Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

PRAKTIKUM TEKNIK PENANGKAPAN IKAN

Disusun oleh:
Dityo Hendyawan S
14/366092/PN/13766
Manajemen Sumberdaya Perikanan
Asisten:
Alfian Majid
Dinno Prakoso
Fathul Alim
Henokh Herniko K.
Intan Permatasari
Pinandita Dwi K.C
Siti Komariah
Yolanda Khoirunnafisa

LABORATORIUM TEKNIK PENANGKAPAN IKAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA


YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKTIKUM TEKNIK PENANGKAPAN IKAN
Disusun oleh:
Dityo Hendyawan Santoso
14/366092/PN/13766

Laporan ini telah disahkan dan diterima sebagai kelengkapan mata kuliah Teknik Penangkapan
Ikan (PIM 3125) yang diselenggarakan oleh Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada.
Asisten Praktikum Teknik Penangkapan Ikan
Tandatangan

( Fathul Alim)

Praktikan Praktikum Teknik Penangkapan Ikan

Tanda tangan

(Dityo Hendyawan Santoso )

.....

Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum Teknik Penangkapan Ikan ini dengan
baik. Penulis mengucapkan termakasih kepada asisten praktikum Teknik Penangkapan Ikan
yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis. Penulis telah
berusaha semaksimal mungkin, namun mungkin masih banyak kekurangan dan kehilafan
didalamnya. Oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat di harapkan
penulis demi bermanfaatnya laporan ini.

Yogyakarta, 4 Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI
JUDUL
PENGESAHAN ........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................5
I. PENDAHULUAN .................................................................................................6
1. Latar Belakang ..............................................................................................6
2. Tujuan ............................................................................................................7
3. Manfaat ..........................................................................................................7
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................8
III. METODE ............................................................................................................11
IV. KEADAAN UMUM DAERAH ..........................................................................14
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................17
1.
2.
3.
4.

Deskripsi Pengoprasian Alat Tangkap ..........................................................17


Hasil Tangkapan ............................................................................................19
Hubungan Kontruksi Alat Tangkap Dengan Hasil Tangkapan .....................23
Hubungan Fishing Ground Dengan Hasil Tangkapan ...................................24

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................24


1. Kesimpulan ..................................................................................................24
2. Saran ..............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

25

Daftar Gambar
Gambar 1. Gill Net

17

Gambar 2. Ikan Red Devil

20

Gambar 3. Ikan Nila 21


Gambar 4. Komposisi Hasil tangkapan

21

Daftar Tabel

Tabel 1. Ukuran Ikan 21


Tabel 2. Panjang Berat Ikan 21
Tabel 3. Panjang Berat Ikan 21

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Teknik Penangkapan Ikan adalah ilmu yang mempelajari teori dasar klasifikasi dan
pengenalan, teknik pembuatandan perbaikan alat tangkap. Pengenalan alat bantu dan daerah
penangkapan, jenis dan perilaku populasi ikan, teknik dan cara penangkapan dengan berbagai
jenis alat tangkap, alat dan sistem penangkapan ikan, teknologi rancang bangun alat tangkap dan
kapal perikanan, teknologi penangkapan ikan serta teknologi sistem informasi perikanan tangkap
(Gunarso, 1985)
Gillnet atau sering disebut juga sebagai Jaring Insang. Istilah gillnet di dasarkan pada
pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gill net terjerat di sekitar operculumnya pada mata
jaring. Dalam bahasa jepang, gill net disebut dengan istilah sasi ami, yang berdasarkan
pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan
tersebut menusukkan diri-sasu pada jaring-ami. Di indonesia, penanaman gill net ini ber
aneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring karo, jaring
udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan
sebagainya (Ayodhyoa, 1981).Pengertian dari jaring insang (gill net) yang umum berlaku di
Indonesia adalah satu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi
panjang dimana mata jaring dari bagian utama ukurannya sama, jumlah mata jaring ke arah
panjang atau ke arah horisontal (Mesh Length (ML)) jauh lebih banyak dari pada jumlah mata
jaring ke arah vertikal atau ke arah dalam (Mesh Dept (MD)), pada bagian atasnya dilengkapi
dengan beberapa pelampung (floats) dan di bagian bawah dilengkapi dengan beberapa pemberat
(sinkers) sehingga dengan adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat
dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak (Sadhori, 1985).
Waduk Sermo merupakan satu - satunya waduk yang terdapat di Yogyakarta, dimana terletak
di daerah Hargowilis, kecamatan Kokap. Kelebihan dari waduk ini adalah memiliki air yang
jernih, bentuknya yang berkelok-kelok, dikelilingi oleh perbukitan menerah dan kawasan hutan.
Fungsi utama dibangunnya waduk Sermo adalah sebagai tempat penyediaan air baku untuk
pengairan. Disamping itu juga mempunyai fungsi tambahan sebagai objek wisata dan penyediaan
sarana air minum. Adanya perubahan perairan mengalir menjadi perairan menggenang diduga
akan mempengaruhi kehidupan ikan ikan endemik. Ikan ikan endemik yang berasal dari
muara muara sungai akan masuk ke dalam waduk. Apabila ikan ikan endemik yang ada tidak
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru di waduk maka ikan ikan endemik akan
mengalami kepunahan, ditambah lagi dengan masukkan ikan ikan introduksi yang mempunyai
kemampuan kuat untuk bersaing. Dewasa ini, waduk Sermo digunakan untuk tempat
pembudidayaan ikan, dan adanya kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh masyarakat
sekitar khususnya nelayan. Penangkapan ikan menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh
nelayan mengingat setiap melakukan tangkapan hasil yang diperoleh banyak, dengan begitu
6

