BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cedera tulang belakang adalah cedera yang mengenai cervicalis,
vertebralis dan lumbalis akibat trauma jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. 1 Cedera seperti ini merupakan salah
satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif.
Penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi anamnesis dan
pemeriksaan fisik umum serta neurologi harus segera dilakukan secara serentak
agar dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya unsur vital.2
Cedera akut tulang belakang spinal cord merupakan penyebab yang paling
sering dari kecacatan dan kelemahan setelah trauma, karena alasan ini, evaluasi
dan pengobatan pada cedera tulang belakang, spinal cord dan nerve roots
memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Diagnose dini, prevensi fungsi spinal
cord dan pemeliharaan alignment dan stabilitas merupakan kunci keberhasilan
manajemen penanganan.1
Fraktur cervicalis paling sering disebabkan oleh benturan kilat atau trauma
pukulan kepala. Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur
cervicalis. Sebuah fraktur cervicalis merupakan keadaan darurat medis yang
membutuhkan perawatan segera. Spne trauma mungkin terkait cedera saraf tulang
belakang dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, sehingga sangat penting untuk
menjaga posisi leher tetap stabil, meskipun belum dijumpai adanya bukti otentik
mengenai fraktur cervicalis.1
Di Indonesia, insiden trauma kepala pada tahun 1995 sampai 1998 terdiri
dari tiga tingkat keparahan trauma kepala yaitu trauma kepala ringan sebanyak
60,3% (2463 kasus), trauma kepala sedang sebanyak 27,3% (114 kasus), dan
trauma kepala berat sebanyak 11% (448 kasus). Angka kejadian trauma kepala
pada tahun 2004 dan 2005 di RSCM FK UI mencatat sebanyak 1426 kasus.3
mengenai
penanganan
kegawatdaruratan
pada
fraktur
cervicalis.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan karya ilmiah di bidang
kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
karena
cedera
maksilofasial
parah),
cricothyrotomy
bedah
diindikasikan..4
Pada Airway juga harus diperhatikan kontrol servikal , karena harus
dipastikan ada trauma atau fraktur servikal/tidak. Trauma dari Os. Clavicula
keatas sudah dianggap pasien trauma inhalasi.Pada korban trauma yang tidak
sadar adan atau tidak diketahui mekanisme terjadinya trauma dengan pasti,
meskipun tidak ditemukan adanya tanda cedera leher, patut dicurigai mengalami
cedera leher. Tindakan yang menyebabkan bergeraknya servikal pada cedera leher
dapat menyebabkan henti napas dan henti jantung seketika.Kontrol servikal dapat
dilakukan dengan bantuan colar neck atau dengan bantuan bendakeras lainnya
yang dapat menahan kepala dan leher untuk tidak bergerak. Dapat pula
menggunakan kedua tangan atau paha penolong (jika penolong lebih dari 1 orang)
sambal melakukan control pada jalan napas korban.5
2. Pernapasan
Ventilasi terancam oleh penurunan pusat pernafasan (biasanya dari cedera
kepala, keracunan, atau syok yang hampir fatal) atau cedera dada (misalnya,
hemothorax atau pneumotoraks, beberapa patah tulang rusuk, memar paru).
Kecukupan
pertukaran
udara
biasanya
jelas
pada
auskultasi.
Tension
paha deformitas dan ketidakstabilan sering hadir ketika perdarahan internal yang
di daerah cukup besar untuk mengancam nyawa.
Perdarahan eksternal dikendalikan oleh tekanan langsung. Dua infuse bore
besar (misalnya, 14- atau 16-gauge) dimulai dengan NaCl 0,9% atau Ringer
laktat; infus yang cepat dari 1 sampai 2 L (20 mL / kg untuk anak-anak) diberikan
untuk tanda-tanda shock dan hipovolemia. Selanjutnya, cairan tambahan dan, jika
perlu, terapi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Pasien yang ada
kecurigaan klinis yang kuat dari perdarahan intra-abdominal serius mungkin
memerlukan laparotomi segera. Pasien dengan perdarahan intrathoracic besar
mungkin memerlukan torakotomi segera dan mungkin autotransfusi darah melalui
tabung thoracostomy.4
4. Disability
Fungsi neurologis dievaluasi untuk defisit serius yang melibatkan otak dan
sumsum tulang belakang. Skala Glasgow Coma dan pupil respon terhadap cahaya
yang digunakan untuk skrining cedera intrakranial serius. gerakan motorik kasar
dan sensasi di setiap ekstremitas dievaluasi untuk menyaring cedera tulang
belakang yang serius. Tulang belakang leher yang teraba kelembutan dan
deformitas dan distabilisasi dengan kerah kaku sampai cedera tulang belakang
leher disingkirkan.
