PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan
adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya
terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
(Lyrawati & Leonita, 2012. GINA, 2015)
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan
metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi
Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut
Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi
tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi,
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan
(allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen
makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi
menjadi 2 yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan
asma akut atau saat serangan.
1.2.3
1.2.4
Asma?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.3.1 TUJUAN UMUM
Mahasiswa dapat memahami teori tentang Asma dan melaksanakan
asuhan kegawat daruratan pada pasien dengan Asma
TUJUAN KHUSUS
Setelah diberikan materi konsep teori tentang Asma dan asuhan
1.3.2
2.1
DEFINISI
Asma adalah kelainan peradangan kronis pada saluran nafas dimana
beberapa sel yang berbeda (sel mast, eosinofil. Limfosit T, neutrofil dan sel
epitel) memegang peranan. Peradangan ini menyebabkan episode berulang
dari obstruksi aliran nafas yang luas namun bervariasi, dimana akan
EPIDEMIOLOGI
Saat ini penyakit asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi.
Berdasarkan data dari WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 300 juta orang menderita Asma dan tahun 2015
diperkirakan jumlah pasien asma mencapai 400 juta. Jumlah ini dapat saja
lebih besar merupakan penyakit yang underdiagnosed. Buruknya kualitas
udara dan berubahnya pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi penyebab
meningkatnya penderita asma. Data dari berbagai negara menunjukan bahwa
prevalensi penykit asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).
Pada tahun 2013, RISKESDAS melaporkan prevalensi asma dengan
metode wawancara. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(7,8%), diikuti Nusa Tenggara Timur (7,3%), D.I. Yogyakarta (6,9%), dan
Sulawesi Selatan (6,7%). Sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah
terdapat di Lampung (1,6%), Riau (2,0%) dan Bengkulu (2,0%). Provinsi
Sumatera Utara sendiri mempunyai prevalensi asma sebesar 2,4%. Menurut
Oemiati (2010), prevalensi asma di Indonesia sebesar 3,32%. Prevalensi
tertinggi penyakit asma di Indonesia terletak di provinsi Gorontalo (7,23%).
2.3
FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor risiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan
faktor lingkungan.
1. Faktor Predisposisi
a. Alergi
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan
terjadi
degranulasi
sel
mast
tersebut.
Degranulasi
tersebut
hawa
pegunungan
yang
dingin
sering
KLASIFIKASI
4
Derajat Asma
I. Intermitten
Gejala
Bulanan
Gejala <1x/minggu
Tanpa gejala di
Gejala Malam
2x sebulan
luar
serangan
Serangan singkat
Mingguan
<1x/hari
Serangan
80%
nilai
prediksi
APE 80% nilai terbaik
Variabiliti APE < 20%
>2 x sebulan APE 80%
PEV1 80% nilai
dapat
tidur
Harian
Faal Paru
APE 80%
PEV1
prediksi
APE 80% nilai terbaik
Variabiliti APE 20-30%
APE 60%
PEV1 60-80%
nilai
prediksi
APE
60-80%
nilai
terbaik
Variabiliti APE >30%
>1x/semingg
u
Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas
Sering
APE 60%
PEV1
60%
nilai
prediksi
APE 60% nilai terbaik
Variabiliti APE > 30%
Tabel 2.4, Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis (PDPI, 2006)
TANDA GEJALA
Tanda dan gejala umum Asma ( Lyrawati & Leonita, 2012)
1. Tanda
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
2. Gejala
1)
2)
3)
4)
5)
2.6
PATHWAY
Bronchospasme
Produksi
mukus
Sekresi
mukus
-
Wheezing
Dipsnea
Batuk
Peningkatan
permeabilitas
kapiler
Kontraksi otot
polos
Edema
mukosa
hipersekresi
Obstruksi saluran
nafas
Intoleransi
aktivitas
Ketidak efektifan
bersihan jalan
Kerusakan
nafas
2.7
PEMERIKSAAN PENUNJANGpertukaran gas
Hiperventilasi
Distribusi ventilasi
tak merata dengan
sirkulasi darah paru
Gangguan difusi gas
Hypoxemia
hiperkapnia
Penurunan suplai
oksigen terhadap
kebutuhan
-
Sianosis
Kelemahan
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter (PEF meter)
2. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong
anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit
tidak dapat dilakukan (pada dermographism)
3. Petanda inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas
dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinophil dalam
sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas.
Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah
eosinophil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan
derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat
menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di
luar riset.
4. Uji Hipereaktivitas Bronkus/HRB. Pada penderita yang menunjukkan
FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan dengan berbagai tes provokasi.
Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi droplet ekstrak alergen
spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada penderita yang
sensitif.
5. Faal Paru. Pemeriksaan objektif yaitu faal paru antara lain untuk
menyamakan dan parameter objektif menilai berat asma. Pengukuran faal
paru digunakan untuk menilai:
1. Obstruksi jalan napas
2. Reversibiliti kelainan faal paru
3. Variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan napas
6. Tes darah : tes Blood Gas Analisis untuk mengetahui normal atau terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2.8
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
8
obat-obat
1) Medikasi
a. Obat Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah obat asma yang digunakan jangka panjang
untuk mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk
mengatasi proses inflamasi yang merupakan patogenesis dasar
penyakit asma. Obat ini diberikan setiap hari untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten,
dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang
mempunyai sifat sebagai pengontrol, antara lain:
a) Corticosteroid inhalasi
b) Corticosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate
d) Nedochromil sodium
e) Methylxanthine
f) Agonis 2 kerja lama (LABA) inhalasi
g) Leukotriene modifiers
h) Antihistamin (antagonis H1) generasi kedua
b. Obat Pelega (Reliever)
Merupakan
bronkodilator
yang
melebarkan
saluran
10
Serangan ringan:
( nebulisasi 1x, respon
baik, gejala hilang)
Berikan oksigen
Nilai kembali derajat
serangan, jika sesuai
dengan serangan
sedang, observasi di
ruangan rawat
sehari
Serangan berat:
( nebulasi 3x, respon
buruk)
Sejak awal
berikan oksigen
saat/di luar
nebulisasi
Pasang infuse
Nilai ulang
11
klinisnya,
jika
sesuai dengan
Boleh pulang:
3.1
Oksigen teruskan
Berikan steroid oral
Nebulisasi tiap 2 jam
Bila dalam 8-12 jam
perbaikan klinis stabil,
pasien boleh pulan
BAB III
Jika dalam 12 jam
klinis belum membaik,
ASKEP TEORI
alih rawat ke ruang
rawat inap
Oksigen teruskan
Atasi
dehidrasi/asidosis
jika ada
Steroid IV awal,
lanjutkan rumatan
Jika membaik
dalam 4-6x
nebulisasi, interval
jadi 4-6 jam
Jika dalam 24 jam
perbaikan klinis
PENGKAJIAN
1. Keluhan Utama
Ada keluhan terhadap tanda gejala penyakit asma seperti, sesak nafas,
mengi (wheezing), batuk-batuk, dada terasa tertekan
2. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan yang membawa pasien datang ke UGD
3. Riwayat Penyakit terdahulu
Pasien sebelumnya memiliki riwayat penyakit yang sama atau tidak, dan
pernah masuk RS dengan penyakit yang sama
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat penyakit yang sama yang di alami keluarga sebelumnya
dan penyakit keturunan lainnya
5. Pengkajian Primer
a. Airway : jalan nafas
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1) Kaji dan pertahankan jalan napas
2) Kaji adanya sumbatan (secret atau darah)
3) Kaji adanya kesulitan dalam bernafas
b. Breathing : pernafasan
Pengkajian yang di lakukan adalah :
1) Kaji suara nafas adanya wheezing
2) Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter,
dengan tujuan mempertahankan saturasi oksigen >92%
12
ANALISA DATA
N
o
1.
Symptom
Etiologi
Ds : pasien mengeluh
sulit
terasa
bernafas,
dada
tertekan,
Ketidakefektifan
Aktifasi mediator
imflamasi
dan
batuk.
Do : pasien tampak
pernafasan
dan
dapatkan
adanya
jalan
nafas
Bronkospasme
Peningkatan sekresi
dari
hasil pemeriksaan di
bersihan
Problem
mucus
-
Wheezing
Dipsnea
13
2.
