LAPORAN KASUS
November 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
ASMA BRONCHIALE
Disusun Oleh :
Fristya Langkole, S.Ked.
10542 0381 12
Pembimbing :
dr. Hj. Ratni Rahim, Sp.PD
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu
Kedokteran Interna
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
ASMA BRONKIAL
A. Pendahuluan
Asma adalah satu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan
bronkus yang berulang namun reversible, dan diantara episode penyempitan
bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada
orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai
rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.
Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri
dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap
dan hipersekresi mucus yang kental. Penyempitan saluran pernapasan dan
pengelupasan sel epitel siliaris bronkus kronis yang dalam keadaan normal
membantu membersihkan mucus dapat menghambat mobilisasi sekresi lumen.1,2
Dalam 30 tahun terakhir prevalensi asma terus meningkat terutama dinegara
maju. Peningkatan terjadi juga di negara-negara Asia Pasifik seperti Indonesia.
Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja
akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan
Eropa. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit
dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya. Hal tersebut
disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman
yang direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA). Di Indonesia,
prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak sekolah
usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (International Study
on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma
sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil survey
asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan
prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%,
sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%. Berdasarkan gambaran
tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
perlu mendapat perhatian serius.3
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai
penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah inflamasi dan
respon saluran napas yang berlebihan.4
C. Epidemiologi
Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin,
umur pasien, status atopi, faktor keturunan serta faktor lingkungan. Pada masa
kanak kanak ditemukan prevalensi anak laki laki berbanding anak perempuan
1,5 : 1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan
pada masa menopause perempuan lebih banyak dari pada laki laki. Umumnya
prevalensi asma anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan
prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda beda antara
satu kota dengan kota yang lain di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi
asma berkisar antara 5 7 %.4
D. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat
terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi. Selanjutnya terjadi
peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF). Dan pasien akan
bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan
hiperinflamasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflamasi ini diperlukan otot otot
bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara objektif
dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak
Ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan
derajat hiperinflamasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada
saluran yang besar, sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada
penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil
gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.1,4,5
Asma sebagai penyakit inflamasi
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi
ditandai adanya 5 tanda inflamasi kolor,rubor,tumor,dolor dan fuctio laesa. Akhir
akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi yaitu infiltrasi
sel sel radang. Ternyata ke 6 syarat tadi di jumpai tanpa membedakan
penyebabnya baik yang alergik maupun non- alergik. Oleh karena itu dikenal 2
jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imonologis yang terutama
didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom, pada jalur IgE, masuknya alergen ke
dalam tubuh APC (Antigen Presenting Cell), untuk selanjutnya hasil olahan
alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (T penolong). Sel T penolong inilah
yang memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel sel plasma
membentuk IgE, serta sel sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator
mediator inflamasi. Mediator mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
dan lain lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel
sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub endotel sehingga menimbulkan
hiperaktivitas saluran napas (HSN).4,5,3
emosional.
7. Perbaikan setelah pemberian anti-asma.
F. Klasifikasi Asma
Sebenarnya derajat berat asma adalah suatu kontinum, yang berarti bahwa
derajat berat asma persisten dapat berkurang atau bertambah. Derajat gejala
eksaserbasi atau serangan asma dapat bervariasi yang tidak tergantung dari derajat
sebelumnya.
Klasifikasi Menurut Etiologi
Banyak usaha telah dilakukan untuk membagi asma menurut etiologi,
terutama dengan bahan lingkungan yang mensensititasi. Namun hal itu sulit
dilakukan antara lain oleh karena bahan tersebut sering tidak diketahui.
Klasifikasi asma menurut derajat berat berguna untuk menentukan obat yang
diperlukan pada awal penanganan asma. Menurut derajat besar asma
diklasifikasikan sebagai intermiten, persisten ringan, persisten sedang dan
persisten berat.