Dengan stabilisasi manual yang hati-hati dari kepala dan leher, pasien
dilakukan logrolled ke samping untuk memungkinkan palpasi toraks dan lumbar
tulang belakang, pemeriksaan punggung, dan pemeriksaan dubur untuk
memeriksa tonus (tonus menurun menunjukkan kemungkinan cedera tulang
belakang), prostat, dan adanya darah. Pasien dengan cedera otak traumatis berat
(GCS <9) membutuhkan intubasi endotrakeal, evaluasi bedah saraf, dan terapi
untuk mencegah cedera otak sekunder (misalnya, diuresis osmotik, kadangkadang hiperventilasi untuk pasien dengan tanda-tanda akan terjadinya herniasi
otak).4
Alergi
Medikasi/ Obat
Past Medical History/ Riwayat penyakit terdahulu
Last meal/ Makanan terakhir
Events dari cedera
Setelah pasien benar-benar telanjang, pemeriksaan umumnya dari kepala
sampai kaki; itu mencakup semua lubang dan tampilan yang lebih rinci pada
daerah diperiksa dalam survei awal. Semua jaringan lunak diperiksa untuk lesi
dan pembengkakan, tulang-tulang yang teraba nyeri tekan, dan berbagai gerakan
yang
dinilai
dalam
sendi
(kecuali
ada
fraktur
jelas
ataucacat).
2.3 Definisi
Terdapat
beberapa
pengertian
mengenai
fraktur,sebagaimana
merupakan
penyebab
kematian
ke
empat,
setelah
penyakit jantung, kanker dan stroke, tercatat 50 meningkat per 100.000 populasi
tahun,3% penyebab kematian ini karena trauma langsung medula spinalis, 2%
karena multiple trauma. Insidensi trauma pada laki-laki 5 kali lebih besar dari
perempuan.Ducker dan Perrot melaporkan 40% spinal cord injury disebabkan
kecelakaan lalulintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, sport, kecelakaan kerja.
Lokasi fraktur ataufraktur dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan
C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3.7
2.5 ETIOLOGI 5,6
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran ataupenarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
10
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur
melintang
dan
kerusakan
pada
kulit
diatasnya.
Penghancuran
Pathogenesis8
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum
tulang
dan jaringan
lunak. Akibat
yang
11
sumsum
tulang
belakang
bagian
depan
menunjukkan
kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disetai hilangnya sensasi nyeri
dan suhu kedua sisinya, sedangkan sensasi raba dan posisi tidak terganggu.
Cedera sumsum tulang belakang sentral jarang terjadi. Pada umumnya
terjadi akibat cedera di daerah servikal dan disebabakan hiperekstensia mendadak
sehingga sumsum tulang belakang terdesak oleh ligamentum flavum yang terlipat.
Gambaran klinis berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas bawah
lebih ringand aripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak
tergananggu.
Sindrom brown-sequard disebabkan oleh kerusakan paruh lateral sumsum
tulang belakang. Sindrom ini jarang ditemukan gejalanya berupa gangguan
motorik dan hilangnya rasa vibrasi pada posisi ipsilateral. di kontralateral terdapat
gangguan rasa nyeri dan suhu. Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2
mengakibatkan anesthesia perianaal, ganggguan fungsi defleksi, miksi,impotensi,
serta hilangnya reflex anal dan reflex bulbokavernosa.
12
Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks lumbo sacral
setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan leumpuhan dan anesthesia
didaerah lumbosakral yang mirip dengan sindrom konus medularis.
