PENDAHULUAN
Hemoroid adalah jaringan normal yang terdapat pada semua orang, yang terdiri
atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai katup di dalam saluran anus untuk membantu
sistem sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus, dan cairan.
Gangguan pada
umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000 jiwa. Sebuah
penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari pasien yang
menjalani prosedur sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal memperlihatkan
adanya hemoroid.
Meskipun begitu, menurut Pigot dkk (2005) epidemiologi hemoroid tidak begitu
diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi. Banyak orang
yang mengalami hemoroid dan tidak berkonsultasi dengan dokter. Pasien terkadang
merasa ragu untuk mengobatinya karena rasa takut, malu, dan nyeri pada terapi
hemoroid, sehingga insidensi yang sebenarnya dari penyakit ini tidak dapat dipastikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
imajinasi dengan menghubungkan kedua tuber ischiadicum. Segitiga posterior yang berisi
anus dinamakan trigonum analis; segitiga anterior yang berisi ostium urogenitalis
dinamakan trigonum urogenitalis. Selanjutnya akan dibahas lebih lanjut mengenai
trigonum analis.
Gambar 2. Trigonum analis dan trigonum urogenital pada perempuan dilihat dari
bawah.
Anus adalah lubang di bagian bawah canalis analis dan terletak di garis tengah.
Pada orang hidup, pinggir anus berwarna cokelat kemerahan dan berkerut karena
kontraksi musculus sphincter ani externus. Di sekitar pinggir anus terdapat rambut yang
kasar.
Canalis analis adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum
hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari canalis analis dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi
oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (Lajur Morgagni).12
Pada tela submucosa canalis analis terdapat plexus venosus yang mengalirkan
darahnya ke atas melalui v. rectalis superior. Cabang-cabang kecil v. rectalis media dan v.
rectalis inferior berhubungan satu dengan yang lain dan dengan v. rectalis superior
melalui plexus ini. Oleh sebab itu plexus venosus rectalis membentuk anastomosis portal
sistemik yang penting karena v. rectalis superior mengalirkan darahnya ke v. porta dan v.
rectalis media serta v. rectalis inferior ke sistem sistemik.
Cairan limfe dari setengah bagian atas canalis analis dialirkan ke nodi rectalis
superior dan nodi mesenterici inferior. Cairan limfe dari setengah bagian bawah canalis
analis dialirkan ke nodi superomediales nodi inguinales superficial.
Tunika mukosa setengah atas bagian canalis analis peka terhadap regangan dan
dipersarafi oleh serabut-serabut sensorik yang berjalan ke atas melalui plexus
hypogatricus. Setengah bagian bawah canalis analis peka terhadap nyeri, suhu, dan raba
serta dipersarafi oleh nervus rectalis inferior. Musculus sphincter ani internus involunter
dipersarafi oleh serabut simpatis dari plexus hypogastricus inferior Musculus sphinter ani
externus volunter dipersarafi oleh n. rectalis inferior, cabang n. pudendus, dan ramus
perinealis n. sacralis keempat.
DEFEKASI
Waktu, tempat, dan frekuensi defekasi merupakan suatu kebiasaan. Beberapa
orang defekasi sekali sehari, beberapa orang beberapa kali sehari, dan beberapa orang
normal juga beberapa hari sekali.
Keinginan untuk defekasi dimulai dari perangsangan reseptor regangan di dalam
dinding rectum oleh adanya feces di dalam lumen rectum. Kegiatan defekasi melibatkan
reflex koordinasi yang mengakibatkan pengosongan colon descendens, colon sigmoid,
rectum dan canalis analis. Kegiatan ini dibantu oleh peningkatan tekanan intraabdominal
dengan kontraksi otot dinding anterior abdomen. Selanjutnya, kontraksi tonik m.
sphincter ani internus, m. sphincter ani externus, dan m. puborectalis dihambat secara
volunter, dan feces dikeluarkan melalui canalis analis. Tergantung pada kelemasan tela
submukosa, tunika mukosa bagian bawah canalis analis menonjol melalui anus
mendahului massa feces. Pada akhir defekasi, tunika mukosa kembali ke canalis analis
akibat tonus serabut-serabut longitudinal dinding canalis analis serta kontraksi dan
penarikan keatas oleh m. puborectalis. Kemudian lumen canalis analis yang kosong
ditutup oleh kontraksi tonik m. sphincter ani.
2.2
Hemoroid
2.2.1
Definisi
Hemoroid adalah jaringan normal yang terdapat pada semua orang, yang terdiri
atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai katup di dalam saluran anus untuk membantu
system sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus, dan cairan.
Gangguan pada hemoroid terjadi ketika pleksus arteri-vena ini membesar.
Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari, Hemoroid adalah dilatasi varikosus vena
dari pleksus hemorroidal inferior dan superior.
Hemoroid dibedakan antara interna dan eksterna. Hemoroid interna adalah
pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskular di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Hemoroid sering dijumpai pada tiga posisi primer, yaitu kanandepan, kanan-belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tersebut.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid
inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel
anus.
2.2.2
Epidemiologi
Diatas umur 50 tahun, hemoroid sangat sering terjadi. Sekitar separuh orang
dewasa berhadapan dengan yang menimbulkan rasa gatal, terbakar, perdarahan dan terasa
menyakitkan.
