Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL EKOLOGI TERAPAN

PEMANFAATAN ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)


SEBAGAI PUPUK PADA BUDIDAYA TANAMAN SAWI
(Brassica kapa)

Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

Mega Tri Asih


Gilang Noval Abdillah
Mirrah Kirana
Isti Annisa T
Viki Safitri

13030204031
13030204041
13030204071
13030204074
13030204080

PENDIDIKAN BIOLOGI UNGGULAN 2013


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI

Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun proposal pemanfaatan eceng
gondok (eichhornia crassipes) sebagai pupuk pada budidaya tanaman sawi
(brassica kapa).

Tujuan kami menulis proposal ini yang utama adalah untuk memenuhi
tugas matakuliah ekologi terapan. Di sisi lain, kami menulis proposal ini untuk
mengetahui lebih rinci mengenai pengaruh pemanfaatan eceng gondok
(eichhornia crassipes) sebagai pupuk pada budidaya tanaman sawi (brassica
kapa).
Kami menyadari proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab
itu, diharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan proposal ini untuk
ke depannya. Semoga proposal ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Ekologi Terapan.

Surabaya, 15 Maret 2016

Penulis

Daftar Isi
Kata pengantar...................................................................................................................
ii
Daftar isi..............................................................................................................................
iii
2

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang...........................................................................................................
1
B. Rumusan masalah......................................................................................................
3
C. Tujuan .......................................................................................................................
3
C. Manfaat......................................................................................................................
3
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pupuk.........................................................................................................................
4
B. Potensi Eceng Gondok...............................................................................................
7
D. Zat yang Diperlukan Tanaman..................................................................................
8
C. Proses Pengomposan Bahan Organik oleh Mikroba..................................................
13
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian..........................................................................................................
16
B. Variabel Penelitian.....................................................................................................
16
D. Definisi Operasional..................................................................................................
16
E. Alat dan Bahan...........................................................................................................
16
F. Langkah kerja.............................................................................................................
17
F. Desain Eksperimen.....................................................................................................
17
G. Produktivitas sawi.....................................................................................................
18
H. Kebutuhan pupuk organik an anorganik pada sawi...................................................
18
3

I. Perhitungan Penggunaan Pupuk Organik Dan Pupuk Anorganik........................


18
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
21

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan gulma air yang
penyebarannya sangat cepat, hal itu membuat eceng gondok menjadi sebuah
masalah perairan yang dapat mengganggu ekosistem, permasalahan tersebut
disebabkan eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan peristiwa meningkatnya bahan
organic dan nutrient terutama unsur nitrogen dan fosfor yang terakumulasi di
badan air peningkatan badan organik dan nutrient berasal dari peningkatan limbah
domestik, limbah pertanian dan lain-lain. (Merina dkk, 2011)
Eceng gondok memberikan pengaruh terhadap perairan
sekitarnya,
mempercepat

diantaranya
proses

adalah

dapat

pendangkalan

menghambat

karena

memiliki

lancarnya

lingkungan
arus air,

kemampuan

untuk

menahan partikel-partikel yang terdapat dalam air, menyuburkan perairan dengan


sampah-sampah organiknya sehingga memungkinkan tumbuhnya tanaman
lain dan merupakan sarang dari berbagai vektor penyakit, seperti nyamuk.
Lingkungan menjadi kurang bersih, khususnya air menjadi kotor (Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, 2009).
International Union FOR Conservation of Nature (IUCN) telah
mengelompokkan eceng gondok sebagai satu dari seratus kelompok tanaman yang
termasuk spesies invasife, bahkan dikenal sebagai tanaman yang penyebarannya
berdampak buruk di seluruh dunia. Masalah eceng gondok juga telah menjadi
perhatian khusus di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Utara (Shanab dkk, 2010).
Pada umumnya, penanganan eceng gondok sebagai gulma air di perairan ini lebih
kepada pengendalian secara fisik atau konvensional dengan cara dibuang atau
dibakar sehingga menimbulkan masalah lingkungan yang baru. Dengan
banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh eceng gondok maka
penanganan atau pengelolaan tanaman ini harus dilaksanakan dengan lebih serius.
Pemanfaatan eceng gondok bias dilakukan dengan dasar komponen-komponen
yang dimilikinya menjadi produk yang lebih ramah lingkungan dan lebih
bermanfaat.
Eceng gondok mempunyai sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap
logam-logam berat, senyawa sulfida, selain itu mengandung protein lebih dari
1

