Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan Negara yang dikenal dengan keanekaragaman floranya
yang bermanfaat dan berpotensi untuk dikembangkan khasiatnya sebagai tanaman
obat. Salah satu dari tanaman tersebut adalah pinang (Areca catechu L.) yang
sejak jaman dahulu digunakan sebagai obat untuk menguatkan gigi (digunakan
bersama daun sirih dan kapur), biji pinang juga digunakan oleh masyarakat
sebagai obat cacing, untuk obat luka, obat batuk, dan peluruh haid, dan sebagai
obat antibakteri.
Penggunaan obat antibakteri untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri sekarang sudah cukup banyak, tetapi masalah yang dihadapi sekarang
adalah timbulnya efek samping dari penggunaan obat-obatan tersebut seperti
mual, diare, alergi, serta bahaya toksik lainnnya dan tingginya konsumsi biaya
perawatan bagi pasien oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang
pengembangan antibakteri baru khususnya dari bahan alam
Secara tradisional, masyarakat memanfaatkan biji pinang sebagai ramuan
untuk mengobati sakit diare berdarah, kudisan, hidung berdarah, sakit gigi, bidul,
eksema, sariawan, menguatkan gigi (digunakan bersama daun sirih dan kapur),
juga sebagai penyembuh penyakit cacingan, obat sakit kulit, disentri, batu ginjal,
menghindari penyakit gigi dan menambah vitalitas seksual.
Kandungan kimia yang terdapat pada biji pinang anatara lain tanin, alkaloid
dan flavonoid. senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas untuk membuhuh
bakteri, mekanisme kerja antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri
adalah dengan menghambat sintesis dinding sel, mengganggu metabolit sel
bakteri, merusak keutuhan membran sel, menghambat sitesis protein sel bakteri
serta menghambat atau merusak asam nukleatsel bakteri.
Flafonoid merupakan senyawa yang memiliki aktivitas dalam menghambat
enzim-enzim bakteri serta flavonoid juga mencakup banyak pigmen yang palling
umum karena terdapat hampir di seluruh tumbuhan sedangkan tanin adalah
senyawa yang memiliki daya antiseptik karena dapat mendenaturasi protein yang
terdapat pada dinding sel sehingga dapat menghambat bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi. (Robinson, 1995)

Escherichia coli merupakan salah satu jenis bakteri gram negatif yang secara
normal berada pada saluran cerna, tetapi jika jumlahnya melebihi batas normal
maka bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada manusia salah
satunya yang sering terjadi di masyarakat yaitu diare. Staphylococcus aureus
dikenal sebagai bakteri patogen yang dihubungkan dengan berbagai sindrom
klinis, dimana dapat menyebabkan hemolisis darah, mengkoagulasi plasma, serta
menghasilkan berbagai enzim dan toksin ekstraseluler, dan merupakan bakteri
gram positif yang merupakan anggota flora normal kulit, selaput lendir, saluran
pernafasan, dan saluran cerna (Jawetz et al. 2007), oleh karena itu berbagai
penyakit infeksi pada kulit sering di temukan di Indonesia dimana Indonesia
merupakan Negara tropis yang beriklim panas, lebab, apalagi bila masyarakat
tidak menjaga kebersihan lingkungan maka pertumbuhan bakteri sangat mudah
sehingga sangat mudah untuk menimbulkan penyakit pada manusia.
Menurut Jenri (2014) bahwa ekstrak biji pinang (Areca catechu L.) diperoleh
konsentrasi hambat minimum (KHM) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 2% dengan rata-rata zona hambat 7,37 mm. Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Rahma (2012) bahwa pada konsentrasi 25% ekstrak biji pinang
mempengaruhi pelepasan ion fosfor pada proses demineralisasi gigi yang
distimulasi Streptococcus mutans.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan
judul

Pengaruh

Ekstrak

Biji

Pinang

Terhadap

Pertumbuhan

Bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah terdapat pengaruh ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu.) terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?

b. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu) paling
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli ?
1.3 Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu)
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?
b. Untuk mengetahui Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol biji pinang
(Areca catechu) paling efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?
1.4 Manfaat penelitian
a. Sebagai tambahan informasi kepada masyarakat mengenai efektifitas
ekstrak biji pinang (Areca catechu) dalam menghambat pertumbuhan
bakteri
b. Sebagai informasi bahwa biji buah pinang (Areca catechu) sebagai bahan
obat tradisional.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti tentang manfaat biji
buah pinang (Areca catechu)
d. Sebagai informasi serta bahan masukan bagi mahasiswa Jurusan Farmasi
pada matakuliah Mikrobiologi, Fitokimia, dan Botani Farmasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tumbuhan Pinang (Areca catechu L.)

