Anda di halaman 1dari 61

Nilai Kalor Batubara

by Hendra Yudisaputro on October 10, 2015 Nilai Kalor Batubara2015-1011T21:19:57+00:00 - Batu Bara, O&M - No Comment
Nilai kalor adalah ukuran dari energi panas dalam batubara yang digunakan sebagai faktor
utama dalam penentuan harga batubara. Nilai kalor adalah banyaknya panas yang dapat
dilepaskan oleh setiap kilogram batubara jika dibakar sempurna. Dalam sistem S.I, nilai
kalor dinyatakan dalam satuan KJ/Kg. Terdapat empat macam nilai kalor yang berbeda yaitu :
1. Nilai kalor kotor pada volume konstan (Gcv V).
2. Nilai kalor bersih pada volume konstan (Ncv V).
3. Nilai kalor kotor pada tekanan konstan (Gcv P)
4. Nilai kalor bersih pada tekanan konstan (Ncv P)
Bomb calorimeter adalah salah satu alat yang dipakai untuk mengukur nilai kalor kotor pada
volume konstan, sedangkan nilai kalor yang lain selanjutnya akan dapat dihitung jika
komposisi bahan bakar telah diketahui. Metode penentuan nilai kalor batubara menggunakan
bomb calorimeter
dilakukan dengan membakar sejumlah kecil sampel batubara dalam oksigen didalam sebuah
cawan yang ditempatkan dalam bejana kalorimeter. Selanjutnya bejana beserta isinya
ditempatkan didalam bejana berongga yang lebih besar dimana di dalam rongga dinding
bejana diisi dengan air untuk membentuk jacket, hal ini bertujuan untuk memperkecil transfer
panas antara bejana kalorimeter dengan lingkungan. Kemudian sampel batu bara tersebut
dibakar dengan bantuan pemantik listrik, dan panas yang dilepaskan dari proses pembakaran
sampel tersebut kemudian diukur dengan cara mengukur temperatur air dalam kalorimeter
sebelum dan naiknya suhu dikalikan dengan panas jenis air.
Kata gross (kotor) pada penilaian kalor batubara mengandung pengertian bahwa panas laten
penguapan dari air yang terdapat dalam batu bara ditambah panas laten dari air yang
terbentuk selama pembakaran boiler. Kata net (bersih) menandakan bahwa panas laten untuk
membentuk uap air tidak diperhitungkan dalam harga nilai kalor karena panas laten ini
terbuang dalam bentuk uap air. Secara aktual panas laten dari uap air ini tidak bisa diperoleh
kembali dalam kondisi operasi boiler, sehingga pabrik-pabrik pembuat boiler harus
menyatakan harga efisiensi boiler berdasarkan nilai kalor bersih (net calorofic value), dan
efisiensi ini sekitar 4% lebih tinggi harga efisiensi yang dihitung berdasarkan nilai kalor kotor
(grosscalorofic value).Hal ini harus diperhitungkan bila akan membandingkan harga efisiensi
boiler yang satu dengan boiler yang lain.
Proses pembakaran batu bara dalam sebuah bomb calorimeter berbeda dengan proses
pembakaran batu bara dalam boiler. Proses pembakaran dalam bomb calorimeter
berlangsung pada volume konstan sedang proses pembakaran pada boiler berlangsung pada
tekanan konstan. Bila proses pembakaran berlangsung pada tekanan konstan, maka gas hasil
pembakaran harus bebas memuai sehingga melakukan kerja (work), dengan demikian nilai
kalor kotor pada tekanan konstan akan lebih tinggi dari pada nilai kalor yang diperoleh dari

bomb calorimeter bila panas ekivalen dengan kerja (work) diperhitungkan. Selain itu ada
beberapa rumus yang dipakai untuk menghitung nilai kalor bahan bakar, tetapi untuk hal ini
perlu dilakukan analisa dengan metode ultimate

Search

BATUBARA (COAL)

COAL

COAL MINING

Umur batu bara

Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl),
adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit
batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke
Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal.


Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari
alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.

Pteridofita, umur Devon Atas hingga KArbon Atas. Materi utama


pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara.
Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.

Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur


Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal
pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae
seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara
Permian seperti di Australia, India dan Afrika.

Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini Jenis tumbuhan


modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga,
kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum,
kurang dapat terawetkan.

KUALITAS BATUBARA Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh


penggunaan batubara itu sendiri. Batubara yang berkualitas baik untuk
penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk penggunaan yang lainnya,
begitu juga sebaliknya KUALITAS BATUBARA Kualitas suatu batubara dapat
ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik secara fisik maupun
secara kimia. Parameter yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung
tujuan untuk apa batubara tersebut digunakan. Parameter Kualitas Batubara
Total Moisture Proximate Total Sulfur Calorific Value HGI Ultimate Analysis Ash
Fusion Temperature Ash Analysis TOTAL MOISTURE MOISTURE DALAM BATUBARA
TOTAL MOISTURE Tinggi Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
Peringkat Batubara Size Distribusi Kondisi Pada saat Sampling Peringkat
Batubara Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas
batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan
semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori
batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya
khususnya inherent moisturenya. Size Distribusi Semakin kecil ukuran partikel
batubara, maka semakin besar luas permukaanya. Hal ini menyebabkan akan
semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent moisture tetap, maka
TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface moisture. Kondisi Sampling
Total Moisture dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di

Sampling. Yang termasuk dalam kondisi sampling adalah : Kondisi batubara pada
saat disampling Size distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau
terlalu kecil. Cuaca pada saat pengambilan sample. Penentuan Total Moisture
Penentuan Total Moisture biasanya dibagai menjadi dua tahap penentuan yaitu :
Penentuan Free Moistrue atau air dry loss Penentuan Residual moisture TOTAL
MOISTURE Dalam komersial, Total Moisture sering dijadikan parameter penentu
berat cargo akhir, atau bahkan sebagai batasan Reject. Total Moisture juga
digunakan sebagai faktor dalam penentuan basis As Received, baik untuk nilai
kalori maupun untuk parameter lainnya. PROXIMATE ANALYSIS Air dried moisture
Ash Content Volatile Matter Fixed carbon AIR DRIED MOISTURE Moisture In the
analysis samples Inherent Moisture Adalah moisture yang terkandung dalam
batubara setelah batubara tersebut dikering udarakan Sifat-Sifat ADM Besar
kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin rendah kandungan ADM nya. Nilainya tergantung
pada humuditas dan temperature ruangan dimana moisture tersebut dianalisa.
Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar
preparasi) AIR DRIED MOISTURE Penentuan ADM Sample Batubara di preparasi,
dan digerus sampai ukuran 0.212mm atau 0.250 mm, AIR DRIED MOISTURE ASH
CONTENT Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung
mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan
sebagai kadar Abu atau Ash Content. Mineral Matter atau ash dalam batubara
terdiri dari inherent dan extarneous. Inherent Ash ada dalam batubara sejak
pada masa pembentukan batubara dan keberadaan dalam batubara terikat
secara kimia dalam struktur molekul batubara Sedangkan Extraneous Ash,
berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari luar batubara. Sifat
Sifat kadar Abu Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan
jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari
inherent atau dari extraneous. Kadar abu relatif lebih stabil pada batubara yang
sama. Oleh karena itu Ash sering dijadikan parameter penentu dalam beberpa
kalibrasi alat preparasi maupun alat sampling. Semakin tinggi kadar abu pada
jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya. Kadar abu juga sering
mempengaruhi nilai HGI batubara. Kegunaan kadar Abu Kadar abu didalam
penambangan batubara dapat dijadikan penentu apakah penambangan tersebut
bersih atau tidak, yaitu dengan membandingkan kadar abu dari data geology
atau planning, dengan kadar abu dari batubara produksi. Kadar abu dalam
komersial sering dijadikan sebagai garansi spesifikasi atau bahkan sebagai
rejection limit. Penentuan kadar Abu ASH CONTENT VOLATILE MATTER Volatile
matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika
dipanaskan pada temperature tertentu. Volatile matter biasanya berasal dari
gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus. Yang mudah putus
dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana
seperti methana atau ethana. Sifat-Sifat Volatile Matter Kadar Volatile Matter
dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya. Volatile matter
memiliki korelasi dengan vitrinite reflectance, semakin rendah volatile matter,
semakin tinggi vitrinite reflectancenya Grafik Hubungan antara Volatile Matter
dengan Vitrinite Reflectance Kegunaan Volatile Matter Volatile Matter digunakan

sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara. Volatile


matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara
pada saat dibakar. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin
rendah kadar volatile matternya. Pengujian Volatile Matter VOLATILE MATTER
SULFUR Sifat-Sifat SULFUR Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi
dan pada umumnya bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam batubara
yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara lateral. Namun
demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur
yang relatif homogen. Kegunaan SULFUR Sulfur dalam batubara thermal maupun
metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur dapat mempengaruhi sifat-sifat
pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas
product dari besi baja. Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena
emisi sulfur dapat menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial,
Sulfur dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection
limit. Namun demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak
menyebabkan masalah bahkan sulfur membantu performance dari utilisasi
tersebut. Utilisasi tersebut misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT.
INCO. Dan juga pada proses Coal Liquefaction (Pencairan Batubara). Pengujian
SULFUR TOTAL SULFUR STOICIOMETRY Miliequivalent S = Miliequivalent SO2
Miliequivalent SO2 = Miliequivalent H2SO4 Miliequivalent H2SO4 =
Miliequivalent NaOH Miliequivalent NaOH = Miliequivalent Borax (Na2B4O7)
Miliequivalent Borax (Na2B4O7) = V(ml) x N Borax Miliequivalent S = V(ml) x N
Borax (Na2B4O7 ) Due to Blank test is regularly determined prior to determined
the samples, then the equation become : Miliequivalent S = (V(ml) V blank (ml))
x N Borax Weight S in the sample (gram) = (V(ml) V blank (ml)) x N Borax x
ME.S 1000 ME. S = MM = 32.08 /2 = 16.04 STOICIOMETRY Calorific Value
Specific Energy Higher heating Value Adalah nilai energi yang dapat dihasilkan
dari pembakaran batubara. Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan:
MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb Nilai kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan
Net. Calorific Value Konversi Nilai Kalori LATIHAN Kcal / kg ---------- Btu/lb 5,600
kcal/kg X 1.8 = 10,080 Btu/lb MJ / kg ---------- Kcal/kg 25.6 MJ/kg X 238.85 =
6,115 kcal/kg MJ / kg ---------- Btu/lb 25.6 MJ/kg X 429.923 = 11,006 Btu/lb
Konversi Nilai Kalori Sifat-Sifat Nilai kalori Batubara Nilai Kalori batubara
bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara,
semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat
dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu,
semakin kecil nilai kalorinya. Pengujian Nilai kalori Batubara Proses Pembakaran
CALORIFIC VALUE

RUMUS KONVERSI BATU BARA DARI ADB KE ARB

Berikut rumus konversi Batubara GCV ADB ke NCV ARB dan sebaliknya.