11,5% dan mengandung selulosa yang lebih tinggi besar dari non selulosanya
seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain. Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara tahun 2008 Eceng
gondok segar memiliki kandungan kimia sebesar : bahan organik 36,59%, C
organik 21,23%, N total 0,28 %, P total 0,0011 % dan K total 0,016 %. Sedangkan
kandungan NPK yang dimiliki eceng gondok (dalam % berat kering) masing
masing adalah 0,98 dan 1,52 N; 1,13 dan 1,945 P; 0,89 dan 1,39 K; 28,73 dan
15,36 C organik; serta rasio C/N 29,32 dan 10,11 (Agneesia, 2009). Berdasarkan
kandungan eceng gondok di atas, dapat dilakukan pemanfaatan eceng gondok
sebagai pupuk organik.
Salah satu tanaman pangan yang popular di Indonesia adalah sawi
(Brassica rapa). Sawi (Brassica rapa) termasuk sayuran daun dari keluarga
cruciferae yang mempunyai fungsi ekonomis tinggi. Sawi termasuk tanaman
sayuran yang tahan terhadap hujan, sehingga ia dapat ditanam di sepanjang tahun
dan tersedia cukup air untuk penyiraman. Menurut Rukmana (2007) Tanaman
sawi berasal dari Tiongkok (cina) dan Asia Timur. Di daerah Cina tanaman ini
dibudidayakan sejak 2500 tahun yang lalu, dan menyebar ke daerah Filipina dan
Taiwan. Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun
berhawa dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran
tinggi. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di
dataran tinggi (Ajichrw, 2011).
Tanaman sawi digemari oleh berbagai kalangan di Indonesia. Berdasarkan data
statistik pertanian secara nasional kemampuan produksi tanaman sawi Indonesia 810 ton
(BPS jakarta, 2010) Adapun syarat-syarat penting bertanam sawi adalah tanahnya

gembur, banyak mengandung humus (subur), drainasenya baik dan pH tanah nya
sekitar 6-7. Waktu tanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Sunarjono,
2008).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilakukan pemanfaatan eceng
gondok (Eichhornia crassipes) sebagai pupuk organik pada budidaya tanaman
sawi (Brassica rapa).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbedaan pengaruh pemanfaatan eceng gondok (Eichhornia
crassipes) pada tanaman sawi (Brassica rapa) ?

2. Perlakuan manakah yang paling optimum terhadap pertumbuhan


tanaman sawi (Brassica rapa) ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemanfaatan eceng gondok
(Eichhornia crassipes) pada tanaman sawi (Brassica rapa).
2. Untuk mengetahui perlakuan manakah yang paling optimum terhadap
pertumbuhan tanaman sawi (Brassica rapa).
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kadar NPK yang paling optimum terhadap pertumbuhan tanaman sawi
(Brassica rapa)
masyarakat.

sehingga dapat dimanfaatkan dan diaplikasikan oleh

Manfaat ekologi yaitu menstabilitaskan populasi tanaman

eceng gondok (Eichhornia crassipes).

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pupuk
Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk
menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan
produksi, serta memperbaki kualitasnya. Pupuk digolongkan berdasarkan pada
sumber bahan yang digunakan, cara aplikasi, bentuk dan kandungan unsur
haranya. Berdasarkan sumbernya terdapat dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik
dan pupuk anorganik.
1. Pupuk anorganik
Pupuk anorganik atau disebut juga sebagai pupuk mineral adalah
pupuk yang mengandung satu atau lebih senyawa anorganik (Leiwakabessy
dan Sutandi, 2004). Fungsi utama pupuk anorganik adalah sebagai
penambah unsur hara atau nutrisi tanaman. Dalam aplikasinya, sering
dijumpai beberapa kelebihan dan kelemahan pupuk anorganik. Beberapa
manfaat dan keunggulan pupuk anorganik antara lain: mampu menyediakan
hara dalam waktu relatif lebih cepat, menghasilkan nutrisi tersedia yang siap
diserap tanaman, kandungan jumlah nutrisi lebih banyak, tidak berbau
menyengat, praktis dan mudah diaplikasikan. Sedangkan kelemahan dari
pupuk anorganik adalah harga relatif mahal dan mudah larut dan mudah
hilang, menimbulkan polusi pada tanah apabila diberikan dalam dosis yang
tinggi. Unsur yang paling dominan dijumpai dalam pupuk anorganik adalah
unsur N, P, dan K. Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N-organik.
Nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila lingkungan baik
ammonium dioksidakan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi 1983).
Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan
NO3 Senyawa N digunakan tanaman untuk membentuk klorofil. Senyawa N
juga berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman.
Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau.
Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil,
pertumbuhan tanaman terbatas, daun menguning dan gugur. Gejala

kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman yang


diakibatkan terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan
mudah roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit
(Hardjowigeno, 1995). Mobilitas unsur hara P dalam tanah sangat rendah
karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion - ion logam
dalam tanah seperti Ca, Al, Fe, akan membentuk senyawa yang kurang larut
dan dengan tingkat kelarutan yang berbeda-beda.
Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam
mobilitas unsur ini. Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat
untuk energi, selain itu berperan dalam pembelahan sel melalui peranan
nucleoprotein yang ada dalam inti sel. Unsur P juga menentukan
pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji
(Leiwakabessy dan Sutandi,2004). Gejala defisiensi P mengakibatkan
pertumbuhan terhambat karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi
ungu atau coklat mulai dari ujung daun.
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam
tanaman. Kalium diserap dalam bentuk kation K+. Kalium berperan dalam
pembelahan

sel,

pembukaan

stomata,

fotosintesis

(pembentukan

karbohidrat), translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein


dan dalam aktivitas enzim. Kalium juga merupakan unsur logam yang
paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang dapat mengatur keseimbangan
garam-garam dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke
dalam akar. Tanaman yang kekurangan unsur K akan kurang tahan terhadap
kekeringan, lebih peka terhadap penyakit, dan kualitas produksi berkurang.
2. Pupuk organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa - sisa tanaman,
hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos baik
berbentuk

cair

maupun

bentuk

NOMOR28/PERMENTAN/SR.130/5/2009,

padat.

Dalam

disebutkan

Permentan

bahwa

pupuk

organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan
organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah mengalami
proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai
5

bahan organik, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah


(Anonimous, 2008).
Manfaat utama pupuk organik adalah dapat memperbaiki kesuburan
kimia, fisik, biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanaman.
Menurut Marsono, (2001) beberapa kelebihan pupuk organik antara lain: (1)
Mengubah struktur tanah menjadi lebih baik sehingga pertumbuhan
tanaman juga semakin baik. Saat pupuk dimasukkan ke dalam tanah, bahan
organik pada pupuk akan dirombak oleh mikroorganisme pengurai menjadi
senyawa organik sederhana yang mengisiruang pori tanah sehingga tanah
menjadi gembur. Pupuk organik juga dapat bertindak sebagai perekat
sehingga struktur menjadi lebih mantap. (2) Meningkatkan daya serap dan
daya pegang tanah terhadap air sehingga tersedia bagi tanaman. Hal ini
karena bahan organik mampu menyerap air dua kali lebih besar dari
bobotnya. Dengan demikian pupuk organik sangat berperan dalam
mengatasi kekeringan air pada musim kering. (3) Memperbaiki kehidupan
organisme tanah. Bahan organik dalam pupuk ini merupakan bahan
makanan utama bagi organisme dalam tanah, seperti cacing, semut, dan
mikroorganisme tanah. Semakin baik kehidupan dalam tanah ini semakin
baik pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman dan tanah itu sendiri.
Pupuk organik memiliki beberapa kelemahan dibandingkan dengan
pupuk mineral, diantaranya: (1) Kandungan hara rendah. Kandungan hara
pada pupuk organik umumnya rendah namun bervariasi tergantung jenis
bahan dasarnya, (2) Ketersediaan unsur hara lambat. Hara yang berasal dari
bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikroba tanah untuk diubah dari
bentuk organik komplek yang tidak dapat dimanfaatkan tanaman menjadi
bentuk senyawa organik dan anorganik yang sederhana yang dapat diserap
oleh tanaman. Untuk menutupi kekurangan hara pada pupuk organik, maka
pada saat aplikasi harus diikuti dengan pupuk anorganik yang lebih cepat
tersedia bagi tanaman.
Berdasarkan cara pembentukannya, pupuk organik terbagi menjadi
dua kelompok, yaitu pupuk organik alami dan buatan. Jenis pupuk yang
tergolong dalam kelompok pupuk organik alami benar - benar diambil
6

langsung dari alam, seperti dari sisa hewan, tumbuhan, tanah, baik dengan
atau tanpa sentuhan teknologi. Pupuk yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain pupuk kandang, kompos, pupuk hijau, humus, dan pupuk burung.
Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman
yang bersifat alami, berkualitas, baik; dengan bentuk, ukuran, dan kemasan
yang praktis; mudah didapat, didistribusikan, dan diaplikasikan; serta
dengan kandungan unsur hara yanglengkap dan terukur.
Berdasarkan bentuknya pupuk organik dibagi menjadi dua, yaitu
pupuk cair dan pupuk padat. Pupuk organik padat merupakan pupuk organik
yang berbentuk padat dan lazim digunakan petani. Pemakaiannya dilakukan
dengan cara ditaburkan atau dibenamkan didalam tanah, sedangkan pupuk
cair adalah pupuk yang dibuat dalam bentuk cairan. Pupuk cair umumnya
merupakan ekstrakbahan organik yang sudah dilarutkan dengan pelarut
seperti air, alkohol, atau minyak. Senyawa organik yang mengandung unsur
karbon, vitamin, atau metabolit skunder dapat berasal dari ekstrak tanaman,
tepung ikan, tepung tulang, atau enzim. Pemberian pupuk organik cair
umumnya dengan cara disemprotkan ke tanaman atau dengan cara disiram
ke tanah. Pupuk organik dapat dibuat dari berbagai jenis bahan, antara lain
sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, tebu, sabut kelapa), serbuk
gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur, limbah pasir, limbah rumah
tangga dan limbah pabrik, serta pupuk hijau. Karena dasar pembuatan
pupuk organik bervariasi, kualitas pupuk yang dihasilkan juga beragam
sesuai dengan kualitas bahan asalnya.
B. Potensi Eceng Gondok

