Bahan 2
Bahan 2
athoenk's
Wellcome to My Blog
Beranda
Arti Hidup
Development Task
Malam PERTAMA
Belajarlah
RSS
LP Gangguan konsep diri; harga diri rendah
Konsep Jiwa Pemimpin/ Leadership
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam melakukan asuhan
keperawatan osteosarkoma pada Tn.H di ruang 412 lantai 4 Public Wing RSUPN Dr.
Ciptomangunkusumo Jakarta.
1. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu memberikan gambaran asuhan keperawatan
meliputi :
2. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan osteosarkoma
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Osteosarkoma.
1. Mampu membuat rencana keparawatan pada pasien dengan osteosarkoma.
2. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
Osteosarkoma.
3. Mampu mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Osteosarkoma.
4. Mampu menyebutkan faktor pendukung dan penghambat dalam asuhan
keperawatan pada pasien dengan Osteosarkoma.
5. Mampu mengidentifikasi solusi dalam faktor-faktor penghambat pada
pasien dengan Osteosarkoma.
4. Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode
deskriptif yaitu menggambarkan secara langsung melalui pendekatan proses
keperawatan dengan cara teknik pengumpulan data seperti wawancara,
pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain serta data dari
catatan medik klien.
5. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dari laporan kasus
ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis, dibagi menjadi 5 bab yaitu :
BAB I. Pendahuluan meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
BAB II. Tinjauan teoritis meliputi konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan
keperawatan.
BAB III. Tinjauan kasus meliputi gambaran kasus dan diagnosa, intervensi,
implementasi, dan evaluasi keperawatan.
BAB IV. Pembahasan yang membahas tentang kesenjangan antara kasus yang
ditemukan dengan teori yang didapatkan meliputi definisi, rasional terhadap
diagnosa keperawatan yang ditemukan, faktor penunjang, faktor penghambat serta
solusi ( pemecahan masalah ).
BAB V. Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
Keturunan
1. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul
reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi
destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat lempat lesi terjadi sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang
Jaringan lunak di invasi
oleh tumor
Reaksi tulang normal
Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi
Pertumbuhan tulang yang abortif
( sumber : Price.1998: 1213 )
1. Manifestasi klinik
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi
semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas
penyakit)
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas
( Gale. 1999: 245 )
4. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya
pelebaran vena
5. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise.
( Smeltzer. 2001: 2347 )
1. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan
amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota
tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi,
radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi.
Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin)
cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan
leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan
normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin,
kalsitonin atau kortikosteroid.
( Gale. 1999: 245 ).
Tindakan keperawatan
o Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
o Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan
dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli
psikologi atau rohaniawan.
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping
kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi
masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus
pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang
nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran
vena
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi
Adalah penggunaan sinar pengionan (sinar X, sinar gama) untuk membentuk bayangan
benda yang dikaji pada film
.
Tomografi,
Adalah sebuah metode penggambaran medis menggunakan tomografi di mana
pemrosesan geometri digunakan untuk menghasilkan sebuah gambar tiga dimensi bagian
dalam sebuah objek dari satu seri besar gambar sinar-X dua dimensi diambil dalam satu
putaran axis
Pemindaian tulang,
Tomografi paru,
Diagnosa
o Nyeri yang berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
o Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan,
persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
Intervensi
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Intervensi :
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan ( misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
Ajarkan teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan
bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
Intervensi :
Berikan lingkungan yang nyaman dimana pasien dan keluarga merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima
dengan kondisi apa adanya
Pertahankan kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan
Kolaborasi :
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak
berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
Intervensi :
Motivasi pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau
pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
Pertahankan kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan
menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya
dengan pasien dan keluarga. ( Doenges. 1999: 1004 )
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
Ajarkan penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai
dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
Evaluasi
o Pasien mampu mengontrol nyeri
1. Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam
kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah
tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi
organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ
tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti
sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler.
Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa
penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.
2. Penyebab / faktor predisposisi terjadinya amputasi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.
1. Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan
yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu
tindakan alternatif terakhir
2. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan.
Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki
kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya merupakan
tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang
multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1. Amputasi terbuka (guillotine amputasi)
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada
tulang dan otot pada tingkat yang sama. Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi
yang mengembang. Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka
bersih, dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Amputasi tertutup (flap amputasi)
Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter
dibawah potongan otot dan tulang. Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung
tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka
operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, dan
mempertahankan intaks jaringan.
1. Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian
dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari
kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua
letak amputasi yaitu :
a. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan
inschemic limb.
b. Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan
penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis. Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan
bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
1. Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh.
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan
pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga
menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan yang
akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk menghambat
pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
1. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi
otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
2. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan
terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
3. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental
dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
6. Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu
makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air
besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi, pelvis
renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman
dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah.
1. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya untuk
mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang erkaitan dengan kondisi fisik,
khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat
mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus, penyakit
jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji riwayat penggunaan
rokok dan obat-obatan.
Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh klien secara
utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala tindakan amputasi
merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk mempersiapkan kondisi tubuh sebaik
mungkin manakala merupakan trauma/ tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH
KEGIATAN
Pembuluh darah
Sistem Respirasi
Integumen :Kulit
secara umum.
Lokasi amputasi
Sistem
Cardiovaskuler
:Cardiac reserve
Sistem Urinari
Sistem Neurologis
Sistem
Mukuloskeletal
Dari pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang dapat timbul antara
lain :
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kegiatan perioperatif.
Karakteristik penentu :
Meminta informasi.
INTERVENSI
Memberikan bantuan secara fisik dan
psikologis, memberikan dukungan
moral.Menerangkan prosedur operasi
dengan sebaik-baiknya.
RASIONAL
Secara psikologis meningkatkan rasa aman dan
meningkatkan rasa saling
percaya.Meningkatkan/memperbaiki pengetahuan/
persepsi klien.
Takut kecacatan.
Tujuan : Klien mampu mendemontrasikan kesadaran akan dampak pembedahan pada citra diri.
Kriteria evaluasi :
INTERVENSI
Anjurkan klien untuk mengekspresikan
perasaan tentang dampak pembedahan pada
gaya hidup.Berikan informasi yang adekuat dan
rasional tentang alasan pemilihan tindakan
pemilihan amputasi.
RASIONAL
Mengatasi nyeri
o Menganjurkan klien untuk menggunakan teknik dalam mengatsi nyeri.
o Menginformasikan tersdianya obat untuk mengatasi nyeri.
o Menerangkan pada klien bahwa klien akan merasakan adanya kaki untuk
beberapa waktu lamanya, sensasi ini membantu dalam menggunakan kaki protese
atau ketika belajar mengenakan kaki protese.
1. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik klie. Tujuan
utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk menciptakan kondisi
opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan, pemasukan
oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas, pencegahan injuri
selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus untuktindakan perawatan luka,
perawat membuat catatan tentang prosedur operasi yang dilakukan dan kondisi luka,
posisi jahitan dan pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka
selanjutnya dimasa postoperatif.
1. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan tanda-tanda
vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas bawah diatas lutut
merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar secara rutin
dan tetap mempertahankan kepatenan jalas nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan,
memenuhi kebutuhan cairan darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya perdarahan masif
atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu ketat. Selang drainase benarbenar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan secara umum
yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi optimum klien.
Menyatakan nyeri.
Merintih, meringis.
INTERVENSI
Evaluasi nyeri : berasal dari sensasi
panthom limb atau dari luka insisi. Bila
terjadi nyeri panthom limbBeri analgesik
( kolaboratif ).
RASIONAL
Sensasi panthom limb memerlukan waktu yang lama
untuk sembuh daripada nyeri akibat insisi.Klien
sering bingung membedakan nyeri insisi dengan
nyeri panthom limb.
Karakteristik penentu :
Depresi.
INTERVENSI
Validasi masalah yang dialami klien.Libatkan klien
dalam melakukan perawatan diri yang langsung
menggunakan putung :
Perawatan luka.
Mandi.
Menggunakan pakaian.
RASIONAL
RASIONAL
Infeksi
Lakukan perawatan luka adekuat.
