Anda di halaman 1dari 2

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan atau

sebelum inpartu pada pembukaan <4cm (Fase Laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktu melahirkan (Nugroho,2010). Angka kejadiaan ketuban pecah dini
terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm angka kejadiannya bervariasi 6-19%,
sedangkan pada kehamilan preterm angka kejadiannya 2% dari semua kehamilan. 70% kasus
ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas
perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab
kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman,2009)
Menurut WHO (World Health Organization) di seluruh dunia, terdapat kematian ibu
sebesar 500.000 jiwa per tahun. Kematian ibu dapat terjadi selama hamil, bersalin dan nifas.
Mortalitas dan Morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara
berkembang, karena kematian maternal tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar
99% (Manuaba,2010)
Indonesia merupakan salah satu negara yang termasuk dalam negara berkembang. AKI
(Angka Kematian Ibu) di indonesia berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 dan Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) tercatat
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. AKI ternyata menyimpang dari tren yang diharapkan
terjadi. Tren AKI sejak Tahun 1992 sampai 2007 cenderung turun, tapi tahun 2012 malah
meningkat (Mauliadi,2013)
Provinsi Bengkulu sebagai salah satu provinsi yang menjadi bagian dari Negara
Indonesia juga mengalami peningkatan AKI pada tahun 2013. Tahun 2012 AKI di Provinsi
Bengkulu tercatat sebesar 136/100.000 kelahiran hidup, meningkat menjadi 139/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2013 (Dinkes Provinsi Bengkulu,2013)
Penyebab langsung dari kematian ibu yaitu perdarahan (25%), sepsis (15%), hipertensi
dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan sebabsebab lain (8%). Yang termasuk dalam sebab-sebab lain dari kematian ibu adalah komplikasi
yang berhubungan langsung dengan sepsis, terutama jika terjadi ketuban pecah dini
(Winjosastro,2008).

Masih tingginya angka kejadian KPD berdampak pada meningkatnya angka morbiditas
dan mortalitas. Dampak yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan,
dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi
tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden sectio caesaria, atau gagalnya persalinan
normal (Winkjosastro,2008)
Penatalaksanaan ketuban pecah dini masih dilema bagi sebagian besar pelayanan
kesehatan. Jika segera mengakhiri kehamilan akan meningkatkan insidensi chorioamnionitis
(Nugroho, 2010). Perawat sebagai tenaga medis terlatih yang ditempatkan di masyarakat
seyogianya bertindak konservatif artinya tidak terlalu banyak melakukan intervensi untuk
mengurangi kemungkinan infeksi yang akan terjadi. Dengan akibat tingginya angka kesakitan
dan kematian ibu dn bayi, sikap yang paling penting adalah melakukan rujukan sehingga ketuban
pecah dini mendapatkan penanganan yang tepat (Manuaba, 2010)
Dalam penanganan kasus ketuban pecah dini dirumah sakit, perawat dapat melakukan
kolaborasi dengan dokter misalnya dengan melakukan induksi persalinan. Setelah induksi
persalinan pada kal 1 terutama fase laten berlangsung aman dan bayi dapat dilahirkan pervagina,
maka proses persalinan berikutnya sama dengan persalinan normal pada umumnya, sehingga
dalam hal ini perawat dapat memberikan asuhan secara mandiri sesuai dengan wewenangnya
yang kolaborasi dengan petunjuk dari dokter.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan oktober 2016 di RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu diperoleh data angka kejadian KPD pada tahun 2011 yaitu 20,58% (462
kasus dari 2.244 persalinan), pada tahun 2012 terdapat 464 kasus ketuban pecah dini dari 2.492
persalinan (18,61%), tahun 2014 terdapat 210 kasus KPD dari 1.039 pesalinan (20,21%)

Anda mungkin juga menyukai