Perkembangbiakan eceng gondok sagat cepat menyebabkan tanaman ini


menjadi gulma di beberapa wilayah di perairan Indonesia. Di kawasan perairan
danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m.
perkambangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah
perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan,
berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budaya perikanan
(keramba jaring apung), limbah transportasi dan limbah pertanian. Oleh karena
itu, eceng gondok sudah menjadi sebuah masalah yang harus dikendalikan.
C. Zat yang Diperlukan Tanaman
Komposisi kimia eceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara
tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Eceng gondok
mempunyai sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam berat,
senyawa sulfide, selain itu mengandung protein lebih dari 11,5 % dan
mengandung selulosa yang lebih tinggi besar dari non selulosanya seperti lignin,
abu, lemak, dan zat-zat lain.
Terdapat 2 (dua) jenis unsur hara untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Berikut adalah kedua jenis unsur hara tersebut berikut gejala-gejala yang biasa
timbul, baik apabila kekurangan atau kelebihan unsur tersebut;
1. Unsur Hara Makro
Unsur Hara Makro adalah unsur-unsur hara yang dibutuhkan tumbuhan
dalam jumlah yang relatif besar. Daftarnya adalah sebagai berikut :
a. Nitrogen (N)
Nitrogen memiliki fungsi utama sebagai bahan sintetis klorofil, protein,
dan asam amino. Oleh karena itu unsur Nitrogen dibutuhkan dalam jumlah
yang cukup besar, terutama pada saat pertumbuhan memasuki fase vegetatif.
Bersama dengan unsur Fosfor (P), Nitrogen ini digunakan dalam mengatur
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Ciri-ciri tanaman yang kekurangan
Nitrogen dapat dikenali dari daun bagian bawah menguning karena
kekurangan klorofil.
b. Fosfor atau Phosphor (P)

Unsur Fosfor (P) merupakan komponen penyusun dari beberapa enzim,


protein, ATP, RNA, dan DNA. ATP penting untuk proses transfer energi,
sedangkan RNA dan DNA menentukan sifat genetik dari tanaman. Unsur P
juga berperan pada pertumbuhan benih, akar, bunga, dan buah. Pengaruh
terhadap akar adalah dengan membaiknya struktur perakaran sehingga daya
serap tanaman terhadap nutrisi pun menjadi lebih baik. Bersama dengan
unsur Kalium, Fosfor dipakai untuk merangsang proses pembungaan. Ciri-ciri
kekurangan phosphor dimulai dari daun tua menjadi keunguan dan cenderung
kelabu. Tepi daun menjadi cokelat, tulang daun muda berwarna hijau gelap.
Hangus, pertumbuhan daun kecil, kerdil, dan akhirnya rontok. Fase
pertumbuhan lambat dan tanaman kerdil. Kelebihan P menyebabkan
penyerapan unsur lain terutama unsur mikro seperti besi (Fe), tembaga (Cu),
dan seng (Zn) terganggu
c. Kalium (K)
Unsur Kalium berperan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman seperti
fotosintetis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat, membuka
menutupnya stomata, atau mengatur distribusi air dalam jaringan dan sel.
Kekurangan unsur ini menyebabkan daun seperti terbakar dan akhirnya gugur.
d.
Magnesium (Mg)
Magnesium adalah aktivator yang berperan dalam transportasi energi
beberapa enzim di dalam tanaman. Unsur ini sangat dominan keberadaannya
di daun, terutama untuk ketersediaan klorofil. Jadi kecukupan magnesium
sangat diperlukan untuk memperlancar proses fotosintesis. Unsur itu juga
merupakan komponen inti pembentukan klorofil dan enzim di berbagai proses
sintesis protein.
Kekurangan magnesium menyebabkan sejumlah unsur tidak terangkut
karena energi yang tersedia sedikit. Yang terbawa hanyalah unsur berbobot
ringan seperti nitrogen. Akibatnya terbentuk sel-sel berukuran besar tetapi
encer. Jaringan menjadi lemah dan jarak antar ruas panjang. Ciri-ciri ini persis
e.

seperti gejala etiolasi-kekurangan cahaya pada tanaman.