perekonomian masyarakat dapat tercukupi. Namun, penangkapan ikan di waduk, kurang


didasarkan pada perencanaan yang baik sehingga di khawatirkan akan menurunkan jumlah ikan
khususnya ikan ikan endemik. Hal inilah yang menjadi alasan untuk peneliti melakukan
penelitian tentang keanekaragaman ikan di waduk Sermo. Keanekaragaman jenis ikan dapat
dipengaruhi oleh aktivitas penangkapan, faktor alat tangkap yang lebih dominan digunakan,
introduksi spesies baru kedalam perairan air waduk, dan perubahan iklim atau musim. Ketika
introduksi/tebar (bukan ikan asli) dilakukan, maka ikan indigenous/endemik (ikan asli) secara
perlahan akan mengalami kepunahan.

2. Tujuan
2.1 Mengetahui spesifikasi alat tangkap Gillnet
2.2 Mengetahui teknik penangkapan alat tangkap Gillnet
2.3 Mengetahui komposisi hasil tangkapan dengan menggunakan alat tangkap Gillnet

3. Manfaat
3.1 Mengetahui secara langsung seluruh proses pengoperasian alat tangkap Gillnet di Waduk
Sermo.
3.2 Mengetahui hasil tangkapan yang diperoleh dari alat tangkap Gillnet.
3.3 Mengetahui secara langsung bagian-bagian dari alat tangkap Gillnet beserta bahan yang
dipergunakan.

II.

TINJAUAN PUSTAKA
7

Menurut UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 4 ayat (5) bahwa penangkapan ikan
adalah kegiatan untuk memperoleh ikan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan atau
tanpa cara apapun, termasuk kegiatan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,
menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkan (Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Tangerang,2008).
Gill net sering diterjemahkan dengan sebutan jaring insang , jaring rahang dan lain-lain.
Istilah gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap terjerat di sekitar
operkulumnya pada mata jaring. Dalam bahasa Jepang, gill net disebut dengan istilah sasi-ami,
yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net, ialah dengan proses
bahwa ikan-ikan tersebut menusukkan diri-sasi pada jaring-ami. Di Indonesia, penamaan gill
net ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring
kuro, jaring udang, dan sebagainya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang
Bayeman), dan sebagainya (Ayodhyoa, 1981). Menurut Nomura (1985) dan Ayodhyoa (1981),
agar ikan-ikan yang menjadi target tangkapan mudah terjerat pada mata jaring atau terbelit atau
terpuntal badan jaring, maka baik material yang dipergunakan ataupun pada waktu pembuatan
jaring insang, hendaklah diperhatikan hal-hal yang menjadi faktor keberhasilan penangkapan
ikan antara lain: kekuatan benang, ketegangan rentangan badan jaring, E, mata jaring, tinggi
jaring, dan warna jaring.
Kelebihan gill net secara umum menurut (Ayodhyoa. 1985) memiliki selektivitas yang tinggi
karena nelayan dapat menentukan ukuran mesh size, pembuatan alat tangkap yang relatif mudah/
konstruksi lebih sederhan, mudah perawatan dan tidak membutuhkan kapal khusus, kapal yang
digunakan cukup dengan kekuatan yang relatif kecil dan hanya membutuhkan crew yang tidak
terlalu banyak. Alat tangkap ini juga memiliki kekurangan yaitu hasil tangkapan dapat dimangsa
organisme lain, kualitas tangkapan kurang bagus jika terlalu lama terjerat dan sulit untuk
mengeluarkannya. Gill net atau jaring insang merupakan alat penangkap ikan berbentuk
lembaran jaring empat persegi dengan panjang yang mempunyai ukuran mata jaring merata.
Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung yang dipasang pada bagian atas dan
sejumlah pemberat yang dipasang pada bagian bawah jaring. Menurut Martasuganda (2002),
jaring insang dapat diklasifikasikan berdasarkan metode pengoperasiannya menjadi lima jenis,
8

