Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Keluhan nyeri tenggorokan sering dialami tidak hanya oleh
anak-anak tetapi juga orang dewasa. Keluhan-keluhan infeksi
saluran pernafasan atas, sakit tenggorok dan penyakit-penyakit
telinga dapat disebabkan oleh karena gangguan dari tonsil dan
adenoid yang berada pada area cincin Waldeyer. Lokasi tonsil
pada saluran pernafasan dan pencernaan menyebabkan ia tidak
jarang terkena fokal infeksi, serta bisa juga membesar dan
mengganggu proses menelan/pernafasan, sehingga tonsilitis
kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering
dari semua penyakit tenggorokan yang berulang.
Peran imunitas dari tonsil adalah sebagai pertahanan
primer untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur
produksi dari immunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif
pada umur antara 4 hingga 10 tahun dan akan menurun setelah
masa pubertas. Hal ini menjadi alasan fungsi pertahanan dari
tonsil lebih besar pada anak-anak daripada orang dewasa. Anakanak mengalami perkembangan daya tahan tubuhnya terhadap
infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan
salah satu organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi
imunitas yang luas.
Diluar struktur tonsil, saluran pernafasan juga memiliki
faring yang berada dekat dengan area cincin Waldeyer. Faring
juga sering mengalami peradangan dinding faring yang dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma maupun toksin
lainnya. Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan
menimbulkan reaksi inflamasi lokal. Infeksi bakteri grup A
Streptokokus hemolitikus dapat menjadi berbahaya karena
dapat melepas toksin ekstraseluler dan menyebabkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung dan juga glomerulonefritis
akut.2,3

Infeksi kronis pada faring dapat muncul dalam bentuk


hiperplastik dan atrofi. Radang kronis yang terjadi pada tonsil
dan faring ini dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi baik
komplikasi ke daerah sekitar atau pun komplikasi jauh.2
Komplikasi ini dapat dihindarkan apabila dokter mengetahui
tatalaksana untuk kedua infeksi ini dengan tepat, sehingga
komplikasi dapat dicegah. Dalam laporan ini akan dibahas
mengenai tonsilofaringitis kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tonsil
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen
yang letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai
suatu organ. Pada tonsil terdapat epitel permukaan yang
ditunjang oleh jaringan ikat retikuler dan kapsul jaringan ikat
serta kriptus di dalamnya.1,2
Berdasarkan lokasinya, tonsil dibagi menjadi :
1. Tonsilla lingualis, terletak pada radix linguae.
2. Tonsilla palatina (tonsil), terletak pada isthmus faucium
antara arcus glossopalatinus dsan arcus glossopharingicus.
3. Tonsilla pharingica (adenoid), terletak pada dinding dorsal
dari nasofaring.
4. Tonsilla tubaria, terletak pada bagian lateral nasofaring di
sekitar ostium tuba auditiva.
5. Plaques dari Peyer (tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, tonsilla lingualis,
tonsilla palatina, tonsilla pharingica dan tonsilla tubaria
membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas
dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin
Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap
infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin
Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak,
adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan
kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.

2,4

Gambar 1. Penyusun saluran

Jaringan pernafasan atas


Cincin

limfoid pada
Waldeyer

berperan penting pada awal kehidupan, yaitu sebagai daya


pertahanan lokal yang setiap saat berhubungan dengan agen
dari luar (makan, minum, bernafas), dan sebagai surveilen imun.
Fungsi ini didukung secara anatomis dimana di daerah faring
terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping
itu bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya
udara pernafasan. Dengan demikian kesempatan kontak
berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin Waldeyer itu semakin besar.2
2.1.1 Embriologi Tonsilla Palatina
Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan
bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina.
Pilar tonsil berasal dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripte
tonsillar pertama terbentuk pada usia kehamilan 12 minggu dan
kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu.4
2.1.2 Anatomi Tonsilla Palatina
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk
ovoid yang terletak pada dinding lateral orofaring dalam fossa
tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan
permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring.
Permukaannnya tampak berlubang-lubang kecil yang berjalan ke
dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20 kripte. Pada
bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah
intratonsil dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis

jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla palatina, terletak


berdekatan dengan tonsilla lingualis.2,5
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina
adalah :
1. Anterior : arcus palatoglossus
2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis
superior oleh jaringan areolar longgar. A. carotis interna
terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsilla.
2.2 Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya
seperti corong yang besar di bagian atas dan sempit di bagian
bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke 6.
Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler,
pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Fungsi faring
terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi
suara dan untuk artikulasi. Unsur-unsur faring tersusun atas
mukosa, palut lender (mucous blanket) dan otot.2
Faring terbagi atas 3 bagian yaitu sebagai berikut:
1. Nasofaring
Batas nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak,
dibagian bawah adalah palatum mole, ke depan adalah
rongga hidung sedangkan ke belakang adalah vertebra
servikal.
2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya
adalah palatum mole, batas bawah adalah tepi atas
epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke
belakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat di
rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior,
uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.
3. Laringofaring

Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas


epiglottis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah
esophagus, serta batas posterior adalah vertebra servikal.
Apabila diperiksa denga kaca laring struktur yang tampak
adalah dasar lidah atau valekula yaitu berupa dua buah
cekungan.
2.3 Tonsilofaringitis
2.3.1 Definisi
Tonsilofaringitis merupakan peradangan pada tonsil atau faring
ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri (seperti str.
Beta hemolyticus, str. Viridans, dan str. Pyogenes) dan juga oleh
virus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur.2,5,6
2.3.2 Etiologi
Tonsilofaringitis biasanya disebabkan oleh virus, lebih sering
disebabkan oleh virus common cold (adenovirus, rhinovirus,
influenza, coronavirus, respiratory syncytial virus), tapi kadangkadang disebabkan oleh virus Epstein-Barr, herpes simplex,
cytomegalovirus, atau HIV.1,2,3 Etiologi berdasarkan Morrison yang
mengutip hasil penyelidikan dari Commission on Acute
Respiration Disease yang bekerja sama dengan Surgeon General
of the Army, dimana dari 169 kasus didapatkan :
- 25 % disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus yang
pada masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer
-

Streptokokus antibodi dalam serum penderita.


25 % disebabkan oleh Streptokokus lain yang tidak
menunjukkan kenaikan titer Sreptokokus antibodi dalam

serum penderita.
Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus

influensa.
Ada pula yang menyebutkan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai
berikut2,5,6:
1. Streptokokus hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influensa
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5

5. Tuberkulosis (pada immunocompromise)


2.3.3 Prevalensi
Tonsilofaringitis dapat mengenai semua umur, dengan insiden
tertinggi pada anak-anak usia 5-15 tahun. Pada anak-anak,
Group A streptococcus menyebabkan sekitar 30% kasus
tonsilofaringitis akut, sedangkan pada orang dewasa hanya
sekitar 5-10%. Tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh Group
A streptococcus jarang terjadi pada anak berusia 2 tahun ke
bawah. Keradangan kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil
yang pada umumnya sering didahului oleh suatu keradangan di
bagian tubuh lain, seperti misal sinusitis, rhinitis, infeksi umum
seperti morbili, dan sebagainya.1,4
2.3.4 Patofisiologi
Proses keradangan dimulai pada satu atau kebih kripte tonsil.
Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan
jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini
akan mengerut sehingga kripte akan melebar. Secara klinis kripte
ini akan tampak diisi oleh detritus (epitel yang mati, sel leukosit
yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat
berwarna kekuning-kuningan). Proses ini meluas hingga
menembus kapsul dan akhirnya timbul perlekatan dengan
jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak, proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar submandibula.4,5,7

Gambar 2. Diagram potongan melintang tonsil (dilihat dengan


mikroskop)

2.3.5 Manifestasi Klinis


Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, terasa kering
dan pernafasan berbau, rasa sakit terus menerus pada
kerongkongan dan sakit waktu menelan. Pada pemeriksaan,
terdapat 2 macam gambaran tonsil yang mungkin tampak2,4,6 :
1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan
perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil
ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju.
2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadangkadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi
yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat
yang purulen.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring,
dengan mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan
dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :
T0