2.1.1 Klasifikasi
Pinang

(A.

catechu)

merupakan

tanaman

yang

telah

dibudidayakan dan dapat ditemukan di pekarangan rumah


ataupun di kebun-kebun penduduk. Pemanfaatan biji pinang
(Areca catechu L.) yang secara tradisional telah digunakan
secara luas sejak ratusan tahun yang lalu. Penggunaan paling
popular adalah kegiatan menyirih dengan bahan campuran biji
pinang, daun sirih, dan kapur.
Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea (1991) tanaman pinang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi
Sub divisi
Kelas
Bangsa
Suku
Marga
Jenis

: Spermatophyte
: Angiospermae
: Monocotyledonae
: Arecales
: Arecaceae/palmae
: Areca
: Areca catechu L.

2.1.2 Morfologi
Pinang (A catechu L.) adalah tanaman famili Arecaceae yang dapat
mencapai tinggi 15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm.
Buahnya berkecambah setelah 1,5 bulan da 4 bulan kemudian mempunyai jambul
daun-daun kecil yang belum terbuka.
Tanaman ini berbunga pada awal dan akhir musim hujan dan memiliki masa
hidup 25-30 tahun. Biji buah berwarna kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak
berlekuk-lekuk dengan warna yang lebih muda. Pada bidang irisan biji tampak
perisperm berwarna coklat tua dengan lipatan tidak beraturan menembus
endosperm yang berwarna agak keputihan (Depkes RI, 1989).
Pembentukan batang baru terjadi setelah 2 tahun dan berbuah pada umur
5-8 tahun tergantung keadaan tanah (Depkes RI, 1989). Bagian-bagian dari

tanaman pinang antara lain: (a). Akar: berakar serabut, putih kotor. (b). Batang:
tegak lurus dengan tinggi 10-30 meter, bergaris tengah 15 cm, tidak bercabang
dengan bekas daun yang lepas. (c). Daun: majemuk menyirip tumbuh berkumpul
di ujung batang membentuk roset batang. (d). Bunga: tongkol bunga dengan
seludang panjang yang mudah rontok, keluar dari bawah roset daun, panjang
sekitar 75 cm, dengan tangkai pendek bercabang rangkap. (f). Biji: biji satu,
bentuknya seperti kerucut pendek dengan ujung membulat, pangkal agak datar
dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar berwarna
kecoklatan sampe coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan
warna yang lebih muda. (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Tanaman pinang (Areca catechu L.)


2.1.3 Kandungan kimia Biji pinang (Arece catechu)
Aktivitas penghambatan bakteri oleh ekstrak etanol biji pinang disebabkan
pengaruh senyawa bioaktif atau metabolit sekunder yang terdapat pada ekstrak
antara lain adalah Alkaloid memiliki aktivitas antibakteri dengan cara
mengganggu terbentuknya komponen jembatan silang peptidoglikan pada sel
bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan sel akan lisis.
Selain itu juga terdapat saponin yang merupakan zat aktif yang dapat
meningkatkan permeabilitas membran sehingga terjadi hemolisis sel apabila
saponin berinteraksi dengan sel bakteri, bakteri akan pecah atau lisis. (Jenri, 2014)

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan


untuk mengakibatkan perubahan komposisi fosfolipid membran, diikuti dengan
pembengkakan dan dinding sel yang lisis. Mekanisme terpenoid sebagai
antibakteri adalah bereaksi dengan porin (protein transmembran) pada luar
dinding sel bakteri, membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan
rusaknya protein. (Jenri, 2014)
Adapun senyawa lain adalah Tanin yang mempunyai target utama pada
polipeptida dinding sel yang akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel,
selain itu juga tanin berguna sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa
pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, digunakan dalam proses metabolisme
bagian tertentu tanaman, efek terapinya sebagai adstrigensia misalnya pada
gastrointestinal dan kulit, serta efek terapi yang lain seperti antiseptik pada
jaringan luka dengan mengendapkan protein (Anisa, 2012)
2.2