yaitu (1) jaring insang tetap (fixed gillnet atau set gillnet), (2) jaring insang hanyut (drift gillnet),
(3) jaring insang lingkar (encircling gillnet), (4) jaring insang giring (frightening gillnet atau
drive gillnet), (5) jaring insang sapu (rowed gillnet).
Menurut Ayodhyoa (1979), berdasarkan lapisan kedalaman air tempat dioperasikannya alat
ini dapat dibedakan menjadi jaring insang permukaan (surface gillnet), jaring insang lapisan air
tengah (midwater gillnet), dan jaring insang dasar (bottom gillnet). Sedangkan berdasarkan
lapisan jaring yang membentuk dinding jaring atau jumlah lembar jaring utama dibedakan
menjadi jaring insang satu lembar ( single gillnet ), jaring insang dua lembar ( double gillnet atau
semi trammel net ) dan jaring insang tiga lembar ( trammel net ). Berdasarkan jumlah lembar
jaring utama, masing-masing jaring insang mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
1) Jaring insang satu lembar ( single gillnet )
Kelebihan dari jaring insang satu lembar ( single gillnet ) diantaranya yaitu biaya bahan
lebih murah, pembuatan dan perbaikan jaring lebih mudah, melepaskan hasil tangkapan tidak
lama, kualitas hasil tangkapan lebih bagus, lebih selektif terhadap ukuran dan jenis ikan.
Sedangkan kekurangannya yaitu jumlah hasil tangkapan lebih sedikit dan tidak bervariasi, tidak
bisa menangkap ikan yang hanya ditangkap oleh jaring insang 2 lembar atau jaring insang 3
lembar, selang kelas panjang ikan dari satu jenis ikan yang tertangkap tidak bervariasi.
Pengoperasian jaring insang ini ada yang di permukaan, di tengah ( kolom ) perairan atau didasar
perairan dengan cara diset menetap atau dihanyutkan.
2) Jaring insang dua lembar ( double gillnet atau semi trammel net )
Kelebihan dari jaring insang dua lembar ( double gillnet atau semi trammel net ) antara lain
jumlah hasil tangkapan bisa lebih banyak dan bervariasi, selang kelas panjang ikan yang
tertangkap bisa bervariasi. Sedangkan kekurangannya yaitu biaya bahan lebih besar, pembuatan
dan perbaikan jaring lebih rumit, waktu untuk melepaskan ikan hasil tangkapan dari jaring lebih
lama, kualitas hasil tangkapan kurang bagus, tidak selektif terhadap ukuran dan jenis ikan. Di
Indonesia jaring insang dua lembar disebut jaring lapis dua ( jaring lapdu ) yaitu digunakan
untuk menangkap udang, dioperasikan di dasar air secara aktif atau pasif.

3) Jaring insang tiga lembar ( trammel net )


Kelebihan jaring insang tiga lembar ( trammel net ) antara lain jumlah hasil tangkapan bisa
lebih banyak dan bervariasi, bisa menangkap ikan atau habitat lainnya yg tidak bisa ditangkap
oleh jaring insang satu lembar dan dua lembar, selang kelas panjang ikan jenis habitat perairan
yg tertangkap bisa bervariasi, cocok untuk pengambilan contoh ( sampling ) ikan atau habitat
lain dari satu perairan. Sedangkan kelemahannya yaitu biaya bahan lebih besar, pembuatan dan
perbaikan jaring lebih rumit, waktu untuk melepaskan ikan hasil tangkapan dari jaring lebih
lama, kualitas hasil tangkapan kurang bagus, tidak selektif terhadap ukuran dan jenis ikan.
Pengoperasian jaring ini ada yang di permukaan, di kolom dan di dasar perairan dengan cara
diset menetap atau dihanyutkan.
Penelitian Supardjo et al. (2014) mengenai komposisi ikan hasil tangkapan jaring insang
pada berbagai shortening di Waduk Sermo. Berdasarkan hasil penilitian komposisi spesies ikan,
paling dominan ikan ditangkap adalah red devil (52,5%), kemudian Tilapia mossambique
(27,1%), nila hitam (17.5%), managuin (1.3%), marbel gobby (0.8%), sisanya itu terdiri dari ikan
gabus dan javain carp (0,8%). Berdasarkan proporsi jenis kelamin, proporsi laki-laki ikan di
Tilapia mossambique adalah 63,8%, nila hitam adalah 53,7%, dan red devil adalah 58,2%,
sedangkan sisanya adalah keseimbangan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian Zen (2015)
Komposisi hasil tangkapan jaring insang diperoleh 8 jenis ikan, yaitu Mujair (Oreochromis
mossambicus) sebanyak 21,4% dengan panjang berkisar 11,6 - 19,5 cm ; Nila (Oreochromis
niloticus) sebanyak 9,4% dengan panjang berkisar 11,2 - 17,2 cm ; Red Devil (Amphilophus
labiatus) sebanyak 67,2% dengan panjang berkisar 7,1 - 18,4 cm ; Managuen sebanyak 1%
dengan panjang berkisar 14 - 17 cm ; Betutu sebanyak 0,4% dengan panjang berkisar 16,5 - 19
cm ; dan Tawes, Lobster, Gabus masing - masing sebanyak 0,2% dari total hasil penangkapan.

10

III.

