Polyunsaturated Fatty Acids
Polyunsaturated Fatty Acids
(INDUSTRIAL MICROBIOLOGY)
INDUSTRIAL PRODUCTION OF OMEGA-3 FATTY ACID
FROM MICROALGAE
By:
R. Amilia Destryana
NIM. 106100112141007
AGROINDUSTRIAL BIOTECHNOLOGY
AGROCULTURAL PRODUCT TECHNOLOGY
PROGRAM MAGISTER (Double Degree)
AGRICULTURAL TECHNOLOGY
UNIVERSITY OF BRAWIJAYA
2011
Nama trivial
Rumus struktur
-linolenat
C18:3 -3
9, 12, 15
Stearidonat
C18:4 -3
6, 9, 12, 15
Eicosapentaenoat (EPA)
C20:5 -3
5, 8, 11, 14, 17
Docosapentaenoat (DPA)
C22:5 -3
Docosaheksaenoat (DHA)
C22:6 -3
berkompetisi dengan enzim ini. Sementara asam linoleat merupakan substrat yang lebih
disukai oleh enzim ini, sehingga sintesis EPA dan DHA dari asam linolenat menjadi
terhambat (Estiasih, 2009). Proses transformasi asam lemak omega-3 dalam tubuh
dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Proses transformasi asam lemak omega-3 dalam tubuh (Estiasih, 2009)
bayi yang diberi formula makanan rendah asam lemak omega-3 (Jorgensen et al, 1996
dalam Eskin, 2002).
upaya
pencegahan
penyakit
kardiovaskular,
kanker,
Alzheimer,
dan
schizophrenia. DHA memegang peranan penting dalam ppertumbuhan otak bayi dan
perkembangan retina. Asam lemak omega-3 bersifat essensial bagi tubuh, sehingga
perlu ditambahkan dalam menu diet untuk mengatur kondisi tubuh dan pikiran.
a. Penyakit kardiovaskular
Asam
lemak
omega-3
menunjukkan
efek
menguntungan
bagi
sistem
suplemen
DHA
dapat
meningkatkan
penglihatan
bayi
jika
oksidasi (Estiasih, 2009). Dengan demikian kadar asam lemak omega-3 pada produk
konsentrat akan jauh lebih tinggi dibandingkan bentuk minyak awalnya.
Dalam bentuk konsentrat, maka akan memudahkan dalam pemberian asupan
omega-3 bagi masyarakat, di mana memungkinkan pemberian konsentrat asam lemak
omega-3 (terutama EPA dan DHA) dalam jumlah yang kecil namun telah memenuhi
dosis asupan yang direkomendasikan (Tabel 2). Selain itu, keuntungan lain yang dapat
diperoleh adalah bentuk konsentrat tidak memerlukan tempat atau ruang penyimpanan
yang lebih besar, sehingga lebih efisien (Potter and Hotckiss, 1996).
Tabel 2. Dosis harian EPAdan DHA yang direkomendasikan
Organisasi
EPA dan DHA (mg)
National Health and Medical Research Council
190
(Australian Nutrient Reference Values)
British Nutrition Foundation Task Force
500-1000
U.K. Department of Health
European Academy of Nutritional Science
The International Society for the Study of Fatty
Acids and Lipids (ISSFAL)
Populasi
Umum
200
200
Resiko
tinggi
Umum
Umum
650
Umum
1000
Resiko
tinggi
Ikan berlemak
(2 kali/minggu)
>3 g
300
Umum
Tinggi
trigliserida
Ibu hamil
dan
menyusui
kedelai mentah, limbah sukrosa, limbah tepung kedelai, dan gliserol mentah (Cheng et
al., 1999; Athalye et al., 2009). OBrien et al. menunjukkan bahwa P.irregulare dapat
memproduksi EPA dalam jumlah tinggi dengan menggunakan whey manis, yakni produk
samping dari industri dairy, yang jika dibandingkan dengan glukosa sebgai sumber
karbon (OBrien et al., 1993).
Bahan baku yang akhir-akhir ini digunakan adalah gliserol mentah, yang
merupakan produk samping dari produksi biodisel. Biodisel terbuat dari reaksi kimia
antara minyak atau lemak dan alkohol, biasanya yang digunakan adalah metanol.
Bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak sayur, seperti kedelai, canola, biji
bunga matahari, lemak hewan, atau limbah dari minyak sayur. Basa kuat yang
digunakan adalah sodium hydroxide (NaOH) atau potassium hydroxide (KOH) sebagai
katalis. Gliserol adalah produk samping yang diperoleh setelah katalisa dari trigliserida.
