Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan
adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya
terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
(Lyrawati & Leonita, 2012. GINA, 2015)
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan
metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi
Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut
Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi
tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi,
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan
(allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen
makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut atau saat serangan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana Konsep Teori dari Penyakit Asma?
1.2.2 Bagaimana proses perjalanan penyakit Asma?

1.2.3
1.2.4

Begaimana penatalaksanaan pada pasien Asma?


Bagaimana Asuhan Keperawatan Kegawat Daruratan pada Pasien

Asma?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mahasiswa dapat memahami teori tentang Asma dan melaksanakan
asuhan kegawat daruratan pada pasien dengan Asma
TUJUAN KHUSUS
Setelah diberikan materi konsep teori tentang Asma dan asuhan

1.3.2

keperawatan kegawat daruratan pada asma


1.3.2.1 Mengetahui tentang Konsep Teori dari Penyakit Asma
1.3.2.2 Mampu memahami penatalaksanaan pada pasien Asma
1.3.2.3 Mampu memahami asuhan keperawatan kegawat daruratan
pasien Asma
1.4 MANFAAT PENULISAN
1.4.1 Bagi Penulis
1.4.1.1 Sebagai pemenuhan tugas dari Kegawat Daruratan Sistem
1.4.1.2 Sebagai bahan pembelajaran dalam meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam pemberian Asuhan
1.4.2

Kegawatdaruratan pada Pasien Asma


Pembaca
1.4.2.1 Sebagai bahan kajian dalam pengembangan ilmu yang
berkaitan dengan Asuhan Kegawatdaruratan pada Pasien
Asma
1.4.2.2 Sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang Asuhan Kegawatdaruratan Asma
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1

DEFINISI
Asma adalah kelainan peradangan kronis pada saluran nafas dimana
beberapa sel yang berbeda (sel mast, eosinofil. Limfosit T, neutrofil dan sel
epitel) memegang peranan. Peradangan ini menyebabkan episode berulang
dari obstruksi aliran nafas yang luas namun bervariasi, dimana akan

menyebabkan peningkatan respon dari trakhea dan bronkus terhadap berbagai


stimulus (iritan fisik, kimia, imunologis, dan farmakologis). (Lyrawati &
Leonita, 2012)
Asma adalah penyakit heterogen, yang biasanya ditandai dengan
peradangan saluran nafas kronis. Di tandai dengan adanya gejala pernapasan
seperti mengi (wheezing), sesak napas, dada terasa berat dan batuk yang
bervariasi dari waktu ke waktu. (GINA, 2015)
2.2

EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita Asma dan tahun 2015
diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja
lebih besar merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab
meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai negara menunjukan bahwa
prevalensi penykit asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan
metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi
Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut
Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi
tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).

2.3

FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan
faktor lingkungan.

1. Faktor Predisposisi
a. Alergi
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi

degranulasi

sel

mast

tersebut.

Degranulasi

tersebut

mengeluarkan preformed mediator seperti histamin, protease dan


newly generated mediator seperti leukotrin, prostaglandin dan PAF
yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, sekresi mukus dan
vasodilatasi. Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi
kronik. Sel tersebut ialah limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel
epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
b. Hipereaktivitas bronkus
Peradangan bronkial yang persisten, yang mengakibatkan hipersekresi
mukus dan hipertrofi otot polos bronkus merupakan mekanisme utama
yang menyebabkan hiperaktivitas.
c. Jenis kelamin
d. Ras/etnik
e. Obesitas
2. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, bulu
binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3. Faktor pencetus
a. Alergen makanan
b. Alergen obat-obatan tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif
Asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
g. Exercise-induced asthma
Pada penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas
/olahraga tertentu.
h. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan

hawa

pegunungan

yang

dingin

sering

mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan


faktor pemicu terjadinya serangan asma. ( Rengganis, 2008 )
2.4

KLASIFIKASI
4

Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti


bahwa derajat berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat
gejala eksaserbasi atau serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung
dari derajat sebelumnya.
1. Klasifikasi Menurut Derajat Berat Asma
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat
yang diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma
diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan
persisten berat.