METODE

1. Lokasi dan Waktu


Praktikum Teknik Penangkapan Ikan dilaksanakan pada hari Sabtu 26 November 2016
hingga Minggu 27 November 2016 di wilayah perairan Waduk Sermo, Kulon Progo, Yogyakarta.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum berupa gillnet atau jaring insang, ember, timbangan,
penggaris dan alat tulis, sedangkan bahan yang digunakan yaitu ikan hasil tangkapan.
3. Prinsip kerja GPS dan Prinsip pengoperasian gillnet
Jaring Insang atau Gillnet merupakan alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di
wilayah Waduk Sermo. Teknik pengoperasian gill net yang dilakukan oleh nelayan di perairan
Waduk Sermo yaitu dengan menurunkan jaring yang telah dilengkapi pelampung dan pemberat
pada sore hari sekitar jam 17.00 WIB pada daerah fishing ground menggunakan bantuan GPS.
Pada prinsipnya GPS digunakan untuk menentukan titik koordinat suatu daerah fishing ground.
Setelah penurunan jaring selesai dilakukan lalu jaring tersebut dibiarkan sekitar 13 jam agar ikan
dapat tertangkap. Pada prinsipnya cara tertangkapnya ikan menggunakan alat tangkap gillnet
atau jaring insang yaitu dengan tersangkut, terjerat atau terbelit oleh satu atau lebih mata jaring.
4. Metode pengumpulan data
Metode yang digunakan dalam Praktikum Teknik Penangkapan Ikan di Waduk Sermo
adalah metode survei dan metode observasi. Metode survei merupakan pengumpulan data primer
yang menggunakan pertanyaan lisan dan tertulis. Metode ini memerlukan adanya kontak atau
hubungan antara peneliti dengan subyek (responden) penelitian untuk memperoleh data yang
diperlukan. Metode survei, oleh karena itu, merupakan metode pengumpulan data primer
berdasarkan komunikasi antara penelitian dengan responden. Data penelitian berupa data subyek
yang menyatakan opini, sikap, pengalaman atau karakteristik subyek penelitian secara individual
atau secara kelompok. Ada dua teknik pengumpulan data dalam metode survei menurut
Herliansyah (2008) yaitu :
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kedapa subyek penelitian. Teknik wawancara dilakukan jika peneliti
memerlukan umumnya berupa masalah tertentu yang bersifat kompleks, sensitiv, atau
kontroversial, sehingga kemungkinan jika dilakukan dengan teknik Kuisioner akan kurang
11

memperoleh tanggapan responden. Teknik wawancara dilakukan tertuama untuk responden yang
tidak dapat membaca menulis atau jenis pertanyaan yang memerlukan penjelasan dari
pewawancara atau memerlukan penerjemahan.
b. Kuisioner
Pengumpulan data penelitian pada kondisi tertentu kemungkinan tidak memerlukan
kehadiran peneliti. Pertanyaan peneliti dan jawaban responden dapat ditemukan secara tertulis
melalui suatu kuisioner. Teknik ini memberikan tanggung jawab kepada responden untuk
membaca dan menjawab pertanyaan.
Untuk metode selanjutnya yaitu observasi, dimana observasi ini merupakan metode
pengumpulan data primer dalam penelitian ilmiah selain menggunakan metode survey. Observasi
adalah proses pencatatan pola perilaku subyek (orang), obyek (bend) atau kejadian yang
sistematis tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang diteliti.
Metode observasi dapat menghasilkan data yang lebih rinci, akurat dan bebas dari respon bias
mengenai perilaku (subyek), benda atau kejadian (obyek) dibandingkan dengan metode survey
(Herliansyah, 2008).
Dengan penjelasan di atas dalam praktikum metode pengumpulan data dilakukan dengan
mengunjungi tempat atau lokasi Waduk Sermo dan melihat persiapan nelayan setempat
melakukan kegiatan penangkapan ikan (metode survey) serta untuk metode observasi, dengan
mengamati dan terlibat langsung pada objek (kegiatan penangkapan ikan) (Marzuki 1995).
5. Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan yaitu dengan analisis objek langsung dari data yang
sudah tersedia. Analisis data yang didapatkan dari survey dan observasi kemudian dirangkum
ulang dalam bentuk pembahasan sesuai dengan kajian data yang tersedia, seperti menghitung
pelampung, pemberat, jaring mengapung atau tenggelam. Masing-masing rumus yang digunakan
sebagai berikut .
Rumus

menghitung

Jumlah

pelampung

panjang tali pelampung( cm)


Panjang Pelampung ( cm )+ Jarak antar pelampung(cm)

Jumlah pemberat

panjang tali pemberat (cm)


Panjang Pemberat ( cm ) +Jarak antar pemberat (cm)
12

Rumus menghitung berat pelampung : A=JumlahpelampungXBeratPelampung

menghitung berat benda di air (P)/ daya apung: P = A

(1

Rumus

Bj air
)
Bj Bahan

13

IV.

KEADAAN UMUM DAERAH

1. Keadaan wilayah Waduk Sermo


Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik Kabupaten Kulon Progo 2.1.1. Letak, Batas,
dan Luas Wilayah Kabupaten Kulon Progo secara geografis terletak antara 70 38'42" 70
59'3" Lintang Selatan dan 1100 1'37" 1100 16'26" Bujur Timur, merupakan bagian wilayah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian paling barat serta dibatasi oleh:

Sebelah Barat : Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.


Sebelah Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, Prov. D.I. Yogyakarta
Sebelah Utara : Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Sebelah Selatan : Samudera Hindia.