Ekstraksi
Ekstraksi merupakan teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan

perbedaan distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling bercampur. Zat
terlarut yang diekstrak bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu pelarut
tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditentukan
oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa yang
akan diisolasi. Proses pemisahan senyawa, menggunakan pelarut tertentu sesuai
dengan sifat yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah like
dissolved like artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut polar (Pratiwi,
2009).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tergantung
dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan.
Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi. Maserasi adalah
perendaman bahan alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu pelarut.
Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari
perubahan kimia senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).
Maserasi adalah proses paling tepat dimana obat yang sudah halus
memungkinkan untuk merendam bahan didalam pelarut, tetapi membutuhkan

waktu yang sangat lama (Ansel, 2008). maserasi merupakan cara ekstraksi yang
dilakukan dengan cara merendam bahan didalam pelarut selama beberapa hari
pada temperature kamar yang terlindungi dari cahaya (Damayanti, 2012).
Prinsip kerja dari maserasi yaitu penyarian zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada
temperatur kamar yang terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk
kedalam sel melewati dinding sel, isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didalam sel dan diluar sel. larutan yang kensentrasinya
tinggi akan terdesak ke luar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi
rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi kesetimbangan
konsentrasi anra larutan diluar dan didalam sel (Adrian, 2008)
2.3

Tinjauan Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli


Bakteri dapat dibedakan antara bakteri gram positif dan bakteri gram

negatif. Atas dasar teknik pewarnaan diferensial yang disebut pewarnaan gram,
kedua kelompok bakteri ini dibedakan terutama mengenai dinding selnya (Volk
dan Wehler, 1993). Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis bakteri yaitu
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
2.3.1

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat


berdiameter 0,7-1,2 m, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 C, tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 C). Koloni pada perbenihan padat
berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol,
dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi
bakteri (Jawetz et al., 1995).
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif, tidak bergerak
ditemukan satu satu, berpasangan, berantai pendek atau bergerombol, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, dan dinding selnya mengandung dua
komponen utama yaitu peptidoglikan dan asam teikhoat (Gambar 2.2)

Metabolisme dapat dilakukan secara aerob dan anaerob. Infeksi yang disebabkan
di golongkan sebagai penyakit menular. Staphylococcus adalah sel yang
berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1m dan tersusun dalam kelompok tak
beraturan (Jawetz et al., 1995)

Gambar 2.2 Morfologi bakteri Staphylococcus aureus


S.aureus menghasilkan koagulase,suatu protein mirip enzim yang dapat
menggumpalkan plasma yang telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu
faktor yang terdapat dalam banyak serum. Bakteri yang membentuk koagulase
dianggap mempunyai potensi menjadi patogen invasif.
Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai
abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah
bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan
endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi nosokomial,
keracunan makanan, dan sindroma syok toksik.
Bakteri Staphylococcus aureus dapat di kalsifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
: Eubacteria
Phylum
: Firmicutes
Kelas
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Family
: Staphylococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
: Staphylococcus aureus
2.3.2 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek


yang memiliki panjang sekitar 2 m, diameter 0,7 m, lebar 0,4-0,7m dan
bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan
halus dengan tepi yang nyata (Jawetz et al 1995). (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Morfologi bakteri Escherichia coli


E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam
sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan
penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang
memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena tidak dapat
menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa
organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat
anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri
pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan.
Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran
pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. Escherichia coli
berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel
(Jawetz et al., 1995). Escherichia coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan
di seluruh dunia. Escherichia coli di klasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat
virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme
yang berbeda dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 %
wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria,

hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
bagian atas (Jawetz et al., 1995).
Bakteri Escherichia coli dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
Diviso
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies
2.4

: Bacteria
: Proteobacteria
: Gammaproteobacteria
: Enterobacteriales
: Enterobacteriaceae
: Escherichia
: Escherichia coli