- Gross Calorific Value At Dry Basis ke Net Calorific Value At Receive


Basis
100 - TM
------------ X GCV ADB
100 - IM

misalnya diketahui TM 20, IM 12, GCV 6300


100 - 20
------------ X 6300
100 - 12
80
------------ X 6300 = 5727,27 (NCV ARB)
88

- Net Calorific Value At Receive Basis ke Gross Calorific Value At Dry


Basis
100 - IM
------------ X NCV ARB
100 - TM
misalnya diketahui TM 20, IM 12, NCV 6100
100 - 12
------------ X 6100
100 - 20
88
------------ X 6100 = 6790 (GCV ADB)
80

Tapak Kaki

Kamis, 12 April 2012


Analisis Batubara
Pengertian Batubara

Batubara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk
yang awalnya berakumulasi di rawa dan lahan gambut.
Batubara adalah hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan
dalam lingkungan bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan
yang berlangsung lebih lama.
Jenis-jenis Batubara
Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batu bara muda dan sub-bitumen
biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti
tanah.
Baru bara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan kandungan karbon
yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya rendah.
Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan
seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca.
Batu bara dengan mutu yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih
banyak, tingkat kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang
lebih banyak.
Antrasit adalah batu bara dengan mutu yang paling baik dan dengan demikian
memiliki kandungan karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat
kelembaban yang lebih rendah (lihat diagram 1).
{World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap

Pengolahan Batubara
Batu bara yang langsung diambil dari bawah tanah, disebut batu bara
tertambang run-of-mine (ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang
tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk pecahan dengan
berbagai ukuran. Namun demikian pengguna batu bara membutuhkan batu bara
dengan mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara juga disebut pencucian
batu bara (coal benification atau coal washing) mengarah pada penanganan
batu bara tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang konsisten dan

kesesuaian dengan kebutuhan pengguna akhir tertentu.


Pengolahan tersebut tergantung pada kandungan batu bara dan tujuan
penggunaannya. Batu bara tersebut mungkin hanya memerlukan pemecahan
sederhana atau mungkin memerlukan proses pengolahan yang kompleks untuk
mengurangi kandungan campuran.
Untuk menghilangkan kandungan campuran, batu bara terambang mentah
dipecahkan dan kemudian dipisahkan ke dalam pecahan dalam berbagai
ukuran.Pecahan-pecahan yang lebih besar biasanya diolah dengan
menggunakan metode pemisahan media padatan. Dalam proses demikian,
batu bara dipisahkan dari kandungan campuran lainnya dengan diapungkan
dalam suatu tangki berisi cairan dengan gravitasi tertentu, biasanya suatu bahan
berbentuk mangnetit tanah halus. Setelah batu bara menjadi ringan, batu bara
tersebut akan mengapung dan dapat dipisahkan, sementara batuan dan
kandungan campuran lainnya yang lebih berat akan tenggelam dan dibuang
sebagai limbah.
Pecahan yang lebih kecil diolah dengan melakukan sejumlah cara, biasanya
berdasarkan perbedaan kepadatannya seperti dalam mesin sentrifugal. Mesin
sentrifugal adalah mesin yang memutar suatu wadah dengan sangat cepat,
sehingga memisahkan benda padat dan benda cair yang berada di dalam wadah
tersebut.
Metode alternatif menggunakan kandungan permukaan yang berbeda dari batu
bara dan limbah. Dalam pengapungan berbuih, partikel-partikel batu bara
dipisahkan dalam buih yang dihasilkan oleh udara yang ditiupkan ke dalam
rendaman air yang mengandung reagen kimia. Buih-buih tersebut akan menarik
batu bara tapi tidak menarik limbah dan kemudian buih-buih tersebut dibuang
untuk mendapatkan batu bara halus. Perkembangan teknolologi belakangan ini
telah membantu meningkatkan perolehan materi batu bara yang sangat baik.

Penggunaan Batubara
Penggunaan Batubara
Dalam pembuatan baja.
Bahan mentah bijih besi, kokas dan fluks (mineral-mineral seperti batu
gamping yang digunakan untuk menarik bahan-bahan campuran) dimasukkan
pada bagian atas tanur tiup. Udara dipanaskan sampai sekitar 1200C dan
dihembuskan ke dalam tanur melalui pipa yang berada di bagian bawah. Udara
membuat kokas terbakar sehingga menghasilkan karbon monoksida yang
menimbulkan reaksi kimia. Bijih besi dikurangi untuk meleburkan besi dengan
mengeluarkan oksigen. Keran di bagian dasar tanur dibuka secara berkala dan
besi lebur serta terak logam dikeringkan.
Pada suatu basic oxygen furnace (BOF Tanur oksigen dasar) dimasukkan
potongan baja dan batu gamping yang lebih banyak dan oksigen murni 99%

ditiupkan pada campuran tersebut. Reaksi dengan oksigen menaikkan suhu


sampai 1700C, mengoksidasikan bahan-bahan campuran, dan meninggalkan
baja cair yang hampir murni. Sekitar 0,63 ton kokas akan menghasilkan 1 ton
(1000 kg) baja.

Sebagai bahan mentah


Batu bara digunakan sebagai sumber energi dalam produksi semen. Energi yang
dibutuhkan untuk memproduksi semen sangat besar. Oven biasanya membakar
batu bara dalam bentuk bubuk dan membutuhkan batu bara sebanyak 450g
untuk menghasilkan semen sebanyak 900g. Batu bara mungkin akan tetap
menjadi masukan penting untuk industri semen dunia di tahun-tahun yang
mendatang.
Coal combustion products (CCP produk-produk pembakaranb batu bara) juga
memainkan peran yang penting dalam produksi beton. CCP merupakan hasil
sampingan dari pembakaran batu bara pada pusat pembangkit listrik tenaga
uap. Hasil-hasil sampingan tersebut termasuk abu arang batu, abu dasar, kerak
ketel dan gipsum desulfurisasi gas pembakaran. Abu arang batu misalnya, dapat
digunakan untuk mengganti atau menambah semen dalam pembuatan beton.
Dalam cara demikian, produk-produk pembakaran batu bara daur ulang
menguntungkan bagi lingkungan hidup, yang bertindak sebagai pengganti bahan
mentah utama.
Fungsi Lain dari Batu Bara
Beberapa produk kimia dapat diproduksi dari hasil-hasil sampingan batubara.
Batu bara yang dimurnikan digunakan dalam pembuatan bahan kimia seperti
minyak kreosot, naftalen, dan fenol. Gas amoniak yang diambil dari tungku kokas
digunakan untuk membuat garam amoniak, asam nitrat dan pupuk tanaman.
Ribuan produk yang berbeda memiliki komponen batu bara atau hasil sampingan
batu bara: sabun, aspirin, zat pelarut, pewarna, plastik dan fiber, seperti rayon
dan nylon.
Batu bara juga merupakan suatu bahan yang penting dalam pembuatan produkproduk tertentu:
>> Karbon teraktivasi digunakan pada saringan air dan pembersih udara serta
mesin pencuci darah.
>> Serat karbon bahan pengeras yang sangat kuat namun ringan yang
digunakan pada konstruksi,
{World Coal Institute;Sumber Daya Batu Bara: Tinjauan Lengkap Mengenai Batu
Bara Hal. 21-25}
Kualitas Batubara
Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu
sendiri.

Batubara yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik
pula untuk penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya
Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter
tertentu baik secara fisik maupun secara kimia.
Parameter yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk
apa batubara tersebut digunakan.
Parameter kualitas batubara.
Total Moisture
Proximate
Total Sulfur
Calorific Value
HGI
Ultimate Analysis
Ash Fusion Temperature
Ash Analysis

Total Moisture
Tinggi Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
Peringkat Batubara
Size Distribusi
Kondisi Pada saat Sampling

Peringkat Batubara

Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara


tersebut atau semakin padat batubara tersebut.Dengan demikian akan semakin
kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara
tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya
inherent moisturenya.

Size Distribusi

Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas


permukaanya.Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya.
Pada nilai inherent moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan
naiknya surface moisture.

Kondisi Pada saat Sampling

Total Moisture dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di
Sampling.Yang termasuk dalam kondisi sampling adalah :
Kondisi batubara pada saat disampling
Size distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu kecil.
Cuaca pada saat pengambilan sample.