Perdarahan
Pantau :
Pertahankan posisi flower atau tetap tirah Mengurangi kebutuhan oksigen jaringan atau
baring selama beberapa waktu
memudahkan pernafasan.
Beberapa kegiatan keperawatan lain yang dilakukan adalah :
Mencegah kontraktur
o Menganjurkan klien untuk melakukan gerakan aktif pada daerah amputasi segera
setelah pembatasan gerak tidak diberlakukan lagi.
o Menerangkan bahwa gerakan pada organ yang diamputasi berguna untuk
meningkatkan kekuatan untuk penggunaan protese, menghindari terjadinya
kontraktur.
Gambaran kasus
Klien bernama Tn. H (34 tahun), jenis kelamin laki-laki, status kawin, agama islam, suku jawa,
pendidikan terakhir tamat SMA, bahasa yang digunakan bahasa indonesia, belum mempunyai
pekerjaan , alamat rumah klien Bogor Jawa Barat.
Klien masuk RSUP Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 20 oktober 2009 dengan nomor
register 4252425. Adapun keluhan utama klien saat ini adalah klien mengatakan nyeri di kaki
kiri skala nyeri 5, klien habis dilakukan post op amputasi.
Klien tidak punya alergi terhadap obat atau makanan. Klien mengatakan tidak pernah
mendapatkan kecelakaan tetapi pernah dirawat di Rumah Sakit pada tahun 2005 dilakukan biopsi
pada kaki kiri dan pada tahun 2008 dilakukan ECI dan klien dianjurkan untuk dilakukan
amputasi pada kaki kirinya.
Klien mengatakan bila mempunyai masalah, biasanya mencari istri untuk meminta bantuan
karena mereka adalah orang yang selalu dekat dengan pasien. Klien mengatakan bahwa saat ini
klien hanya berharap tentang kesembuhan penyakitnya karena ingin cepat sembuh dan pulang.
Klien mengatakan perubahan yang saya rasakan setelah sakit, badannya lemah dan tidak bisa
beraktivitas seperti biasa meskipun demikian pasien tetap menjalankan sholat 5 waktu setiap
hari.
Pola kebiasaan klien mengatakan sebelum sakit makan 3 kali sehari, napsu makan baik dan
makanan yang tidak disukai adalah pedas serta ikan tuna dan udang karena dapat membuat
alergi. Klien mengatakan sebelum sakit suka berolahraga jalan-jalan 1-2 kali seminggu. Klien
mengatakan tidak merokok, tidak minum minuman keras dan tidak menggunakan NAPZA.
Dari hasil pengkajian
pemeriksaan fisik klien mempunyai berat badan 69 Kg, sebelum sakit 73 kg, Tinggi badan 165
cm, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 104 x/menit, frekuensi nafas 20 x/menit, suhu badan :
36,2 0 C, keadaan Umum klien sakit sedang, Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Sedangkan pada sistem penglihatan posisi mata klien baik tidak ada kelainan, kelopak mata,
pergerakan bola mata, kornea, otot-otot mata dalam keadaan normal, konjungtiva merah muda,
sklera Anikterik, pupil isokor, fungsi penglihatan baik dan tidak ada tanda-tanda radang. Reaksi
terhadap cahaya positif kanan kiri. Klien tidak menggunakan kacamata dan lensa kontak, Dalam
sistem pendengaran baik daun telinga, kondisi telinga tengah dalam keadaan normal dan tidak
ada kelainan, seperti perasaan penuh di telinga, tinitus, gangguan keseimbangan, keluar cairan
dari telinga. Klien juga tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Sistem wicara klien dalam keadaan normal tidak ada kelainan. Pada sistem pernafasan jalan
napas klien tidak ada sumbatan sputum tidak ada sesak, tidak ada retraksi otot, frekuensi
pernapasan 20 x/ menit. Irama pernapasan teratur, jenis penafasan eupnea, batuk tidak ada, suara
napas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernapas, tidak menggunakan alat bantu bernapas, seperti
oksigen. Pada sistem kardiovaskuler, Nadi klien 104 x/ menit, irama teratur, tekanan darah
110/780 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, pengisian kapileri
detik, tidak ada
edema baik eksremitas bawah maupun atas, sedangkan pada sirkulasi jantung, Kecepatan denyut
apikal 104 x/menit, irama teratur, tidak ada kelainan jantung, tidak ada sakit dada seperti ditusuktusuk ketika beraktivitas, Sistem Hematologi :Dalam gangguan hematologi : pucat (-) dan tidak
ada perdarahan. Pada sistem saraf pusat, Klien mengatakan tidak ada keluhan sakit kepala,
tingkat kesadaran : komposmentis.skala GCS : E4M6V4, tidak ada peningkatan TIK serta
gangguan sistem persyarafan. Pemeriksaan refleks fisiologis normal dan patologis tidak ada,
Sedangkan pada sistem pencernaan, Keadaan gigi tidak terdapat karies pada gigi, tidak ada
penggunaan gigi palsu, tidak ada stomatitis, lidah tidak kotor, kelenjar saliva normal, tidak ada
nyeri daerah perut, bising usus 5 x/menit, tidak diare. Nyeri pada daerah perut tidak ada.
Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau keton, dan tidak ada luka gangren,
Pada sistem urogenital
Intake output tanggal 28 oktober 2009 pukul 05.00-13.00 WIB :
Intake : oral : 300 cc / 8 jam
parenteral Infus RD : 600 cc / 8 jam
Jumlah : 900 cc / 8 jam
output : BAK : 500 cc / 8 jam
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d luka insisi post op amputasi ditandai dengan :
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada kaki kiri bila digerakkan, Klien
mengatakan skala nyeri 5 seperti ditusuk-tusuk, Data Objektif : Ekspresi wajah klien
meringis saat kakinya digerakkan,Skala nyeri 5,Klien post op amputasi hari ke-1 atas
indikasi osteosarkoma proximal tibia, Klien tampak kesakitan saat kakinya digerakkan
atau diam, Tanda-tanda Vital TD : 110/70 mmHg, N : 104 x/menit, S : 36 O C, RR : 20 x/
menit, Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam nyeri dapat
berkurang atau terkontrol. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang/hilang, Skala nyeri 0-1,
Klien menunjukkan sikap santai dan rileks, Klien dapat mendemonstrasikan teknik
relaksasi nafas dalam, Klien dapapt mengontrol nyeri, TTV dalam batas normal: TD :
110/70 120/80 mmHg, N : 60 80 kali / menit, RR : 16 20 kali / menit, S : 36,2 C
37C. Rencana keperawatan : Observasi TTV setiap 8 jam, Evaluasi skala nyeri,
karakteristik dan lokasi, Atur posisi kaki kiri yang sakit (abduksi) dengan bantal, Ajarkan
teknik relaksasi nafas dalam, Kolaborasi : Berikan obat sesuai program ketorolac 3 x 30
mg. Implementasi yang telah dilakukan sejak tanggal 28 oktober 2009 sampai 30
Resiko terjadinya infeksi b.d pembedahan pot op amputasi dan pemasangan alat
invasive kateter dan infus ditandai dengan :
Data Subjektif : Klien mengatakan nyeri pada area luka amputasi, Klien mengatakan
tidak ada rasa nyeri pada daerah pemasangan infus dan kateter, Data Objektif : Terdapat
luka post op hari ke-1, Balutan luka tidak ada rembesan, Panjang dan lebar luka belum
terkaji karena belum dilakukan dreesing, Klien terpasang drain, cairan drainase 30 cc
berwarna merah, Balutan albocath tampak bersih, Tanda-tanda infeksi (rubor, kalor,
dolor, tumor, fungsiolesa) tidak ada, Klien terpasang DC (drain cateter) sejak tanggal 2710-2009, Tanda-tanda infeksi pada daerah pemasangan kateter tidak ada, Warna urine
kuning jernih, aliran urine lancer, tidak ada nyeri pada daerah pemasangan kateter,
Leukosit 11.000 /ul (N : 5000-10.000/ul), Tanda-tanda Vital TD : 110/80 mmHg, N : 104
x/menit, S : 36,2 O C, RR : 20 x/ menit, Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
3 x 24 jam resiko infeksi tidak menjadi aktual, Kriteria Hasil : Balutan luka bersih,
Tidak ada rembesan darah, Balutan albocath bersih, Tidak ada phlebitis pada pemasangan
albocath, Warna urine jernih, Leukosit dalam batas jumlah normal (5000-10000/ul), ,
TTV dalam batas normal: TD : 110/70 120/80 mmHg, N : 60 80 kali / menit, RR : 16
20 kali / menit, S : 36 C 37C. Rencana keperawatan : Ukur TTV setiap 8 jam,
Observasi luka terhadap infeksi, Lakukan perawatan luka 1 kali/hari, Berikan diet tinggi