: Tonsil masuk di dalam fossa

T1

: <25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume

nasofaring

T2

: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume

nasofaring
T3

: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

nasofaring
T4

: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume

nasofaring
Sedangkan pada infeksi faring yang kronis dapat terjadi dua
bentuk faringitis kronis hiperplastik dan faringitis kronik atrofi.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa
dinding posterior faring tampak kelenjar limfa dibawah mukosa
faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan bergranula. Gejala yang
dikeluhkan pasien adalah tenggorokan kering dan batuk
berdahak. Pada faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan
dengan rhinitis atrofi. Biasanya selain mengeluh tenggorok
kering pasien juga mengeluhkan mulut berbau.
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hal sebagai berikut:
1. Anamnesa
Anamnesa ini merupakan hal yang sangat penting, karena
hampir 50 % diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa saja.
Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada
tenggorok yang terus menerus, sakit waktu menelan, nafas
bau busuk, malaise, sakit pada sendi, kadang-kadang ada
demam dan nyeri pada leher.
2. Pemeriksaan Fisik
Tampak tonsil membesar dengan adanya hipertrofi dan
jaringan parut. Sebagian kripta mengalami stenosis, tapi
eksudat (purulen) dapat diperlihatkan dari kripta-kripta
tersebut. Pada beberapa kasus, kripta membesar, dan suatu
bahan seperti keju/dempul amat banyak terlihat pada kripta.

Gambaran klinis yang lain yang sering adalah dari tonsil yang
kecil, biasanya membuat lekukan dimana tepinya hiperemis
dan sejumlah kecil sekret purulen yang tipis terlihat pada
kripta.
3. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan
apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa
macam kuman dengan derajat keganasan yang rendah,
seperti Streptokokus hemolitikus, Streptokokus viridans,
Stafilokokus, Pneumokokus.
2.3.7 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah:
1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan
pseudomembran yang menutupi tonsil (tonsilitis
membranosa)
a.

Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan
sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam
darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat
dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya
terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, lokal dan gejala
akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala
infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan
nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas dan membentuk pseudomembran yang
melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan
mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada

jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi


kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan dan pada
ginjal dapat menimbulkan albuminuria.
b.

Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)


Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39C), nyeri di
mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah,
gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan
tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding
faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan
faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan
kelenjar submandibula membesar.

c.

Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral.
Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat
tanpa timbul perdarahan, terdapat mpembesaran kelenjar
limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah
khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah
besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum
pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah
domba (Reaksi Paul Bunnel).

2. Penyakit kronik faring granulomatus


a.

Faringitis tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan
umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien
mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga
(otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.

b.

Faringitis luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer,
sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi
ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan

10

jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan


perforasi palatum mole dan pilar tonsil.
c.

Lepra
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada
faring kemudian menyembuh dan disertai dengan
kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.

d.

Aktinomikosis faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas,
tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif.
Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang
ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang
lunak.
Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan

dengan nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti


berdasarkan pada pemeriksaan serologi, hapusan jaringan/kultur,
X ray dan biopsi.(6,14)
2.3.8 Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara
perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara
hematogen/limfogen ke organ yang jauh dari tonsil.(6,13,14,15)
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat
tanpa adanya trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran
tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus
kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui
aliran getah bening/pembuluh darah. Infeksi berasal

11

dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid,


kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os petrosus.
d. Abses retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang
retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan
sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi
kelenjar limfe.
e. Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin
tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan
krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna
putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium
karbonat dalam jaringan tonsil membentuk bahan
keras seperti kapur.
2. Komplikasi ke organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan
purpura
e. Artritis dan fibrositis
2.3.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus
dimana penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal
untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis
termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripta tonsillaris

12

dengan alat irigasi gigi/oral. Ukuran jaringan tonsil tidak


mempunyai hubungan dengan infeksi kronis/berulang.3,4,7
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang
diusulkan oleh Celsus dalam De Medicina (10 Masehi), tindakan
ini juga merupakan tindakan pembedahan yang pertama kali
didokumentasikan oleh Lague dari Rheims (1757). Indikasi untuk
dilakukan tonsilektomi yaitu4:

Obstruksi :
- Hiperplasia tonsil dengan obstruksi.
- Sleep apnea atau gangguan tidur.
- Kegagalan untuk bernafas.
- Corpulmonale.
- Gangguan menelan.
- Gangguan bicara.
- Kelainan orofacial / dental yang menyebabkan jalan nafas
sempit.