Kalsium (Ca)
Unsur ini yang paling berperan adalah pertumbuhan sel. Ia komponen
yang menguatkan, dan mengatur daya tembus, serta merawat dinding sel.
Perannya sangat penting pada titik tumbuh akar. Gejala kekurangan kalsium
yaitu titik tumbuh lemah, terjadi perubahan bentuk daun, mengeriting, kecil,
9

dan akhirnya rontok. Kalsium menyebabkan tanaman tinggi tetapi tidak kekar.
Karena berefek langsung pada titik tumbuh maka kekurangan unsur ini
menyebabkan produksi bunga terhambat. Bunga gugur juga efek kekurangan
kalsium. Kelebihan kalsium tidak berefek banyak, hanya mempengaruhi pH
tanah.
f.
Belerang atau Sulfur (S)
Pada umumnya belerang dibutuhkan tanaman dalam pembentukan asam
amino sistin, sistein dan metionin. Disamping itu S juga merupakan bagian
dari biotin, tiamin, ko-enzim A dan glutationin. Diperkirakan 90% S dalam
tanaman ditemukan dalam bentuk asam amino, yang salah satu fungsi
utamanya adalah penyusun protein yaitu dalam pembentukan ikatan disulfida
antara rantai-rantai peptida. Belerang (S) merupakan bagian (constituent) dari
hasil metabolisme senyawa-senyawa kompleks. Belerang juga berfungsi
sebagai aktivator, kofaktor atau regulator enzim dan berperan dalam proses
fisiologi tanaman. Penurunan kandungan klorofil secara drastis pada daun
merupakan gejala khas pada tanaman yang mengalami kahat S. Kahat S
menyebabkan terhambatnya sintesis protein yang berkorelasi dengan
akumulasi N dan nitrat organik terlarut.
2. Unsur Hara Mikro
Unsur mikro adalah unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit.
Walaupun hanya diserap dalam jumlah kecil, tetapi amat penting untuk
menunjang keberhasilan proses-proses dalam tumbuhan. Tanpa unsur mikro,
bunga adenium tidak tampil prima. Bunga akan lunglai, dll. Unsur mikro itu,
adalah: boron, besi, tembaga, mangan, seng, dan molibdenum.
a. Boron (B)
Boron memiliki kaitan erat dengan proses pembentukan, pembelahan dan
diferensiasi, dan pembagian tugas sel. Hal ini terkait dengan perannya dalam
sintetis RNA, bahan dasar pembentukan sel. Boron diangkut dari akar ke tajuk
tanaman melalui pembuluh xylem. Di dalam tanah boron tersedia dalam
jumlah terbatas dan mudah tercuci. Kekurangan boron paling sering dijumpai
pada adenium. Cirinya mirip daun variegeta. Kekurangan Boron menyebabkan
daun berwarna lebih gelap dibanding daun normal, tebal, dan mengkerut.
Kelebihan Boron menyebabkanUjung daun kuning dan mengalami nekrosis.
b. Tembaga (Cu)
10

Fungsi penting tembaga adalah aktivator dan membawa beberapa enzim.


Dia juga berperan membantu kelancaran proses fotosintesis. Pembentuk
klorofil, dan berperan dalam funsi reproduksi. Kekurangan Tembaga (Cu)
menyebabkan daun berwarna hijau kebiruan, tunas daun menguncup dan
tumbuh kecil, pertumbuhan bunga terhambat. Kelebihan Tembaga (Cu)
menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, percabangan terbatas, pembentukan
akar terhambat, akar menebal dan berwarna gelap.
c. Seng atau Zinc (Zn)
Seng berperan dalam aktivator enzim, pembentukan klorofil dan
membantu proses fotosintesis. Kekurangan biasanya terjadi pada media yang
sudah lama digunakan. Kekurangan Seng (Zn) menyebabkan pertumbuhan
lambat, jarak antar buku pendek, daun kerdil, mengkerut, atau menggulung di
satu sisi lalu disusul dengan kerontokan. Bakal buah menguning, terbuka, dan
akhirnya gugur. Buah pun akan lebih lemas sehingga buah yang seharusnya
lurus membengkok.
d. Besi atau Ferro (Fe)
Besi berperan dalam proses pembentukan protein, sebagai katalisator
pembentukan klorofil. Besi berperan sebagai pembawa elektron pada proses
fotosintetis dan respirasi, sekaligus menjadi aktivator beberapa enzim.
Kekurangan besi ditunjukkan dengan gejala klorosis dan daun menguning atau
nekrosa. Daun muda tampak putih karena kurang klorofil. Selain itu terjadi
karena kerusakan akar. Jika adenium dikeluarkan dari potnya akan terlihat
potongan-potongan akar yang mati.
e. Molibdenum (Mo)
Mo bertugas sebagai pembawa elektron untuk mengubah nitrat menjadi
enzim. Unsur ini juga berperan dalam fiksasi nitrogen. Kekurangan
Molibdenum ditunjukkan dengan munculnya klorosis di daun tua, kemudian
menjalar ke daun muda.
f. Mangan (Mn)
Mangan merupakan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang tidak terlalu banyak. Mangan sangat berperan dalam sintesa klorofil
selain itu berperan sebagai koenzim, sebagai aktivator beberapa enzim
respirasi, dalam reaksi metabolisme nitrogen dan fotosintesis
g. Khlor (Cl)
11

