PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu merupakan sumber utama produksi gula komersial. Gula merupakan
komoditas yang penting bagi masyarakat Indonesia dan perekonomian pangan
Indonesia, baik sebagai kebutuhan pokok maupun sebagai bahan baku industry
makanan atau minuman. Kebutuhan gula saat ini semakin meningkat dengan
meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta semakin beraneka ragamnya jenis
makanan yang hadir di tengah-tengah masyarakat (Fitriani, dkk., 2013).
Gula merupakan satu dari sembilan bahan pokok yang dibutuhkan untuk
kebutuhan pangan manusia. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi
sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak
diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula sebagai sukrosa diperoleh
dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula
minor lainnya, seperti kelapa.
Pengolahan tebu pada setiap industri memiliki prinsip pengolahan yang
hampir sama. Namun selalu ada perbedaan dari gula yang dihasilkan pada setiap
industri. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kualitas atau kondisi tebu sebagai
bahan baku yang berbeda maupun proses pengolahan yang kurang optimal.
Besarnya peranan gula dalam kehidupan sehari-hari dan bidang industri,
menyebabkan kebutuhan akan gula terus meningkat.Permasalahan yang sering
terjadi pada produksi gula adalah masih tingginya keragaman dan tingkat
penyimpangan mutu produk, sehingga produk kurang atau tidak sesuai dengan
standar mutu nasional gula (SNI). Oleh sebab itu, praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh nira terhadap nilai kandungan sukrosa dan untuk mengetahui
tentang mutu gula dipasaran menurut SNI.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
: Plantae (tumbuhan)
Kelas
Sub kelas
: Commelinidae
Ordo
: Poles
Famili
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum L.
Besarnya
Brix
16,88 17,85%
HK Pol
82,69 83,49 %
Sukrosa
12,09 13,24 %
Gula Reduksi
79 1,35 %
Abu Fosfat
0,7 1,25 %
C. Sukrosa juga bersifat mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin eter
Menurut SNI 3140.3-2010, gula kristal putih (GKP) adalah gula yang dibuat
dari tebu atau bit melalui proses sulfitasi/karbonatasi/fosfatasi atau proses lainnya
sehingga langsung dapat dikonsumsi.
Tabel 2. Syarat Mutu Gula Kristal Putih (GKP)
No. Parameter Uji
Satuan
Persyaratan
GKP1
GKP2
1.
Warna
1.1
Warna Kristal
CT
4,0-7,5
7,6-10
1.2
IU
81-200
201-300
2.
mm
0,8-1,2
0,8-1,2
3.
Maks 0,1
Maks 0,1
4.
Min 99,6
Min 99,5
5.
Maks 0,10
Maks 0,15
6.
6.1
mg/kg
Maks 30
Maks 30
7.
Cemaran logam
7.1
Timbale (Pb)
mg/kg
Maks 2
Maks 2
7.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks 2
Maks 2
7.3
Arsen (As)
mg/kg
Maks 1
Maks 1
Gula Kristal dapat dibagi menjadi beberapa yang dilihat dari keputihannya
dengan menggunakan standar ICUMSA (Internasiolan Commision For Uniform
Methods of Sugar Analysis). ICUMSA telah membuat gradde kualitas warna gula,
system grade ini dilakukan berdasarkan warna gula yang menunjukkan kemurnian
dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam gua (Kuswurj, 2009).
2.6 Sulfur Oksida
Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan. Kelebihan kapur
ini dinetralkan kembali dengan gas sulfite. Penambahan gas SO2 menyebabkan :
SO2 bergabung dengan CaO membentuk CaSO3 yang mengendap. SO2
memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam dapat
mereduksi ion ferri sehingga menurunkan efek oksidasi (Halim K, 1973).
Sulfur oksida adalah suatu gas yang diperoleh dari hasil pembakaran
belerang dengan oksigen, merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau rangsang.
Di dalam pabrik sulfitasi, gas sulfur dioksida digunakan sebagai pembentuk
endapan, ialah dengan cara memberikan kapur berlebihan dibandingkan dengan
kebutuhan untuk penetralan, kelebihan susu kapur akan dinetralkan kembali dengan
asam yang terbentuk bila gas sulfur dioksida bertemu dengan air. Sebagai hasil dari
proses reaksi penetralan akan terbentuklah suatu endapan yang berwarna putih dan
dapat dihilangkan kotoran-kotoran lembut yang terdapat di dalam nira
(Soemarno,1991).