Cara Kerja Zat Antimikroba


Zat antimikroba dalam melakukan efeknya, harus dapat mempengaruhi

bagian-bagian vital sel seperti membran sel, enzim-enzim dan protein struktural.
Menurut Pelczar (1988) cara kerja zat antimikoba dalam melakukan efeknya
terhadap mikroorganisme adalah sebagai berikut :
1. Merusak Dinding Sel
Pada umumnya bakteri memiliki suatu lapisan luar yang kaku disebut
dengan dinding sel. Dinding sel ini berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan
menahan sel, dinding sel bakteri tersusun oleh lapisan peptidoglikan yang
merupakan polimer komplek terdiri atas asam N-asetil dan N- asetilmuramat yang
tersusun bergantian, setiap asam N - asetilmuramat dikaitkan tetrapeptida yang
terdiri dari empat asam amino, keberadaan lapisan peptidoglikan ini menyebabkan
dinding sel bersifat kaku dan kuat sehingga mampu menahan tekanan osmotic
dalam sel yang kaku. Kerusakan pada dinding sel dapat terjadi dengan cara
menghambat pembentukannya, yaitu penghambatan pada sintetis dinding sel atau
dengan cara mengubahnya setelah selesai terbentuk. Kerusakan pada dinding sel
akan berakibat terjadinya perubahan-perubahan yang mengarah pada kematian sel.
2. Kerusakan sitoplasma
Sitoplasma atau cairan sel terdiri atas 80% air, asam nukleat, protein,
karbohidrat, lipid, ion anorganik dan berbagai senyawa dengan bobot molekul
rendah. kehidupan suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Konsentrasi tinggi beberapa
zat kimia dapat mengakibatkan kuagulasi dan denaturasi komponen-komponen
seluler yang vital.
10

3. Mengubah permeabilitas membrane sel


Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh suatu selaput yang dibatasi
membran sel yang mempunyai permeabilitas selektif, membran ini tersusun atas
fosfolipid dan protein. Membran sel berperan sangat fital yaitu mengatur transport
zat keluar atau ke dalam sel, melakukan pengangkutan aktif dan mengendalikan
susunan dalam diri sel. Proses pengangkutan zat-zat yang diperlukan baik ke
dalam maupun ke luar sel dimungkinkan kerena di dalam membran sel terdapat
protein pembawa (carrier), di dalam membran sitoplasma juga terdapat enzim
protein untuk mensintetis peptidoglikan komponen membran luar. Dengan
rusaknya dinding sel bakteri secara otomatis akan berpengaruh pada membrane
sitoplasma, beberapa bahan antimikroba seperti fenol, kresol, deterjen dan
beberapa antibiotik dapat menyebabkan kerusakan kerusakan pada membran sel
sehingga fungsi permeabilitas membran mengalami kerusakan. Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya
sel. Kerusakan Sitoplasma Sitoplasma atau cairan sel terdiri atas 80% air, asam
nukleat, protein, karbohidrat, lipid, ion organik dan berbagai senyawa dengan
bobot melekul rendah. Kehidupan suatu sel tergantung pada terpeliharanya
molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya.
Konsentrasi tinggi beberapa zat kimia dapat mengakibatkan kuagulasi dan
denaturasi komponen-komponen seluler yang fital.
4. Menghambat Kerja Enzim
Di dalam sel terdapat enzim dan protein yang membantu kelangsungan
proses-proses metabolisme, banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu
reaksi biokimia misalnya logam berat, golongan tembaga, perak, air raksa dan
senyawa logam berat lainnya umumnya efektif sebagai bahan antimikroba pada
konsentrasi relative rendah. Logam-logam ini akan mengikat gugus enzim
sulfihidril

yang

berakibat

terhadap

perubahan

protein

yang

terbentuk.

Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya


sel.
5. Menghambat Sintetis Asam Nukleat dan Protein

11

DNA, RNA dan protein memegang peranan sangat penting dalam sel,
beberapa bahan antimikroba dalam bentuk antibiotik misalnya cloramnivekol,
tetrasiline, prumysin menghambat sintetis protein. Sedangkan sintesis asam
nukleat dapat dihambat oleh senyawa antibiotik misalnya mitosimin. Bila terjadi
gangguan pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
2.5

Metode Pengujian Antimikroba


Metode Disk Agar Diffusion adalah pengujian bahan antimikroba dengan

menggunakan metode cakram kertas atau paper disk adalah didasarkan pada
pengamatan zona hambatan yang dihasilkan oleh difusi bahan antimikrioba.
Prinsip dari pengujian ini adalah menempatkan suatu kertas cakram yang
mengandung bahan antimikroba dengan konsentrasi tertentu secara hati-hati pada
lempengan agar yang ditanami biakan murni bakteri. Media agar ini kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu tertentu, setelah itu dilakukan pengamatan
mikroskopis, dilihat ada tidaknya daerah jernih di sekeliling kertas cakram.
Daerah jernih yang tampak di sekeliling kertas cakram menunjukkan bahwa
mikroorganisme atau bakteri uji peka terhadap bahan antimikroba maka semakin
luas daerah jernih yang terbentuk. Bakteri yang sensitif terhadap bahan
antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah hambatan di sekitar cakram,
sedangkan bakteri yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas cakram
tersebut (Jawetz, 1986).
2.6 Hipotesis
a. Terdapat pengaruh ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L) terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
b. Terdapat konsentrasi ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.) paling
efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli

3.1

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian

12

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi, Fakultas Olahraga dan


Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo, selama 3 bulan yaitu Januari Maret
2016.
3.2 Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah bakteri Staphylococcus aureus dan
Escerichia coli
3.3 Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari enam
perlakuan. Adapun perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Perlakuan A = Ekstrak biji pinang dengan konsentrasi 10 %


Perlakuan B = Ekstrak biji pinang dengan konsentrasi 15 %
Perlakuan C = Ekstrak biji pinang dengan konsentrasi 20 %
Perlakuan D = Ekstrak biji pinang dengan konsentrasi 25 %
Perlakuan E = Cakram antibiotic eritromicyn (kontrol positif)
Perlakuan F = Etanol 95 % (kontrol negatif)

3.4 Alat dan Bahan


3.4.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, cawan
petri, cutten buds, disposible, gelas ukur, incubator, jangka sorong, jarum inokulan
, labu erlenmeyer 250 ml, lampu spirtus, lumpang dan alu, mikro pipet, pinset,
tabung reaksi, mistar, dan timbangan digital.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, alumunium
foil, aquades, bakteri escerichia coli, bakteri staphylococcus aureus, etanol 95%,
kertas cokelat, kertas label, nutrient agar (na), nutrient broth (NB), tissu dan , biji
pinang (areca catechu l.), eritromicyn, dan kertas cakram.
3.5

Prosedur Kerja

3.5.1 Sterilisasi
Sterilisasi alat dilakukan sebelum semua peralatan digunakan, yaitu dengan
cara membungkus semua peralatan dengan menggunakan kertas cokelat kemudian
di masukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121 C dengan tekanan 15 psi selama

13

15 menit. Untuk alat yang tidak tahan panas tinggi disterilisasi dengan zat kimia
berupa alkohol 70 %.
3.5.2 Penyiapan starter bakteri
Bakteri Staphylococcus aureus dan Escerichia coli secara aseptik
diinokulasi dari media miring ke dalam media Nutrient Broth dengan
menggunakan jarum inokulasi sebanyak kurang lebih 1 ose. Biakan medium cair
diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37 C selama 24 jam sebelum digunakan
untuk pengujian.
3.5.3 Proses Ekstraksi Ekstrak Tumbuhan Pinang (Areca catechu L.)
Ekstrak tumbuhan pinang (Areca cathecu) diperoleh dengan cara pinang
(Areca catechu L.) dibersihkan dengan cara dicuci, kemudian di tiriskan, biji
pinang (Areca catechu L.) dipisahkan dari buahnya lalu di keringkan dengan cara
di angin-anginkan sampai kering kemudian dibuat serbuk, biji Pinang (Areca
catechu L.) yang telah dibuat serbuk diambil sebanyak 200 gram biji Pinang
(Areca catechu L.) dimasukkan ke dalam wadah atau toples, di rendam dengan
etanol 95% sebanyak 500 mL selama 5 hari dengan tujuan untuk memperoleh
senyawa aktif dari tanaman, dan ekstrak yang didapat lebih banyak
Setelah proses ekstraksi kemudian dilanjutkan dengan proses destilasi
dengan cara alat destilasi dipasang pada tiang permanen agar dapat berdiri dengan
baik di meja percobaan, hasil ekstraksi dipindah ke dalam labu destilasi, kemudian
waterbath dihubungkan dengan sumber listrik dan menaikkan suhunya sekitar 40
C 50 C ( sesuai dengan titik didih etanol) setelah itu membiarkan sirkulasi
berjalan hingga hasil destilasi tertinggal dalam labu pemisah. Hasil ekstraksi ini
yang digunakan dalam percobaan.
3.5.4 Pembuatan Ekstrak Biji Pinang
Pembuatan ekstrak biji pinang dilakukan berdasarkan konsentrasi sesuai
perlakuan. Untuk konsentrasi 10 % dibuat dengan cara melarutkan 10 g ekstrak
biji pinang dalam

100 ml etanol 95%, konsentrasi 15% dibuat dengan cara

melarutkan 15 g ekstrak biji pinang dalam 100 ml etanol 95%, konsentrasi 20%
dibuat dengan cara melarutkan 20 mL ekstrak biji pinang dalam 100 ml etanol