Penetapan kadar Total Moisture

Timbang 10 gram sampel** (ISO) atau 1 gram sampel* (ASTM) dalam dish
moisture >> Pasang gas penyerap N2 untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >>
Masukan kedalam oven dengan suhu 105o-107o selama 2.5 jam untuk ISO & 1.5
jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
** Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.300 mm

Diagram 2.

Air Dried Moisture (ADM)

Air dried moisture atau inherent moisture adalah moisture yang terkandung
dalam batubara setelah batubara tersebut dikering udarakan.

Sifat-sifat ADM :

Besar kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin rendah kandungan ADM nya.
Nilainya tergantung pada humuditas dan temperature ruangan dimana moisture
tersebut dianalisa.
Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar
preparasi)

Penetepan kadar ADM.

Timbang 1 gram sampel* dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2 untuk
ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan suhu 105 o107o selama 3 jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam
desikator >> Timbang ulang

*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm

Pehitungan Kadar ADM

ADM digunakan dalam mengkonversi basis parameter analisa dari


air dried basis ke basis lainnya.

Ash Content

Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral


matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar
Abu atau Ash Content.
Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous.

Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan
keberadaan dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul
batubara
Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang
berasal dari luar batubara.

Sifat-sifat Ash Content

Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter
yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari
extraneous.
Kadar abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash
sering dijadikan parameter penentu dalam beberapa kalibrasi alat preparasi
maupun alat sampling.
Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai
kalorinya.
Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.

Penetepan kadar Ash Content

Timbang 1 gram sampel* dalam dish ash >> Masukan kedalam tanur dengan
suhu 815o selama 3 jam (di mulai dari suhu awal tanur kurang dari 200 o C) >>
Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang

*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm

Perhitungan Kadar Ash Content


Volatile Matter

Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap
ketika dipanaskan pada temperature tertentu.

Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik
atau rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi
hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.

Sifat-sifat Volatile Matter

Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.


Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile
matternya.

Kegunaan Volatile Matter

Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan


peringkat batubara.
Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas
batubara pada saat dibakar.
Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile
matternya.

Penetapan Kadar Volatile Matter

Timbang 1 gram sampel* dalam dish Volatile Matter >> Masukan kedalam tanur
dengan suhu 900o selama 7 menit >> Dinginkan dalam suhu ruang selama 7-8
menit >> Timbang ulang

*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm

Perhitungan Kadar Volatile Matter


Total Sulfur

Sifat-sifat Sulfur

Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat
heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen
secara vertikal maupun secara lateral.
Namun demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki
kandungan sulfur yang relatif homogen.

Kegunaan Sulfur

Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur
dapat mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging
maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat
berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat menyebabkan hujan
asam. Oleh karena itu dalam komersial, Sulfur dijadikan batasan garansi kualitas,
bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
Namun demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak menyebabkan
masalah bahkan sulfur membantu performance dari utilisasi tersebut. Utilisasi
tersebut misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT. INCO.

Penetepan Kadar Sulfur

Siapkan larutan penyerap (H2O2 3 % suasana netral) >> Masukan ke tabung


penyerap yang terbuat dari kaca >> Timbang 1 gram sample berukuran 0.212
mm pada combustion boat yang telah dilapisi alumina di bagian bawahnya
>>Lapisi bagian atasnya dengan alumina >> Atur Tabung penyerap pada tanur
suhu 1350o C >> Masukan sampel ke dalam pipa tanur >> Nyalakan gas O2 >>
Atur Tekanan gas O2 >> Nyalakan vakum >> Dorong sebanyak 1 cm setiap 1
menit dari posisi awal (hingga menit ke-8) >> Diamkan selama 4 menit >>
Keluarkan sample dari pipa >> Tuang larutan dari tabung penyerap ke dalam
erlenmeyer >> Tambahkan indicator MM:MB 2-3 tetes >> Homogenkan >> Titar
dengan Borat hingga berwarna hijau >> Catat
Reaksi Kimia pada saat Penetepan Kadar Sulfur

Perhitungan Penetapan Kadar Sulfur

Vc = Volume hasil penitaran sampel (ml)


Vb = Volume blanko (ml) biasanya 0.05 ml

Pembuatan Larutan penyerap H2O2 3 %

Tuang 30 ml Larutan H2O2 kedalam piala gelas >> Tambahkan Air Suling hingga
bervolume 1000 ml >> Tambahkan indicator MM:MB 2-3 tetes >> Aduk >> Titar
dengan larutan H2SO4 hingga tidak berwarna

Pembuatan Larutan Borat 0.025 M

Larutkan 19.0685 gram Na2B4O7.10H2O dalam labu ukur 2 liter

Standarisasi Larutam Borat

Dipipet 5 ml larutan Borat >> Tambahkan Indikator MM:MB 2-3 tetes >>. Titar
dengan H2SO4 0.01 N hingga berwarna pink.

Calorific Value

Adalah nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran batubara.


Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb
Nilai kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net

Nilai Kalori dapat dinyatakan dalam satuan yang berbeda :


Calorific Value (CV)(Kcal/kg)
Specific Energy (SE) .(Mj/kg)
Higher Heating Value (HHV) = Gross CV
Lower Heating Value (LHV)= Net CV
British Thermal Unit = Btu/lb

Tabel Konversi Nilai Kalori

Sifat-Sifat Calorific Value

Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi


peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.

Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga
Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.

Penetapan Nilai Calorific Value

Timbang 1 gram sample berukuran 0.212 mm pada dish calorific value >>
pasangkan pada bom calorimeter >> tambahakn gas O2 murni kedalamnya >>
Masukan & pasang ke alat Kalorimeter >> Input nomor bom yang digunakan >>
Input bobot sample >> Running analisis

Perhitungan

Net CV(Kcal/g) = {{Gross CV(Mj/kg)}{0.0942X% TS}} X 238.8461

(Kualitas Batubara presented by PT Geoservices LTD.)

Miling atau Pulvilizaer

Parameter-parameter yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

Moisture

Calorific Value

Ignition Temperature

Abrasive Index

Hardgrove Grindability Index (HGI)

High Density Dilution

Contamination

Moisture

Semakin tinggi moisture semakin tinggi temperature air inlet yang diperlukan
untuk mencapai mill outlet temperature yang sudah ditentukan. Semakin tinggi
temperature air inlet semakin tinggi resiko terjadinya mill fire.

Semakin tinggi moisture semakin tinggi coal load yang diperlukan untuk
mencapai energy inlet yang diperlukan untuk mencapai beban energy output
yang diperlukan, dan semakin tinggi resiko terjadinya mill trip karena overload

Calorific Value

Semakin rendah nilai kalori maka semakin tinggi feeding batubara yang
diperlukan untuk memenuhi beban output yang diperlukan. Semakin tinggi load
yang diperlukan semakin tinggi resiko terjadinya mill trip karena overload.

Semakin rendah nilai kalori semakin banyak mill yang harus digunakan untuk
memenuhi coal feeding yang diperlukan, dan semakin tinggi maintenance yang
diperlukan

Abrasive Index

Semakin tinggi abrasive index, akan semakin tinggi mill wear ratenya, dan cost
maintenancenya semakin tinggi.

Semakin tinggi mill wear rate, semakin tinggi frekwensi penggantian spare part
mill dan mengakibatkan memperkecil availability mill

Handgrove Grindability Index (HGI)

Semakin rendah HGI, akan semakin tinggi mill power consumption, dan
semakin tinggi auxiliary power yang diperlukan, dan akibatnya akan mengurangi
efisiensinya.

Semakin rendah HGI akan semakin tinggi coal


mempertinggi resiko terjadinya mill trip karena overload

mill

recyclenya

dan

Semakin rendah HGI, akan semakin rendah jumlah ukuran fine particlenya,
sehingga akan berpengaruh terhadap burn out efisiensinya.

High Density Dilution

Semakin tinggi kandungan dilusi dengan density tinggi, akan semakin tinggi
jumlah Mill Pyrite Rejectnya, sehingga mempengaruhi mill capacity

Contamination

Kontaminasi non coal sangat tidak diinginkan karena akan merusak system
millnya, dan beresiko terjadinya mill trip.

Furnace

Parameter-parameter yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

Calorific Value

Volatile Matter (Fuel ratio)

Ultimate Analysis

Ash Content

Ash Fusion Temperature

Ash Composition

Calorivic Value

Semakin rendah nilai Kalori, semakin tinggi jumlah konsumsi batubara untuk
mencapai beban output yang diperlukan, serta semakin tinggi jumlah udara yang
diperlukan.

Semakin rendah nilai kalori, akan semakin tinggi tingkat emisi gas CO2 (GHG)
yang dihasilkan pada beban output yang sama

Volatile Matter (Fuel ratio)

Semakin tinggi nilai volatile matternya maka akan semakin reactive batubara
tersebut. Sehingga semakin tinggi burn out efisiensinya.

Semakin tinggi Fuel Rationya, maka semakin turun reaktifitasnya dan akan
semakin kecil burn out efiiensinya.

Ultimate Analysis (C,H,N,S,O)

Sulfur dan Nitrogen diunakan dalam menghitung atau memprediksi emisi gas
SOx dan NOx yang akan dihasilkan. Gas SOx dan NOx adalah gas polutan yang
akan berdampak buruk bagi lingkungan.

Kadar Sulfur dan Nitrogen yang tinggi sangat tidak diinginkan oleh para
pengguna batubara karena selain emisi yang dihasilkan akan tinggi juga karena
sifat dari gas-gas tersebut yang korosif.

Sulfur dalam batubara juga dapat menyebakan Slagging pada pipa-pipa boiler

Ash Content

Semakin tinggi ash content suatu batubara akan semakin tinggi juga yield abu
batubara yang akan dihasilkan. Dengan demikian akan semakin tinggi juga cost
untuk waste handlingnya.