kalori dan tinggi protein, Catat jumlah dan warna drainase, Ganti balutan luka albocath 1
kali/hari, Lakukan perawatan kateter setiap hari, Kolaborasi : Pemeriksaan Laboratorium
( Leukosit, LED), Berikan obat Cefazolin 3 x 1 gr, Implementasi yang telah dilakukan
sejak tanggal 28 oktober 2009 sampai 30 oktober 2009: mengukur TTV setiap 8 jam,
mengobservasi luka terhadap infeksi, melakukan perawatan luka 1 kali/hari, memberikan
diet tinggi kalori dan tinggi protein, mencatat jumlah dan warna drainase, mengganti
balutan luka albocath 1 kali/hari, Lakukan perawatan kateter setiap hari, berkolaborasi :
memberikan obat Cefazolin 3 x 1 gr. Evaluasi tanggal 30 desember 2008 :S : O:
Keadaan Umum baik, Kesadaran composmentis, Klien post op amputasi hari ke-2, Tidak
ada rembesan luka, Elastic verban baik, Albocath sudah di aff, Kateter sudah di aff,
Tanda-tanda infeksi tidak ada, Leukosit 11.900/ul, Tanda-tanda Vital : TD : 120/ 80
mmHg, RR : 18 x / menit, N : 88 x/ menit, S : 36 O C Atas intruksi dokter klien
diperbolehkan pulang, tanggal 2 november 2009 diharuskann control, A : Masalah Dx 4
tidak menjadi aktual, P : Hentikan intervensi Dx 4
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang terjadi pada kasus kelolaan, yaitu tentang
kesenjangan antara teori dan kasus pada Tn. H dengan Osteosarkoma Proximal Tibia Post ECI di
Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo di lantai 4 public wing yang dilaksanakan pada
tanggal 28-30 Oktober 2009. Pembahasan ini meliputi definisi, rasional, data yang menunjang,
intervensi, implementasi, dan evaluasi, juga analisa faktor pendukung dan penghambat serta
solusi dari tiap masalah diagnosa keperawatan yang muncul.
Diagnosa pertama : Gangguan rasa nyaman nyeri b.d luka insisi post op amputasi
Definisi : Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat
akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan (Internasional Asosiation For The Study Of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan
dan intensitas sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan durasinya
kurang dari 6 bulan. (Wilkinson, 2006)
Rasional : adanya kerusakan jaringan akibat luka insisi pasca operatif amputasi proximal tibia
menyebakan terjadinya sensasi nyeri sehingga menimbulkan suatu stressor pada klien yang
mengganggu klien dalam beraktivitas
Intervensi keperawatan : Mengobservasi TTV setiap 8 jam, mengevaluasi skala nyeri,
karakteristik dan lokasi, mengatur posisi kaki kiri yang sakit (abduksi) dengan bantal,
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, Kolaborasi : memberikan obat sesuai program
ketorolac 3 x 30 mg.
Implementasi keperawatan : Memberikan obat ketololac 30 mg melaluiI vamplon
mengidentifikasi lokasi, karakteristik skala nyeri, mendiskusikan posisi yang nyaman bagi klien,
mengatur posisi kaki kiri yang sakit (abduksi) dengan bantal, mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam bila nyeri timbul, mengkaji skala nyeri, mengobservasi keadaan luka insisi bedah..