Infeksi
- Tonsilitis kronika / sering berulang.
- Tonsilitis dengan :
+ Absces peritonsilar.
+ Absces kelenjar limfe leher.
+ Obstruksi Akut jalan nafas.
+ Penyakit gangguan klep jantung.
- Tonsilitis yang persisten dengan sakit tenggorok yang

persisten.
- Tonsilolithiasis Carrier Streptococcus yang tidak respon
terhadap terapi.
- Otitis Media Kronika yang berulang.

Neoplasia atau suspek neoplasia benigna / maligna.

Indikasi tonsilektomi secara garis besar terbagi 2, yaitu4 :

13

1. Indikasi absolut
a. Tonsilitis akut/kronis berulang-ulang
b. Abses peritonsillar
c. Karier Difteri
d. Hipertrofi tonsil yang menutup jalan nafas dan jalan
makanan
e. Biopsi untuk menentukan kemungkinan keganasan
f. Cor Pulmonale
2. Indikasi relatif
a. Rinitis berulang-ulang
b. Ngorok (snoring) dan bernafas melalui mulut
c. Cervical adenopathy
d. Adenitis TBC
e. Penyakit-penyakit sistemik karena Streptokokus
hemolitikus: demam rematik. Penyakit jantung
rematik, nefritis, dll.
f. Radang saluran nafas atas berulang-ulang
g. Pertumbuhan badan kurang baik
h. Tonsil besar
i. Sakit tenggorokan berulang-ulang
j. Sakit telinga berulang-ulang
Sedangkan kontraindikasi dari tonsilektomi adalah :
1. Kontraindikasi relatif
a. Palatoschizis, radang akut, termasuk tonsilitis
b. Poliomyelitis epidemica
c. Umur kurang dari 3 tahun
2. Kontraindikasi absolut
a. Diskariasis darah, leukemia, purpura, anemia
aplastik, hemofilia
b. Penyakit sistemis yang tidak terkontrol : DM, penyakit
jantung, dan sebagainya.

14

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama

: NMMA

Umur

: 17 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Hindu

Pendidikan : SMA
Alamat

: Jalan Ratna Denpasar

Pemeriksaan

: 19 Maret 2016

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama: Nyeri tenggorokan
Penderita datang ke poli THT RSUP Sanglah dengan diantar orang
tua mengeluh nyeri pada tenggorokannya sejak 3 hari yang lalu.
Nyeri tenggorokan yang dirasakan terutama saat menelan dan
seperti ada yang mengganjal. Keluhan ini dirasakannya terus
menerus sepanjang hari. Pasien juga mengatakan selama sakit
merasa tenggorokkannya terasa kering. Selain itu penderita juga
mengeluh batuk tanpa disertai dahak sejak kemarin. Penderita
juga mengeluh badan panas sumer-sumer sejak 2 hari yang lalu.
Pasien tidak sempat mengukur panas badannya. Keluhan pilek
tidak ada. Gangguan suara, sesak nafas, jantung berdebar-debar,
serta nyeri persendian tidak ada. Riwayat gusi mudah berdarah
disangkal oleh penderita.
Riwayat makan makanan pedas, sering minum air es dan
merokok disangkal oleh pasien.

15

Riwayat Pengobatan
Pasien belum memeriksakan diri ke dokter. Pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat-obatan.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pasien beberapa kali mengalami keluhan serupa dan sembuh
dengan obat yang diberikan oleh dokter. Riwayat penyakit
telinga (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat Sosial
Lingkungan rumah dan sekitar pasien dikatakan tenang. Pasien
saat ini sebagai seorang pelajar SMA.
Keluhan Tambahan:
Telinga
Kanan
Tenggorok

Kiri

Hidung

Sekret
-

: -

Sekret

Tersumbat :