Ash Fusion Temperature

AFT digunakan dalam memprediksi secara empiris ash characteristic pada saat
pembakaran

Secara umum, batubara yang memiliki AFT-IDT >1300 oC tidak berpotensi


menyebabkan slagging kecuali ada kondisi operasional yang mempengaruhinya.

Ash Composition

Ash composition atau Ash analysis, dalam utilisasi batubara di power plant
sangat penting dalam memprediksi characteristic abu batubara dalam tungku
boiler, khususnya sifat Slagging dan Fouling.

Slagging : Pengotoran pipa-pipa boiler oleh

abu batubara di daerah Radiasi

Fouling : Pengotoran pipa-pipa boiler didaerah konveksi

(Coal Utilization for Power Plant presented by PT. Geoservices LTD.)

Swabakar Batubara di Stockpile

Melihat geografi Indonesia dengan iklim tropis yang mempunyai curah hujan dan
kelembaban yang tinggi serta temperatur sampai di atas 30 C, maka
pencegahan bahaya kebakaran batubara pada saat penimbunan di area

stockpile dalam segi penanganannya patut mendapatkan perhatian serius


mengingat korban manusia dan harta yang dapat ditimbulkanya.

1.1. Swabakar pada Batubara


Pada tahun 1870 untuk pertama kali Richter menyelidiki dan menyatakan bahwa
terjadinya swabakar (Self Combustion) pada batubara karena aktivitas
penyerapan oksigen. Terjadinya swabakar dalam hubunganya dengan peringkat
batubara adalah semakin rendah peringkatnya maka semakin tinggi terjadinya
resiko kebakaran. Reaksi swabakar dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2 (>5%) -> CO2 (150F - 200 F)CO2 + C --> CO (212 F - 300 F)

1.

Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam batubara yang kemudian
menghasilkan CO2 dan panas dengan persamaan reaksi: C + O2 > CO2 + panas

2.

Reaksi selanjutnya menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan persamaan


reaksi sebagai berikut :
CO2 + C > CO + panas
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa swabakar pada timbunan batubara di area
stockpile sebenarnya merupakan peristiwa oksidasi batubara padat (solid) oleh
pengaruh oksigen.

Tahapan Terjadinya swabakar di stockpile batubara menurut Sukandar Rumidi


adalah
1.

Mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan lahan
dan kemudian temperatur udara akan naik

2.

Akibat temperatur naik kecepatan batubara menyerap oksigen dan udara


bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100 1400 oC

3.

Setelah mencapai temperatur 1400 oC, uap dan CO2 akan terbentuk Sampai
temperatur 2300oC, isolasi CO2 akan berlanjut. Bila temperatur telah berada di
atas 3500oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat
terbakar.
1.2. Sebab-sebab Terjadinya Swabakar (Spontaneus Combustion)
Batubara merupakan bahan bakar organik, dan apabila bersinggungan langsung
dengan udara dan dalam keadaan temperatur tinggi akan terbakar sendiri.
Keadaan ini akan dipercepat oleh :

1.

Reaksi eksothermal, hal ini yang paling sering terjadi

2.

Bakteria

3.

Aksi katalis dari benda-benda anorganik

Sedangkan kemungkinan terjadinya swabakar terutama disebabkan antara lain:


1. Karbonisasi yang rendah (low carbonization).
2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
1.3. Oksidasi Batubara
Batubara akan menjadi panas bila terdapat oksigen. Kecepatan hantaran panas
dipengaruhi oleh massa batubara, derajat kekompakanya, unsur kimia, umur
geologi, rank, inherent oksigen dan air lembab. Bagian unsur kimia yang
terkadang dalam batubara mulai teroksidasi bila disingkapkan ke udara bebas
pada saat penambanganya. Seperti diketahui, batubara adalah campuran padat
dari persenyawaan hidrokarbon yang mengandung: Karbon, hidrogen, sulfur,
nitrogen dan oksigen dalam struktur molekuler organiknya. Disamping itu,
terdapat pula kandungan mineral pembentuk abu seperti : serpih-serpih,
lempung, batu pasir dan pirit.
Menurut berita PPTM No. l 1 Tahun 9, bahwa, kadar organik batubara terdiri dari
50-90% karbon, 2-8% hidrogen, 2 - 20 % oksigen, kurang dari 2 % nitrogen dan
sulfur yang terdapat dialam bentuk organik dan mineral sebesar 0,2 - 8%. Semua
elemen organik dan elemen logam seperti besi, bereaksi dengan oksigen.
Beberapa unsur berkecepatan reaksi lebih tinggi dari yang lain, namun pada
umumnya terjadi liberi energi dalam bentuk panas.
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan proses kimiawi antara pembakaran
dengan proses oksidasi lambat, perbedaan hanya terdapat pada kecepatan
oksidasi, sehingga temperatur terjadinya reaksi berbeda. Proses oksidasi
berlangsung berkesinambungan, walau kecepatanya dapat berubah, namun
reaksi tidak akan berhenti selama masih terdapat oksigen. Itulah sebabnya,
terjadi fenomena yang dikenal sebagai swabakar 1 stockpile . Alasan dalam hal
ini ialah kecepatan pembebasan energi sebagai panas melampaui kecepatan
kemampuan membuang panas keluar tumpukan batubara, sehingga temperatur
terakumulasi dan naik sampai ke tingkat dimana pembakaran aktif terjadi.
Kecepatan penyerapan oksigen pada kondisi tempertur konstan yang berkurang
dengan bertambahan waktu, memberikan indikasi kegiatan oksidasi makin
progesif pada bagian-bagian partikel yang berhubugan dengan udara. Kecepatan
oksidasi makin progesif pada bagian -bagian partikel yang berhubungan dengan
udara. Kecepatan oksidasi bervariasi menurut peringkat batubara yang dalam
hal ini dinyatakan sebagai persentasi zat terbang.
Sebagai contoh antrasit (rank tinggi) teroksidasi dengan kecepatan yang amat
rendah, sedang batubara bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi dapat
teroksidasi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Makin berkurangnya rank
batubara, kandungan oksigen makin meningkat dan rank batubara yang rendah
mengoksidasikan lebih cepat daripada rank diatasnya.
1.4 Parameter Kualitas Batubara

Parameter kualitas batubara ditentukan berdasarkan analisis batubara yang


umumnya dilakukan dengan metode, yaitu :
1. Analisa Proksimat
a. Kandungan air (Moisture content)
a.1. Total Moisture
Adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai kondisi di
lapangan (Ar), baik terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi
diluar. Pada prinsipnya total moisture merupakan jumlah air yang terkandung
dalam batubara baik air bebas (FM = Free Moisture) maupun air terikat (IM =
Inherent Moisture)
a.2. Free Moisture
Adalah air yang diserap oleh permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
a.3. Inherent Moisture (Air bawaan)
Adalah kandungan air bawaan pada saat terbentuk batubara.
b. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organic yang terkandung dalam batubara setelah
dibakar. Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam proses
pembentukan batubara maupun perkotoran yang berasal dari proses
penambangan. Abu batubara merupakan bagian yang tidak hilang pada waktu
pembakaran batubara tersebut. Komposisi utama abu batubara adalah : Si, A1,
Fe, Ti, Mn, Na, K, Silikat, Sulfida, Sulfat dan Fosfat.
c. Zat terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat aktif yang menghasilkan energilpanas apabila batubara tersebut
dibakar dan terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hydrogen,
karbonmonoksida (CO) dan metan. Zat terbang ini sangat erat kaitannya dengan
rank dari batubara., makin tinggi kandungan airterbang (VM) makin rendah
kualitasnya. Dalam pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah
akan mempersulit proses pembakaran.
d. Karbon Tertambat (fixed carbon)
Merupakan angka diperoleh dari hasil pengurangan 100% terdapat jumlah
kandungan airlembab, kandungan abu dan zat terbang. Dengan adanya
pengeluaran zat terbang dalam kandungan air, maka tertambat secara otomatis
akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara semakin
naik.
e. Nilai Kalori (Calorific Value)
Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari harga-harga panas pembakaran
unsur-unsur pembakaran batubara. Nilai kalor terdiri atas Gross Calorie Value
yaitu nilai kalor yang biasa dipakai sebagai laporan analisis dan Net Caloric Value

yaitu nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan dalam proses pembakaran


batubara.

2. Analisis Ultimate
a. Penentuan Karbon (C) dan Hidrogen (H)
Kedua sistem ini ditentukan dengan cara yang sama dalam operasi yang
bersamaan. Nilai karbon mencakup kandungan karbon dari karbon - karbon
mineral.
b. Penentuan Nilai Kalori
Pengukuran unit panas yang dibebaskan bila satu unit massa bahan bakar padat
dibakar dalam sebuah bom dibawah kondisi standar. Hasil-hasil analisa itu
sendiri harus beracuan pada basis-basis analisa (reference basis). Basis yang
biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
b.1 As received basis (Ar)
Basis analisa dimana contoh batubaranya diambil dari suatu tempat (lapangan)
dan langsung dianalisa. Pada keadaan ini total kandungan air + zat terbang +
kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b.2. Air dry basis (Adb)
Basis analisa dimana contoh batubaaranya dikeringkan pada udara terbuka
untuk menghilangkan free moisture dan sisanya inherent moisture, sehingga
inherent moisture + zat terbang + kadar karbon + kadar abu = 100%.
b.3. Dry Basis (Db)
Basis analisa dimana contoh batubaranya telah dikeringkan pada temperature
tertentu sampai inherent moisturenya hilang, sehingga zat terbang + kadar
karbon + kandungan abu = 100%.

b.4. Dry ash free (Daf)


adalah kondisi batubara yang telah diproses dilaboratorium sehingga bebas dari
air dan bebas dari kandungan abu.
b.5. Dry mineral matter free (Dmmf)
adalah kondisi batubara yang bebas dari total moisture dan bahan anorganik
dalam batubara tersebut.