Evaluasi keperawatan : S
: klien mengatakan sudah masih merasa nyeri skala nyeri 1, O : Klien terlhat rileks, Klien post
op amputasi hari ke-3, Keadaan balutan bersih tidak ada rembesan darah, TTV : TD : 120/ 80
mmHg, RR : 18 x / menit, N : 88 x/ menit, S : 36 O C, Atas intruksi dokter klien diperbolehkan
pulang, tanggal 2 november 2009 diharuskann control. A : Masalah nyeri pada bagian kaki kiri
sudah teratasi, P : Hentikan intervensi dx 1
Faktor pendukung : klien mau mengikuti anjuran perawat untuk melakukan teknik relaksasi
nafas dalam yang berfungsi memperlancar O2 ke jaringan sehingga mengurangi rasa nyeri dan
klien mendapat terapi ketorolac 3 30 mg sehingga rangsangan nyeri tidak sampai ke sistem saraf
pusat kesadaran.
Faktor penghambat : Tidak ada
Solusi : Tidak ada
Diagnosa kedua : Resiko gangguan neurovaskuler perifer b.d dampak pemasangan elastic
verban
Definisi : suatu keadaaan dimana tingkat saat system saraf perifer menerima, memproses dan
merespons stimulus internal dan eksternal mengalami gangguan ( Wilkinson,2007:10).
Rasional : gangguan neurovaskuler dapat terjadi pada klien yang mengalami amputasi karena
mendapat balutan elastic verban hal ini dikarenakan elastic verban secara tidak langsung
menekan saraf perifer sehinggan saraf perifer tidak berfungsi yang dapat mengakibatkan tidak
adanya rasa saat adanya rasangan.
Intervensi keperawatan : Mengobservasi TTV setiap 8 jam dengan perhatikan tanda-tanda
pucat dkulit dingin,mengobservasi tanda-tanda gangguan neurovaskuler bandingkan ekstremitas
yang satu dengan yang lain, memantau capillary refill, warna kulit, suhu distal pada ekstremitas
yang diamputasi, mengobservasi terhadap kemampuan pergerakan (fleksi, ekstensi,
hiperekstensi, oposisi), mengurangi edema dengan menggerakkan pada ekstremitas yang edema,
mengajarkan latihan isometrik mulai dari yang kaki yang sakit.
Implementasi keperawatan : Mengobservasi TTV setiap 8 jam dengan perhatikan tanda-tanda
pucat dkulit dingin,mengobservasi tanda-tanda gangguan neurovaskuler bandingkan ekstremitas
yang satu dengan yang lain, memantau capillary refill, warna kulit, suhu distal pada ekstremitas
yang diamputasi, mengobservasi terhadap kemampuan pergerakan (fleksi, ekstensi,
hiperekstensi, oposisi), mengurangi edema dengan menggerakkan pada ekstremitas yang edema,
mengajarkan latihan isometrik mulai dari yang kaki yang sakit.
Evaluasi keperawatan : S: Klien mengatakan tidak ada kesemutan pada kaki kiri yang
terpasang elastic verban,O : Akral hangat, Tidak ada sianosis, Capillary refill < 3 detik, Sensasi
raba ada, Kekuatan otot , Tanda-tanda Vital : TD : 120/ 80 mmHg, RR : 18 x / menit, N : 88 x/
menit, S : 36 O C, Atas intruksi dokter klien diperbolehkan pulang, tanggal 2 november 2009
diharuskann control, A : Maslah Dx 2 tidak menjadi actual, P : Hentikan intervensi Dx 2
Faktor pendukung : klien mau mengikuti perawat untuk melakukan gerakan isometrik untuk
merangsang saraf pertifer dank lien terlihat aktif belajar mobilisasi sehingga aliran darah perifer
menjadi adekuat
Faktor penghambat : Tidak ada
Solusi : Tidak ada
Diagnosa ketiga : Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d keterbatasan mobilisasi
Definisi : keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan
gerak fisik, tetapi bukan imobilitas sehingga menyebabkan kebutuhan ADl klien terganggu.
Rasional : kerusakan mobilitas fisik menggambarkan seorang individu dengan keterbatasan
pengunaan lengan atau tungkai atau keterbatasan kekuatan otot.
Intervensi keperawatan : mengobservasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas,
mengajarkan teknik latihan isometrik, membantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL,
mengobservasi nilai kekuatan otot dan tonus otot.