Ds : pasien mengeluh
sulit bernafas, dada
Aktifasi mediator
terasa
tertekan,
dan
batuk
Do : pasien tampak
sulit bernafas, adanya
penggunaan otot bantu
pernafasan, dari hasil
pemeriksaan
terdapat
Batuk
Kerusakan
pertukaran gas
imfalamasi
Kontraksi otot polos
dan sekresi mucus
meningkat
Obstruksi saluran nafas
Hiperventilasi
frekuensi
Hypoxemia dan
hiperkapnia
pernafasan cepat.
Sianosis
3.
Ds : pasien mengeluh
sulit bernafas, dada
terasa
tertekan,
dan
batuk,
pasien
tidak
mampu beraktifitas
Do : pasien tampak
sulit bernafas, adanya
penggunaan otot bantu
pernafasan, dari hasil
pemeriksaan
pernafasan
aktifitas
imfalamasi
Kontraksi otot polos
dan sekresi mucus
meningkat
Obstruksi saluran nafas
Hiperventilasi
terdapat
Intoleransi
Aktifasi mediator
frekuensi
cepat,
Hypoxemia dan
hiperkapnia
Penurunan suplai
oksigen terhadap
kebutuhan
Lemah
14
3.3
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
3.4
No
1
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Airway Management:
efektif berhubungan dengan selama 1 x 24 jam, gangguan pada jalan
tachipnea,
produksi
kekentalan
mukus, indikator :
sekresi
bronchospasme.
dan
patency
Aspiration Control,
a. Buka
jalan
nafas,
pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Pasang mayo
perlu
d. Keluarkan
dengan
bila
sekret
batuk
suction
e. Auskultasi
atau
suara
pelembab
kassa
basah
NaCl lembab
h. Monitor respirasi dan
status O2
i. Pertahankan
15
hidrasi
yang
kuat
untuk
mengencerkan sekret.
j. Kolaborasi pemberian
obat antibiotik.
2
Status
Airway Management
a. Buka
Gas
exchange
b. Respiratory Status : ventilation
c. Vital Sign Status
jalan
nafas,
pasien
untuk
memaksimalkan
c.
ventilasi
Pasang mayo
perlu
d. Keluarkan
dengan
bila
sekret
batuk
suction.
e. Auskultasi
atau
suara
16
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan,
otot
retraksi
supraclavicular
dan intercostal
c. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor
kelelahan
otot
diagfragma
(gerakan paradoksis)
g. Auskultasi
suara
nafas,
catat
penurunan
area
tidak
dengan
mengauskultasi
crakles
pada
dan
ronkhi
jalan
napas
utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
17
Intoleransi
berhubungan
pasien
dapat
meningkat
dengan
indikator :
a. Saturasi oksigen dalam rentan
yang di harapkan
b. Hearth rate dalam rentang yang
di harapkan
c. RR dalam rentang yang di
harapakan
d. Tekanan darah dalam rentang
yang di harapkan
Terapi aktivitas :
a. Kaji tanda dan gejala
yang
menunjukan
ketidaktoleransi
terhadap aktivitas
b. Tingkatkan
pelaksanaan
ROM
secara
mempunyai
tidur
18
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya di tandai dengan
adanya peradangan saluran nafas kronis di tandai dengan adanya bunyi
wheezing, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk. Peradangan ini biasanya
terjadi secara berulang di sertai dengan terjadinya obstruksi aliran nafas.
Faktor resiko penyakit asma terdiri dari faktor Predisposisi (alergi,
hiperaktivitas bronkus, jenis kelamin, RAS/etnik, obesitas), faktor lingkungan
(allergen dalam rumah dan allergen luar rumah), faktor pencetus (allergen
makanan, obat-obatan dan bahan iritan dll)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2
yaitu, penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut
4.2
19
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal, Rengganis Iris, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial, Jakarta.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di Indonesia, PDF
Lirawati, Leonita, 2012. Sistem Pernafasan: Assessment, Patofisiologi, Dan
Terapi Gangguan Pernafasan, FKUB, Malang.
Infondation (Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI), 2015. You
Can Control Your Asthma, Jakarta.
Jurnal, Global Strategy for Asthma Management and Prevention (update
2015), PDF
20