Klasifikasi Menurut Kontrol Asma
Kontrol asma dapat didefinisikan menurut berbagai cara. Pada umumnya,
istilah kontrol menunjukkan penyakit yangtercegah atau bahkan sembuh. Namun
pada asma, hal itu tidak realistis; maksud kontrol adalah kontrol manifestasi
penyakit. Kontrol yang lengkap biasanya diperoleh dengan pengobatan. Tujuan
pengobatan adalah memperoleh dan mempertahankan kontrol untuk waktu lama
dengan pemberian obat yang aman, dan tanpa efek samping.
Klasifikasi Asma Berdasarkan Gejala
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan.
Tidak ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya
suatu penyakit, pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru berguna untuk
mengklasifikasi penyakit menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat penting
untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor
seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam
hari, pemberian obat inhalasi b-2 agonis, dan uji faal paru) serta obat-obat yang
digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi
pemakaian obat). Asma dapat diklasifikasikan menjadi intermiten, persisten
ringan, persisten sedang, dan persisten berat (Tabel 1). Selain klasifikasi derajat
asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma
juga dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Global Initiative for
Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala
dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan
menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut adalah asma
serangan ringan, asma serangan sedang, dan asma serangan berat. Dalam hal ini
perlu adanya pembedaan antara asma kronik dengan serangan asma akut. Dalam
melakukan penilaian berat ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk
setiap pasien. Penggolongannya harusdiartikan sebagai prediksi dalam menangani
pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada.3
Drajat
Asma
Intermitten
Gejala
Gejala
Faal Paru
Malam
<2x/
VEP atau APE
Bulan
>80% prediksi
Variabilitas VEP
atau APE <20%
Terapi
rawat jalan
Agonis 2
kerja cepat
Gejala<1x/minggu
Gejala selain
eksaserbasi tidak
ada
Eksaserbasi ringan
Persisten
Gejala 1x/bulan
>2x/
VEP atau APE>
Agonis 2
Ringan
hingga 1x/ minggu
bulan
80% prediksi
kerja cepat,
Eksaserbasi
variabilitas VEP
KSI dosis
mengganggu
atau APE 20-30% rendah
aktivitas
Persisten
Gejala setiap hari
1x/
VEP atau APE
Agonis 2
sedang
Eksaserbasi
minggu 60-80% prediksi
kerja cepat,
mengganggu
variabilitis VEP
KSI dosis
aktivitas butuh
atau APE >30%
rendah,
relivier setiap hari
ABKP
Persisten
Gejala setiap hari
Sering
VEP atau APE
Agonis 2
Berat
Eksaserbasi sering
<60% prediksi
kerja cepat,
dan menganggu
Variabilitas VEP
KSI dosis
aktivitas
atau APE >30%
rendah,
Aktivitas fisik
ABKP dan/
terbatas
atau KSO
Tabel 1. Derajat beratnya asma dan terapi rawat jalan yang diberikan (GINA,
2012)6
G. Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan baik, mengi (wheezing) berulang dan/atau batuk kronik
berulang merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis. Asma pada anakanak umumnya hanya menunjukkan batuk dan saat diperiksa tidak ditemukan
mengi maupun sesak. Diagnosis asma didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala
berupa sesak episodik, mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi
paru digunakan untuk menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas
yang dapat membantu diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu
identifikasi faktor risiko. Pada penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi
paru
normal,
pengukuran
respons
dapat
membantu
diagnosis.