Secara fisiografis, di sisi timur Kabupaten Kulon Progo dibatasi oleh Sungai Progo yang
memisahkan kabupaten ini dengan Kabupaten Sleman dan Bantul. Sungai Progo merupakan
sungai terbesar yang melintasi Provinsi DIY dengan hulu di Gunung Sumbing Kabupaten
Wonosobo dan bermuara di Samudera Hindia. Sungai ini mempunyai pengaruh besar
terhadap perekonomian penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terutama di
sekitar aliran sungai yang dimanfaatkan untuk budidaya sektor pertanian. Luas area
kabupaten Kulon Progo adalah 58.628,311 Ha yang meliputi 12 kecamatan dengan 87 desa, 1
kelurahan dan 917 pedukuhan. Kecamatan terluas adalah Samigaluh dan Kokap, masingmasing yaitu 12% dari total wilayah Kabupaten, sedangkan wilayah terkecil adalah
Kecamatan Wates. Dari luas total kabupaten, 24,89 % berada di wilayah Selatan yang
meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 % di wilayah tengah yang
meliputi Kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 % di wilayah utara yang
meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Tabel 2.1. berikut
ini memberikan informasi luas wilayah tiap kecamatan di Kabupaten kulon Progo

2. Sarana Prasarana Waduk Sermo

14

Waduk Sermo memiliki potensi yang tinggi sebagai daerah pengembangan pariwisata
didukung oleh suasana yang damai dan alami, pemandangan yang indah, dan penduduk lokal
yang ramah. Di DIY seperti dikemukakan oleh Soemarwoto (2003) wisata alam menjadi
obyek yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan ekowisata. Waduk Sermo
sebagai lokasi rekreasi alternatif untuk menikmati waktu bersama keluarga atau teman,
sekedar berkeliling menggunakan sepeda motor atau perahu. Aktivitas memancing juga
menjadi salah satu daya tarik wisata. Pemancing berasal dari sekitar kawasan waduk dan juga
dari luar daerah. Beberapa aktivitas berskala lokal maupun nasional juga dilakukan di
kawasan waduk. Igir-igir perbukitan dengan lintasan menantang menjadi lokasi Kejuaraan
Nasional downhill. Perairan danau juga digunakan sebagai lokasi pemusatan latihan atlet
dayung. Jalanan melingkar di tepian danau juga seringkali digunakan untuk lintasan jalan
santai atau bersepeda pada hari-hari libur. Perjalanan menuju Kawasan Wisata Waduk Sermo
dari Kota Yogyakarta dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi kurang lebih 1,5 jam dan
kurang lebih 15 menit dari Kota Wates dengan sarana jalan yang baik. Pada pintu gerbang
Kawasan Wisata waduk Sermo terdapat Kawasan Suaka Margasatwa Sermo yang juga
merupakan sarana wisata dan laboratorium alam untuk pengamatan burung maupun satwa
liar pada kawasan hutan negara. Untuk melindungi catchment area maka dibangun kawasan
sabuk hijau (green belt) yang berada dalam batas tanah negara. Kawasan ini juga menambah
asri kawasan waduk dengan pemandangan menghijau dan iklim mikro yang sejuk. Sarana
dan prasarana Kawasan Wisata Waduk Sermo meliputi bangunan yang berhubungan dengan
tata kelola air, administrasi, dan sarana pendukung wisata. Sarana dan prasarana yang
berhubungan dengan tata kelola air meliputi: Bendungan utama, bangunan pelimpah,
terowongan pengelak, menara pengambilan, sarana elektrik, sarana mekanik, instrumentasi
keamanan bendungan, Instrumentasi hidrologi, dan klimatologi. Untuk mendukung
kelancaran administrasi dibangun Bangunan kantor, perumahan, dan mess. Sarana
pendukung wisata meliputi areal parkir, gardu pandang, rest area, masjid, dan beberapa
warung makan yang dikelola oleh masyarakat sekitar. Untuk mendukung pelatihan dan
training tersedia Wisma Sermo Asri dengan fasilitas 2 meeting rooms, dan 18 kamar. Rest
area cukup luas tersedia di bagian timur waduk, dibatasi portal untuk menjaga keamanan
bendungan. Dengan dibangunnya portal ini, maka kendaraan yang masuk terbatas, sehingga
kendaraan ukuran besar tidak dapat masuk melintasi portal tersebut. Pada sisi utara waduk
15

tersedia area parkir bagi kendaraan pribadi yang juga berfungsi sebagai tempat diadakannya
event wisata kesenian dan kuliner pada waktu tertentu.

