Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

Radikulopati Lumbal

Oleh :
RADIAN RENDRA TUKAN
1102012222

Dokter Pembimbing:
dr. Sofie Minawati, SpS

KEPANITERAAN KLINIK
STASE NEUROLOGI
PERIODE 24 OKTOBER 2016 25 NOVEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

1.Definisi
Radikulopati lumbal sering juga disebut Skiatika. Radikulopati adalah suatu keadaan yang
berhubungan dengan gangguan fungsi dan struktur radiks akibat proses patologis yang dapat
mengenai satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.1
Radikulopati lumbal merupakan bentuk radikulopati pada daerah lumbal yang disebabkan
oleh iritasi atau kompresi dari radiks saraf lumbal. Pada radikulopati lumbal, keluhan nyeri
punggung bawah (low back pain) sering didapatkan.2
2.Anatomi

Kolumna vertebralis dibentuk oleh serangkaian 33 vertebra :1

7 servikal
12 thorakal
5 lumbal
5 Sakral
4 coccygeus

Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan
tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. Arcus
vertebrae dibentuk oleh dua "kaki" atau pediculus dan dua lamina, serta didukung oleh
penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus transversus, dan procesus
2

spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut foramen vertebrale. Ketika
tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum
tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua tulang punggung dapat ditemui celah
yang disebut foramen intervertebrale.1

Anatomi Lumbal
Persyarafan 3
Fungsi

Otot

Saraf

Nervus Femoralis
Fleksi dan endorotasi pinggul,
Fleksi dan endorotasi tungkai bawah,
Ekstensi tungkai bawah pada tungkai lutut

M. iliopsoas
M. sartorius
M. quadriseps femoris

L1 L3
L2 L3
L2 L4

Nervus Obturatorius
Aduksi Paha

M. pektineus
M. aduktor longus
M. aduktor brevis

L2 L3
L2 L3
L2 L4
3

M. aduktor magnus
L3 L4
M. grasilis
L2 L4
Aduksi dan Eksorotasi Paha
M. obturator eksternus L3 L4
Nervus Glutealis Superior
Abduksi dan endorotasi paha
M. gluteus dan minimus L4 S1
Fleksi tungkai atas pada pinggul: abduksi M. tensor fasia lata
L4 L5
dan endorotasi
M. piriformis
L5 S1
Eksorotasi paha dan abduksi
Nervus Glutealis Superior
Ekstensi paha dan pinggul, eksorotasi paha
M. gluteus maksimus
L4 S2
M. obturator internus
L5 S1
Mm. Gemeli
M. quadratus
L4 S1
Nervus Skiatikus
Fleksi tungkai bawah
M. biseps femoris
L4 S2
M. semitendinosus
L4 S1
M. semimembranosus
L4 S1
Nervus Peronealis Profunda
Dorsofleksi dan supinasi kaki
M. tibialis anterior
L4 L5
Ekstensi kaki dan jari-jari kaki
M. ekstensor digitorum longus L4 S1
Ekstensi jari kaki II V
M. ekstensor digitorum brevis
Ekstensi ibu jari kaki
M. ekstensor halusis longus
Ekstensi ibu jari kaki
M. ekstensor halusis brevis

Pola Dermatom Bawah

3.Epidemiologi
Melalui survei epidemiologi menunjukkan insiden radikulopati setiap tahunnya mencapai
83 per 100.000 orang. Individu dengan radikulopati berusia antara 13 sampai 91 tahun,
dimana pria (18,2%) lebih sering terkena dibanding wanita (13,6%). Sekitar 80% penduduk
di negara industri pekerja yang mengangkat beban berat & duduk dalam jangka waktu lama.
Sekitar 20% terjadi pada orang tua.2
4.Etiologi
Terdapat faktor-faktor penyebab terjadinya radikulopati lumbal, yaitu disebabkan oleh
iritasi atau kompresif radiks saraf daerah lumbal.
1) Proses Kompresif merupakan kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah :2
a. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
b. Fraktur kompresif
c. Skoliosis
d. Spondilosis
e. Spondilolistesis dan Spondilolisis
f. Stenosis Spinal
2) Proses Infeksi
Guillain Barre syndrome
3) Proses Degenenratif
Diabetes millitus
5.Patofisiologi
1. Proses Kompresif pada Lumbal Spinalis