Tumor
+

: -

Tumor

Tinitus

: -

Pilek

Sakit
: Corp.alienum
+

: -

Sakit
: Corp.alienum

Tuli

Vertigo

: -

:Tidak ada Bersin

Kanan

Kiri

:
-

Tumor
:

Riak
-

Sakit

Sesak-

Gg. Suara : Batuk


-

Corpus
Alienum : -

3.3. Pemeriksaan fisik

16

Status Present
Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Denyut Nadi

: 80 kali/menit

Respirasi

: 20 kali/menit

Temperatur Axila : 36,8 OC

Status General
Kepala

: Normocephalic

Mata

: Anemi -/-, ikterus -/-

Muka

: Simetris, parese nervus fasialis -/-

THT

: Sesuai status THT

Leher

: Kaku kuduk (-)


Pembesaran kelenjar limfe -/Pembesaran kelenjar parotis -/Kelenjar tiroid dalam batas normal

Thorak

: Cor : S1S2 normal, reguler,

murmur
Po
Abdomen
teraba

: Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wh -/-

: Distensi (-), BU (+) N, hepar/lien tidak

Ekstremitas

: Hangat
+
+

Status Lokalis THT


Status

Kanan

Telinga
Kiri

Status

Keteranga

17

n
Daun
Telinga

Normal

Normal

Tes
Pendengar
an

Liang
Telinga

Lapang

Lapang

Berbisik

Normal

Discharge

Weber

Lateralisasi
(-)

Intak

Intak

Rinne

Normal

Normal

Normal

Schwabach
Tes Alat
Keseimban
gan

Membran
Timpani
Tumor
Mastoid

Status
Hidung Luar
Kavum Nasi
Septum
Discharge
Krusta
Mukosa
Tumor
Konka
Sinus

Normal

Normal

Hidung
Kanan
Normal
Lapang
Deviasi (-)
merah muda
Dekongesti
Nyeri Tekan (-)

Kiri
Normal
Lapang
Deviasi (-)
merah muda
edkongesti
Nyeri Tekan (-)

Normal

Normal

Koana

Tenggorok
Status
Dispne
u
Sianosi
s
Mukosa
Dinding
Belaka
ng

Keterang
an
-

Stat
us
Strid
or
Suar
a

Hiperemi
Tonsil
PND (-)

Keterangan
Normal
Kanan

Kiri

T2, Hiperemis,
Kripte melebar,
Detritus(+),Permu
kaan mukosa tidak
rata

T2, Hiperemis,
Kripte melebar,
Detritus(+),Permu
kaan mukosa tidak
rata

18

3.4

Diagnosis Diferensial
1. Tonsilofaringitis Kronis
2. Tonsilitis difteri
3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

3.5 Diagnosis
Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut
3.6 Penatalaksanaan
- Cefadroxil 2 x 500 mg io
- Paracetamol 3 x 500 mg io
- KIE tentang penyakit dan pengobatan

3.7 Prognosis
Dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari kasus didapatkan penderita seorang laki-laki, berumur 17
tahun, datang dengan keluhan rasa nyeri di tenggorokan sejak 3
hari yang lalu terutama saat menelan, rasa kering ditenggorokan,
batuk tanpa dahak dan panas badan sumer-sumer sejak 2 hari
yang lalu. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (+) dan
sering kumat-kumatan (4 kali dalam setahun) selama 3 tahun
terakhir.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran
tonsil T2/T2 yang hiperemis, permukaan tidak rata, pelebaran
kripte pada kedua tonsil dan ditemukan adanya detritus. Dinding
belakang tenggorok tampak hiperemi.
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik diatas, pasien
didiagnosa sebagai tonsilofaringitis kronis. Tidak adanya
pseudomembran yang mudah berdarah saat diangkat, dan