Katalisa trigliserida dapat dilihat pada Gambar 4 dan produksi gliserol sebagai produk
samping.
(seperti baki lebar) (Sheehan et al. 1998). Kedangkalan air pada wadah ini berkisar
antara 0.20.3 m dengan luas area sebesar 0.5 to 1 ha. Pengaturan air disertakan
dengan pengaturan udara yang diberikan seperti penambahan CO 2. Mikroalga yang
siap dipanen, diberi perlakuan flokulasi atau sentrifugasi (del Campo et al. 2007).
Gambar sistem penumbuhan mikroalga dengan cara shallow open ponds and raceways
dapat dilihat pada Gambar 6.
itu,
terdapat
sistem
penumbuhan
mikroalga,
yaitu
sistem
sistem pengiriman cahaya dari reaktor cahaya buatan, bank fluorescennt, maupun
lampu untuk menyediakan cahaya terhadap kultur ( = 400700 nm), sedangkan jika
menggunakan cahaya alami maka digunakan wadah pengumpul cahaya matahari.
Sistem
penggantian
gas
yang
mengantarkan
gasn
karbondioksida
dan
Sistem pemanenan, hal ini berkaitan dengan proses downstream dan rekoveri
produk.
sehingga hampir 95% sel dapat dipisahkan. Hanya saja penggunaan sentrifugasi
dengan energi tinggi dapat mempertinggi biaya produksi. Salah satu, solusi untuk
mengurangi tingginya biaya adalah dengan menggunakan membran filtrasi.
b. Flotasi
Flotasi adalah pendekatan yang biasa digunakan untuk memisahkan mikroalga dari
wadah penyimpanan air yang digunakan dalam produksi sehingga menjadi air
minum, yaitu dengan perlakuan ozonisasi. Meskipun, metode ini jarang digunakan
tetapi telah dijadikan uji coba sebagai pembanding. Dengan metode ini, 90% dari
mikroalga Chaetoceros sp. dapat dipisahkan (Csordas & Wang 2004).
c. Filtrasi
Teknik ini biasa digunakan dan berhasil dalam pemisahan sel mikroalga dalam
jumlah yang kecil. Metode ini hanya menggunakan sedikit energi, hanya saja
pencucian sebagai tahapan selanjutnya yang membutuhkan biaya cukup tinggi.
Filtrasi bertekanan tinggi maupun vakum sering digunakan dalam industri, sehingga
cukup efisien dalam proses pemanenan.
d. Penghancuran sel
Untuk mengefisienkan ektraksi material dari dalam sel, maka beberapa industri
menggunakan metode ini untuk mengurangi biaya produksi. Sehingga pemanenan
dan ekstraksi material atau produk yang diinginkan dapat dilakukan secara
bersamaan.
Dari tabel 3, melalui penelitian Jasuja et al. (2010) dapat dilihat bahwa dari
beberapa spesies traustochytrid, hanya Schizochytrium limanicum SR21 yang dapat
memproduksi total DHA dalam jumlah tinggi. Sehingga, spesies ini yang saat ini sering
digunakan dalam penelitian maupun industri. Berbagai spesies telah diuji coba dalam
upaya peningkatan produksi DHA melalui proses biologis, yaitu fermentasi mikroalga.
Tabel 3. Tabulasi biomassa, lipid, dan yield DHA dari berbagai thraustochytrid
Dari jurnal di atas, dapat diketahui bahwa upaya optimasi produksi DHA
dengan spesies Schizochytrium limanicum juga dilakukan dengan mencoba berbagai
sistem fermentasi, di antaranya fermentasi continous- culture. Hasil dari jurnal di atas
menunjukkan bahwa produktivitas DHA dengan sistem ini masih rendah jika
dibandingkan dengan sistem batch maupun fed-batch. Hal ini dikarenakan residu sabun
dalam gliserol masih cukup tinggi sehingga mengganggu pertumbuhan Schizochytrium
limanicum. Tetapi, jika sistem ini diaplikasikan dalam skala industri maka sistem ini cukup
menjanjikan karena lebih efisien dan mudah dikontrol. Hasil perbandingan dengan 2
sistem lainnya dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Perbandingan pertumbuhan sel dan produksi DHA antara sistem fermentasi
yang berbeda.