Pergerakan antara vertebral L4-L5 dan L5-S1 lebih leluasa sehingga lebih sering
terjadi gangguan. Vertebra lumbalis memiliki beban yang besar untuk menahan
bagian atas tubuh sehingga tulang, sendi, nukleus, dan jaringan lunaknya lebih
besar dan kuat. Pada banyak kasus, proses degenerasi dimulai pada usia lebih awal
seperti pada masa remaja dengan degenerasi nukleus pulposus yang diikuti protusi
atau ekstrasi diskus. Secara klinis yang sangat penting adalah arah protusi ke
posterior, medial, atau ke lateral yang menyebabkan tarikan malah robekan nukleus

fibrosus.2
Protusi diskus posterolateral diketahui sebagai penyebab kompresi dari radiks.
Protusi diskus dapat mengenai semua jenis kelamin dan berhubungan dengan
riwayat trauma sebelumnya. Bila proses ini berlangsung secara progresif dapat
terbentuk osteofit. Permukaan sendi menjadi malformasi dan tumbuh berlebihan,
kemudian terjadi penebalan dari ligamentum flavum. 2

Pada pasien dengan kelainan kanal sempit, proses ini terjadi sepanjang vertebra
lumbalis, sehingga menyebabkan kanalis menjadi tidak bulat dan membentuk
trefoil axial shape. Pada tahap ini prosesnya berhubungan dengan proses
penuaan. Stenosis kanalis vertebra lumbalis sering mengenai laki-laki pekerja usia
tua.2Sendi faset (facet joint), nukleus, dan otot juga dapat mengalami perubahan
degeneratif dengan atau tanpa kelainan pada diskus.2

Permasalahan pada diskus


A. Herniated nucleus pulposus (HNP) atau herniasi diskus
Herniated nucleus pulposus atau herniasi diskus, disebut juga ruptured, prolapsed
atau protruded disc, diketahui sebagai penyebab terbanyak back pain dan nyeri tungkai
berulang. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus fibrosus
dari diskus intervertebralis pada spinal canal atau rupture annulus fibrosus dengan
tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan kompresi pada element saraf.
Herniasi nukleus merupakan tonjolan yang lunak, tetapi suatu waktu mengalami
perubahan menjadi fibrokartilago, akhirnya menjadi tonjolan kalsifikasi. HNP
kebanyakan terjadi diantara vertebra L5-S1, jarang terjadi pada L4-L5, L3-L4, L2-L3,
L1-L2, dan vertebra torakal. Kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 20-64 tahun.
Laki-laki memiliki dua kali lipat kemungkinan untuk menderita HNP dibandingkan
wanita. Nukleus pulposus yang menonjol melalui annulus fibrosus yang robek biasanya
6

terjadi pada satu sisi dorsolateral atau sisi lainnya (terkadang pada bagian dorsomedial)
akan menyebabkan penekanan pada satu atau lebih radiks saraf.4
Herniasi ke arah superior atau inferior melalui lempeng kartilago masuk kedalam
korpus vertebrata dinamakan sebagai nodul schmorl. Kebanyakan herniasi terjadi pada
arah posterolateral sehubungan dengan faktor-faktor nukleus pulposus yang cenderung
terletak lebih posterior dan adanya ligamentum longitudinalis posterior yang cenderung
memperkuat annulus fibrosus di posterior tengah.
Mula-mula nukleus fibrosus mengalami herniasi melalui cincin konsntrik annulus
fibrosus yang robek, dan menyebabkan cincin lain dibagian luar yang masih intak
menonjol setempat atau disebut protrusio diskus. Bila proses tersebut berlanjut,
sebagian materi nukleus akan menyusup keluar diskus (diskus ekstruksi) ke anterior
ligament longitudinalis posterior (herniasi diskus subligamentus) atau terus masuk
kedalam kanalis spinalis (hernia diskus fragmen bebas). Prostrusio atau ekstruksi
diskus posterolateral akan menekan akar saraf ipsilateral pada tempat keluarnya saraf
dari kantong dura, jepitan saraf akan menampilkan gejala dan tanda radikuler sesuai
dengan distribusi persarafannya. Heriniasi diskus sentral yang signifikan dapat
melibatkan beberapa elemen kauda equina pada kedua sisi sehingga menimbulkan
radikulopati bilateral atau bahkan gangguan spincter seperti retensio urine.