Derajat Asma
I. Intermitten

II. Persisten Ringan

Gejala
Bulanan
Gejala <1x/minggu
Tanpa gejala di

Gejala Malam
2x sebulan
luar

serangan
Serangan singkat
Mingguan

Gejala >1x/minggu, tetapi

<1x/hari
Serangan

mengganggu aktivitas dan


III. Persisten sedang

80%

nilai

prediksi
APE 80% nilai terbaik
Variabiliti APE < 20%
>2 x sebulan APE 80%
PEV1 80% nilai

dapat

tidur
Harian

Gejala setiap hari


Serangan
mengganggu

Faal Paru
APE 80%
PEV1

prediksi
APE 80% nilai terbaik
Variabiliti APE 20-30%

APE 60%
PEV1 60-80%

nilai

aktivitas dan tidur


Membutuhkan

prediksi
APE
60-80%

nilai

bronkodilator setiap hari

terbaik
Variabiliti APE >30%

>1x/semingg
u

IV. Persisten berat

Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas

Sering

APE 60%
PEV1

60%

nilai

prediksi
APE 60% nilai terbaik
Variabiliti APE > 30%
Tabel 2.4, Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (PDPI, 2006)

2. Klasifikasi berdasarkan GINA 2014


Gejala tipikal asma :
1) Lebih dari satu gejala berikut : mengi, sesak nafas, dada terasa
berat terutama pada orang dewasa
2) Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi
3) Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya
4) Ada faktor pemcetus
2.5

TANDA GEJALA
Tanda dan gejala umum Asma ( Lyrawati & Leonita, 2012)
1. Tanda
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
2. Gejala
1)
2)
3)
4)
5)

Rekuren dan episodic


Nafas cuping hidung
Wheezing / Mengi
Penggunaan otot-otot tambahan untuk bernafas
Meningkatnya laju pernafasan
Penurunan FEV1(volume ekspirasi paksa dalam 1 detik n : 80%)
Penurunan FEV1/FVC (kapasitas vital n : 75%)
Pnurunan PEF aliran puncak ekspirasi n : 80% )
Dipsnea
Takipnea
Batuk
Dada seperti tertekan
Ansietas

2.6

PATHWAY

Pencetus serangan (allergen,


emosi/stress, obat-obatan,
infeksi)
Reaksi antigen dan
antibodi
Release vasoactive
substance
(histamine,
bradikinin,

Bronchospasme
Produksi
mukus
Sekresi
mukus
-

Wheezing
Dipsnea
Batuk

Peningkatan
permeabilitas
kapiler
Kontraksi otot
polos
Edema
mukosa
hipersekresi
Obstruksi saluran
nafas
Intoleransi
aktivitas

Ketidak efektifan
bersihan jalan
Kerusakan
nafas
2.7
PEMERIKSAAN PENUNJANGpertukaran gas

Hiperventilasi
Distribusi ventilasi
tak merata dengan
sirkulasi darah paru
Gangguan difusi gas
Hypoxemia
hiperkapnia
Penurunan suplai
oksigen terhadap
kebutuhan
-

Sianosis
Kelemahan

1. Spirometri. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan


diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti
vital paksa (KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai
tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan
napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai
prediksi, Nilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau

pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter (PEF meter)
2. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong
anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit
tidak dapat dilakukan (pada dermographism)
3. Petanda inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas
dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinophil dalam
sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah
eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan
derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat
menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di
luar riset.
4. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan
FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi.
Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen
spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang
sensitif.
5. Faal Paru. Pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk
menyamakan dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal
paru digunakan untuk menilai:
1. Obstruksi jalan napas
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas
6. Tes darah : tes Blood Gas Analisis untuk mengetahui normal atau terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2.8

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
8

melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi


menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut atau saat serangan.
1. Tatalaksana Asma jangka panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat asma
(pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat
pelega di berikan pada saat serangan, obat pengontrol di tujukan untuk
pencegahan serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus
menerus. Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka
panjang untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang
terkontrol, ada tiga faktor yang perlu dicermati, yaitu: Medikasi (obatobatan): Obat asma dikelompokkan atas dua golongan,

obat-obat

pengontrol asma (Controller), yaitu anti-inflamasi dan obat pelega napas


(Reliever), yaitu bronkodilator.