16

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi pengoperasian alat tangkap gillnet


Bentuk umum
Menurut Subani & Barus (1989), dalam pengoperasian jaring insang (gill net) dibedakan
menjadi lima, yaitu jaring insang hanyut (drift gill net), jaring insang labuh (set gill net), jaring
insang karang (coral reef gill net), jaring insang lingkar (encircling gill net), dan jaring insang
tiga lapis (trammel net). Jaring insang dipasang menghadang arah dan jalan ikan yang sedang
melakukan ruaya (Brandt, 1972). Jaring insang dapat dipasang menghadang atau sejalan arah
arus, di mana posisi ini dapat mengubah bentuk alat oleh karena tekanan dinamika air yang
kemudian dapat memengaruhi kapasitas hasil tangkapan (Ramdhan, 2008).Berdasarkan
kedudukan jaring di dalam perairan dan metode pengoperasiannya jaring insang dibedakan
menjadi empat, yaitu: jaring insang permukaan (surface gill net), jaring insang dasar (bottom gill
net), jaring insang hanyut (drift gill net), dan jaring insang lingkar (encircling gill
net/surrounding gill net) (Ayodhyoa, 1981).Jaring insang adalah kelompok jenis alat
penangkapan ikan berupa jarring yang berbentuk empat persegi panjang dilengkapi dengan
pelampung, pemberat,tali ris atas dan tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah untuk menghadang
ikan sehingga ikan tertangkap dengan cara terjerat dan/atau terpuntal dioperasikan di permukaan,
pertengahan, dan dasar secara menetap, hanyut, dan melingkar dengan tujuan menangkap ikan
pelagis dan demersal, dengan nomor SNI 7277.8:2008 (Kepmen KP tahun 2010)

Gambar 1. Jaring insang

17

Komponen alat tangkap


Kontruksi alat penangkap ikan jaring insang terutama terdiri dari beberapa komponen
berupa tali ris atas, tali ris bawah atau tanpa tali ris bawah, tali pelampung, pelampung, badan
jaring, pemberat, dan tali pemberat..Tali ris atas berfungsi sebagai tempat menggantungkan dan
penguat badan jaring bagian atas, agar bagian atas jaring tidak mudah putus/rusak bagian atas,
umumnya terbuat dari bahan Polyethylene (PE); tali ris bawah berfungsi untuk penguat badan
jaring bagian bawah, umumnya terbuat dari bahan PE; tali pelampung berfungsi untuk
memasang pelampung yang diikatkan pada tali ris atas, umumnya terbuat dari bahan PE;
pelampung berfungsi untuk mengapungkan badan jaring (webbing) agar pada saat dioperasikan
jaring tetap mengapung atau teregang ke arah permukaan perairan, selain itu pelampung juga
berfungsi sebagai tanda keberadaan jaring, umumnya terbuat dari bahan Polyvinyl Chloride
(PVC); badan jaring berfungsi untuk menjerat atau menangkap ikan, umumnya terbuat dari
bahan Polyamide (PA) Monofilament; pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring,
agar pada saat dioperasikan jaring tersebut tetap tenggelam atau teregang ke arah dasar perairan,
umumnya terbuat dari bahan timah, kuningan atau semen beton cetak; tali pemberat berfungsi
untuk mengikat pemberat, umumnya terbuat dari bahan PE; pelampung tambahan berfungsi
untuk tanda keberadaan jaring, umumnya terbuat dari bahan PVC, plastik; dan jangkar berfungsi
untuk menetapkan jaring pada suatu lokasi tertentu agar tidak berpindah posisi dari tempat yang
telah ditentukan.
Teknik pengoperasian gillnet
Sebelum operasi penangkapan dimulai, semua peralatan dan perbekalan yang diperlukan
untuk menangkap ikan dengan menggunakan gill net harusdipersiapkan dengan teliti. Jaring
harus disusun di atas kapal dengan memisahkan antara pemberat dan pelampung supaya mudah
menurunkannya dan tidak kusut. Metode operasi penangkapan ikan dengan menggunakan gill
net dibagi menjaditiga tahap, yaitu setting immersing dan hauling (Sadhori, 1985).
1.

Lama penebaran jaring ( setting )Bila kapal telah mencapai daerah penangkapan,

kecepatan kapal diturunkandan segera bersiap untuk penebaran jaring


a.

Mulamula posisi kapal ditempatkan sedemikian rupaagar arah angin datangnya dari

tempat penurunan jaring


18

b.

Setelah kedudukan atau posisi kapal sesuai dengan yang dikehendaki, jaring dapat

diturunkan. Penurunan jaring dimulai dari penurunan pelampung tanda ujung jaring atau lampu
kemudian tali selambar depan,lalu jaring dan yang terakhir kali selambar pada ujung akhir jaring
atauselambar belakang yang biasanya terus diikatkan pada kapal.
c.

Pada waktu penurunan jaring yang harus diperhatikan adalah arah aruslaut, karena

kedudukan jaring paling baik adalah memotong arus antara450- 900.


2.

Lama perendaman jaring (immersing )Gill net didiamkan terendam dalam perairan kira

kira selama 3 5 jam.


3.

Lama penarikan jaring (hauling )Setelah jaring dibiarkan di dalam perairan selama 3

5 jam, jaring dapat dinaikkan ke atas kapal untuk diambil ikannya. Urutan penarikan jaring
ini merupakan kebalikan dari urutan penebaran jaring, yaitu dimulai dari tali selambar
belakang, jaring, tali selambar muka, dan terakhir pelampung tanda.Penangkapan ikan dengan
menggunakan alat tangkap gill net umumnya dilakukan pada waktu malam hari (Sadhori, 1985).
2. Hasil Tangkapan
Komposisi Hasil Tangkapan
a. Klasifikasi dan Deskripsi
1. Klasifikasi ikan nila (Saanin, 1984)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Osteichtyes
Subkelas
: Acanthopterygii
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Family
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Deskripsi ikan nila adalah memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah vertikal
(compress). Posisi mulutnya terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat
disembulkan. Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Bagian tutup insang
berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih agak kehitaman bahkan kuning. Sisik
19

ikan nila berukuran besar, kasar dan tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi
sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian
atas dan bawahnya. Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang
hingga belakang sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif
kecil dengan mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar
(Kottelat et al. 1993).