14

95%, dan konsentrasi 25% dibuat dengan cara melarutkan 25 g ekstrak biji pinang
dalam 100 ml etanol 95%.
3.5.5 Uji Kepekaan Bakteri
Uji kepekaan ini menggunakan metode Diffusion Test (Kirby-Baurer), yaitu
dengan cara merendam blank disk dalam ekstrak yang memiliki konsentrasi
berbeda selama 30 menit. Blank disk diangkat kemudiaan diletakkan dalam media
Nutrient agar yang sudah terisi biakan bakteri uji dengan menggunakan pinset.
Masing-masing cawan petri berisi lima lembar kertas cakram yang sudah
direndam dalam ekstrak biji Pinang (Areca catechu L.), cakram yang direndam
dalam etanol 95% untuk control negatif dan cakram yang mengandung antibiotik
eritromicyn untuk control positif. Media yang tela beisi kertas cakram
dimasukkan kedalam incubator dan diinkubasi selama 1 x 24 jamdengan suhu 37 0
C.
3.5.6 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian dilakukan
pengamatan langsung pada objek yang diteliti dengan melihat diameter zona
hambat (zona bening) yang terbentuk kemudian dilakukan pengukuran dengan
menggunakan mistar. Ketentuan kekuatan antibakteri asal tumbuhan adalah zona
hambat 10-20 mm berarti kuat (bakteri rentan) zona hambat 5-10 mm berarti
sedang (bakteri cukup resisten) , dan zonba hambat ukuran 5 mm atau kurang
berarti lemah (bakteri resisten.
3.6 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji ANAVA (Analisis
Of Varians) Tunggal untuk membuktikan hipotesis 1 yaitu untuk mengetahui
pengaruh ekstrak tanaman pinang (Areca catechu) terhadap pertumbuhan bakteri.
Adapun kriteria dari uji ANAVA yaitu:
Fhitung > Ftabel maka hipotesis diterima
untuk Ftabel : , (V1, V2)
dimana : V1 = dk Perlakuan
V2 = dk Sisa
Jika hipotesis 1 diterima maka hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
ekstrak tanaman pinang (Areca catechu) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan escherichia coli.
15

Selanjutnya untuk mengetahui konsentrasi efektif dari biji pinang dalam


menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan escherichia coli.
maka digunakan uji lanjut yaitu Uji Beda Nyata Terkecil (BNT), dengan
menggunakan rumus :
Rp = rapv

KTG
r

(Gomes, 1995)

Keterangan :
Rp = wilayah nyata terkecil
KTG = kuadrat tengah galat
r = Ulangan
a = taraf nyata
p = jarak relative antara perlakuan tertentu dengan peringkat berikutnya
v = derajat bebas galat
Kriteria penarikan kesimpulan yaitu:

Terima Ho : nilai ( R1 R2 ) Rp

Terima Hi : nilai ( R1 R2 ) Rp

16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1

Hasil penelitian
Rata-rata diameter zona hambat (mm) ekstrak biji pinang terhadap

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat


pada Table 4.1 :
Tabel 4.1 Diameter Zona Hambat Pada Bakteri Uji
Konsentrasi ekstrak
biji Pinang
Perlakuan A (10%)
Perlakuan B (15%)
Perlakuan C (20%)
Perlakuan D (25%)
Kontrol positif (Eritromicyn)
Kontrol negatif (Etanol 95%)

Rata-rata diameter zona hambat (mm)


Staphylococcus aureus
12,3
12,6
14
16
20
0

Escherichia coli
14
13,3
14
15,6
20
0

Berdasarkan Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata diameter zona


hambat ekstrak biji pinang yang diperoleh untuk bakteri Staphylococcus aureus
pada kosnentrasi 10% diapatkan diameter zona hambat 12,3 mm, konsentrasi 15%
diemeter zona hambat 12,6 mm, konstrasi 20% diameter zona hambat 14 mm,
konsentrasi 25% diameter zona hambat 16mm, sedangkan untuk kontrol positif
adalah 20 mm dan kontol negatif adalah 0 mm. Zona hambat ekstak biji pinang
untuk bakteri E. coli yaitu pada konsentrasi 10% didapatkan diameter zona
hambat 14 mm, konsentrasi 15% diameter zona hambat 13,3 mm, konsentrasi
20% diameter zona hambat 14 mm, konsentrasi 25% diameter zona hambat 15,6
mm sedangkan pada kontol positif adalah 20 mm dan kontol negatif adalah 0 mm,
jadi dapat dilihat bahwa konsentrasi ekstrak 25% termasuk pada kategori sedang
paling efektif menghambat bakteri S. aureus dan E.coli, dan untuk konsentrasi
ekstrak 10%, 15%, 20% termasuk pada kategori lemah hal ini berdasarkan
klasifikasi efektifitas suatu zat antibakteri menurut Greenwood (1995) di mana
<10 kategori tidak ada respon hambatan, 10-15 berarti

lemah, 16-20 bearti

17

sedang, dan >20 bearti daya hambat kuat, untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 4.1 :
25
2020