Implementasi keperawatan : mengobservasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas,
mengajarkan teknik latihan isometrik, membantu dalam pemenuhan kebutuhan ADL,
mengobservasi nilai kekuatan otot dan tonus otot.
Evaluasi tanggal 30 desember 2008 : S : Klien mengatakan kebutuhan sehari-harinya sudah
dapat dilakukan sendiri seperti makan dan minum, O : Keadaan Umum baikKesadaran
composmentis, Klien dapat melakukan kegiatan makan, minum secara mandiri, Kegiatan mandi
dan BAB masih membutuhkan bantuan dari keluarga, Kekuatan otot, Tanda-tanda Vital : TD :
120/ 80 mmHg, RR : 18 x / menit, N : 88 x/ menit, S : 36 O C Atas intruksi dokter klien
diperbolehkan pulang, tanggal 2 november 2009 diharuskann control, A : Maslah Dx 3 teratasi, P
: Hentikan intervensi Dx 3
Faktor pendukung : klien mau mengikuti anjuran perawat untuk melakukan latihan isometrik
dan keluarga turut berperan aktif dalam membantu kebutuhan ADL klien.
Faktor penghambat : kaki klien nyeri apabila ditumpukan.
Solusi : tetap motivasi klien untuk melakukan mobilitas sesuai batas kemampuan klien dan
malakukan latihan rentang gerak isometrik.
Diagnosa keempat : Resiko terjadinya infeksi b.d pembedahan pot op amputasi dan pemasangan
alat invasive kateter dan infus
Definisi : suatu kondisi individu yang mengalami peningkatan resiko terserang organisme
patogenik. (Wilkinson, 2007 )
Rasional : pada saat pertahanan tubuh menjadi lemah membuat tubuh terserang oleh pathogen.
Diagnosa ini diangkat sebagai diagnosa keempat karena data yang diperoleh masih dalam batas
normal, namun klien tetap berisiko terhadap infeksi, meskipun diagnosa ini tidak terdapat dalam
teori tetapi karena adanya area tempat masuk mikroorganisme, yaitu melalui tempat amputasi,
pemasangan kateter, dan penusukan infus yang apabila tidak dilakukan asuhan keperawatan
dapat menyebabkan terjadinya masalah infeksi pada klien.
Intervensi keperawatan : Mengukur TTV setiap 8 jam, mengobservasi luka terhadap infeksi,
melakukan perawatan luka 1 kali/hari, memberikan diet tinggi kalori dan tinggi protein, mencatat
jumlah dan warna drainase, mengganti balutan luka albocath 1 kali/hari, Lakukan perawatan
kateter setiap hari, berkolaborasi : memberikan obat Cefazolin 3 x 1 gr.
Implementasi keperawatan : Mengukur TTV setiap 8 jam, mengobservasi luka terhadap
infeksi, melakukan perawatan luka 1 kali/hari, memberikan diet tinggi kalori dan tinggi protein,
mencatat jumlah dan warna drainase, mengganti balutan luka albocath 1 kali/hari, Lakukan
perawatan kateter setiap hari, berkolaborasi : memberikan obat Cefazolin 3 x 1 gr.
Evaluasi tanggal 30 desember 2008 :S : O: Keadaan Umum baik, Kesadaran composmentis,
Klien post op amputasi hari ke-2, Tidak ada rembesan luka, Elastic verban baik, Albocath sudah
di aff, Kateter sudah di aff, Tanda-tanda infeksi tidak ada, Leukosit 11.900/ul, Tanda-tanda Vital :
TD : 120/ 80 mmHg, RR : 18 x / menit, N : 88 x/ menit, S : 36 O C Atas intruksi dokter klien
diperbolehkan pulang, tanggal 2 november 2009 diharuskann control, A : Masalah Dx 4 tidak
menjadi aktual, P : Hentikan intervensi Dx 4
Faktor pendukung : Adanya kerja sama yang baik dari tim perawat dalam pelaksanaan
perawatan infus
Faktor penghambat : tidak ada
Solusi : tidak ada
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Tn. H sejak
tanggal 28-30 oktober 2009 maka penulis mengambil kesimpulan :
Hasil pengkajian pada An. H mendapatkan hasil data yang sesuai dengan teori. Cara
pengumpulan data diperoleh melalui metode wawancara, observasi dan pemeriksaan
fisik. Pada saat wawancara dengan klien dan keluarga kooperatif sehingga terrjalin
kerjasama antara perawat dengan klien dan keluarga. Pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistemik sesuai dengan kondisi klien.