yang
melebar
antara
proses
spinosus
Subluksasi anterior
dislocation
Bilateral interfacetal
13
Wedge fracture-
VertebraWedge fracture-
14
15
Hangmans fracture
(Jefferson)
Diagnosis
Evaluasi radiografi diindikasikan pada kondisi-kondisi sebagai berikut:
Pasien dengan gangguan sensori yang didapatkan dari cedera kepala atau
intoksikasi
pemeriksaan
CT
16
Penatalaksanaan
Pada tipe yang stabil atau tidak stabil temporer, dilakukan imobilisasi
dengan gips atau alat penguat. Pada patah tulang belakang dengan ganggua
nneurologik komplit, tindakan pembedahan terutama ditujukan untuk stabilisasi
patah tulangnya untuk memudahkan perawatan atau untuk dapat dilakukan
mobilisasi dini. Mobilisasi dini merupakan syarat penting sehingga penyulit yang
timbul pada kelumpuhan akibat cedera tulang belakang seperti infeksi saluran
nafas, infeksi saluran kencing atau dekubitus dapat dicegah. 12
17
18
Okupasional
terutama
ditujukan
penanganan
operasi
adalah
untuk mereeduksi
mal
19
pada keadaan khusus, seperti saat menyetir kendaraan dan dapat tidak digunakan
lagi bila gejala sudah menghilang.Sangat sulit untuk menyatakan waktu yang
tepat kolar tidak perlu digunakan lagi,namun hilangnya rasa nyeri, hilangnya
tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan sebagai petunjuk.12
Komplikasi7
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain
1. Syok neurogenik. Syok neurogenik merupakan hasil dari kerusakan jalur
simpatik desending pada medulla spinalis. Kondisi ini mengakibatkan
kehilangan tonus vasomotor dan kehilangan persarafan simpatis pada
jantung sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah visceral serta
ekstremitas bawah maka terjadi penumpukan darah dan konsekuensinya
terjadi hipotensi.
2. Syok spinal. Syok spinal adalah keadaan flasid dan hilangnya refleks,
terlihat setelah terjadinya cedera medulla spinalis. Pada syok spinal
mungkin akan tampaks eperti lesi komplit walaupun tidak seluruh bagian
rusak.
3. Hipoventilasi. Hal ini disebabkan karena paralisis otot interkostal yang
merupakan hasil dari cedera yang mengenai medulla spinalis bagian di
daerah servikal bawah atau torakal atas.
4. Hiperfleksia autonomic. Dikarakteristikkan oleh sakit kepala berdenyut,
keringat banyak, kongesti nasal,bradikardi dan hipertensi
BAB 3
STATUS PASIEN
20
3.1.
Anamnesis
Tuan L, 20 tahun, 70 kg, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik dengan keluhan penurunan keempat anggota gerak tidak bisa digerakkan.
Hal ini dialami pasien sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengalami kecelakaan saat bekerja, dimana pasien terjatuh dari ketinggian 3,5
meter. Pasien terjatuh dengan posisi bahu kanan terlebih dahulu menyentuh tanah.
Pasien tidak menggunakan helm atau alat pelindung diri pada saat kejadian.
Pasien sudah mendapat pertolongan pertama dari RS deli serdang oleh spesialis
saraf, dan dirujuk ke RSUP H. Adam Malik Medan. Riwayat pingsan tidak
dijumpai. Riwayat nyeri kepala dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat
mual muntah tidak dijumpai. Setelah kejadian pasien tidak bisa BAK. Saat ini
kateter terpasang dan urin dijumpai.
RPT
: Tidak ada
RPO
: Tidak Jelas
Time Sequence
20 Februari 2016
Pukul 13.30 wib
Masuk IGD
RSUP H. Adam
Malik
20 Februari 2016
Pukul 15.00 wib
konsul tindakan
anastesi dan acc
untuk rawat ICU
Pukul 19.00 wib
acc rawat ICU
20 Februari 2016
Pukul 20.00 wib
Rawat ICU
21
3.2.
Primary Survey
Penanganan
Hasil
Pasang
neck Airway clear
Pasang
neck
collar
collar
immobilization
Maxillofacial
injury
(+)
B (breathing)
Inspeksi
Nafas spontan
Thorax simetris
Pernafasan
RR: 24 x/menit
via RR : 24x/menit
SaO2: 98-99%
sungkup 10L/i
Oksigen
tipe
abdominal
Perkusi:
Sonor kedua lapangan
paru
Auskultasi
SP/ST: vesikuler/(-)
SaO2: 98-99%
RR : 24 x/menit
C (circulation)
Sirkulasi baik
Capillary Refill Time <
2 detik
Akral hangat, merah,
( E4M6V5 )
AVPU: alert
IV TD:
line 18G
Pemberian
110/80
mmHg
kristaloid (RL)
Pasien sadar
15
Pasang
cairan
kering
T/V cukup
TD: 110/70mmHg
HR:
98
x/menit,
regular
Perdarahan : D (disability)
Kesadaran: GCS
Mempertahankan
A-B-C
lancar
tetap
Pasien sadar
22
pupil : 3 mm : 3 mm,
isokor
Rc : +/+
E (exposure)
Oedema (-)
3.3.
Secondary Survey
23
24
4.