Herniasis diskus
B. Fraktur Kompresif Lumbal
Pada fraktur yang bersifat kompresif, bila terjadi penekanan pada radiks atau
penyempitan pada foramen intervertebral yang dapat mengenai satu atau lebih radiks
saraf akan menimbulkan defisit neurologi.4
Penyebab terjadinya fraktur kompresi vertebra adalah sebagai berikut:
Trauma langsung ( direct )
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan benturan
benda keras oleh kekuatan langsung.
7

Trauma tidak langsung ( indirect )


Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot,
contohnya seperti pada olahragawan yang menggunakan hanya satu tangannya
untuk menumpu beban badannya.
Trauma tidak langsung ( indirect )
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteoporosis,
penderita tumor dan infeksi.
Penyebab pokok dari fraktur kompresi lumbal adalah osteoporosis. Pada
wanita, faktor risiko utama untuk osteoporosis adalah menopause, atau defisiensi
estrogen. Faktor risiko lain yang dapat memperburuk tingkat keparahan
osteoporosis termasuk merokok, aktivitas fisik, penggunaan prednison dan obat
lain, dan gizi buruk. Pada laki-laki, semua faktor risiko non-hormon di atas juga
berpengaruh. Namun, kadar testosteron rendah juga dapat berhubungan dengan
fraktur kompresi.
Keganasan dapat bermanifestasi awalnya sebagai fraktur kompresi. Kanker
yang paling umum di tulang belakang adalah metastasis. 2 hal keganasan tulang
primer paling umum adalah multipel myeloma dan limfoma.
Infeksi yang menghasilkan osteomyelitis dapat juga mengakibatkan fraktur
kompresi. Biasanya, organisme yang paling umum dalam infeksi kronis adalah
stafilokokus atau streptokokus. Tuberkulosis bisa terjadi pada tulang belakang dan
disebut penyakit Pott.2,3

Fraktur Kompresif
C. Skoliosis
Skoliosis umumnya terjadi pada orang dewasa dengan keluhan utama nyeri
punggung. Keadaan ini sering berhubungan dengan lengkungan lumbal dan
torakolumbal. Nyeri tersebut disebabkan oleh adanya proses degeneratif pada sendi
faset lengkungan itu sendiri.4

Scoliosis
D. Spondilosis
Spondilosis merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang. Bila usia
bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang belakang, yang terdiri
dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta penonjolan ke semua arah dari annulus
fibrosus. Annulus mengalami kalsifikasi dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir
tulang korpus vertebra, membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan
rongga

intervertebra,

sendi

intervertebra

dapat

mengalami

subluksasi

dan

menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh osteofit. 4


Nyeri biasanya kurang menonjol pada spondilosis. Disestesia tanpa nyeri dapat
timbul pada daerah distribusi radiks yang terkena, dapat disertai kelumpuhan otot dan
gangguan refleks. Terjadi pembentukan osteofit pada bagian yang lebih sentral dari
korpus vertebra yang menekan medulla spinalis. Kauda ekuina dapat terkena kompresi
pada daerah lumbal bila terdapat stenosis kanal lumbal. Gejalanya berupa sindrom
kauda ekuina dengan paraparesis, defisit sensorik pada kedua tungkai, serta hilangnya
kontrol sfingter.Sindrom pseudoklaudikasi (klaudikasi neurologik) dapat terjadi dimana
pasien mengeluh nyeri pinggang dan tungkai saat berdiri atau berjalan, dan akan
menghilang bila berbaring.

Spondilosis
E. Spondilolitesis
Spondilolistesis adalah pergeseran ke arah depan dari satu korpus vertebra terhadap
korpus vertebra dibawahnya. Hal ini paling sering terjadi pada spondilolisis, yaitu suatu
kondisi dimana bagian posterior unit vertebra menjadi terpisah, menyebabkan
hilangnya kontinuitas antara prosesus artikularis superior dan inferior. Spondilolistesis
diduga disebabkan oleh fraktur arkus neural segera setelah lahir, walaupun ini jarang
simtomatis sampai dewasa; usia rata-rata pasien yang mencari pengobatan adalah 35
tahun. Lokasi yang paling sering dari keterlibatan adalah L5, yang mengalami
subluksasi terhadap sakrum. Yang lebih jarang ialah terjadi akibat penyakit degeneratif
tulang belakang, ini biasanya meliputi L5 atau L4.4
Gejala paling sering adalah nyeri punggung bawah, biasanya dimulai pada usia
yang lebih dini dan perlahan-lahan memburuk, yang diperkuat oleh gerakan ekstensi.
Tetapi, nyeri dapat timbul mendadak bila ada cedera. Nyeri tungkai akibat kompresi
radiks saraf kurang sering ditemukan. Bila deformitas berat maka kauda ekuina dapat
terkena kompresi.4