1) Medikasi
a. Obat Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah obat asma yang digunakan jangka panjang
untuk mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk
mengatasi proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar
penyakit asma. Obat ini diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten,
dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang
mempunyai sifat sebagai pengontrol, antara lain:
a) Corticosteroid inhalasi
b) Corticosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate
d) Nedochromil sodium

e) Methylxanthine
f) Agonis 2 kerja lama (LABA) inhalasi
g) Leukotriene modifiers
h) Antihistamin (antagonis H1) generasi kedua
b. Obat Pelega (Reliever)
Merupakan

bronkodilator

yang

melebarkan

saluran

pernapasan melalui relaksasi otot polos, untuk memperbaiki dan


atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala
akut asma, seperi mengi, rasa berat dada dan batuk. Obat pelega
tidak memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsif pada
saluran pernapasan. Oleh karena itu, penatalaksanaan asma yang
hanya menggunakan obat pelega, tidak akan menyelesaikan
masalah asma secara tuntas. Obat-obat yang termasuk obat pelega
adalah:
a) Agonis 2 kerja singkat dan kerja lama
b) Anticholinergic (atrophine sulphate, ipratropium, tiotropium,
dan lain-lain)
c) Xanthine (Aminophylline)
d) Simpatomimetik lainnya seperti adrenaline, ephedrine, dan
lain-lain.
2. Tatalaksana Asma akut pada anak dan dewasa
Tujan tatalaksana serangan asma akut :
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
4) Menecgah kematian karena serangan asma

10

Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang


terkontrol terdapat dua faktor yang perlu di pertimbangkan, yaitu :
medikasi dan pengobatan berdasarkan derajat.
Kriteria asma terkontrol pada anak dan dewasa,yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Tidak ada gejala atau minimal


Tidak ada serangan asma pada malam hari
Tidak ada keterbatasan aktifitas
Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal
Variasi harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) krang dari 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal
Tidak ada kunjungan ke unit gadar

Penyakit asma tidak dapat di sembuhkan dan obat-obatan yang ada


saat ini hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun dengan
mengontrol penyakit asma penderita bisa bebas dari gejala penyakit
asma yang mengganggu. Karena adanya faktor resiko yang
mempengaruhi prioritas pengobatan di tujukan untuk mengontrol
gejala, kontrol yang baik di harapkan dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.
3.

Algoritma tata laksana asma di fasilitas kesehatan tingkat pertama


nilai derajat
serangan

Serangan ringan:
( nebulisasi 1x, respon
baik, gejala hilang)

Observasi 1-2 jam


Jika efek bertahan,
boleh pulang
Sebagai serangan
sedang

tata laksana awal: -2


agonis kerja singkat, 3x,
interval 20 menit, selama 1
jam.
Serangan sedang:
( nebulisasi 2-3x, respon
parsial)

Berikan oksigen
Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dengan serangan
sedang, observasi di
ruangan rawat
sehari

Serangan berat:
( nebulasi 3x, respon
buruk)

Sejak awal
berikan oksigen
saat/di luar
nebulisasi
Pasang infuse
Nilai ulang
11
klinisnya,
jika
sesuai dengan

Boleh pulang:

Bekali obat -agonis


(hirupan/oral)
Jika sudah ada obat
pengontrol, teruskan
Jika inveksi virus sebagai
pencetus, dapat diberi
steroid oral
Dalam 24-48 jam control
ke poliklinik untuk
evaluasi

3.1

Ruang rawat inap:


Ruangan rawat sehari/control
fasilitas kesehatan:

Oksigen teruskan
Berikan steroid oral
Nebulisasi tiap 2 jam
Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil,
pasien boleh pulan
BAB III
Jika dalam 12 jam
klinis belum membaik,
ASKEP TEORI
alih rawat ke ruang
rawat inap

Oksigen teruskan
Atasi
dehidrasi/asidosis
jika ada
Steroid IV awal,
lanjutkan rumatan
Jika membaik
dalam 4-6x
nebulisasi, interval
jadi 4-6 jam
Jika dalam 24 jam
perbaikan klinis

PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Ada keluhan terhadap tanda gejala penyakit asma seperti, sesak nafas,
mengi (wheezing), batuk-batuk, dada terasa tertekan
2. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan yang membawa pasien datang ke UGD
3. Riwayat Penyakit terdahulu
Pasien sebelumnya memiliki riwayat penyakit yang sama atau tidak, dan
pernah masuk RS dengan penyakit yang sama
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat penyakit yang sama yang di alami keluarga sebelumnya
dan penyakit keturunan lainnya
5. Pengkajian Primer
a. Airway : jalan nafas
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1) Kaji dan pertahankan jalan napas
2) Kaji adanya sumbatan (secret atau darah)
3) Kaji adanya kesulitan dalam bernafas
b. Breathing : pernafasan
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1) Kaji suara nafas adanya wheezing
2) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,
dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
12

3) Mengkaji PaO2 dan PaCO2


4) Kaji respiratory rate
5) Jika pasien mampu, rekam Peak Expiratory Flow
6) Kesimetrisan pergerakan dada
7) Retraksi dinding dada
c. Circulation : sirkulasi
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1.
Kaji TTV pasien
2.
Kaji denyut jantung adanya suara tambahan
3.
Pemeriksaan cappilary refille time untuk memastikan adanya
sianosis
4.
Kaji keadaan akral dingin atau tidak
6. Pengkajian sekunder
1) Riwayat alergi
Apakah pasien memliki riwayat alergi terhadap makanan,debu, bulu
binatang, obat-obatan, zat kimia dan lain-lain
2) Riwayat pengobatan
Apakah pasien sering mengkonsumsi obat-obatan termasuk obat asma
3) Riwayat eksaserbasi
Mengkaji riwayat terjadinya kekambuhan 1bulan
4) Keadaan lingkungan
Mengkaji keadaan lingkungan tempat tinggal pasien apakah memacu
terjadinya asma atau tidak
3.2

ANALISA DATA
N
o
1.

Symptom

Etiologi

Ds : pasien mengeluh
sulit
terasa

bernafas,

dada

tertekan,

Ketidakefektifan
Aktifasi mediator
imflamasi

dan

batuk.
Do : pasien tampak

pernafasan

dan

dapatkan

adanya

jalan

nafas

Bronkospasme
Peningkatan sekresi

dari

hasil pemeriksaan di

bersihan

Kontriksi otot polos

sulit bernafas, adanya


penggunaan otot bantu

Problem

mucus
-

Wheezing
Dipsnea

13

2.

wheezing, dan dipsnea

Ds : pasien mengeluh
sulit bernafas, dada

Aktifasi mediator

terasa

tertekan,

dan

batuk
Do : pasien tampak
sulit bernafas, adanya
penggunaan otot bantu
pernafasan, dari hasil
pemeriksaan

terdapat

Batuk
Kerusakan
pertukaran gas

imfalamasi
Kontraksi otot polos
dan sekresi mucus
meningkat
Obstruksi saluran nafas
Hiperventilasi

suara nafas wheezing,


dan

frekuensi

Hypoxemia dan
hiperkapnia

pernafasan cepat.

Sianosis
3.

Ds : pasien mengeluh
sulit bernafas, dada
terasa

tertekan,

dan

batuk,

pasien

tidak

mampu beraktifitas
Do : pasien tampak
sulit bernafas, adanya
penggunaan otot bantu
pernafasan, dari hasil
pemeriksaan

pernafasan

aktifitas

imfalamasi
Kontraksi otot polos
dan sekresi mucus
meningkat
Obstruksi saluran nafas
Hiperventilasi

terdapat

suara nafas wheezing,


dan

Intoleransi
Aktifasi mediator

frekuensi
cepat,

pasien tampak lemah.