Diagnosa keparawatan yang ditemukan pada klien yaitu : Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan luka insisi post op amputasi, Resiko gangguan neurovaskuler perifer
berhubungan dengan dampak pemasangan elastic verban, Gangguan pemenuhan
kebutuhan ADL berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi, Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan pembedahan pot op amputasi dan pemasangan alat invasive kateter
dan infus
Intervensi kepertawatan pada Tn. H telah disusun sesuai dengan teori atau konsep dasar
asuhan keperawatan. Intervensi meliputi juga tindakan yang dilakukan secara mandiri
dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain.
Implementsi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat. Untuk
diagnosa nyeri pada bagian amputasi dilakukan tindakan mandiri yaitu mengajarkan
teknik relaksasi nafas dalam dan berkolaborasi pemberian ketorolac 3 x 30 mg, Untuk
diagnosa Resiko gangguan neurovaskuler perifer dilakukan tindakan keperawatan
melakukan gerakan isometric, untuk diagnosa Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL
dilakukan tindakan membantu kebutuhan klien, mengajarkan gerakan isometric dan
menganjurkan keluarga untuk membantu kebutuhan ADL klien, untuk diagnose resiko
infeksi dilakukan tindakan melakukan perawatan luka amputasi, perawatan luka
penusukan jarum infus dan perawatan kateter serta berkolaborasi pemberian cefazolin 3 x
1 gram..
Adapun evaluasi akhir dari keseluruhan asuhan keperawatan yang telah diberikan adalah
semua masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn. H dapat teratasi semua pada
tanggal 30 oktober 2009.
B. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai bahan masukan yang
bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang akan datang,
diantaranya :
Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien dalam proses
penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta :
EGC
Corwin, Elizabeth J..(2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Kaperawatan : Pedoman Untuk perencanaan
dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Nettina, Sandra M. (2002). Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC
Syamsuhidayat, R dan Wim de Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. (2003). Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Tentang iklan-iklan ini
Share this:
Berbagi
Terkait
KAKI DALAM OTAKdalam "Umum"
Gambaran Klinis Ca.Colon/ Kanker Kolondalam "Keperawatan Medical Bedah"
Pengetahuan dan Sikap Remaja Perempuan seputar Keputihandalam "Keperawatan Maternitas"
2 Komentar
Ditulis oleh athoenk46 pada Februari 27, 2010 in Keperawatan Medical Bedah
1.
djonly
Januari 7, 2012 at 5:27 pm
Terima kasih, smoga makin mantap
Balas
o
athoenk46
Januari 15, 2012 at 10:57 am
sama sama gan. trims sudah berkunjung ke my blog.
Balas
Tinggalkan Balasan
S
1
8
15
22
S
2
9
16
23
R
3
10
17
24
Februari 2010
K
J
Mar
4
5
11
12
18
19
25
26
S
6
13
20
27
Kategori
Kategori
Halloo..!!!
ADD AJ FB gw.
Pos-pos Terbaru
o KEBOHONGAN SEORANG IBU
o PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN MENGGUNAKAN
SIKLUS PDCA
o Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action)
M
7
14
21
28
Jumlah Kunjungan
o 197,446 hits
Arsip
o Oktober 2012
o September 2012
o April 2012
o September 2011
o Juni 2011
o April 2010
o Maret 2010
o Februari 2010
Komentar terakhir
Syarah Ajch di 12 Benar Prinsip Pemberian
ghe di PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH
kidney pains di Asuhan Keperawatan Pada Anak D
investing di Asuhan Keperawatan Pada Anak D
Free Credit Score Wi di CHOLELITHIASIS ( BATU EMPEDU
Hmmmm :)
RSS - Komentar