3.1.1 Alat
1. Hand refractometer
2. Beaker glass
3. Pemanas
4. Pengaduk magnetic
5. Kertas lakmus
6. Colour reader
7. Neraca analitik
8. Ayakan
9. Erlenmeyer
10. Buret mikro
11. Cawan timbang
3.1.2 Bahan
1. Nira tebu
2. Gula Kristal
3. Larutan iodium
4. Larutan standar Tio sulfat
5. Larutan kanji
6. Aquades
Refraktometer
Pada praktikum yang pertama ini bertujuan untuk mengetahui kadar padatan
terlarut dalam 100 gram nira. Kadar padatang terlarut dapat diketahui dengan
menghitung drajat brix menggunakan alat refractometer. Hal pertama yang
dilakukan yaitu menyiapkan bahan yang akan digunakan, bahan yang digunakan
adalah nira dengan kulit dan nira tanpa kulit. Penggunaan bahan yang berbeda
bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat terlarut pada kedua sampel yang
digunakan. Selanjutnya menghitung drajat brix nira menggunakan alat
refractometer, yaitu dengan meneteskan nira pada refractometer, dan pembacaan
atau pengamatan drajat brix dilakukan sebanyak 3 kali ulangan agar mendapatkan
data yang akurat.
3.2.2 Defekasi
Pemanasan 75C
Pemanasan 30 menit
Pengadukan
Pendinginan
Salah satu pengolahan tebu menjadi gula adalah proses pemurnian. Pada
praktikum ini proses pemurnian yang dilakukan adalah defekasi. Langkah pertama
yang dilakukan adalah persiapan bahan yang digunakan yaitu nira dengan kulit dan
tanpa kulit. Mempersiapkan masing-masing nira sebanyak 150 ml. kemudian nira
dipanaskan denagn suhu 75C untuk memekatkan nira dan untuk menginaktifasi
enzim penghidrolisis gula. Selanjutnya ditambahkan larutan kapur hingga pH nira
menjadi netral dan diukur menggunakan kertas lakmus. Penambahan larutan kapur
berfungsi untuk memurnikan nira, kapur akan membentuk senyawa fosfat dan
membentuk garam fosfat yang akan mengikat dan menyerap kotoran yang ada pada
nira. Ion OH akan bereaksi dengan logam dan mengikat kotoran kemudian
Pengamatan
60 gram GKP
(gulaku)
60 gram GKP
(curah)
Pengayakan 10 menit
Besar butir gula kristal merupakan salah satu syarat mutu yang harus
dipenuhi dalam pengolahan gula. Besar butir gula dapat diketahui melalui proses
pengayakan. Pada praktikum ini ukuran pengayakan yang digunakan adalah 16, 18,
20, 25, 49 mesh. Langkah pertama yang dilakukan mempersiapkan bahan yang
digunakan adalah gula krital putih (gulaku) dan gula kristal putih berwarna coklat
(curah), masing-masing sebanyak 60 gram. Dilakukan pengayakan, masing-masing
gula selama 10 menit untuk memisahkan gula berdasarkan besar butiran gula.
Dilakukan penimbangan gula pada setiap fraksinya untuk mengetahui ukuran
kristal gula terbanyak pada setiap mesh.
150 ml aquades
Penambahan 10 ml indikator
amilum + 10 ml HCl
3.2.5.2 Contoh
50 gram GKP
(gulaku)
50 gram GKP
(curah)
Penambahan 10 ml HCl +
indikator amilum
Derajad Brix
1.
2.
3.
1.
17,6
17,6
17,4
18,2
2. 18,3
3. 18,2
2. 12,4
3. 12,6
Nilai dL
1.
2.
3.
1.
2.
3.