Asma
diklasifikasikan menurut derajat berat, namun hal itu dapat berubah dengan
waktu. Untuk membantu penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut
ambang kontrol. Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi
klinis serta pemeriksaan penunjang.1,3
Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus diketahui dari pasien asma antara lain: riwayat
hidung ingusan atau mampat (rhinitis alergi), mata gatal, merah, dan berair
(konjungtivitis alergi), dan eksem atopi, batuk yang sering kambuh (kronik)
disertai mengi, flu berulang, sakit akibat perubahan musim atau pergantian cuaca,
adanya hambatan beraktivitas karena masalah pernapasan (saat berolahraga),
sering terbangun pada malam hari, riwayat keluarga (riwayat asma, rinitis atau
alergi lainnya dalam keluarga), memelihara binatang di dalam rumah, banyak
kecoa, terdapat bagian yang lembab di dalam rumah. Untuk mengetahui adanya
tungau debu rumah, tanyakan apakah menggunakan karpet berbulu, sofa kain
bludru, kasur kapuk, banyak barang di kamar tidur. Apakah sesak dengan baubauan seperti parfum, spray pembunuh serangga, apakah pasien merokok, orang
lain yang merokok di rumah atau lingkungan kerja, obat yang digunakan pasien,
apakah ada beta blocker, aspirin atau steroid. Gejala-gejala kunci untuk
menegakkan diagnosis asma dirangkum dalam tabel 2.3
Tabel 2. Gejala-gejala Kunci Diagnosis Asma3
Gejala Kunci
Gambaran Gejala
Faktor Presipitasi
Perkembangan
Penyakit
Riwayat Keluarga
Riwayat Sosial
Riwayat
Eksaserbasi
Efek asma
terhadap penderita
dan keluarga
Pemeriksaan Klinis
Untuk menegakkan diagnosis asma, harus dilakukan anamnesis secara rinci,
menentukan adanya episode gejala dan obstruksi saluran napas. Pada pemeriksaan
fisis pasien asma, sering ditemukan perubahan cara bernapas, dan terjadi
perubahan bentuk anatomi toraks. Pada inspeksi dapat ditemukan; napas cepat,
kesulitan bernapas, menggunakan otot napas tambahan di leher, perut dan dada.
Pada auskultasi dapat ditemukan mengi, ekspirasi memanjang.3
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
2. Peak Flow Meter/PFM.
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat
tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh
karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam menegakkan diagnosis asma
diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer
lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena; PFM tidak begitu sensitif
dibanding FEV. untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur
terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak
dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
3. X-ray dada/thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.1,5,6,7
I.
Penatalaksanaan
Pengobatan Asma menurut GINA (Global Initiative for Asthma).
Para ahli asma dari berbagai negara terkemuka telah berkumpul dalam suatu
lokakarya Global Initiative for Asthma: Management and Prevention yang
dikoordinasikan oleh National Heart, Lung and Blood Institute Amerika serikat
dan WHO. Hampir di seluruh dunia mengikuti protokol pengobatan yang
dianjurkan. Namun cara pengobatan tersebut masih mahal bagi negara
berkembang.
merupakan
pengobatan
saat
serangan
untuk
mengatasi
mengontrol
asma,
diberikan
setiap
hari
untuk
mencapai
dan
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi ke dua
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma meliputi : 5,8
1. Status asmatikus
2. Gagal Napas (Respiratory Failure)
3. Pneumotoraks
4. Pneumomediastinum
5. Asma resisten terhadap steroid
K. Prognosis
Prognosis pasien dengan Asma bronkial yang mendapatkan terapi secara umum
baik, dan tergantung pada penyebab, usia, dan respon terhadap terapi.8
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Alamat
Agama
No. RM
Tanggal masuk
B. ANAMNESIS
: Asmawati
: 52 tahun
: Wanita
: Ibu Rumah Tangga
: Jene Tallasa
: Islam
: 235696
: 09/10/2016
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
: Sesak Nafas
Anamnesis Terpimpin
1. Pasien datang dengan keluhan utama Sesak napas yang dialami sejak 1 hari
sebelum masuk RS.
2. Pasien juga mengeluh batuk kering 1 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit.
3. Pusing (+), Nafsu makan baik,
4. BAB : Biasa/lancar. BAK : Biasa/lancar
5. Riwayat Alergi : Ada, debu atau cuaca dingin.
Riwayat Penyakit Sebelumnya:
1. Ada riwayat sesak selama 20 tahun
2. Ada riwayat batuk
3. Tidak ada riwayat DM
4. Tidak ada riwayat Hipertensi
Riwayat Psikososial:
5.
6.
7.
8.