Penanganan IGD
Pemasangan NGT
3.5.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Rujukan
11,1 g%
9,140 mm3
32%
187 x 103
11,715,5
4,511,0x103
3844%
150450x103
25
GINJAL
Ureum
30 mg/dL
Kreatinin
0.95 mg/dL
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
130 mEq/L
Kalium (K)
3.6 mEq/L
Klorida (Cl)
107 mEq/L
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu) 165 mg/dL
<50 mg/dL
0,500,90 mg/dL
135155 mEq/L
3,65,5 mEq/L
96106 mEq/L
<200 mg/dL
Kesimpulan:
Anemia normokrom normositer
3.6.
Diagnosis
Tetraplegia ec Fraktur cervicalis 4-5
3.7.
Follow-Up Pasien
21 Februari 2016
S : Tetraplegia
O:
26
P:
R:
MRI cervical
22 Februari 2016
S : Tetraplegia
O:
27
R:
MRI cervical
23-29 Februari 2016
S : Tetraplegia
O:
MLP : I
B2 : akral : H/P/K, TD : 130-140/80-90, HR : 60x/menit, T/V :
R:
MRI cervical
25-26 Februari 2016
S : Tetraplegia
28
O:
MLP : I
B2 : akral : H/P/K, TD : 130-140/80-90, HR : 60x/menit, T/V :
+/+
B4 : BAK (+) vol : 50cc/jam, warna : kuning jernih
B5 :abdomen : soepel, peristaltik (+) normal
B6 : oedem(+)
R: -
29
BAB 4
PEMBAHASAN
TEORI
KASUS
Membebaskan
jalan
nafas
dengan jaw thrust dan in line
immobilization,
pemasangan
colar brace.
30
dikendalikan
oleh
tekanan
langsung. Dua infuse bore besar
(misalnya, 14- atau 16-gauge)
dimulai dengan NaCl 0,9% atau
Ringer laktat; infus yang cepat
dari 1 sampai 2 L (20 mL / kg
untuk anak-anak) diberikan untuk
tanda-tanda
shock
dan
hipovolemia.
Disability: Fungsi neurologis
dievaluasi untuk defisit serius
yang melibatkan otak dan sumsum
tulang belakang.
Exposure: Untuk memastikan
cedera tidak terlewatkan, pasien
benar-benar ditelanjangi (dengan
memotong pakaian) dan seluruh
permukaan tubuh diperiksa untuk
tanda-tanda trauma tersembunyi
Evaluasi Awal
Imobilisasi yang tepat harus
dipertahankan dengan cervical
collar dan spine board sampai
stabilitas seluruh tulang belakang
telah dipastikan.
Nyeri harus diatasi dengan opioid
short-acting (misalnya, fentanyl).
Manajemen awal agresif hipoksia,
hiperkapnia,
hipotensi,
dan
peningkatan ICP.
Pengobatan untuk pasien dengan
peningkatan ICP antara lain
termasuk intubasi Orotracheal
yang cepat, Ventilasi mekanis,
Pemantauan ICP, sedasi sedang
bila diperlukan.
Pemasangan NGT
Membebaskan
jalan
nafas
dengan jaw thrust dan in line
immobilization,
pemasangan
colar braise.
31
BAB 5
KESIMPULAN
Tuan L, 20 tahun, 70 kg, datang ke Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik dengan keluhan penurunan keempat anggota gerak tidak bisa digerakkan.
Hal ini dialami pasien sejak 18 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengalami kecelakaan saat bekerja, dimana pasien terjatuh dari ketinggian 3,5
meter. Pasien terjatuh dengan posisi bahu kanan terlebih dahulu menyentuh tanah.
Pasien tidak menggunakan helm atau alat pelindung diri pada saat kejadian.
Pasien sudah mendapat pertolongan pertama dari RS deli serdang oleh spesialis
saraf, dan dirujuk ke RSUP H. Adam Malik Medan. Riwayat pingsan tidak
dijumpai. Riwayat nyeri kepala dijumpai. Riwayat kejang tidak dijumpai. Riwayat
mual muntah tidak dijumpai. Setelah kejadian pasien tidak bisa BAK. Saat ini
kateter terpasang dan urin dijumpai.
Berdasarkan pemeriksaan foto cervical dan neurologis, os didiagnosa dengan
Tetraplegia ec Fraktur cervicalis 4-5
DAFTAR PUSTAKA
32
10. De Jong,Wim. Buku ajar Ilmu bedah edisi 2. Cedera tulang belakang dan
sumsumtulang. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 2005. Hal 8224.
Louis, 2002.
11. Fractures of the cervical thoracic an Lumbar Spine. Page 23.
33