20
14
12.3

15

16
15.6
13.3
12.6

Zona hambat (mm)

10
Staphylococcus aureus

Escherichia coli

5
0

0 0
Kontrol -

10%

15%

14
20%
14

25% kontrol +

Konsentrasi ekstrak biji pinang


Gambar 4.1 Grafik diameter zona hambat bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli
Uji statistik One way Anava, hasil uji statistik yang diperoleh bahwa data
hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai sig 0,000 di bawah nilai 0,05 yaitu
terdapat perbedaan zona hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
akibat pemberian ekstrak biji pinang, begitu juga dengan zona hambat dari
pertumbuhann bakteri Escherichia coli yang menunjukkan nilai sig 0,000 di
bawah nilai 0,05 berarti bahwa terdapat pengaruh dari pemberian ekstrak biji
piang. bakteri zona hambat S.aureus uji homogenitas menggunakan uji Lavene
didapatkan nilai signifikansi (3,855>p(0,05) yang artinya bahwa varian data
homogen, begitu juga dengan bakteri E.coli didapatkan nilai signifikansi
(2,240>p(0,05).
Setelah dilakukan uji Anova, kemudian dilanjutkan dengan uji BNT untuk
zona hambat bakteri S. aureus dapat dijelaskan bahwa antara 25%, 20% dan
eritromycin berbeda nyata dengan 15%,dan 10% kemudian antara 25%, 20%,
eritromycin dan 15% berbeda nyata dengan 10%, selanjutnya antara 25%, 20%,
eritromycin, 15% serta 10% berbeda nyata dengan etanol 95%, maka hal tersebut
yang menunjukkan konsentrasi efektif untuk ekstrak biji pinang adalah pada
18

konsentrasi 25%. Uji BNT untuk zona hambat E. coli dapat dijelaskan bahwa
antara 25%, 20% dan 10% berbeda nyata dengan 15%, kemudian antara 25%,
20%, eritromycin dan 15% berbeda nyata dengan 10%, selanjutnya antara 25%,
20%, 15%, 10% serta eritromicyn berbeda nyata dengan etanol 95% hal tersebut
menunjukkan konsentrasi efektif untuk ekstrak biji pinang adalah pada
konsentrasi 25%.
4.2

Pembahasan
Tumbuhan pinang (Areca catechu) adalah salah satu jenis palma yang

memiliki banya kegunaan anatara lain untuk di konsumsi, bahan kosmetika,


kesehatan dan bahan pewarna pada industry tekstil, tumbuhan ini tumbuh dan
tersebar luas di wilayah India, Malaysia, Taiwan, Indonesia, dan Negara Asia
lainnya baik secara individu maupun populasi, umumnya tumbuhan ini ditanan
sebagai tanaman pagar atau pembatas perkebunan, komponen utama biji pinang
adalah karbohidrat, lemak, serat, flavonoid, tanin, alkaloid, mineral, maka biji
pinang memiliki potensi dalam menghambat bakteri.
Jika dilihat dari standar yang telah ditetapkan maka untuk konsentrasi 25%
adalah konsentrasi yang memiliki daya hambat paling besar hal ini dikarenakan
efektifitas suatu zat antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi zat yang diberikan,
semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi pula bahan aktif sebagai
antibakteri sehingga meningkatkan kemampuan daya hambatnya terhadap
mikroba (Darmawi, 2013). Sedangkan untuk konsentrasi 10%, 15% dan 20%
masuk pada kategori lemah, hal ini disebabkan oleh kemampuan senyawa aktif
pada ekstrak biji pinang semakin berkurang selain itu peningkatan dan penurunan
besar zona hambat ini disebabkan karena komponen zat-zat yang terkandung
dalam ekstrak dapat saling memperlemah dan memperkuat, memperbaiki atau
merubah sama sekali, adapun juga kualitas dan kuantitas yang ada dalam tanaman
ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan seperti tempat, iklim, tanah, sinar
mataharidan kondisi pertumbuhan (Prawira, 2013).
Berdasarkan hasil uji fitokimia yang dilakukan bahwa ekstrak biji pinang
mengandung beberapa senyawa yaitu flavonoid, tannin, saponin dimana senyawasenyawa inilah yang memiliki peran penting sehingga mengasilkan ekstrak yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri, seperti flavonoid yang merupakan
19