Grade spondilolitesis

10

F. Spondilitis Tuberculosis
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra. Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai
paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra
Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus
vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis :
1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada
orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.
Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain 5 sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga
disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses
prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4) Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis
tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui
tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

11

Di regio lumbar abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip
dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya
diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi
panggul.
Penyebab timbulnya paraplegia pada spondilitis TB : (a) Tekanan eksternal pada
korda spinalis dan duramater Dapat disebabkan oleh karena adanya granuloma di
kanalis spinalis, adanya abses, material perkijuan, sekuestra tulang dan diskus atau
karena subluksasi atau dislokasi patologis vertebra. Secara klinis pasien akan
menampakkan kelemahan alat gerak bawah dengan spastisitas yang bervariasi, tetapi
tidak tampak adanya spasme otot involunter dan reflek withdrawal. (b) Invasi
duramater oleh tuberkulosa Tampak gambaran meningomielitis tuberkulosa atau
araknoiditis tuberkulosa. Secara klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang berat
dengan spasme otot involunter dan reflek withdrawal. Prognosis tipe ini buruk dan
bervariasi sesuai dengan luasnya kerusakan korda spinalis. Secara umum dapat terjadi
inkontinensia urin dan feses, gangguan sensoris dan paraplegia.
G. Stenosis Spinal
Stenosis spinal merupakan penyempitan kanal medulla spinalis yang mungkin
terjadi secara kongenital atau menyempit karena penonjolan annulus, hipertrofi sendi
faset, atau ligamen longitudinal posterior yang tebal atau mengeras, sehingga menekan
saraf yang mengandung beberapa radiks.4
Penyempitan kanalis lumbalis dapat disebabkan oleh pedikel yang pendek karena
kongenital, lamina dan sendi faset yang tebal, kurva skoliosis, dan lordotik.
Kebanyakan kasus merupakan idiopatik dan sering terjadi pada usia pertengahan dan
usia tua. 5

2. Proses Inflamasi
12

A. GuillainBarr syndrome
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelemahan dan
paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya myelin, material yang
membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan
penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS
menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh
karena itu GBS disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
(AIDP). Gejala pertama dari kelainan ini derajatnya bervariasi meliputi kelemahan atau
sensasi kesemutan pada kedua tungkai kaki. Dalam banyak kasus kelemahan simetris dan
sensasi abnormal menyebar ke lengan dan tubuh bagian atas. Gejala ini dapat meningkatkan
intensitas sampai otot-otot tertentu tidak dapat digunakan sama sekali dan, bila berat, pasien
GBS hampir mengalami lumpuh total. Dalam kasus-kasus gangguan yang mengancam
kehidupan - berpotensi mengganggu pernapasan dan, pada saat yang bersamaan, dengan
gangguan tekanan darah atau denyut jantung - dan dianggap sebagai kegawatdaruratan medis.
Pasien GBS sering memakai ventilator untuk membantu pernapasan dan diawasi dengan ketat
untuk masalah seperti detak jantung yang tidak normal, infeksi, pembekuan darah, dan
tekanan darah tinggi atau rendah.
Guillain-Barr dapat mempengaruhi siapa pun. Hal ini bisa menyerang pada usia
berapa pun dan kedua jenis kelamin sama-sama rentan terhadap gangguan tersebut. Sindrom
ini jarang terjadi, namun, hanya menyerang sekitar satu orang dalam 100.000 populasi.
Biasanya Guillain-Barr terjadi beberapa hari atau minggu setelah pasien memiliki gejala
infeksi virus pernapasan atau pencernaan. Kadang-kadang operasi akan memicu sindrom.
Dalam kasus yang jarang vaksinasi dapat meningkatkan risiko GBS.
Setelah manifestasi klinis pertama dari penyakit, gejala dapat berkembang selama
beberapa jam, hari, atau minggu. Kebanyakan pasien GBS mencapai tahap kelemahan
terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala muncul. Gejala-gejala yang dapat timbul
pada pasien GBS adalah kehilangan sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa
terbakar, atau nyeri, dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
Kelumpuhan pada pasien GBS biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar
ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Pada pasien GBS parah,
kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan sehingga
diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi pasien dapat
bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya
13

kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian


umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.
Menurut penelitian, penyebab GBS ialah adanya sistem kekebalan tubuh yang
menyerang tubuh itu sendiri, yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Biasanya sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh menyerang hanya material asing dan organisme yang masuk tubuh
atau kita sebut sebagai antigen. Pada sindrom Guillain-Barr, sistem kekebalan tubuh mulai
menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson dari saraf perifer, atau bahkan
menyerang akson itu sendiri.
Pada penyakit di mana selubung mielin saraf perifer yang injuri atau rusak, saraf
tidak bisa mengirimkan sinyal secara efisien. Itulah sebabnya otot-otot mulai kehilangan
kemampuan mereka untuk merespon perintah otak, perintah yang harus dilakukan melalui
jaringan saraf. Otak juga menerima sinyal sensorik lebih sedikit dari seluruh tubuh, yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk merasakan tekstur, panas, nyeri, dan sensasi lainnya.
Secara bergantian, otak dapat menerima sinyal yang tidak tepat yang mengakibatkan
kesemutan, "crawling-skin" atau sensasi nyeri. Karena sinyal menuju dan dari lengan serta
kaki harus melakukan perjalanan jarak terpanjang mereka yang paling rentan terhadap
gangguan, sehingga kelemahan otot dan sensasi kesemutan biasanya pertama kali muncul di
tangan dan kaki kemudian mulai dirasakan kebagian atas tubuh.
Ketika Guillain-Barr didahului oleh infeksi virus atau bakteri, maka kemungkinan virus atau
bakteri tersebut telah mengubah sifat sel dalam sistem saraf sehingga sistem kekebalan tubuh
memperlakukan mereka sebagai sel asing. Hal ini juga memungkinkan bahwa virus membuat
sistem kekebalan tubuh menjadi kurang mengenali sel myelin dan akson sebagai sel tubuhnya
sendiri , yang memungkinkan beberapa sel-sel kekebalan, seperti beberapa jenis limfosit dan
makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang tersensitisasi bekerja sama dengan
limfosit B untuk memproduksi antibodi terhadap komponen selubung mielin dan dapat
berkontribusi pada kerusakan myelin.
3. Proses Degeneratif
Penyakit Diabetes Mellitus
Pasien DM merupakan predisposisi dari berbagai macam gangguan saraf perifer
berupa peripheral neuropathy yang cenderung progresif dan ireversibel. Keluhan pada
pasien DM terutama ialah polineuropati distal sensoris yang simetris.
Mekanisme biokimia yang berkontribusi penting dalam perkembangan bentuk-bentuk
simetris paling umum dari polineuropati diabetes kemungkin besar meliputi jalur poliol,
produk akhir glikasi lanjut, dan stres oksidatif.
a. Jalur Poliol

14

Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar glukosa intraseluler dalam saraf,


menyebabkan saturasi pada jalur glikolisis normal. Glukosa ekstra masuk ke dalam proses
jalur poliol dan diubah menjadi sorbitol dan fruktosa oleh enzim aldosa reduktase dan
sorbitol dehidrogenase. Akumulasi dari sorbitol dan fruktosa menyebabkan myoinositol saraf
berkurang, menurunkan aktivitas membran Na+/ K+-ATPase, mengganggu transportasi
aksonal, dan terjadi gangguan struktural saraf, menyebabkan potensial aksi menjadi
abnormal.
b. Produk Akhir Glikasi Lanjut (Advanced Glycation End Products-AGE)
Reaksi nonenzimatik dari glukosa berlebih dengan protein, nukleotida, dan hasil lipid
pada produk akhir glikasi lanjut (AGE), kemungkinan memiliki peran dalam mengganggu
integritas neuronal dan mekanisme perbaikan melalui gangguan metabolisme sel saraf dan
transportasi aksonal.
c. Stress Oksidatif
Peningkatan produksi radikal bebas pada diabetes dapat merugikan melalui beberapa
mekanisme yang belum sepenuhnya dipahami. Ini termasuk kerusakan langsung pada
pembuluh darah yang menyebabkan iskemia saraf dan memfasilitasi dari reaksi AGE.
Gejala Neuropati Diabetik
a. Gejala Sensoris
Neuropati sensorik biasanya onsetnya perlahan dan menunjukkan distribusi stokingdan-sarung tangan (stocking-and-glove distribution) di ekstremitas distal. Gejala sensorik
mungkin negatif atau positif, fokal atau difus. Gejala sensorik negatif termasuk baal atau mati
rasa, yang mana pasien dapat menggambarkannya seperti mengenakan sarung tangan atau
kaus kaki. Kehilangan keseimbangan, terutama dengan mata tertutup, dan luka tanpa rasa
sakit akibat hilangnya sensasi yang umum. Gejala positif dapat digambarkan sebagai rasa
terbakar, nyeri seperti ditusuk-tusuk, kesemutan, perasaan seperti tersengat listrik, sakit,
adanya keketatan, atau hipersensitivitas terhadap sentuhan.
b. Gejala Motorik
Kelainan motorik meliputi kelemahan distal, proksimal, atau beberapa kelemahan
yang bersifat fokal. Pada ekstremitas atas, gejala motor distal meliputi gangguan koordinasi
halus pada tangan, seperti membuka tutup botol atau mengunci pintu. Kaki sering terpeleset
atau jatuh dan lecet kemungkinan merupakan gejala awal dari kelemahan kaki. Gejala
kelemahan anggota gerak bawah proksimal meliputi kesulitan menaiki atau meuruni tangga,
atau sulit bangun dari posisi duduk atau terlentang. Sedangkan gejala kelemahan anggota
gerak atas proksimal ialah kesulitan dalam mengangkat lengan atas.