Terlibat dalam osmosis (pergerakan air atau zat terlarut dalam sel),
keseimbangan ion yang diperlukan bagi tanaman untuk mengambil elemen
mineral dan dalam fotosintesis. Kekurangan Khlor dapat menimbulkan gejala
pertumbuhan daun yang kurang normal terutama pada tanaman sayur-sayuran,
daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga. Kadang-kadang
pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala seperti
di atas.
h. Natrium (Na)
Terlibat dalam osmosis (pergerakan air) dan keseimbangan ion pada
tumbuhan. Salah satu kelebihan efek negatif Na adalah bahwa dapat
mengurangi ketersediaan K. Kekurangan Natrium menyebabkan daun-daun
tenaman bisa menjadi hijau tua dan tipis dan tanaman cepat menjadi layu.
i. Cobalt (Co)
Cobalt jauh lebih tinggi untuk fiksasi nitrogen daripada amonium gizi.
Tingkat kekurangan nitrogen dapat mengakibatkan gejala defisiensi.
Kekurangan Cobalt dapat meengurangi pembentukan hemoglobin dan fiksasi
nitrogen.
j. Silicone (Si)
Silicone dapat meningkatkan hasil melalui peningkatan efisiensi
fotosintesis dan menginduksi ketahanan terhadap hama dan penyakit
ditemukan sebagai komponen dari dinding sel. Tanaman dengan pasokan
silikon larut menghasilkan tanaman yang lebih kuat, meningkatkan panas dan
kekeringan tanaman, toleransi silikon dapat disimpan oleh tanaman di tempat
infeksi oleh jamur untuk memerangi penetrasi dinding sel oleh jamur
menyerang. Kekurangan Silicon dapat mengakibatkan tanaman mudah
terserang penyakit.
k. Nikel (Ni)
Nikel diperlukan untuk enzim urease untuk menguraikan urea dalam
membebaskan nitrogen ke dalam bentuk yang dapat digunakan untuk
tanaman. Nikel diperlukan untuk penyerapan zat besi. Benih perlu nikel untuk
berkecambah. Tanaman tumbuh tanpa tambahan nikel akan berangsur-angsur
mencapai tingkat kekurangan saat mereka dewasa dan mulai pertumbuhan
reproduksi. Kekurangan dari unsur Nikel pada tanaman akan menimbulkan
kegagalan dalam menghasilkan benih yang layak.

12

D. Proses Pengomposan Bahan Organik oleh Mikrobia


Mikroorganisme
pengomposan,karena
kompos.Selama

merupakan

mikroorganisme

proses

faktor

terpenting

merombak

pengomposan

bahan

dalam

proses

bahan

organik

menjadi

organik

diubah

menjadi

karbondioksida dan air,disertai dengan pembebasan energi oleh mikroba.


Sebagian energi tersebut dipergunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan
selnya dan sebagian lain menyebabkan peningkatan suhu (Atmaja, 2006).
Mikroba mengambil energi untuk kegiatannya, dari kalori yang dihasilkan dalam
reaksi biokimia perubahan bahan limbah hayati terutama bahan zat karbohidrat,
terus menerus sehingga kandungan zat karbon sampah organik turun makin
rendah, karena ujung reaksi pernapasannya mengeluarkan gas CO2 dan H2O yang
menguap (Subali dan Ellianawati,2010).
Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat.
Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 500 - 700C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi.Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2 , uap air
dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsurangsur mengalami penurunan (Subali dan Eliniawati,2010). Mikroorganisme
mesofilik berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga
luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan.
Mikroorganisme termofilik berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan
protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat (Djuarnani
dkk.,2005).
Proses pengomposan pada tahap awal,beberapa spesies flora aktif dan
berkembang dalam waktu yang relatif singkat, dan kemudian hilang untuk
memberikan kesempatan untuk jenis lain berkembang. Minggu kedua dan ketiga,
13