senyawa yang dapat ditemukan pada biji, batang, dan daun bagian tumbuhan
lainnya, mekanisme kerja falvonoid sebagai antibakteri adalah membentuk
senyawa komleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat
membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler (cowan,
1999). Selain berperan dalam dalam inhibisi pada sintesis DNA-RNA dengan
interkalasi atau ikatan hidrogen dengan penumpukan basa asam nukleat falvonoid
juga berperan dalam menghambat metabolisme energi, senyawa ini akan
mengganggu metebolisme energi dengan cara mirip dengan menghambat sistem
respirasi, karena dibutuhkan energi yang cukup untuk penyerapan aktif berbgai
metabolit dan untuk biosintesis makromolekul (Cushnie, 2005)
Selain flavonid, senyawa yang ditemukan pada ekstrak biji pinang adalah
senyawa saponin, menurut Nuria (2009) senyawa ini juga berperan sebagai
antibakteri dimana mekanisme kerjanya adalah menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan
mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar. Senyawa ini berdifusi melalui
membrane luar dan didning sel yang rentan lalu mengikat mebran sitoplasma dan
mengganggu dan mengurangi kestabilan itu, hal ini menyebabkan sitoplasma
bocor keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel. Agen antimikroba yang
mengganggu membran sitoplasma bersifat bakterisida (Cavalieri, 2005)
Tanin adalah senyawa yang juga bersifat antibakteri, menurut Nuria (2009)
mekanisme kerja tanin yaitu menghambat enzim reverse transcriptase dan DNA
topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk. Tanin memiliki aktifitas
antibakteri yang

berhubungan dengan kemempuannya untuk menginaktifkan

adhesin sel mikroba juga menginaktifkan enzim, dam mengganggu transport


protein pada lapisan dalam sel (Cowan, 1999). Senyawa ini juga mempunyai
target pada polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi
kurang sempurna, hal ini menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan
osmotic naupun fisik sehingga sel bakteri akan mati. Selain itu kompleksasi dari
ion besi dengan tanin dapat menjelaskan toksisitas tanin, mikroorganisme yang
tumbuh dibawah kondisi aerobik membutuhkan zat besi untuk berbagai fungsi,
termasuk reduksi dari prekursor ribonukleotida DNA. Hal ini disebabkan oleh
kapasitas pengiakat besi yang kuat oleh tanin.
20

Pembuatan konsentrasi ekstrak biji pinang, konsentrasi yang dipakai adalah


10%, 15% ,20% ,25%, kontol positif adalah eritromycin karena eritromycin
termasuk dalam antibiotik spektrum luas yaitu dapat menghambat pertumbuhan
bakteri gram positif dan gram negatif sehingga mempermudah penelitian, dan
menggunakan kertas cakram yang direndam pada etanol 95% lalu di keringkan
untuk kontrol negatif, hal ini bertujuan untuk perbandingan antara kosentrasi
ekstrak dan kontrol negatif karena pada pengenceran diatas menggunakan etanol
sebagai pelarut maka untuk melihat apakah yang memberikan efek antibakteri
merupakan ekstrak murni dari biji pinang, dan untuk memastikan hal tersebut
maka waktu pengeringan dari kertas cakram yang mengandung ekstrak dan kertas
cakram yang mengandung etanol 95% dilakukan dengan waktu yang sama yaitu
selama 30 menit, dan hasil yang diperoleh menunjukan bahwa kontrol negatif
tidak menghasilkan daya hambat (0 mm).
Uji kepekaan bakteri, metode yang digunakan adalah metode difusi. Pada
metode ini penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi dari zat
antibakteri dalam lempeng agar yang telah diiniokulasi bakteri uji, hasil
pengamatan yang akan didapatkan adalah ada atau tidaknya zona hambatan yang
akan terbentuk disekeliling zat antibakteri pada waktu tertentu masa inkubasi
(Brooks. Gf, 2007).

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh ekstrak biji
pinang (Areca catehu) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcul aureus
dan Escherichia coli.
2. Konsentrasi ekstrak bij pinang yang paling efektif dalam menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli adalah pada konsentrasi 25% .

21

5.2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan uji lanjutan tentang
pemanfaatan biji pinang dan penggunaan bakteri uji, dapat diganti dengan jenis
bakteri uji lain.

22

Anda mungkin juga menyukai