Kejadian hemoroid sampai saat ini mencapai sepertiga dari sepuluh juta
masyarakat di Amerika Serikat. Prevalensi kasus hemoroid bervariasi dari 4,4% pada
populasi umum dan 36,4% pada praktik kesehatan umum. Angka kejadian pasien yang
mencari pelayanan kesehatan di Amerika sekitar 12 dari 1.000 pasien.
Hemoroid sering terjadi pada dewasa dengan umur 45 sampai dengan 65 tahun. 5
Di Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup umum dimana pasien dengan
umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai 1.294 per 100.000 jiwa. 6 Sebuah
penelitian yang dilakukan di Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari pasien yang
menjalani prosedur sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal memperlihatkan
adanya hemoroid.
Sepuluh juta orang di indonesia dilaporkan menderita hemoroid dengan
prevalensi lebih dari 4%. Penelitian di ruang endoskopi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta pada bulan Januari 2000 sampai Januari 2001 adalah 414 pasien
yang dilakukan kolonoskopi, ada 108 kasus hemoroid (26,09%). Di rumah sakit yang
sama pada tahun 2005 menemukan 9%. Di RS Bakti Wira Semarang yang berobat pada
tahun 2008 sebanyak 1575 kasus bedah, dan 252 pasien adalah kasus hemoroid (16%).
Meskipun begitu, epidemiologi hemoroid tidak begitu diketahui karena penelitian
yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi.
2.2.3
Etiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi,
diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rektum.
Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan
hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam system portal.
Selain itu system portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.
2.2.4
Patogenesis
Canalis analis memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di canalis analis oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan
terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut
membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya inkontinensia.
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan
akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan
prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya.
Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak
adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang
meningkatkan tekanan intraabdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran
hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh
darah di bawahnya.
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang
dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan
dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh
histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh
darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan.
Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan
trombosis yang merupakan komplikasi akut hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin
untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4 untuk
pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan
dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.
2.2.5
dengan gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang
mengalami trombosis.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat trauma
oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur
dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada
perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun
berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam.
Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap
merupakan darah arteri.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat menyebabkan anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan akhirnya dapat menonjol ke luar dan
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi sewaktu defekasi
dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk ke dalam anus.
Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap
dan tidak dapat didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada
pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit
perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus, dan ini
disebabkan oleh kelembapan yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya
timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang.
2.2.6
Klasifikasi
Hemoroid interna dikelompokkan dalam empat derajat. Pada derajat pertama,
hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa nyeri pada waktu defekasi. Pada
stadium awal seperti ini idak terdapat prolaps, dan pada pemeriksaan anoskopi terlihat
hemoroid yang membesar menonjol ke dalam lumen. Hemoroid interna derajat kedua
menonjol melalui kanalis analis pada saat mengedan ringan tetapi dapat masuk kembali
secara spontan. Pada derajat ketiga, hemoroid menonjol saat mengedan dan harus
Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui inspeksi, pemeriksaan digital, dan
Tata Laksana
Terapi hemoroid interna yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan.
Hemorid merupakan suatu hal yang normal sehingga tujuan terapi bukan untuk
menghilangkan pleksus hemoroidal tetapi untuk menghilangkan keluhan.
Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan
tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri
atas makanan berserat tinggi, yang membuat gumpalan isi usus besar dan lunak, sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.
Suposituria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna
kecuali efek anestetik dan astringen.
BAB IV
KESIMPULAN
Seorang lelaki, usia 25 tahun masuk rumah sakit pada tanggal 7 November 2016.
Os mengeluh keluar benjolan di anus yang terasa nyeri berat sejak 7 jam sebelum
masuk rumah sakit.
Pasienmengatakankuranglebih2tahunyanglalumerasakanterdapatbenjolan
pada dubur, awalnya benjolan dapat masuk sendiri secara spontan. Namun beberapa
bulansetelahnya(pasienlupajelasnya)pasienmengakubejolansudahtidakdapatmasuk
sendiridenganspontan,tetapimasihbisadimasukkankedalamanusdenganbantuanjari.
PasienmengakukeluhanbenjolandisertaidenganBAByangbercampurdarah,
terkadangdarahkeluarbersamafesesdanterkadangdarahmenetessetelahfeseskeluar.
Pasienlupasejakkapanmulaikeluardarah,namunkeluhandirasakanhilangtimbul.
Selain itu pasien juga mengaku beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit pasien
merasagataldisekitaranus.PasienmengakuBABtidakteraturdanseringmengedan
yangkerasjikasedangBAB
Pasien mengaku jarang mengkonsumsi sayuran dan minum air putih kurang dari 8
gelas per hari. Di rumah os menggunakan WC jongkok untuk BAB. Pasien tidak rutin
BAB setiap hari, dan ketika BAB sering dengan usaha mengedan yang keras.
Riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung, dan keganasan
disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama juga disangkal.
Dari keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit ini dapat dipikirkan beberapa
diagnosis untuk keluhan seperti yang dirasakan pasien ini, yaitu hemoroid, prolaps recti,
ca recti atau polip anus
Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Dari hasil
pemeriksaan status lokalis regio anorektal didapatkan massa menutupi lubang anus,
warna hiperemis. Massa teraba padat-kenyal dan tidak dapat didorong masuk ke dalam
anus, permukaan licin.