2.5. Area Stokpile


Untuk area stockpile faktor-faktor yang mempengaruhi swabakar yaitu:
1. Pengaruh Volatile matter volatile matter adalah zat terbang yang terkandung
dalam batubara. Kandungan zat terbang ini erat kaitannya dengan rank
batubara. Semakin tinggi kandungan zat terbangnya semakin tinggi volatile
matter dalam batubara maka semakin banyak panas yang ditimbulkan dan akan
mempercapat terjadinya swabakar.
2.

Pengaruh Sulfur Semakin tinggi kadar sulfur dalam batubara, makin cepat
terjadinya swabakar dalam batubara begitu sebaliknya.

3.

Pengaruh Moisture Content (Kandungan air) Kandungan air dapat dibedakan


atas kandungan air bebas (free moisture) kandungan air bawaan (inherent
moisture), kandungan airtotal (total moisture). Semakin banyak kandungan air
dalam batubara maka semakin banyak panas yang diperlukan untuk mengubah
air menjadi uap. Namun demikian jika kadar kelembaban batubara kecil, maka
terjadinya kenaikan suhu dalam timbunan akan semakin cepat.

4.

Pengaruh Kualitas (rank) Rank batubara sangat erat hubungannya dengan


kandungan volatile metter, dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa batubara yang
kandungan volatile matternya rendah mempunyai derajat yang tinggi demikian
sebaliknya. Pada pembakaran spontan untuk timbunan batubara tidak hanya
dinilai dari derajatnya saja, tapi harus diketahui kandungan volatile matternya,
semakin tinggi kandungan volatile matter pada rank batubara semakin besar
kemungkinan terjadinya pembakaran spontan dan sebaliknya.

5. Pengaruh fixed carbon (karbon tertambat) Seperti diuraikan sebelumnya bahwa


kandungan volatile matter berhubungan erat dengan kandungan karbon padat.
Semakin tinggi volatile matter maka akan mempercepat pembakaran karbon
padatnya. Apabila suhu semakin naik dengan kandungan volatile matter yang
tinggi akan menyebabkan kandungan karbon mengecil sehingga pembakaran
spontan semakin cepat terjadi.
6.
a.

Pengaruh kandungan abu Pengaruh abu terhadap timbunan batubara dapat


dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Pengaruh abu yang dikandung oleh batubara.
Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam abu tersebut, hal
yang dapat menunjang yaitu : kandungan sulfur yang terdapat dalam abu yang
berasal dari mineral-mineral yang mengandung belerang seperti FeS, semakin
banyak abu yang mengandung belerang maka semakin cepat terjadinya
pembakaran spontan.

b.

Pengaruh debu dan partikel dari luar


Bila abu dari luar mengandung sulfur, hal ini tidak menimbulkan reaksi terhadap
timbunan batubara. Keadaan ini akan memperlambat terjadinya pembakaran
spontan karena abu tersebut merupakan partikel halus yang dapat menyelimuti

timbulnya tersebut. Dengan banyaknya abu yang menutupi permukaan


timbunan batubara akan mengisi lubang-lubang pada permukaan batubara,
maka akan mempersulit masuknya udara luar terhadap timbunan batubara
tersebut. Dengan kata lain semakin banyak abu dari luar semakin banyak abu
dari luar semakin lambat terjadinya pembakaran spontan.
7. Pengaruh ukuran butir batubara Bila batubara dibentuk menjadi suatu timbunan
yang terdapat dari butiran halus dan kasar, maka dapat dijelaskan bahwa suatu
timbunan yang berbutir halus, maka porositas atau rongga butir yang satu
dengan yang lain adalah lebih besar dibandingkan dengan butir kasar. .Iumlah
udara yang tersedia dalam timbunan batubara halus lebih mampu membuang
panas yang ditimbulkannya jika dibandingkan dengan ukuran batubara kasar
atau semakin halus butirannya pembakaran spontannya semakin lambat.
8.

Pengaruh ketinggian timbunan Untuk menentukan terjadinya pembakaran


spontan, harus dapat diketahui hal-hal sebagai berikut : suatu timbunan
batubara yang terjadi dari butiran halus dan kasar, akan terjadi segresi ukuran
dalam timbunan, dimana butir batubara yang kasar mengumpul dibagian bawah
(lantai) dan butiran yang halus mengumpul di puncak dan bagian dalam
timbunan. Dengan kata lain timbunan yang tinggi, jarak atau panjang aliran
udara lebih panjang bila dibandingkan dengan timbunan rendah dengan sirkulasi
udara yang pendek, panas yang ada pada timbunan batubara yang tinggi
dengan sirkulasi udara yang panjang akan memperlambat pembuangan panas
yang ada dalam timbunan sehingga mempercepat terjadinya pembakaran
spontan.
Referensi
1. Anonim, (2007), Swabakar Batubara http://www.tekmira.esdm.go.id
2. Anonim, (2006), Penyusunan Neraca Batubara dan Gambut
http://www.dim.esdm.go.id
3. Anonim, (2008), Tahapan Penambangan Batubara
http://methdimy.blogspot.com
(Self Combustion Fact Writted by anonim,2011)

DASAR-DASAR ANALISIS

1.DASAR KERJA LABORATORIUM

PERISTILAHAN/GLOSARIUM

APD : Peralatan (seperti kaca mata, sarung tangan, dan helm) yang dikenakan
untuk melindungi diri dari kecelakaan yang mungkin terjadi di tempat kerja

Buret : Alat ukur volume berdasarkan volume yang dikeluarkan dan digunakan
untuk keperluan titrasi

Corong
: Alat bantu untuk untuk mengalirkan cairan memasuki mulut
wadah berukuran.

Identifikasi

: Penentuan identitas

Instrumentasi

: Susunan atau rangkaian peralatan

Iritatif : Bersifat iritatif/mengganggu

Kompetensi : Ketrampilan, pengetahuan dan perilaku untuk melaksanakan suatu


pekerjaan atau profesi secara baik, benar dan cepat

Konsep mol : Konsep perhitungan dalam ilmu kimia berdasarkan jumlah N


(N=Bilangan Avogadro=6,02x1023)

Label : Sepotong kertas, kain, kayu atau logam yang bertuliskan petunjuk
singkat

Laboratorium
:
Tempat atau ruang tetentu yang berisikan peralatan
untuk melaksanakan penelitian atau pekerjaan yang bersifat penelitian dan
penetapan

Labu ukur
: Yaitu peralatan gelas berbentuk buah labu yang berfungsi untuk
menakar volume tertentu cairan

Mol : Gram suatu zat dibagi berat molekul(BM) atau

Berat atom

Molaritas : Konsentrasi dari suatu larutan yang dinyatakan dalam mol terlarut
dalam 1 liter larutan

Neraca Analitik
: Neraca dengan tingkat ketelitian tinggi pada penimbangan
jumlah zat yang rendah dengan resolusi lebih kecil dari 1 mg

Pereaksi : Bahan kimia yang digunakan untuk mengubah analit ke bentuk terukur
secara selektif

Pipet tetes : Alat gelas kecil yang dilengkapi bola karet kecil digunakan untuk
meneteskan cairan
Prosedur

: Kumpulan instruksi kerja

Solute : Zat yang terlarut dalam larutan

Solven

: Pelarut

Solution/larutan

: Pencampuran secara homogen solut dengan solven

Unit Kompetensi : Satuan aktifitas lengkap terkecil yang masih bisa diukur yang
berisikan ketrampilan, pengetahuan dan sikap

Analit : Zat yang dianalisis

Digest

: dipanaskan dalam larutan = warmed in the solution).

Faktor gravimetri : jumlah gram analit di dalam 1 gram endapan

Gravimetri : analisis kimia melalui penentuan berat

Gravimetri pengendapan : gravimetri dimana komponen yang diinginkan diubah


menjadi bentuk yang sukar larut

Gravimetri penguapan
diubah menjadi uap

Ion kompleks

: gravimetri dimana komponen yang tidak diinginkan

: ion yang merupakan gabungan antara atom pusat dan ligan

Ion senama : ion yang sejenis dengan ion-ion yang ada dalam sistem
kesetimbangan kelarutan

Kelarutan molar
: jumlah mol zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh
pada suhu tertentu

Kelarutan zat
: jumlah zat yang melarut dalam satu liter larutan jenuh pada
suhu tertentu yang dinyatakan dalam mol atau gram.

Kesetimbangan kelarutan : sistem kesetimbangan dari elektrolit yang sukar larut


Kontaminasi endapan
terserapnya zat lain

pengotoran

suatu

endapan

yang

diakibatkan

Kontaminasi kopresipitasi: pengotoran suatu endapan oleh zat lain yang larut
dalam pelarut

Kontaminasi oklusi :
kristal

pengotoran suatu endapan saat terjadinya pertumbuhan

kontaminasi postpresifitasi:pengotoran
pengendapan berikutnya

suatu

endapan

karena

timbulnya

Peptisasi : pengendapan halus pada waktu pencucian

pH : Logaritma negatif ion hidrogen dalam larutan (- log [H +])


Sampel
: sebagian kecil dari bahan yang dipilih sehingga mewakili
keseluruhan bahan tersebut.
disebut juga cuplikan atau contoh

Sampling : proses pengambilan sampel dari keseluruhan bahan

Tetapan hasilkali kelarutan: tetapan kesetimbangan dari elektrolit yang sukar


larut diberi simbol Ksp
atau solubility product constant

Secara ringkas penanganan laboratorium digambarkan sebagai berikut :

Membersihkan tumpahan menggunakan zat pembersih dan peralatan


pelindung yang benar.