kelompok fisiologi yang berperan aktif dalam proses pengomposan dapat


diidentifikasi: bakteri 106 -107 , bakteri amonifikasi 104 ,proteolitik 104,
pektinolitik 103 , dan bakteri penambat nitrogen 103. Kelompok mikroorganisme
meningkat mulai hari ketujuh dan setelah hari ke empat belas terjadi penurunan
jumlah kelompok, kemudian terjadi kenaikan populasi kembali pada minggu
keempat. Mikroorganisme yang berperan adalah mikroorganisme selulopatik,
lignolitik, dan jamur (Sutanto, 2002). Bakteri dan jamur akan memanfaatkan
bahan organik sebagai sumber energi yang menyebabkan terjadinya proses
mineralisasi. Selama proses mineralisasi dalam suasana aerob, nitogen akan
mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk nitrat (NO3-). Oleh karena itu,
semakin

banyak

bahan

organik

yang

dapat

dirombak

maka

proses

perkembangbiakan mikroorganisme meningkat sehingga kandungan N-total yang


terbentuk juga mengalami peningkatan (Adianto,1993 dalam Harizena, 2012).
Mikroorganisme yang berperan dalam pelarut fosfat pada proses
pengomposan secara garis besar ialah bakteri, jamur,dan Actinomycetes, yang
memiliki kemampuan melarutkan senyawa berbeda. Perubahan senyawa P
anorganik tak larut menjadi senyawa P yang larut oleh mikroorganisme, umumnya
disebabkan karena mikroorganisme menghasilkan beberapa asam organik antara
lain asam asetat, malat,glukonat,oksalat,butitar,dan malonat yang dapat langsung
melarutkan fosfat (Thomas dkk.,1985 dalam Atmaja, 2006). Beberapa contoh
bakteri yang dapat melarutkan P, yaitu Bacillus sp., B. pulvifaciens, B.
circulans,pseudomonas sp., dan Xanthomonas sp.(Atmaja,2006). Respirasi
mikroorganisme

merupakan

petunjuk

aktivitas

mikroorganisme

dalam

pengomposan,yaitu dengan mengukur CO2 yang dihasilkan.Penetapan respirasi


merupakan salah satu metode yang paling sederhana untuk mengukur aktivitas
mikroorganisme. Karbondioksida sebagai produk akhir respirasi dilepaskan secara
kimiawi melalui aktivitas mikroorganisme yang memproduksi asam-asam organik
maupun anorganik (Anas,1989 dalam Pratiwi,2013).

14

15

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian :
Penelitian eksperimental karena menggunakan tiga variabel yaitu variabel
manipulasi, variabel konrol, dan variabel respon.
B. Variabel :
Manipulasi
: Pemberian pupuk organik dan anorganik.
Kontrol : Berat tanah, kadar pupuk, luas polybag, jenis tanaman budidaya,
frekuensi penyiraman,
Respon : Pertambahan tinggi, biomasa, berat dan jumlah daun
C. Definisi Operasional
1. Pertumbuhan
a) Tinggi tanaman pada proses pertumbuhan sawi diukur dengan
satuan menggunakan penggaris setiap harinya dengan waktu
pengukuran yang sama pula selama penelitian
b) Biomasa tanaman sawi diukur dengan melihat semua bahan
organik dari tumbuhan mulai dari akar, batang, cabang, daun.
Dinyatakan dalam berat kering kg/m2
c) Berat tanaman sawi diukur dengan satuan kg menggunakan
timbangan digital pada akhir penelitian
d) Jumlah daun tanaman sawi diukur

menggunakan

biji/tanaman pada akhir penelitian.


D. Alat dan Bahan
1. Alat
- cetok
- polibag
- neraca/ timbangan
2. Bahan
- biji sawi
- tanah biasa (tanpa campuran)
- tanah humus
- pupuk organic
- pupuk anorganik
E. Langkah Kerja
Adapun langkah kerja yang dilakukan sebagai berikut :
16

satuan

1. Menyiapkan biji sawi


2. Menyiapkan polybag dengan ukuran 15cm atau kurang
3. Mengisi polibag dengan tanah +(pupuk organik dan anorganik)
dengan perbandingan 2:1:1
4. Menggali lubang menggunakan jari.
5. Menanam biji sawi pada setiap polibag 3-5 biji sawi.
6. Melakukan penyiraman setiap hari yaitu pagi dan sore hari.
7. Menunggu 1-2 bulan.
8. Memetik hasil/ memanen.
Pemanenan dapat dilakukan dengan mencabut langsung seluruh
tanaman, memotong bagian batang tepat diatas permukaan tanah dan
ada juga yang memetik daunnya satu persatu.
F. Desain Eksperimen

Menyiapkan biji sawi


Menyiapkan polybag ukuran15cm dan mengisinya
dengan tanah, pupuk organic dan anorganik (2 : 1 : 1 )