1. BB
2. TB
3. IMT
= 67 kg
= 150 cm
= 29,7 Gizi Obes 1
Tanda vital :
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,3oC (axilla)
D. PEMERIKSAAN FISIS
1. Kepala
Ekspresi
: Biasa
Simetris muka
Deformitas
: (-)
Rambut
2. Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
: (-)
Gerakan
: ke segala arah
Kelopak Mata
Konjungtiva
: anemis (-)
Sklera
: ikterus (-)
Kornea
: jernih
Pupil
3. Telinga
Pendengaran
4. Hidung
Perdarahan
Sekret
5. Mulut
Bibir
Lidah
Gusi
6. Leher
Kelenjar getah bening
Kelenjar gondok
DVS
Kaku kuduk
Tumor
7. Dada
Inspeksi
:
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
8. Paru
Palpasi
:
Nyeri tekan
: (-/-)
Massa tumor
: (-/-)
Fremitus raba
Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
: ICS V-VI
Auskultasi :
Bunyi tambahan
9. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: ICS II sinistra
Auskultasi
10. Perut
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
a. Hepar : tidak teraba
b. Lien : tidak teraba
c. Ginjal : tidak teraba
: NT (-) MT (-)
Perkusi
: Thympani
11. Ekstremitas
Edema: Dalam batas normal
E. ASSESMENT :
Asma Bronkial
F. PLANNING
Pengobatan :
1. Diet nasi,
2. IVFD RL 28 tpm
3.
4.
5.
6.
7.
8.
G. PROGNOSIS
Dubia et bonam
H. FOLLOW UP PASIEN
TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
INSTRUKSI DOKTER
9/10/2016
SS / GK / CM
T :130/80mmHg
N : 60 x/i
P : 20 x/i
S : 36.3C
Anemis (-) ikterus (-)
Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
8. BP : vesikuler,
BT : Weezing (+) pada kedua
apex paru
9. BJ : I/II murni regular
10. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/10/10/2016
A : Asma Bronkial
S : Sesak (+), batuk kering (+), P:
sakit kepala (+), nyeri punggung 1. IVFD RL 28/tpm
kanan atas.
2.
3.
4.
5.
BAB : Lancar
BAK : Lancar
EKG.
O:
1.
2.
3.
4.
5.
SS / GC / CM
T : 120/90 mmHg
N : 60 x/i
P : 22 x/i
S : 36.0C
SS / GC / CM
T : 110/80 mmHg
N : 88 x/i
P : 28 x/i
S : 36.6C
Anemis (-) ikterus (-)
Pembesaran kelenjar
getah
P:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
IVFD RL 28/tpm
Inj. Dexametazone amp / 8j/ iv
Salbutamol tab 4mg 3x1
Aminophylin amp / 8j / drips
OBH Syr 3x1C
Nebuleizer = Combivent /12 j (
pagi sore )
bening (-)
8. BP : vesikuler,
BT : Weezing (+) pada kedua
apex paru
9. BJ : I/II murni regular
10. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
11. Ext : Edema -/A:
12/10/2016
Asma Bronkial
S:
Sesak (+) , batuk kering (+) ,
BAB : Lancar
BAK : Lancar
O:
P:
1.
2.
3.
4.
5.
IVFD RL 28/tpm
Inj. Dexametazone amp / 8j/ iv
Aminophylin amp / 8j / drips
OBH Syr 3x1C
Nebuleizer = Combivent ( pagi
sore )
6. Salbutamol tab 4mg 3x1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
SS / GC / CM
T : 120/70 mmHg
N : 82 x/i
P : 30 x/i
S : 36.1C
Anemis (-) ikterus (-)
Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
8. BP : vesikuler,
BT : Weezing (+) pada kedua
apex paru
9. BJ : I/II murni regular
10. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Asma Bronkial
S:
P:
1. IVFD RL 28/tpm
Sesak hampir menghilang, batuk 2. Aminophylin 1 gr/ 8j/ drips
kering (+)
3. Inj. Dexametazone 1 gr/8j/iv
BAB : Lancar
BAK : Lancar
O:
sore )
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
SS / GC / CM
T : 120/70 mmHg
N : 82 x/i
P : 30 x/i
S : 36.1C
Anemis (-) ikterus (-)
Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
8. BP : vesikuler,
BT : Weezing Hampir tdk
terdengar pada kedua apex
paru
9. BJ : I/II murni regular
10. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
A:
Asma Bronkial
14/10/2016
S:
Sesak (+) , batuk kering (+)
susah tidur.