-5,7
-5,6
-6,5
-12,8
-12,2
-11,1
Berat (gram)
Fraksi 1 : 5,32
Fraksi 2 : 13,78
Fraksi 3 : 0
Fraksi 4 : 8,34
Fraksi 5 : 23,3
Fraksi 6 : 7,89
Total
GKP 2
58,63
Fraksi 1 : 9,08
Fraksi 2 : 14,89
Fraksi 3 : 0,07
Fraksi 4 : 7,75
Fraksi 5 : 21,98
Fraksi 6 : 5,8
Total
59,57
Larutan iod
(SO2/ml)
0,162
0,162
Titran (ml)
contoh
3,2
6,9
Titran (ml)
Blanko
1,9
1,9
Derajat Brix
Derajat Brix
setelah defekasi
17,5
18,0
Nira tebu
bersama
kulitnya
Nira tebu yang
dikupas
kulitnya
12,4
18,2
Nilai Rata-Rata L
A (Putih)
88,4
B (Agak coklat)
82,4
Gula
Kristal Fraksi Pengayakan
Berat
Putih
(g)
BJB
5,32
64,424
13,78
200,953
8,34
171,408
23,3
757,061
Fraksi VI (baki)
7,89
645,949
Jumlah
58,63
1839,795
BJB
0,54 mm
B (Agak
Coklat)
9,08
108,22
14,89
213,714
IV
(25
mesh)
7,75
1,175
156,769
702,902
Fraksi VI (baki)
5,8
467,349
Jumlah
59,57
1650,129
BJB
0,6 mm
GKP 1
(GULAKU)
GKP 2 ( GULA
LOKAL)
Larutan
Iod
(SO2/ml)
0,162
Titran (ml)
contoh
Titran (ml)
Blanko
Kadar
SO2(ppm)
3,2
1,9
4,2
0,162
6,9
1,9
16,2
BAB 5. PEMBAHASAN
juga ikut masuk pada nira tebu. Tetapi hasilnya justru sebaliknya. Hal tersebut
dapat terjadi karena nira tebu merupakan bahan yang mudah rusak karena
kontaminasi dengan mikroba kerusakan nira sudah dimulai sejak awal
penggilingan tebu. Mikroba yang banyak menyerang tebu adalah Leuconostoc
mesenteroides yang berasal dari tanah. Sukrosa terhidrolisis dengan adanya
mikroba yang menghasilkan asam atau enzim dalam nira. Sehingga terjadi
pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Selanjutnya glukosa dan
fruktosa hasil inversi akan terfermentasi oleh khamir Saccharomyces ellipsoides.
Gula invert dapat juga terfermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri Bacillus
lactis acidi pada suhu 45C-55C selama 3-6 hari. Reaksi-reaksi tersebut diatas
dapat menyebabkan kadar sukrosa menurun dan kadar asam meningkat, sehingga
pH cenderung menurun. Asam yang ditimbulkan akan menyebabkan terjadinya
inversi sukrosa.
Sedangkan pada nira dikupas setelah melalui proses defekasi memiliki
penurunan nilai drajat Brix menjadi 12,4. Hal ini dikarenakan pada proses defekasi,
kotoran-kotoran hilang akibat penambahan kapur. Kapur tersebut mengikat kotoran
dan membentuk endapan sehingga didapatkan sukrosa yang lebih murni. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Achyadi dan Maulidah (2004) yang menyatakan bahwa
proses defekasi merupakan proses yang paling sederhana yang pada intinya adalah
memberikan larutan kapur pada nira sehingga terjadi pengendapan dan kemudian
dapat dipisahkan antara nira kotor dan nira jernih dan menyebabkan nilai derajat
brixnya turun.
putih agak coklat (Curah). Proses pengolahan yang dimaksud adalah pada tahap
pemurniannya, dimungkinkan pada gula pasar proses pemurniannya hanya sampai
pada defekasi sehingga kandungan non sukrosa atau kotorannya masih banyak
sehingga warna gula yang dihasilkan tidak seputih merk gulaku (Kuswurj, 2009).
Selain proses pemurnian yang kurang baik, rendahnya nilai kecerahan pada gula
Kristal putih agak coklat (curah) dapat dipengaruhi oleh pencoklatan yang terjadi
pada proses pengolahan dikarenakan terjadinya reaksi maillard dan karamelisasi,
yang disebabkan oleh keberadaan gula pereduksi, protein, dan lemak dalam nira
(Odemir,1997).
