenggorokan
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien dikatakan agak sering mengalami keluhan seperti ini. Pasien sudah
pernah mengalami keluhan seperti ini sejak pasien berumur 3 tahun. Dalam
setahun pasien mengalami keluhan seperti ini bisa sampai empat kali. Terakhir
kali pasien mengalami keluhan seperti ini sekitar dua bulan yang lalu. Orang tua
pasien menyangkal ada riwayat asma, hipertensi dan diabetes pada pasien.
Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat, makanan maupun bahan
tertentu.
Riwayat Pengobatan :
Pasien dikatakan sudah sempat berobat ke Puskesmas satu minggu yang
lalu saat keluhan muncul dan diberi obat yang rutin diminum pasien. Namun
nyeri di tenggorokan masih sampai sekarang. Sehari sebelum datang pasien
pergi ke puskesmas untuk kontrol lalu pasien di rujuk ke RSUD Karangasem.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Sepupu pasien pernah mengalami
tonsillitis
tonsilektomi. Adik pasien juga sering mengalami keluhan seperti yang dikeluhkan pasien
saat ini.
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 84x/menit
Respirasi
: 20x/menit
Temperature
: 37 C
BB/TB
: 21 kg/ 146 cm
Status General
Kepala
: Normocephali
Mata
THT
Leher
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
Kanan
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Kiri
Normal
Tidak ada
Tidak ada
Lapang
Serumen (+)
Serumen (+)
Membran Timpani
Cairan (-)
Intak
Cairan (-)
Intak
Tumor
Tidak ada
Tidak ada
Hidung
Hidung Luar
Kavum Nasi
Septum
Sekret
Mukosa
Tumor
Kanan
Normal
Lapang
Tidak ada deviasi
Ada
Hiperemi
Tidak ada
Kiri
Normal
Lapang
Tidak ada deviasi
Ada
Hiperemi
Tidak ada
19
Konka
Sinus
Koana
Kongesti
Normal
Normal
Kongesti
Normal
Normal
Tenggorok
Dispneu
Sianosis
Mukosa
Dinding belakang faring
Stridor
Suara
Tonsil
Tidak ada
Tidak ada
Hiperemi
Granulasi (-), post nasal drip (-)
Ada
Normal
T4 / T3 Hiperemis, Kripta Melebar, Detritus (+)
IV Resume
Pasien laki-laki umur 7 tahun, Hindu, suku Bali datang dengan keluhan nyeri pada
tenggorokan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien menelan
saat makan maupun minum. Pasien merasa ada yang seperti mengganjal di tenggorokan
yang semakin lama berubah menjadi nyeri. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, dan
berlangsung terus-menerus yang terutama dirasakan ketika pasien menelan. Pasien juga
mengalami pilek dan batuk. Pasien dikatakan ada riwayat demam . Pasien sempat
berobat ke Puskesmas satu minggu yang lalu namun keluhan utama masih sampai
sekarang. Pasien mendengkur ketika tidur dan nafas pasien bau. Pada pemeriksaan fisik
umum ditemukan tanda vital dan status generalis dalam kondisi baik. Pada pemeriksaan
THT telinga dalam kondisi normal. Pada pemeriksaan hidung didapatkan mukosa
hiperemi, konka kongesti, sekret (+). Pada pemeriksaan tenggorokan didapatkan suara
pasien normal, tonsil berukuran T4/T3, mukosa hiperemi, kripta melebar, fluktuasi (-),
mukosa dinding belakang faring berwarna merah muda dan uvula terletak tepat di medial
tanpa deviasi.
V Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronik T4/T3 Eksaserbasi Akut
VI Penatalaksanaan
Medikamentosa:
-
Cefixime 2x100 mg
Paracetamol 3x250 mg
Vitamin C 1x100 mg
Ambroxol 3x 30 mg
20
Operatif:
-
KIE:
-
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri pada tenggorokan
sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri terutama dirasakan ketika pasien makan dan minum.
Pasien merasa ada yang seperti mengganjal di tenggorokan yang semakin lama
berubah menjadi nyeri. Pasien juga mengeluh pilek, batuk, dan demam. Diagnosis
yang ditegakkan adalah tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini sesuai dengan
keluhan utama yaitu nyeri tenggorokan terutama saat menelan, hal tersebut muncul
diakibatkan reaksi inflamasi sehingga muncul edema, hiperemis, dan nyeri
menelan.1,2,7 Menurut teori Mawson (1977) mengenai gejala tonsillitis kronis, yang
21
membaginya menjadi dua, yaitu, 1.) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa tidak enak
di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa
tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan
persendian.8
Pasien juga mengeluhkan sering terjadi kekambuhan gejala, sebanyak lebih
kurang empat kali dalam satu tahun. Pasien memiliki riwayat penyakit yang sama dan
sudah dirasakan sejak berumur 3 tahun. Pasien juga dikatakan sangat suka dan sering
makan snack/makanan ringan kemasan, somai, bakso, sosis, permen dan makanan
berpengawet lainnya. Pasien juga sangat suka membeli es dan minum minuman yang
dingin. Hal ini sesuai dengan faktor resiko dari tonsillitis kronis yaitu tonsillitis
paling sering terjadi pada anak-anak sejak usia > 2 tahun dan kejadian paling tinggi
pada usia 5-10 tahun.