BAB : Lancar
BAK : Lancar
O:
P:
1. IVFD RL 28/tpm
, 2. Aminophylin 1 gr/ 8j/ drips
3. Inj. Dexametazone 1 gr/8j/iv
4. Salbutamol tab 4 mg 3x1
5. Metil prednisone 4 mg 3x1
SS / GC / CM
1. T : 120/80 mmHg
2. N : 84 x/i
3. P : 20 x/i
4. S : 35.9C
5. Anemis (-) ikterus (-)
6. Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
7. BP : vesikuler,
BT : Weezing (+) pada kedua
apex paru
8. BJ : I/II murni regular
9. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/A:
Asma Bronkial
15/10/2016
S:
Sesak (+) ,
, keluhan baik
BAB : Lancar
BAK : Lancar
O :SS / GC / CM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
T : 120/90 mmHg
N : 64 x/i
P : 24 x/i
S : 34.6C
Anemis (-) ikterus (-)
Pembesaran kelenjar getah
bening (-)
7. BP : vesikuler,
BT : Weezing (+) pada kedua
apex paru
8. BJ : I/II murni regular
9. Peristaltik (+) kesan normal
Hepar dan lien tidak teraba
Ext : Edema -/A:
1.
2.
3.
4.
5.
Aff. Infus
Cefadroxyl 500 mg 2x1
Salbutamol 2 mg 3x1
Metil prednisone 4 mg 2x1
OBH syr 3xC
Asma Bronkial
Boleh pulang
I. RESUME
Pasien perempuan umur 52 tahun datang ke RS dengan keluhan utama Sesak
napas satu hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh batuk kering 1
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh nyeri dada
kanan. Ada riwayat batuk sebelumnya .Pasien mengidap penyakit asma selama 20
tahun yang lalu, dan menggunakan alat inhaler barotec, BAB : Biasa/lancar.
BAK : Biasa/lancar
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
1. Sakit sedang/Gizi cukup/Composmentis
2. Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
3. Nadi
: 60 x/menit reguler, kuat angkat
4. Pernapasan
: 20 x/menit, Tipe : Thoracoabdominal
5. Suhu
: 36,3 oC (axilla)
6. Anemis (-), Ikterus (-), Sianosis (-)
7. Edema palpebral (-)
8. Auskultasi Thorax
: Weezing (+/+)
9. CV
: BJ I/II murni regular, bising (-)
10. Abdomen
: Peristaltik (+) kesan normal, hepar & lien tidak
11. Ekstremitas
teraba
: -/- seluruh ekstremitas
J. DISKUSI
Assesment pada pasien ini yaitu Asma Bronkial, Diagnosis pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Apabila dilihat dari gejala klinis yang
timbul, gejala pasien yang muncul yaitu sesak, maka kita dapat memikirkan berbagai
kemungkinan. Ada beberapa penyakit yang dapat menimbulkan sesak misalnya :
Asma Bronkial, PPOK, Tb paru, Efusi Pleura, CHF, dan penyakit jantung lainnya.
Pada Anamnesis ditemukan riwayat alergi, riwayat sesak berulang dan pasien
mengeluh batuk kering. Pada pemeriksaan fisik inspeksi ditemukan penggunaan otot
otot bantu pernapasan, sedangkan pada pemeriksaan auskultasi ditemukan adanya
Weezing pada kedua apex paru.
Pada kasus ini pasien juga mengeluh nyeri atau merasa berat pada dada, ini
biasanya merupakan manifestasi dari sesak dan usaha pasien untuk melakukan
Inspirasi dan ekspirasi kuat. Ditambah lagi dengan penggunaan otot-otot bantu
pernapasan.
Menurut teori, Gambaran klinis asma adalah serangan episodik batuk, mengi
(weezing), dan sesak napas. Pada awal serangan sering tidak jelas seperti berat di
dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada
mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien
akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Terlebih
lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non
alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang infeksi saluran napas ataupun
perubahan cuaca. Komplikasi yang biasa terjadi pada penyakit asma adalah terjadinya
gagal napas (Respiratory Failure)