Penanganan yang sangat tepat adalah dengan mengikuti data/ petunjuk


penanganan bahan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS)
Prosedur penanganan tumpahan secara umum adalah :

Kenali tumpahan/identifikasi bahan yang tumpah dan mengetahui teknik aman


penanganannya.
Pastikan penggunaan alat pengaman diri
Cegah tumpahan meluas dan hentikan sumber tumpahan jika hal tersebut aman
dilakukan.
Tangani (di tempat) dengan cara yang tepat.
Secara umum proses yang dilakukan adalah netralisasi. Bahan yang paling
umum digunakan untuk keadaan darurat apabila terjadi tumpahan adalah pasir,
tanah, natrium karbonat dan kapur. Tetapi untuk penanganan yang lebih tepat
dapat dilihat di dalam Material Safety Data Sheet (MSDS).Bekas tumpahan
bahan kimia di area kerja dapat dibersihkan dengan air, sabun/detergen, atau
pembersih lain yang sesuai dengan bahan pengotornya.
Simpan semua limbah pada tempatnya yang sesuai kemudian tutup untuk
penanganan lebih lanjut
Bersihkan pastikan kembali area tersebut telah bersih dan aman.

Membuang limbah sesuai dengan prosedur yang relevan


Limbah yang dihasilkan di area kerja dan/atau selama bekerja perlu
ditangani sehingga tidak berbahaya bahkan mencemari lingkungan. Oleh karena
itu, pengetahuan tentang jenis-jenis limbah, penyimpanan secara terpisah,
penanganan

untuk

mereduksi

atau

mengurangi

tingkat

bahayanya

dan

penyimpanannya perlu untuk diketahui jenis dan cara penanganan limbah antara
lain

Peralatan gelas yang pecah disimpan dalam tempat tertentu dan diberi label.
Kertas tisu (paper towel) dan limbah yang tidak berbahaya sejenis lainnya dapat
digolongkan ke dalam limbah umum setelah yakin bahwa tidak terdapat
kontaminasi mikroorganisme.

Cairan/larutan mudah larut dalam air dan tidak berbahaya dapat dibuang
langsung ke wastafel dengan dibilas menggunakan banyak air. Untuk larutan
asam/ basa perlu dinetralkan terlebih dahulu sebelum dibuang.
Bahan organik limbah yang mudah terbakar harus disimpan pada tempat tertentu
dan diberi label.
Bahan-bahan anorganik yang mengandung logam berat disimpan pada tempat
khusus.

Bahan-bahan

yang

mencemari

lingkungan

harus

dipisahkan

dan

perlu

penanganan pendahuluan .
Petrifilm & media agar yang telah digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu,
dibakar/disimpan di tempat tertentu.
Limbah-limbah tersebut perlu diolah/ditangani lebih lanjut. Hal ini dapat
dilakukan oleh pihak lain, limbah yang telah diolah harus memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan.Berdasarkan cara penyimpanannya, limbah dapat dibagi
dalam 8 klas :
Limbah yang mengandung Halogen-bebas pelarut organik.
Limbah yang mengandung halogen dengan pelarut organik dan larutan yang
mengandung bahanbahan organik (jangan disimpan pada bahan yang terbuat dari
aluminium).
Limbah residu bahan organik padat disimpan dalam kantong plastic (plastic bags)
atau pada kemasan aslinya.
Limbah larutan garam ; pH dalam tempat penyimpanan harus selalu disesuaikan
(antara 6-8).
Limbah beracun bahan anorganik termasuk juga garam-garam dari logam-logam
berat dan larutannya. Disimpan pada tempat yang tertutup rapat dan label yang
jelas.

Limbah beracun dan senyawa mudah terbakar.


Tempat penyimpanan yang tertutup dan tidak mudah pecah. Label yang jelas.
Limbah raksa dan garam garam anorganik raksa.
Limbah dapat diolah kembali (regenerable) dari residugram-residugram logam.
Masing-masing garam logam disimpan terpisah.
Limbah anorganik padat

PROSES

PEMBERSIHAN

DAN

PENANGANAN

PERALATAN

GELAS.

Cara kerja yang baik untuk membersihkan alat gelas adalah sebagai
berikut :

1.

Pemilahan peralatan yang akan dibersihkan bertujuan untuk mempermudah


pencucian dan pemilihan bahan pencuci.

2.

Alat gelas yang pecah dan/atau retak ditempatkan pada tempat penyimpanan
khusus dan diberi label alat gelas pecah untuk penanganan lebih lanjut.

3.

Kontaminasi kotoran dapat dihilangkan secara mekanik dari alat gelas.


Contohnya dengan cara disikat dan dikocok dengan air (jika perlu ditambahkan
serpihan kertas saring).

4.

Minyak atau lemak dihilangkan dengan pelarut yang sesuai. Alat sebaiknya diisi
dengan air sabun/detergen dan dikocok. Kemudian dibilas beberapa kali dengan
air hingga bersih. Bila alat masih baru cukup dicuci dengan asam encer, air,
methanol/etanol/aseton dan dikeringkan dengan aliran udara (jangan
dipanaskan).

5.

Tetapi jika setelah menggunakan pembersih ini alat masih berlemak, dengan
adanya tetesan-tetesan air melekat (bergantungan) pada bagian dalam kaca,
perlu digunakan larutan pembersih dikromat. Ini dilakukan dengan membasahi
permukaan bagian dalam alat itu dengan larutan dikromat asam atau
merendamnya dalam larutan ini. Jika cara ini tidak berhasil, artinya alat masih
kotor, selanjutnya alat dicuci dengan larutan kalium permanganat. Penggunaan
larutan ini biasanya menimbulkan noda berwarna coklat oleh MnO2 pada kaca.
Untuk menghilangkan noda ini digunakan HCl pekat, kemudian dibasahi dengan
banyak air.

Alat-alat laboratorium

1. Gelas Piala (beaker glass)


Pada umumnya gelas piala berbibir sumbing, yaitu :

agar mudah menuangkan isinya.

sebagai tempat menonjolnya pengaduk dibawah kaca arloji.

sebagai lubang keluar gas, bila piala ditutupi kaca arloji.

Gelas piala yang banyak dipakai berukuran 400 ml, sering juga dipakai piala
yang berukuran 250 ml, 600 ml atau 800 ml. pengisian gelas piala harus diatur
sedemikian rupa, sehingga perbandingan antara isi cairan dan besar piala yang
akan dipakai kira-kira 1 : 2.

2). Kaca Arloji (Watch glass)


Kaca arloji yang baik terbuat dari kaca pyrex, sedangkan ukuran
penampang lintangnya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Alat ini
digunakan untuk menutup piala yang berisi larutan (waktu Pemasangan).
Dapat pula digunakan sebagai alat penimbang contoh padatan (bila tidak
tersedia sekoci timbang) atau untuk menguapkan cairan.

3). Labu semprot (washed bottle)

Labu semprot dipakai untuk menyimpan air suling yang akan


dipergunakan sebagai pelarut contoh atau pencuci endapan, untuk
membersihkan dinding bejana dari sisa-sisa endapan, atau membilas kaca
arloji/lempeng kaca yang telah dipakai sebagai penutup piala.

4)

Pengaduk ( rod stirrer)

Batang kaca masif (3,5 mm) yang tumpul kedua ujungnya dan digunakan
untuk mengaduk larutan. Dapat pula digunakan untuk membersihkan endapan
pada dinding bejana untuk keperluan yang akhir ini ujungnya diselubungi karet
(rubber policeman).

5. Corong

Corong yang baik berbentuk kerucut bersudut 60o digunakan untuk


mentuskan atau menyaring. Biasanya berdiameter 57,9 cm, sedangkan
tangkainya berpenampang lintang + 4 mm tidak boleh lebih panjang dari 15 cm
(sedikit lebih panjang dari pada tinggi kerucut).

6.Gelas Ukur

Gelas ukur biasanya digunakan untuk mengukur cairan tanpa terlalu teliti,
dan yang sering digunakan berukuran 25 ml sampai 250 ml. Waktu digunakan,
gelas ukur dipegang dengan tangan kiri dan ibu jari menunjukkan garis batas
volume yang dikehendaki. Kemudian gelas ukur diangkat sehingga garis batas
volume sama tinggi dengan mata pengukur. Akhirnya tangan kanan menuangkan
cairan yang akan diukur kedalam gelas ukur tersebut. Hingga miniskus sejajar
dengan garis batas tersebut.

7. Eksikator (desikator)

Pada umumnya eksikator digunakan untuk menyimpan cawan agar tetap


kering, demikian pula isi cawan. Agar eksikator betul-betul rapat udara antara
tutup dan mulutnya harus diolesi pelumas khusus atau campuran vaselin dan
lilin tawon. Sdangkan untuk menjaga agar udara didalamnya kering, diperlukan
bahan pengering seperti :
CaO, CaCl2 anhidrida Al2O3, Mg (ClO4)2 anhidrida P2O5, silicagel atau H2SO4
pekat.

Perhatian :

Jangan memasukan benda yang terlalu panas kedalam eksikator sebab udara
didalamnya akan berkembang dan mengangkat tutup eksikator, sehingga
terbuka/jatuh.
Disamping itu suhu benda didalam eksikator akan lambat turunnya, sehingga
tidak dapat cepat-cepat ditimbang.

8. Cawan Porselin (Crucible) :

Biasanya cawan perselin digunakan sebagai tempat mengabukan kertas


saring dan memijarkan endapan sehingga terbentuk senyawaan yang mantap.
Untuk beberapa pengerjaan seperti peleburan (fusion) dengan
Na2CO3, cawan perselin tidak, dapat digunakan. Untuk pemijaran khusus
(pada suhu tinggi) dapat digunakan cawan-cawan : kwarsa, platina, emas, perak,
besi atau alumunium (corundum).