3,4
tubuh anak masih rendah, masih dalam proses pembentukan pola hidup, sehingga
kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang kurang sehat tanpa
mengetahui kandungan gizi di dalamnya sering terjadi.1,5
Faktor resiko yang didapatkan pada pasien ini memiliki hubungan yang erat
dengan patofisiologi tonsilitis. Pasien berkali-kali makan dan minum yang kurang
higienis, sehat, dan tidak bergizi, serta berpengawet. Hal ini sesuai dengan teori
patofisiologi tonsillitis bahwa patogen yang menginfeksi pada tubuh kita berupa
bakteri atau virus yang masuk melalui hidung atau mulut dapat terjadi secara aerogen
ataupun foodform. Pada keadaan dimana patogen yang masuk terlalu banyak ,
paparan patogen yang terjadi berkali-kali, atau kondisi tonsil yang tidak optimal,
infeksi akan terjadi dan dinamakan tonsilitis. Patogen akan menginfiltrasi lapisan
epitel, bila epitel terkikis maka akan muncul reaksi dengan infiltrasi sel
polimorfonuklear dari jaringan limfoid superfisial.. Infiltrasi polimorfonuklear
membuat
tonsil
22
mengalami flu (pilek). Pasien juga mengaku sedang batuk. Pada pemeriksaan
tenggorok didapatkan tonsil mengalami pembesaran T4 pada tonsil kanan dan T3
pada tonsil kiri, hiperemis, kripta melebar, berisi detritus. Temperatur pasien 37 C
termasuk subfebris. Hal ini sesuai dengan teori dari Mawson (1997) yaitu gejala
klinis tonsillitis kronis dengan kripta melebar berisi detritus.8 Dikatakan eksaserbasi
akut sesuai pendapat dari Nurjannah (2009) jika ditemukan tonsil hiperemis, kripta
melebar, dan berisi detritus.9 Ukuran tonsil sesuai klasifikasi pada tonsislitis T4 :
>75%, tonsil menutupi orofaring (batas medial tonsil melewati jarak pilar anterioruvula sampai uvula atau lebih). T3 : > 50% sampai < 75% tonsil menutupi orofaring,
(batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior-uvula sampai jarak pilar
anterioruvula).9
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, diagnosis tonsillitis kronis
eksaserbasi akut sudah dapat ditegakkan. Diagnosis diarahkan dari gejala klinis
berupa nyeri saat menelan yang disertai dengan batu, pilek dan demam subfebris.
Penemuan pembesaran tonsil T4/T3 dengan hiperemis, kripta melebar, berisi detritus.
Penatalaksanaan tonsilitis dapat berupa terapi antibiotik, suportif, ataupun
terapi operatif dengan indikasi tertentu. Pada kasus ini, penderita diberikan antibiotik
untuk menanggulangi infeksi yang sedang terjadi dan diharapkan dapat mengurangi
reaksi peradangan. Parasetamol juga diberikan sebagai analgesik dan antipiretik
apabila keluhan nyeri dan demam atau kenaikan suhu tubuh dirasakan oleh pasien.
Mukolitik diberikan untuk mengencerkan dahak dan lender karena pasien
mengeluhkan batuk dan pilek. Vitamin C diberikan sebagai terapi suportif agar daya
tahan tubuh semakin membaik dan pemulihan kesehatan pasien lebih cepat. Terapi
operatif juga diusulkan karena pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien pernah
mengalami hal yang sama menandakan adanya perjalanan penyakit yang kronis.
Pembengkakan tonsil yang menutupi sebagian orofaring juga menjadi salah satu
pertimbangan sebagai indikasi untuk melakukan tonsilektomi. KIE yang diberikan
kepada pasien berupa pengingat untuk menghindari faktor-faktor pencetus seperti
makan makanan yang mengandung es atau dingin, makanan yang tidak terjamin
kebersihannya, dan juga agar pasien untuk menjaga kebersihan dan membiasakan
23
DAFTAR PUSTAKA
Adams.G.L, Boies.L.R, Higler. P.A. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed.
Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997. pg: 330-44. (diakses: 8 Maret 2015)
24
Otorhinolaryngology - Head and Neck Surgery 2014, Vol. 13, ISSN 18651011.
25