Gambar 2. Ikan Nila


2. Klasifikasi ikan red devil (Ghunter, 1864)
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Osteichtyes
Ordo
: Percomorphi
Family
: Cichlidae
Subfamily
: Cichlasomatinae
Genus
: Amphilophus
Spesies
: Amphilophus labiatus
Deskripsi ikan red devil memiliki ciri-ciri fisik badan lebih panjang, mulut
lebih monyong. Ukuran terbesar 14" atau sekitar 35cm. Warna paling umum
merah, orange dan kuning. Ikan red devil mempunyai mata berwarna merah
gelap. red devil mempunyai bentuk kepala yang menonjol dibagian depan. Ikan
red devil juga memiliki gigi yang tajam.

Gambar 3. Ikan Red devil


20

komposisi hasil tangkapan

Komposisi Hasil Tangkapan


Nila

Red Devil Hitam

Red Devil Merah

10%
43%
47%

Gambar 4. Komposisi Hasil Tangkapan


Diagram di atas menunjukkan komposisi hasil tangkapan menggunakan jaring
insang. Jenis ikan yang paling sering ditangkap menggunakan jaring insang adalah
ikan red devil hitam, yaitu sebanyak 47 %, ikan yang paling sering ditangkap
selanjtnya adalah ikan red devil merah yaitu sebanyak 43 %, dan komposisi ikan
yaitu hanya 10 %. Jenis yang paling sering ditangkap adalah ikan red devil, hal ini
dikarenakan ikan red devil merupakan ikan yang mempunyai pertumbuhan yang
cepat dan bersifat karnivora / memangsa ikan lain serta agresif sehingga sering makan
ikan-ikan kecil maupun yang seukuran. Populasi ikan red devil di waduk sermo tidak
21

terkendali selama 5 tahun terakhir karena sifatnya yang agresif dan mendesak
populasi ikan asli terutama yang benilai ekonomis seperti ikan nila dan mujahir
(Hedianto & Purnamaningtyas, 2011). Hal tersebut yang mengakibatkan jenis ikan
nila yang tertangkap dengan jaring insang sangat sedikit. Selain itu, jaring insang
yang digunakan mempunyai ukuran mata jaring yang kecil, sehingga banyak ikan red
devil yang tertangkap.
Ukuran Ikan
NO

Nama Ikan
Berat (Gram) Panjang(cm)
Nila
25
11
Red Devil
25
11.5
Red Devil
50
14.5
Red Devil
28
12
Red Devil
50
13
Red Devil
30
13
Red Devil
25
13
Tabel 1. Ukuran ikan

1
2
3
4
5
6
7

Nila
No

Panjang
1
2
3

ratarata

Red Devil Hitam


Red Devil Merah
Ber
Ber
Panjang
Berat
Panjang
at
at
11
25
11.5
25
13
50
14.5
50
13
30
12
28
12
25
34.333
11
25
12.666667
12.66667
35
33
Tabel 2. Data panjang berat

Jenis
Jumlah Persentase
Nila
3
10
Red Devil Hitam
14
46.66666667
Red Devil
13
43.33333333
22

Merah
Total

30

100
Tabel 3. Data panjang berat

Dalam pengukuran panjang dan berat ikan hasil tangkapan digunakan metode sampling.
Metode sampling ini bertujuan menghemat waktu dan tenaga saat pengukuran dilakukan karena
jumlah sempel yang terlalu banyak. Sampling dilakukan dengan asumsi bahwa satu ikan dari
hasil tangkapan tersebut dapat mewakili seluruh hasil tangkapan yang ada. Pada ikan jenis Red
Devil ukuran panjang yang paling banyak tertangkap berkisar 13 cm sedangkan ukuran berat
yang paling banyak tertangkap berkisar 25 gram. Untuk ikan Nila ukuran panjang 11 cm dan
berat 25 gram.
3. Hubungan konstruksi alat tangkap dengan hasil tangkapan
Pada praktikum ini digunakan jaring insang dasar. Kontruksi dari jaring insang yang
digunakan yaitu menggunakan mata jaring 2,5 inci dengan pemberat di ujung-ujung jaring dan
juga pelampung di ujung jaring yang menggunakan botol air mineral sebagai pelampungnya.
Hasil yang didapat dari penebaran jaring yaitu ikan Nila dan ikan Red Devil. Dari kedua hasil
tangkapan tersebut ikan yang paling banyak tertangkap yaitu ikan jenis Red Devil. Hal ini terjadi
karena ikan ikan Red devil sangat melimpah diperairan Waduk Sermo dan juga ukuran ikan Red
Devil tepat dengan ukuran mata jaring yang digunakan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
di Waduk Sermo memang sangat melimpah ikan Red Devil dan hasil tangkapan yang didapat
juga didominasi oleh ikan Red Devil.
4. Hubungan Fishing ground dengan jumlah hasil tangkapan
Pada umumnya yang menjadi fishing ground atau daerah penangkapan gillnet permukaan
adalah daerah pantai, teluk, dan muara-muara sungai. Gillnet permukaan dioperasikan pada
bagian permukaan kolom perairan (0-200 m). Daerah distribusi gillnet permukaan adalah seluruh
daerah di Indonesia, terutama Jawa Barat dan pantai Utara Jawa. Fishing ground atau daerah
tangkapan ikan mempengaruhi jumlah hasil tangkapan ikan. Oleh karena itu, apabila fishing
gorund atau daerah tangkapan ikannya tepat dan sesuai maka jumlah hasil tangkapan ikannya