15

6.Manifestasi Klinis
Radikulopati sering ditandai oleh satu atau lebih dari gejala berikut:6
1. Rasa nyeri berupa nyeri tajam yang menjalar dari daerah parasentral dekat vertebra
hingga ke arah ekstremitas. Rasa nyeri ini mengikuti pola dermatomal dan diperhebat
oleh gerakan, batuk, mengedan, atau bersin.
2. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
3. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit sepanjang distribusi
dermatom radiks yang bersangkutan.
4. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan. Refles tendon pada
daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan menurun atau bahkan menghilang.
Gejala radikulopati tergantung pada lokasi radiks saraf yang terkena (yaitu pada
servikal, torakal, atau lumbal). Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif di radiks
posterior tingkat servikal dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Demikian juga nyeri radikular yang dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia, karena
nyerinya menjalar sepanjang perjalanan n.iskiadikus dan lanjutannya ke perifer. Radikulopati
setinggi segmen torakal jarang terjadi karena segmen ini lebih rigid daripada segmen servikal
maupun lumbal. Jika terjadi radikulopati setinggi segmen torakal, maka akan timbul nyeri
pada lengan, dada, abdomen, dan panggul.3
Pada Radikulopati Lumbal terdapat nyeri punggung bawah disertai nyeri pada kaki, tapi
nyeri pada kaki lebih menjadi pertanda daripada nyeri punggung bawah. Berikut gejala
umum yang biasa muncul:6
Nyeri punggung bawah.
Sakit terus-menerus pada satu sisi pantat atau kaki, tapi jarang kedua sisi kanan

dan kiri
Nyeri yang berasal dari pinggang atau pantat dan berlanjut di sepanjang

jalur saraf siatik di bagian belakang paha dan ke tungkai bawah dan kaki
Nyeri yang biasanya digambarkan sebagai tajam.
Beberapa pengalaman sensasi mati rasa atau kelemahan, atau tusukan-tusukan

bawah kaki
Sakit parah yang dapat membuat sulit untuk berdiri atau duduk, nyeri yang terasa
lebih baik ketika pasien berbaring.

a. Rasa nyeri pada daerah sakroiliaka yang menjalar hingga ke bokong, paha, betis, dan
kaki. Nyeri dapat ditimbulkan dengan Valsava Maneuvers (seperti : batuk, bersin,
atau mengedan saat defekasi).
16

b. Pada rupture diskus intervertebra, nyeri dirasakan lebih berat bila penderita sedang
duduk atau akan berdiri. Ketika duduk, penderita
akan menjaga lututnya dalam keadaan fleksi dan
menumpukan berat badannya pada bokong yang
berlawanan.