Beberapa alasan sistem continous culture lebih baik dibanding dengan sistem
lainnya adalah sistem ini merupakan pendekatan yang lebih baik untuk mengamati
komposisi asam lemak dalam biomassa sel mikroalga. Dalam kultur batch, asam lemak
terutama asam lemak tak jenuh yang berkaitan dengan umur dinding sel. Asam lemak
terakumulasi dalam fase stasioner pada sistem batch, tapi akan menurun secara cepat
ketika sel mencapai fase menjelang kematian (Wen et al.,2002). Selain itu, dibandingkan
dengan sistem batch dan fed-batch, sistem continous menyediakan profil asam lemak
yang stabil, dalam artian komposisi asam lemak dalam total lipid cenderung
tidak
berubah (terutama total asam lemak dan DHA) (Ethier et al., 2010), lebih sedikit
penurunan yang terjadi jika dibandingkan dengan kultur batch (Chi et al., 2007; Pyle al.,
2008).
4.3 DIFFERENT RAW MATERIALS (BIODIESEL-WASTE GLYCEROL USING)
Dalam jurnal ini, upaya optimasi yang dilakukan adalah membandingkan sumber
karbon yang berbeda, yakni gliserol mentah (limbah dari produksi biodiesel), gliserol
murni, dan glukosa. Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa total asam lemak yang dihasilkan
dari gliserol mentah lebih tinggi jika dibandingkan dari 2 sumber karbon yang lain. Hal ini
telah dijelaskan di pendahuluan awal bahwa spesies Schizochytrium limanicum memiliki
toleransi yang cukup tinggi pada berbagai sumber karbon. Perbedaan dari gliserol limbah
dan murni adalah konsentrasi gliserol murni yang terkandung di dalamnya, dalam limbah
gliserol terdapat impurities sekitar 16% yang terdiri dari metanol dan sabun. Dengan hasil
ini, menunjukkan bahwa metanol dan sabun tidak memiliki pengaruh yang cukup
signifikan terhadap pertumbuhan mikroalga dan produksi DHA.
Gliserol mentah atau limbah gliserol juga sering digunakan untuk produksi
lipid oleh Yarrowia lypolitica dan Cryptococccus curvatus (Maesters et al., 1996;
Dharmadi et al., 2006), sehingga bahan baku ini cukup potensial untuk menghasilkan
asam lemak omega-3 yang berasal dari asam lemak stearad dan oleat. Selain itu,
dengan penelitian ini dapat menjadi solusi bagi perusahaan biodiesel untuk
memanfaatkan limbah gliserol menjadi produk yang juga bernilai komersial. Dari Tabel
6, dapat kita lihat bahwa kultur dapat tumbuh lebih baik pada kultur gliserol mentah
(crude glyserol) dan produktivitas DHA juga lebih tinggi dibandingkan dengan gliserol
murni.
Tabel 6. Efek Konsentrasi dan Jenis gliserol terhadap produktivitas DHA
REFERENCES
Chi, Zhanyou; Denver Pyle; Zhiyou Wen; Craig Frear; Shulin Chen. 2007. A laboratory
study of producing docosahexaenoic acid from biodiesel-waste glycerol by
microalgal fermentation.www.elsevier.com/Process Biochemistry 42 (2007)
15371545
Jasuja,Nakuleshwar Dut;Sunita Jain;Suresh C. Joshi.Microbial Production Of Docosah
exaenoic Acid (O3 Pufa) And Their Role In Human Health.Asian Journal Of
Pharmaceutical And Clinical Research Vol. 3, Issue 4, 2010 Issn - 0974-2441
Ethier, Shannon; Kevin Woisard; David Vaughan; Zhiyou Wen. 2011. Continuous
culture of the microalgae Schizochytrium limacinum on biodiesel-derived
crude glycerol for producing docosahexaenoic acid.Bioresource Technology
102 (2011) 8893
Ethier, Shannon E. 2010. Producing Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acids from
Biodiesel Waste Glycerol by Microalgae Fermentation. Blacksburg; Virginia.
Pyle, Denver J. 2008. Use of Biodiesel-Derived Crude Glycerol for the Production of
Omega-3 Polyunsaturated Fatty Acids by the Microalga Schizochytrium
limacinum. Blackburgs; Virginia.
Greenwell1, H. C.; L. M. L. Laurens2; R. J. Shields3; R. W. Lovitt4; K. J. Flynn3. 2009.
Placing microalgae on the biofuels priority list: a review of the
technological challenges. http://rsif.royalsocietypublishing.org. Diakses tanggal
27 April 2011 pukul 11:05.