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, pengamatan, dan perhitungan yang telah
dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan terhadap praktikum ini, antara lain:
1. Semakin tinggi derajat brix dalam nira maka semakin tinggi pula kadar
padatan yang terlarut dalam 100 gram nira. Derajat brix nira setelah
proses defekasi lebih rendah dibandingkan derajat brix nira sebelum
defekasi, hal ini dikarenakan dengan adanya defekasi dapat mengurangi
kadar padatan terlarut. Selain itu, brix nira tebu yang sudah dikupas
lebih tinggi, data ini menyimpang karena seharusnya dengan adanya
perlakuan pengupasan, maka kadar padatan terlarut akan semakin
rendah.
2. Tingkat kecerahan suatu gula kristal dipengaruhi oleh proses pemurnian
selama pengolahan, bila pemurnian dilakukan sempurna akan diperoleh
gula kristal dengan tingkat kecerahan yang baik.
3. Ukuran butir gula Kristal putih (gulaku) lebih kecil daripada gula Kristal
putih agak coklat (curah). Namun kedua jenis gula kristal putih ini tidak
ada yang memenuhi standar mutu SNI, karena menurut SNI Gula Kristal
Putih (2010),
4. Kandungan belerangoksida menunjukkan adanya proses sulfitasi pada
pemurniannya. Residu belerang oksida (SO2) pada gula kristal putih
(curah) lebih tinggi daripada gula kristal putih (gulaku).
6.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya, seharusnya bahan (nira) yang digunakan masih
segar atau baru dilakukan penggilangan agar tidak terkontaminasi. Apabila bahan
telah terkontaminasi akan berpengaruh terhadap nilai drajat brix yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Achyadi, N.S. dan Maulidah, I. 2004. Pengaruh banyaknya pencuci dan ketebalan
masakan pada proses sentrifugal terhadap kualitas gula. Infomatek.
(6)4:193210.
Augstburger, F., John. B. Udo. C. Petra H. Joachim M., dan Christine S., 2000.
Organic Farming in the Tropics and Subtropics. Exemplary Description of
20 Crops Sugarcane. German : Naturland e.V.
Farid. B. 2003. Perbanyakan Tebu (Saccharum officinarum L.) Secara In Vitro
Pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP.J. Sains dan Teknologi. 3:103-109.
Fidia, Yusmiati Fitri. 2008. Pengaruh Penambahan Susu Kapur (CaOH)2 dan Gas
SO2 Terhadap pH Nira Mentah dalam Pemurnian Nira di Pabrik Gula
Kwala Madu PTP II Nusantara Langkat. Medan: Universitas Sumatera.
Fitriani, Sutarni, dan L. Irawati. 2013. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Produksi,
Curahan Kerja dan Konsumsi Petani Tebu Rakyat di Provinsi Lampung.
Ilmiah Esai. Lampung : Universitas Jember. Vol. 7, No.1. 10 hal.
Halim K. 1973. Rapidoor Clarifier dalam Industri Gula, LPP Yogyakarta
Kuswurj. 2008. Kualitas Tebu. Bogor: IPB Press
Kuswurj, R., 2009. Sugar Technology and Research: Kualitas Mutu Gula Kristal
Putih. Surabaya : Institut Teknologi Surabaya Press.
Moerdokusumo, A., 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula
Di Indonesia. ITB Press, Bandung
Odemir, M. 1997. Food Browning and Its Control. Oxford: Blackwell Publishing
Company.
Purnomo, 2003. Penentuan Rendemen Gula Tebu Secara Cepat. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Derajat Brix dan Defekasi
Rata-rata derajat Brix nira tebu bersama kulitnya
17,6+17,6+17,4
3
= 17,5
Rata-rata derajat Brix nira tebu dikupas kulitnya
18,2+18,3+18,2
= 18,2
18,0+18,0+18,0
3
= 18,0
Rata-rata derajat Brix nira dikupas kulitnya =
12,2+12,4+12,6
3
= 12,4
88,65+88,75+87,25
3
= 88,4
Rata-rata nilai L (B / Curah)
81,55+82,75+83,25
= 82,4
GKP 1