9. Lumpang (Mortar) :

Lumpang biasanya digunakan untuk menggerus/menghaluskan contoh


untuk analisis.
Ada beberapa macam lumpang yang digunakan dilaboratorium kimia antara
lain :

a. Lumpang porselin
Tidak boleh digunakan untuk menggerus contoh analisis yang keras-keras
(terutama serba macam garam) agar contoh tidak tercampur debu porselin.

b. Lumpang akik (agate)

Digunakan untuk menghaluskan contoh analisis. Oleh karena itu akik berpori
cairan tidak boleh terlalu lama dibiarkan dalam lumpang akik, sebab akan
diabsorbsi. Juga akik tidak boleh dipanaskan agar tidak pecah.

c. Lumpang Alumina
Lumpang Alumina (kekerasan = 9) dapat menggantikan l umpang akik.

10. Gegep/Tang Cawan (Crucible Tang)

Tang cawan yang baik terbuat dari Nikel atau Baja tahan karet (stainless
steel) dan digunakan untuk mengambil cawan panas. Untuk mengambil cawan
platina sebaiknya digunakan tang yang ujungnya di lapisi platina.
10. Pemanas Listrik (Hot Plate)

Pemanas listrik (100 200oC) digunakan untuk memanaskan/mendidihkan


cairan yang mudah terbakar.

11. Penangas Air (Water Bath)

Penganas air digunakan untuk memanaskan endapan, menguapkan cairan


dsb. Pada suhu dibawah 100oC. alat ini terbuat dari tembaga, diisi air setengah
penuh dan dipanaskan dengan pembakar Bunsen. Piala gelas berisi air mendidih
merupakan penangas air paling sederhana, penangas air terbuat dari baja tahan
karat, dipanaskan dengan tenaga listrik dilengkapi termostat.

12. Peti Pengering (Oven)

Peti pengering ada yang dipanaskan dengan gas listrik (250 -300 oC) atau
uap air (90 95oC). alat ini digunakan untuk mengeringkan contoh atau
menetapkan kadar air dalam contoh.
Pada umumnya sekarang dipakai tenaga listrik, oven dilengkapi termostat
(pengatur suhu) dan timer (pengatur waktu).

13. Tanur :

Tanur dibuat dari bata tahan api, dipanaskan dengna listrik dan dapat
mencapai suhu sehingga 1200oC. Biasanya dilengkapi dengan thermo couple dan
pyro meter, agar suhu dapat diatur sewaktu pemijaran (endapan, dll).

1)

Menyaring endapan dengan kertas saring


Untuk menyaring diperlukan corong dengana kerucut bersudut 60 o. Endapan
yang

kemudian

akn

takberabu.Macam

dipijarkan

kertas

saring

harus
tak

dituskn

berabu

dengan

yang

biasa

kertas

saring

dipergunakan

dilaboratorium antara lain seperti dalam daftar (menurut Whatman) dibawah ini :
Tabel 2.nama kertas saring
Nomor

Nomor

Sifat

Kecepat

Nomor

Whatma

Whatma

endapan

an

Schleich

n tak

n tak

penyari

er dan

berabu

berabu

ng

Schuell

Cepat

589

diperker
as
41

541

Kasar

dan

yang seperti
selai

pita

hitam
43
40

540

Hablur

Sedang

Hablur

Sedang

589
pita
putih

44

542

42

Hablur
Halus

Perlaha
n
Lahan

589
pita biru
(kertas
barit)

Garis tengah kertas saring bundar tak berabu yang biasa diperdagangkan
berukuran antara 5, 7, 9 dan 11 cm. namun yang banyak digunakan berukuran 9
dan 11 cm.
Ukuran garis tengahkertas saring dipilih harus disesuaikan dengan
banyaknya endapn (bukan dengan volume cairan yang akan disaring) demikian
rupa, sehingga pada akhir pentusan seluruh endapan hanya mengisi sepertiga
kapasitas kertas saring.
Setelah diperoleh kertas saring cocok (nomor dan besarnya) pilihlah
corong yang cocok pula bagi kertas saring tersebut sehingga bila ini dipasang
didalamnya, pinggirannya berada10 20 mm, dibawah pinggir corong.
1

Gambar Tahapan melipat (folding) kertas saring hingga memasang pada corong

Sekarang kertas saring bundar ini dilipat satu kali tepat ditengah-tengah,
lalu dilipat sekali lagi, demikian rupa sehingga salah satu ujung sebelah dalam
dirobek sedikit lalu kerucut kertas saring ini dibuka dan dipasangkan dengan
hati-hati kedalam corong.
Dengan menggunakan botol semprot kertas saring dibasahi dengan air
suling

sedikit, lalu kertas saring ditekan-tekan dengan jempol kanan (yang

bersih) untuk menghilangkan gelombang udara yang berada antar kertas saring
dan dinding dalam corong.
Untuk menjaga agar kertas saring berfungsi baik, kertas saring harus diisi
dengan air suling sampai hampir penuh. Bila sudah baik air akan turun dari
corong sebagai aliran halus dan segera akan memenuhi tangkai corong.
Jika turunnya air perlahan-lahan, tetes demi tetes, kertas saring tersebut
harus diganti dengan yang baik. Kertas saring yang tidak tepat, akan
menghambat penyaringan.
Untuk memulai penyaringan corong yang berisi kertas saring yang tepat,
ditaruh dalam rak/alat pemegang corong; dibawahnya ditaruh piala bersih dan
diatur agar ujung tangkai corong menempel pada dinding piala, sehingga tidak
terjadi cipratan-cipratan.

Takaran kuantitas yang layak dari bahan reaksi untuk menyiapkan


solusi dan mencatat data.

Persen berat/volume (% b/v) :


Jumlah gram dari zat terlarut dalam 100 ml larutan

Persen berat/berat (% b/b) :

Jumlah gram dari zat terlarut dalam 100 gram larutan.

Persen volume/volume (% v/v) :


Jumlah mililiter dari zat terlarut dalam 100 ml larutan.

Kemolaran atau Molaritas :


Jumlah mole dari zat terlarut dalam 1 liter larutan.

n/V atau n = M x V

Molaritas (konsentrasi molar) larutan

Jumlah mole zat terlarut

Volume larutan dalam liter.

Kenormalan atau Normalitas :


Jumlah gram ekivalen (grek) zat terlarut dalam 1 liter larutan
N

= e/V

atau e = N x V

= Normalitas (konsentrasi normal) larutan

= jumlah gram ekivalen (grek) zat terlarut

= volume larutan dalam liter

Bagian per sejuta (ppm) :


Jumlah miligram zat terlarut dalam 1 liter larutan.

Contoh perhitungan konsentrasi larutan

b/v %

Untuk membuat larutan KCI 2% b/v sebanyakd dalam 500 ml diperlukan KCI :
= 500 X 2 gr = 10 gr
100

b/b %
Untuk membuat larutan NaOH 4% b/b sebanyak 100 gr diperlukan NaOH
sebanyak :
4,0 gram X 100 g = 4,0 gr NaOH
100 gr

v/v %
10 x 200 ml = 20 ml
100

M
Untuk membuat larutan AgNO 3 0,1 M sebanyak 200 ml diperlukan AgNO 3
sebanyak :
0,1 x 200 x 169,9 = 3,398 gr
1000
169,9 adalah berat molekul AgNO3

N
Untuk membuat larutan NaOH 0,1N sebanyak 100 ml diperlukan NaOH
sebanyak :
0,1 X 100 ml x 40,0 gr = 0,4 gr
1000 ml

ppm
Untuk membuat larutan 2 ppm K2Cr2O7 sebanyak 1000 ml larutan, K2Cr2O7
sebanyak :
2 mg x 1000 ml = 2 mgr

1000 ml

Catatan :
Zat aktif dalam asam-asam adalah hidrogen
Asam klorida mempunyai rumus kimia HC1 yang mengandung hanya satu

hidrogen. Bila 0,1 mole HC1 dilarutkan dalam 1 liter larutan maka :
Molaritas larutan = 0,1 M
Normalitas larutan = 0,1 N

Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4 yang mengadung dua


hidrogen. Bila 0,1 mole H2SO4 dilarutkan dalam 1 liter larutan maka :
Molaritas larutan = 0,1 M
Normalitas larutan = 0,2 N

Membuat label dan rincian catatan larutan dalam catatan laboratoium

Pada umumnya, suatu buku harian laboratorium adalah buku gabungan yang
digunakan untuk mencatat hal-hal penting yang didapat dari pelaksanaan suatu
prosedur. Buku harian juga mencatat hal-hal tentang kebutuhan termasuk
tanggal, nama/judul dan rinciannya.
Selain hal-hal yang perlu seperti diatas, dalam buku harian atau buku
laboratorium digunakan juga untuk mencatat bahan-bahan yang penting
seperti :
1.

Kapan contoh itu datang ke laboratorium

2.

Larutan standar yangakan diperlukan

3.

Kalibrasi bahan yang diperlukan

Setiap wadah harus diberi etiket dengan benar sehingga dapat diketahui
isinya dengan benar. Etiket harus berisi informasi seperti berikut :
1.

Nama atau rumus zat kimia

2.

Kepekatan

3.

Tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa

4.

Inisial (singkatan nama) pembuatan larutan

5.

Nomor stok/nomor kode

6.

Stiker peringatan bahaya

Masing-masing tempat kerja memiliki sistem penyimpanan yang berbeda.


Dan harus dikelompokkan sesuai dengan derajat bahaya, kemudian disusun
secara alfabetis.

Memindahkan larutan ke dalam wadah berlabel dengan benar

Bila kita memindahkan larutan ke dalam suatu wadah baru maka larutan
tersebut mungkin :
1.

Tercurah/tercecer,

2.

Menetes,

3.

Hilang / berkurang selama proses pemindahan.