Ketika

akan

berdiri,

penderita

menopang dirinya pada sisi yang sehat, meletakkan


tangannya di punggung, menekuk tungkai yang
terkena (Minors Sign). Nyeri mereda ketika pasien
berbaring. Umumnya penderita merasa nyaman
dengan berbaring terlentang disertai fleksi sendi coxae dan lutut, serta bahu disangga
dengan bantal untuk mengurangi lordosis lumbal. Pada tumor intraspinal, nyeri tidak
berkurang atau bahkan memburuk ketika berbaring.
c. Gangguan postur atau kurvatura vertebra. Pada pemeriksaan dapat ditemukan
berkurangnya lordosis vertebra lumbal karena spasme involunter otot-otot
punggung. Sering ditemui skoliosis lumbal, dan mungkin juga terjadi skoliosis
torakal sebagai kompensasi. Umumnya tubuh akan condong menjauhi area yang
sakit, dan panggung akan bungkuk ke depan dan kearah yang sakit untung
menghindari stretching pada saraf yang bersangkutan. Jika iskialgia sangat berat,
pasien akan menghindari ekstensi sendi lutut, dan berjalan dengan bertumpu pada
jari kaki (karena dorsofleksi kaki menyebabkan stretching pada saraf, sehingga
memperburuk nyeri). Pasien membungkuk ke depan, berjalan dengan langkah kecil
dan semifleksi sendi lutut, disebut Neris Sign.
d. Ketika pasien berdiri, dapat ditemukan gluteal fold yang menggantung dan tampak
lipatan kulit tambahan karena otot gluteus yang lemah. Hal ini merupakan bukti
keterlibatan radiks S1.
e. Dapat ditemukan nyeri tekan pada sciatic notch dan sepanjang nervus iskiadikus.
f. Pada kompresi radiks spinal yang berat, dapat ditemukan gangguan sensasi,
paresthesia, kelemahan otot, dan gangguan refleks tendon. Fasikulasi jarang terjadi.
g. HNP biasanya terletak di posterolateral dan mengakibatkan gejala yang unilateral.
Tetapi, jika letak hernia agak besar dan sentral, dapat menyebabkan gejala pada
kedua sisi yang mungkin dapat disertai gangguan berkemih dan buang air besar.

17

7. Diagnosa
Pemeriksaan Fisik
Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, adalah penting untuk melakukan anamnesa terlebih
dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan dengan trauma atau infeksi dan
rekurensi. Harus ditanyakan karakter nyeri, distribusi dan penjalarannya, adanya paresthesia
dan gangguan subjektif lainnya, adanya gangguan motorik (seperti kelemahan dan atrofi
otot). Juga perlu diketahui gejala lainnya seperti gangguan pencernaan dan berkemih,
anestesia rektal/genital.3

Pemeriksaan fisik yang lengkap adalah penting. Penting untuk memperhatikan


abnormalitas postur, deformitas, nyeri tekan, dan spasme otot. Pada pemeriksaan
neurologis harus diperhatikan :
o Gangguan sensorik (hipesthesia atau hiperesthesia). Perlu dibedakan gangguan
saraf perifer atau segmental.
o Gangguan motorik (pemeriksaan kekuatan otot, atrofi, fasikulasi, spasme
otot).
o Perubahan refleks.

18

1. Tes Lasegue (Straight Leg Raising Test)


Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Pasien yang sedang berbaring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan (fleksi) pada
persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan stretching
nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan.
f. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan di sepanjang nervus iskiadikus sebelum
tungkai mencapai sudut 70 derajat, maka disebut tanda Lasegue positif (pada
radikulopati lumbal).
2. Modifikasi/Variasi Tes Lasegue (Bragards Sign, Sicards Sign, dan Spurlings Sign)
Merupakan modifikasi dari tes Lasegue yang mana dilakukan tes Lasegue disertai
dengan dorsofleksi kaki (Bragards Sign) atau dengan dorsofleksi ibu jari kaki (Sicards
Sign).Dengan modifikasi ini, stretching nervus iskiadikus di daerah tibial menjadi meningkat,
sehingga memperberat nyeri.Gabungan Bragards sign dan Sicards sign disebut Spurlings
sign.

Lasegues Sign (SLRs Test)

19

a) Bragards sign

b) Spurlings sign

3. Tes Lasegue Silang atau OConell Test


Tes ini sama dengan tes Lasegue, tetapi yang diangkat tungkai yang sehat. Tes positif bila
timbul nyeri radikuler pada tungkai yang sakit (biasanya perlu sudut yang lebih besar untuk
menimbulkan nyeri radikuler dari tungkai yang sakit).
4. Nerve Pressure Sign
Pemeriksaan dilakukan dengan cara :
a. Lakukan seperti pada tes Lasegue (sampai pasien merasakan adanya nyeri)
kemudian lutut difleksikan hingga membentuk sudut 20 derajat.
b. Lalu, fleksikan sendi panggul/coxae dan tekan nervus tibialis pada fossa poplitea
hingga pasien mengeluh adanya nyeri.
c. Tes ini positif bila terdapat nyeri tajam pada daerah lumbal, bokong sesisi, atau

sepanjang nervus iskiadikus.


Naffziger Tests
Tes ini dilakukan dengan menekan kedua vena jugularis selama 2 menit. Tekanan
harus dilakukan hingga pasien mengeluh adanya rasa penuh di kepalanya.
Kompresi vena jugularis juga dapat dilakukan dengan sphygmomanometer cuff,
dengan tekanan 40 mmHg selama 10 menit. Dengan penekanan tersebut, dapat
mengakibatkan

tekanan

intrakranial

meningkat.