19

kelainan otot seperti miokarditis atau kelumpuhan otot napas,


dapat menyingkirkan diagnosa tonsilitis difteri. Untuk
membedakan dengan Angina Plaut Vincent dilakukan
pemeriksaan higiene mulut. Dimana biasanya pada Angina Plaut
Vincent, higiene mulut penderita buruk yang dapat berupa gigi
dan gusi yang mudah berdarah, hiperemis pada mukosa mulut
dan faring, mulut berbau dan pembesaran kelenjar
submandibula. Pada penderita ini hal tersebut tidak ditemukan
sehingga diagnosa Angina Plaut Vincent dapat disingkirkan. Pada
mononukleosis infeksiosa keluhan disertai pembesaran kelenjar
limfe leher, ketiak dan regio inguional. Serta gambaran darah
yang khas berupa adanya leukosit mononukleosis dalam jumlah
besar, serta kemampuan serum penderita untuk beraglutinasi
terhadap sel darah merah domba (reaksi Paul Bunnel). Pada
penderita hal tersebut diatas tidak ditemukan, sehingga
diagnosis Mononukleosis infeksiosa dapat disingkirkan. Riwayat
kejadian yang berulang pada anamnesis, dan ditemukannya
kripte yang melebar pada pemeriksaan fisik menunjukan proses
yang kronis.
Terapi yang direncanakan untuk penderita ini adalah
tonsilektomi. Hal ini sesuai dengan indikasinya, yaitu infeksi
berulang 4 kali dalam setahun dalam 3 tahun terakhir, dan
hipertrofi tonsil hingga menimbulkan keluhan mengganjal dan
dirasa mengganggu. Penderita ini belum dapat dilakukan
tonsilektomi karena sedang berada dalam keadaan
infeksi/eksarsebasi. Oleh karena itu penderita diterapi dulu
dengan antibiotik untuk mengobati infeksi dan vitamin C untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita. Pada pasien ini
diusulkan pemeriksaan swab tenggorok dan tes kepekaan kuman
sehingga dapat diberikan antibiotika sesuai dengan sensitivitas
kuman yang ditemukan.

20

Bila kondisi pasien sudah dalam fase tenang dapat


dilakukan tindakan tonsilektomi. Untuk tindakan operatif ini perlu
diberikan KIE yang jelas kepada penderita, dan bila setuju untuk
dilakukan tindakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan lab dan
dikonsulkan ke anestesi.

BAB V
KESIMPULAN

21

Tonsilofaringitis merupakan peradangan pada tonsil atau


faring ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri dan juga
oleh virus. Tonsilofaringitis dapat mengenai semua umur, dengan
insiden tertinggi pada anak-anak usia 5-15 tahun. Keradangan
kronis yang mengenai seluruh jaringan tonsil yang pada
umumnya sering didahului oleh suatu keradangan di bagian
tubuh lain, seperti misal sinusitis, rhinitis, infeksi umum seperti
morbili, dan sebagainya. Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis
adalah pembedahan pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan
pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang
konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.

DAFTAR PUSTAKA
22

1. Rusmarjono & Soepardi, E.A. (2012), Penyakit Serta Kelainan


Faring dan Tonsil, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta.
2. Brodsky, L & Poje, C (2001). Tonsillitis, Tonsillectomy, and
Adenoidectomy. Dalam : Bailey, BJ. Head & Neck Surgery
Otolaryngology, Vol 1, third ed. Lippincott Milliams & Wilkins.
3. Al-Abdulhadi, Khalid, 2007, Common throat infections: a
review, ORL-HNS Department, Zain and Al-Sabah Hospital,
Kuwait, Bull Kuwait Inst Med Spec 2007;6:63-67.
4. Sudana, W., Indikasi Tonsiloadenoidektomi, Lab/UPF THT FK
UNUD RSUP, Denpasar.
5. Bapat, Urmi, 2004, Reactive arthritis following tonsillitis,
Speciality: Otolaryngology; rheumatology; general Article
Type: Case Report medicine,St. Marys Hospital, London, UK,
Grand Rounds Vol 5 pages 89.
6. Shah,

M.

Atif

Imran,

2007, Tonsillectomy;Quality-Of-Life

Improvement In School Going Children, ENT Specialist PAF


Hospital Rafiqui, Shorkot, Pakistan, Professional Med J Sep
2007; 14(3): 491-495.
7. Ugras, Serdar, 2008, Chronic Tonsilitis can be Diagnosed with
Histopathologic
Research

Findings,

Hospital,

Ankara

Departments

Ataturk
of

Education
Pathology

and
anda

Otorhinolaryngology, Turkey, Eur J Gen Med;5(2): 95-103.

23

Anda mungkin juga menyukai