4.
Untuk menghindari hal tersebut diatas perlu dilakukan :
1.

Batang pengaduk

2.

Corong.

Mencek larutan stok yang ada

Hal-hal penting yang perlu dilakukan dalam mencek larutan stok yang ada
:
1.

Memantau daya tahan larutan kerja

2.

Mengganti larutan

3.

Melakukan analisis titrimetri secara rutin/berkala

Pembahasan Umum Tentang Titrasi

Titrasi adalah suatu jenis volumetri. Dalam titrasi, analit direaksikan


dengan suatu bahan lain yang diketahui/dapat diketahui jumlah mol-nya dengan

tepat. Bila bahan tersebut berupa larutan, maka konsentrasi harus diketahui
dengan teliti; larutan demikian dinamakan larutan baku. Dalam titrasi,
konsentrasi larutan baku harus diketahui sampai empat desimal.
Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari
buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi
ekivalen satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan telah ekivalen, maka
penambahan titran harus dihentikan; pada saat demikian dinamakan titik akhir
titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran sedangkan larutan
yang ditambah titran disebut titrat.

Syarat-Syarat Titrasi

Tidak semua reaksi dapat dipergunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu
harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.

Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang


jelas.

2.

Reaksi harus cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titarsi akan memakan waktu
terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversibel,
penentuan akhir titrasi tidak tegas.

3.

Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator). Penunjuk itu dapat :

Timbul dari reaksi titrasi itu sendiri, misalnya titrasi campuran asam oksalat +
asam sulfat oleh KmnO4.

Berasal dari luar. Dapat berupa suatu zat atau suatu alat yang dimasukkan
kedalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukan akhir titrasi, karena

a.

menyebabkan perubahan warna titrat atau

b.

menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh


atau sebaliknya)

4.

Larutan baku yang direaksikan dengan analit harus mudah dibuat dan
sederhana penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak
mudah berubah.

Penggolongan Titrasi

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan beberapa masalah dalam titrasi
yaitu:

1.

Cara menentukan titik akhhir yang harus tepat.

2.

Cara menghitung jumlah analit harus benar.

3.

Cara menentukan konsentrasi larutan baku harus teliti.


Ketiga hal ini penting sekali dan sebelum membahas lebih jauh akan dibahas
terlebih dahulu tentang penggolongan titrasi.

A.

Titrasi berdasarkan reaksi-reaksi metatetik, yaitu reaksi pertukaran ion, disini


tidak ada unsur yang berubah tingkat valensinya. Contohnya adalah titrasi asam
kuat oleh basa kuat atau sebaliknya, misalnya:
HCl + NaOH

NaCl + H 2O

Reaksi ini dikatakan pertukaran ion karena Cl - yang semula terikat dengan H+
bertukar tempat dengan OH- yang sebelumnya terikat pada Na +. Semua unsur
setelah reaksi masih sama tingkat valensinya.

Macam titrasi ini dibedakan menjadi:


1.

Titrasi asidimetri-alkalimetri yaitu titrasi yang menyangkut asam dan atau basa.
Dalam titrasi ini perubahan terpenting yang mendasari penentuan titik akhir dan
cara perhitungan adalah pH titrat.
Reaksi-reaksi yang terjadi dalam titrasi ini adalah:

asam dengan basa (reaksi penetralan); agar kuatitatif, maka asam dan atau
basa yang bersangkutan harus kuat.

asam dengan garam (reaksi pembentukan asam lemah) agar kuatitatif asam
harus kuat dan garam itu harus terbentuk dari asam lemah.
Contoh:
HCl + Na2CO3

NaHCO3 + NaCl

2HCl + Na2CO3

H2O + CO2 + 2NaCl

HCl + NH4BO2

HBO2 + NH4Cl

basa dengan garam agar kuantitatif basa harus kuat dan garam harus
terbentuk dari basa lemah, jadi berdasarkan pembentukan basa lemah tersebut.

2.

Titrasi presipitimetri yaitu titrasi dimana terbentuk endapan. Semakin kecil


kelarutan endapan, semakin sempurna reaksinya.

B.

Titrasi berdasarkan reaksi redoks yaitu terjadinya perpindahan elektron, disini


terdapat unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat valensi.
Titik Akhir
Tentang penentuan titik akhir sudah disebutkan beberapa kemungkinannya.
Secara spesifik macam indikator yang dipergunakan dibahas dalam pembicaraan
tiap macam titrasi. Bila tidak dipergunakan alat sebagai indikator, maka titik
akhir dilihat bila ada perubahan:

1.

2.

Warna yaitu larutan tidak berwarna menjadi berwarna tertentu atau larutan
berwarna lenyap warnanya atau larutan berwarna satu berubah menjadi warna
lain.
Kekeruhan yaitu larutan yang jernih menjadi keruh atau sebaliknya.
Bila tidak ditambahkan indikator, maka perubahan warna terjadi karena titran
atau titrat mempunyai warna,

Pembuatan Larutan Baku Dan Standardisasi

Karena titrasi merupakan jalan yang paling sederhana untuk standardisasi,


maka penting untuk mengetahui sifat-sifat atau syarat-syarat yang diperlukan
untuk bahan baku primer yaitu:

1.

Sangat murni, atau mudah dimurnikan, mudah diperoleh dan dikeringkan

2.

Mudah diperiksa kemurniannya (mengetahui macam dan jumlah pengotornya)

3.

Stabil dalam keadaan biasa, setidak-tidaknya selama ditimbang

4.
5.

Sedapat mungkin mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk mengurangi


kesalahan penimbangan
Dalam titrasi akan bereaksi menurut syarat-syarat reaksi titrasi.

Indikator pH Atau Indikator Asam-Basa

Indikator asam-basa adalah suatu zat yang dapat berubah warnanya


apabila pH lingkungannya berubah.

Tabel : Beberapa indikator asam-basa yang penting


No.

Nama

Trayek pH

Warna

Warna

Asam

Basa

Kuning Metil

2.9 4.0

Merah

Kuning

Metil jingga

3.1 4.4

Merah

Kuning

Hijau Bromkresol

3.8 5.4

Kuning

Biru

Merah Metil

4.2 6.3

Merah

Kuning

Brom timol biru

6.0 7.6

Kuning

Biru

Merah Fenol

6.4 8.0

Kuning

Merah

Purper Kresol

7.4 9.6

Kuning

Purpur

Fenolftalein

8.0 9.6

Merah

Timolftalein

9.3 10.5

Biru

Kuning Alizarin

10.1 12.0

Violet

10

Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukan titik akhir


titrasi, maka :

1.

Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran ekivalen dengan titrat
yaitu agar tidak terjadi kesalahan titrasi (selisih antara titik akhir dan titik
ekivalen)

2.

Perubahan warna itu harus terjadi secara mendadak agar tidak ada keraguraguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Bila perubahan warna mendadak
sekali yaitu tetes terkahir menyebabkan warna sama sekali lain, maka dikatakan
bahwa titik akhirnya tegas (sharp)

DAFTAR PUSTAKA

Widarsih, Wiwi.,Nur Aeni, Iceu, 2007 ; Dasar Kerja Laboratorium, BOGOR :


Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor.

KESEHATAN & KESELAMATAN KERJA

PENGERTIAN DAN FUNGSI LEMBAR DATA KESELAMATAN BAHAN

Lembar Data Keselamatan Bahan atau dalam istilah asing disebut sebagai
Material Safety Data Sheet (MSDS) adalah sekumpulan informasi singkat dan
padat mengenai data fisik / kimia suatu material (bahan kimia) termasuk
berbagai tindakan keselamatan yang perlu dilakukan serta penanganannya.

LABEL

Pemasok komersial biasanya memberi label tindakan pencegahan pada


wadah bahan kimianya. Label biasanya menunjukkan bahaya utama yang terkait
dengan isinya. Perhatikan bahwa label tindakan pencegahan tidak menggantikan
MSDS, LCSS, dan ICSC sebagai sumber informasi utama untuk penilaian risiko.
Tetapi, label bertindak sebagai pengingat berharga tentang bahaya utama yang
terkait dengan zat tersebut. Sama dengan MSDS, kualitas label dapat berubahubah. Jika wadah diterima tanpa label komersial, tanda bahaya yang sesuai
harus dipasang pada wadah sebelum bahan kimia dapat digunakan di
laboratorium.

SISTEM HARMONISASI GLOBAL UNTUK KOMUNIKASI BAHAYA

Sistem Harmonisasi Global untuk Klasifi kasi dan Pelabelan Bahan Kimia
(Globally Harmonized System, GHS) adalah sistem yang diakui secara
internasional untuk klasifi kasi dan komunikasi bahaya. GHS mengelompokkan
zat menurut bahaya fisik, kesehatan, dan lingkungan yang dimilikinya dan
memberikan label berbasis piktogram standar untuk menunjukkan bahaya
tersebut. Label wadah harus menyertakan penanda produk dengan informasi
bahan penyusun berbahaya, informasi pemasok, piktogram bahaya (Gambar
B.1), kata isyarat, pernyataan bahaya, informasi pertolongan pertama, dan
informasi tambahan. Tiga dari elemen inipiktogram, kata isyarat, dan
pernyataan bahayadibakukan menurut GHS. Kata isyarat Bahaya atau
Peringatan mencerminkan keparahan bahaya yang ditimbulkan. Pernyataan
bahaya adalah frasa standar yang menjelaskan sifat bahaya
yang ditimbulkan oleh bahan (msl., pemanasan dapat menyebabkan ledakan).

GAMBAR B.1

Piktogram GHS untuk melabeli wadah bahan kimia berbahaya.

(THE NATIONAL ACADEMIES PRESS Washington, DC ; A Guide to Prudent


Chemical Management.2010).

Anda mungkin juga menyukai