Meningkatnya

tekanan

intrakranial atau intraspinal, dapat menimbulkan nyeri radikular pada pasien


dengan space occupying lesion yang menekan radiks saraf. Pada pasien ruptur
diskus intervertebra, akan didapatkan nyeri radikular pada radiks saraf yang
bersangkutan.Pasien dapat diperiksa dalam keadaan berbaring atau berdiri.

20

Naffziger test
8. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiografi atau Foto Polos Roentgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan
structural.5
2. MRI dan CT-Scan
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi
medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui
beratnya perubahan degenerative pada diskus intervertebra. MRI memiliki
keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya potongan sagital dan
dapat memberikan gambaran hubungan diskus intervertebra dan radiks saraf
yang jelas,sehingga MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk
menyingkirkan diagnose banding gangguan structural pada medulla spinalis
dan radiks saraf.4,5
CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan
baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus
intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa myelography
dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.4
3. Myelography
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomis yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelography merupakan proses yang invasif, karena melibatkan

21

penetrasi pada ruang subarakhnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai


tes preoperative dan seringkali dilakukan bersamaan dengan CT-Scan.4
4. Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf
tunggal.Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi
radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah pasti secara pemeriksaan
klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis tidak dianjurkan.4
5. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, dan kalsium.
b. Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
9. Penatalaksanaan
1. Informasi dan edukasi
2. Farmakoterapi 4,7
a. Akut : asetaminofen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat),
injeksi epidural.
b. Kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin), opioid (kalau sangat
diperlukan).
1. Terapi Non Farmakologi
a. Akut :
- Imobilisasi
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
- Modalitas termal (terapi panas dan dingin)
- Pemijatan
- Traksi (tergantung kasus)
- Pemakaian alat bantu (misalnya korset atau tongkat)
b. Kronik
- Terapi psikologis
- Modulasi nyeri (akupunktur atau modalitas termal)
- Latihan kondisi otot
- Rehabilitasi vokasional
- Pengaturan berat badan, posisi tubuh, dan aktivitas
2. Terapi Farmakologi
NSAIDs
Contoh : Ibuprofen

22

Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara

menurunkan sintesis prostaglandin


Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 300 800 mg per oral setiap 6 jam (4x1 hari) atau 400 800 mg IV

setiap 6 jam jika dibutuhkan


Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin
oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik
dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik

tertentu.
Dosis dan penggunaan : Dewasa : 100 300 mg 1x1 hari pada malam hari

Muscle Relaxants

Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan
menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang

mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.


Dosis : Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi serta
respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin
Dosis : Dewasa : 50 100 mg per oral setiap 4 6 jam (4x1 hari) jika
diperlukan

Antikonvulsan

Contoh : Gabapentin (Neurontin)


Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang

mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.


Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
3. Terapi nonfarmakologik4,7

23

a. Akut : imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat badan, posisi tubuh
dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin), masase, traksi (tergantung
b.

kasus), alat bantu (antara lain korset, tongkat).


Kronik : terapi psikologik, modulasi nyeri (akupunktur, modalitas termal), latihan
kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan, posisi tubuh dan
aktivitas. 4,7

4. Invasif nonbedah

Blok saraf dengan anestetik lokal.


Injeksi steroid (metilprednisolon) pada epidural untuk mengurangi pembengkakan
edematous sehingga menurunkan kompresi pada radiks saraf.

5. Bedah
Indikasi operasi pada HNP :

Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari 4 minggu : nyeri berat /

intractable / menetap / progresif.


Defisit neurologik memburuk.
Sindroma kaudal
Stenosis kanal : setelah terapi konservatif tidak berhasil.
Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan neurofisiologik dan
radiologik. 4,7
Daftar Pustaka

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Hartanto.huriawati. Dkk. Kamus Kedokteran Dorland edisi ke 29 ECG.


Adams and Victors. Principle of Neurology 8th Edition
Richard S. Snell. Anatomi Klinik. 6th Edition
Kapita Selekra Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI. Edisi Ketiga
http://emedivine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral Radikulopathy.
http://www.psine-health.com/conditions/sciatica/what-you-need-know-about-sciatica.
Rowland LP. Merritts textbook of neurology. 7th ed. Philadelphia : Lea &Febiger,

24

Anda mungkin juga menyukai