Menggali lubang dengan jari dan tanam biji sawi


3-5 biji setiap polibag.
Melakukan penyiraman rutin setiap hari pagi dan
sore hari. (lakukan 1-2 bulan)
Memetik hasil / memanen

Penelitian ini menggunakan desain rancangan acak kelompok (RAK)


dengan jumlah kelompok empat dan jumlah pengulangan sebanyak 10 kali
pengulangan dengan desain pengacakan sebagai berikut :
B1
A1
B1
C1

B2
D2
A2
B2

B3
D3
C3
A3

B4
C4
D4
B4

B5
D5
B5
A5
17

B6
B6
A6
C6

B7
A7
B7
D7

B8
C7
A8
B8

B9
D9
C9
B9

B10
C9
D10
A10

D1

C2

B3

A4

C5

D6

C7

D8

A9

G. Produktivitas sawi
Sawi hijau (Brassica Juncea L.) merupakan tanaman sayuran yang
banyak digemari untuk diusahakan petani karena tanaman ini dapat dipanen
hanya dalam waktu kurang dari 30 hari. Tanaman sawi hijau memiliki umur
panen yang relatif singkat karena dipanen sebelum fase generatif karena
bagian yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah bagian daunnya
(Sakinah, 2013). Pemanenan dilakukan setelah sawi berumur 23 hari setelah
tanam (HST). Kriteria panen sawi ketika daun paling bawah berwarna
kuning dan belum berbunga. Panen dilakukan dengan cara memotong
bagian pangkal batang dengan pisau (Yulinda dkk, 2015)
H. Kebutuhan pupuk organik dan anorganik pada Sawi
Kompos enceng gondok Eichhornia crassipes (organik) 45%
Kompos eceng gondok (Eichhornia

Unsur Hara

crassipes)
0,2083
0,7467
0,4137
16,6667

N
P
K
C/N

I. Perhitungan Penggunaan Pupuk Organik Dan Pupuk Anorganik


- Luas Polybag
2
2
2
2
A= r =3,14 (12,5) =490,625 cm =0,049062 m
-

Urea Bayam
45 N=0,2083
6

Kebutuhan urea = 50 kg/Ha = 50 10 kg /m


=
2

1 m =10.000 cm

18

0,05

g
g
5 102 2 =50 mg/ m2
2
m
m

B10

Urea setiap polybag =

0,05 0,025 g
=
=2,5 mg/ polybag
20
polybag

1
Pupuk Eceng Gondok = 2 2

/ 2 = 1,25 mg

Perbandingan perlakuan
Kelompok A : Kontrol Tanpa Pupuk
Kelompok B : Pupuk Eceng Gondok 5 mg/polybag
1
Kelompok C : Pupuk Urea 2 2 mg/polybag
1
Kelompok D : Pupuk Urea dan Eceng Gondok 2 2
polybaG
A Kebutuhan urea (N) 69/ha
Konversi:
x
69

0,45
0,2083

0,2083X=31,05
31,05
X = 0,2083
X = 149,06
B Kebutuhan (P)
Konversi:
x
54

0,45
0,7467

0,7467X=24,3
24,3
X = 0,7467
X = 32,54

C Kebutuhan (K)
Konversi:
x
21

0,45
0,4137
19

mg : 5 mg tiap

0,4137X=9,45
9,45
X = 0,4137
X = 22,84
Menurut Jones, J (1991) tingkat kebutuhan hara tanaman sawi dapat dilihat
pada data bawah ini :

N (%) 2,75-2,99 3,00-5,00 >5,00

P (%) 0,25-0,34 0,35-0,75 >0,75

K (%) 3,00-3,49 3,5-6,00 >6,00


.

20

DAFTAR PUSTAKA

Agneesia. Skripsi (2009),Pembuatan Kompos Eceng Gondok (Eichhornia


crassipes (Mart) Solms.) dengan Penambahan Bioaktivator yang Berbeda
dan Uji Kualitas Kompos pada Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah
(Capsicum annuum L.)
Ajichrw. 2011. Tanaman Sawi. Diakses tanggal 06 Maret 2016.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.(2009a), Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Laboratorium
Lingkungan, KNLH, Jakarta
Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Diktat Kuliah.
Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor.
Merina dkk. 2011. Eutrofikasi Limbah. Jakarta, Penebar Swadaya.
Musnamar, E. I., 2003,Pupuk Organik Padat: Pembuatan dan Aplikasinya,
Jakarta, Penebar Swadaya.
Novizan. 2002. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Prihmantoro, H. 1996. Memupuk Tanaman Buah. Cetakan I. Jakartta: Penebar
Swadaya.
Sunarjono, H.H., 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Halaman 38 - 47

21

Anda mungkin juga menyukai