Hypoxemia dan
hiperkapnia
Penurunan suplai
oksigen terhadap
kebutuhan
Lemah

14

3.3

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen

3.4
No
1

INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management:
efektif berhubungan dengan selama 1 x 24 jam, gangguan pada jalan
tachipnea,

peningkatan nafas pasien dapat teratasi dengan

produksi
kekentalan

mukus, indikator :
sekresi

bronchospasme.

dan

a. Respiratory status : Ventilation


b. Respiratory status : Airway
c.

patency
Aspiration Control,

a. Buka

jalan

nafas,

gunakan teknik chin


lift atau jaw thrust bila
perlu
b. Posisikan

pasien

untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Pasang mayo
perlu
d. Keluarkan
dengan

bila
sekret

batuk

suction
e. Auskultasi

atau
suara

nafas, catat adanya


suara tambahan
f. Berikan bronkodilator
bila perlu
g. Berikan
udara

pelembab

kassa

basah

NaCl lembab
h. Monitor respirasi dan
status O2
i. Pertahankan
15

hidrasi

yang

kuat

untuk

mengencerkan sekret.
j. Kolaborasi pemberian
obat antibiotik.
2

Kerusakan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan


berhubungan
hiperventilasi

dengan selama 1 x 24 jam kerusakan pertukaran


gas dapat di tasai dengan indikator:
a. Respiratory

Status

Airway Management
a. Buka

Gas

exchange
b. Respiratory Status : ventilation
c. Vital Sign Status

jalan

nafas,

gunakan teknik chin


lift atau jaw thrust bila
perlu.
b. Posisikan

pasien

untuk
memaksimalkan
c.

ventilasi
Pasang mayo

perlu
d. Keluarkan
dengan

bila
sekret

batuk

suction.
e. Auskultasi

atau
suara

nafas, catat adanya


suara tambahan
f. Berikan bronkodilator
bila perlu
g. Monitor respirasi dan
status O2
Respiratory Monitoring:
a. Monitor rata rata,
kedalaman, irama dan
usaha respirasi
b. Catat
pergerakan

16

dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan

otot

tambahan,
otot

retraksi

supraclavicular

dan intercostal
c. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor
kelelahan
otot

diagfragma

(gerakan paradoksis)
g. Auskultasi
suara
nafas,

catat

penurunan

area

tidak

adanya ventilasi dan


suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan
suction

dengan

mengauskultasi
crakles
pada

dan

ronkhi

jalan

napas

utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

17

Intoleransi
berhubungan

aktifitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan


dengan selama 1 x 24 jam, intoleransi aktivitas

penurunan suplai oksigen

pasien

dapat

meningkat

dengan

indikator :
a. Saturasi oksigen dalam rentan
yang di harapkan
b. Hearth rate dalam rentang yang
di harapkan
c. RR dalam rentang yang di
harapakan
d. Tekanan darah dalam rentang
yang di harapkan

Terapi aktivitas :
a. Kaji tanda dan gejala
yang

menunjukan

ketidaktoleransi
terhadap aktivitas
b. Tingkatkan
pelaksanaan

ROM

pasif sesuai indikasi


c. Buat jadwal latihan
aktivitas

secara

bertahap dan berikan


periode istirahat
Manajemen energi :
a. Bantu pasien memilih
aktivitas
b. Rencanakan aktivitas
untuk pasien dimana
pasien

mempunyai

energi paling banyak


c. Bantu
dengan
aktivitas fisik teratur
d. Temukan
penyebab
kelemahan
e. Monitor pola

tidur

pasien dan jumlah jam


tidur

18

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan
adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya
terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi,
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan
(allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen
makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2
yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut

4.2

atau saat serangan.


Saran saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah dan askep ini belum begitu
sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi
kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan
membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat. Dan
apabila ada kesalahan dan keganjalan kami mohon maaf karena kami hanyalah
memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas. Semoga askep ini dapat
memberikan wawasanbagi mahasiswa lain.

19

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal, Rengganis Iris, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Jakarta.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia, PDF
Lirawati, Leonita, 2012. Sistem Pernafasan: Assessment, Patofisiologi, Dan
Terapi Gangguan Pernafasan, FKUB, Malang.
Infondation (Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI), 2015. You
Can Control Your Asthma, Jakarta.
Jurnal, Global Strategy for Asthma Management and Prevention (update
2015), PDF

20

Anda mungkin juga menyukai