23

pun juga banyak. Namun sebaliknya, apabila fishing ground atau daerah tangkapan ikannya
kurang tepat maka jumlah hasil tangkapan ikannya pun juga sedikit.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Spesifikasi alat tangkap dari jaring gill net yang dilakukan yaitu dengan webbing ukuran
2,5 inci, menggunakan pelampung pada ujung jaring yang biasanya pelampung yang digunakan
berasal dari botol air mineral dan juga pemberat pada ujung jaring dengan menggunakan semen
yang dicor. Teknik penangkapan ikan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah dengan cara
menebar jaring insang pada sore hari di daerah fishing ground yang sudah ditentukan dan
kemudian pada keesokan harinya jaring diangkat. Komposisi hasil tangkapan yang didapat
adalah ikan Nila, dan ikan Red Devil yang merupakan komposisi terbesar hasil tangkapan yang
didapatkan.
2. Saran
Jaring insang yang digunakan lebih bervariasi agar tangkapan yang dihasilkan juga lebih
beragam lagi dan juga setiap fishing ground diharapkan memasang jaring yang ukuran mata
jaringnya berbeda agar dapat melihat ukuran ikan hasil tangkapan pada setiap ukuran mata
jaring.

DAFTAR PUSTAKA
Ayodhyoa, A. U. 1981. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Brandt, A.V. (1972). Fish Cacthing Methods of The World. Fishing News Books Ltd.,
Survey, England : 336 hlm.

24

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang. Pemerintah Daerah Kabupaten


Tangerang 2008. Kabupaten Tangerang dalam Angka 2008. Tangerang
Ghunter. 1984. Penggunaan Ototilth Untuk Penentuan Umur dan Laju Pertumbuhan
Yuwana Ikan Red Devil (Amphilopus labiatus) di Waduk Sermo. Fakultas
Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Gunarso, W. 1985. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan
Teknik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan - Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hedianto, D. A. & S. E. Purnamaningtyas. 2011a. Kajian interaksi pemanfaatan pakan
alami pada komunitas ikan cyprinidae sebagai upaya konservasi jenis ikan
asli di Waduk Ir. H. Djuanda.Prosiding. Forum Perairan Umum Indonesia
ke-8: 499-508
Herliansyah, 2008. Capture process of sweeping trammel net with special reference on
operation method and catch pattern. Diambil dari Seminar Internasional
JSPS yang ketiga mengenai Ilmu Perikanan di Daerah Tropis, Pulau Bali,
Indonesia. 2000 (in press).
Kepmen KP tahun 2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan di WPP-NRI : 36 hlm.
Kottelat et al. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus
Edition. Hongkong. p66.
Martasuganda, S. (2002). Jaring Insang (Gill Net). Jurusan Pemanfaatan Sumber Daya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor,
Bogor : 65 hlm.
Marzuki.1995.Metode Penelitian. Yogyakarta: BPFE-UIL.
Nomura, M. T. Yamazaki. 1985. Fishing Technique I. Japan International Cooperation
Agency. 206 p. Tokyo.

25

Ramdhan, D. (2008). Keramahan Gill Net Millenium Indramayu Terhadap Lingkungan :


Analisa Hasil Tangkapan. Bogor. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian

Bogor : 70 hlm.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
Sadhori, N. 1985. Teknik Penangkapan Ikan. Angkasa, Bandung. Bandung.
Soemarwoto, O. (ed), 2003. Menuju Jogja Propinsi Ramah Lingkungan. Yayasan Agenda
21 Bandung.
Subani, W. & H.R. Barus (1989). Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia.
Balai Penelitian Perikanan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian : 248 hlm.
Supardjo, s. D., Djasmani, Djumanto. 2014. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Jaring
Insang Pad Berbagai Shortening Di Waduk Sermo. Journal of Fisheries
Sciences Vol.16 No.1
Zen Arif Faisal. 2015. Komposisi Ikan Hasil Tangkapan Jaring Insang Permukaan pada
Shortening Berbeda di Waduk Sermo Kabupaten Kulon Progo. ETD Gadjah
Mada University.Yogyakarta

LAMPIRAN

Kuisioner
Foto komponen Alat tangkap Gillnet (Saat praktikum)

26

27

Anda mungkin juga menyukai