Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940 spesies
di antaranya termasuk tumbuhan berkhasiat (180 spesies telah dimanfaatkan oleh
industri jamu tradisional) merupakan potensi pasar obat herbal dan fitofarmaka.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh
nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama
pada daun lontar Husodo(Jawa),Usada(Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi
Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi.
Dengan melihat jumlah tanaman di Indonesia yang berlimpah dan baru
180 tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri maka
peluang bagi profesi kefarmasian untuk meningkatkan peran sediaan herbal dalam
pembangunan kesehatan masih terbuka lebar. Standardisasi bahan baku dan obat
jadi, pembuktian efek farmakologi dan informasi tingkat keamanan obat herbal
merupakan tantangan bagi farmasi agar obat herbal semakin dapat diterima oleh
masyarakat luas.
Adapun masyarakat menggunakan bahan alam yang ada di sekitar
lingkungan tempat tinggalnya menggunkan sebagai obat tradisional maka dari itu
isi makalah ini membahas tentang resep obat tradisional dan bukti penggunaannya
di masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fitofarmaka?
2. Apa saja jenis uji fitofarmaka?
3. Apa saja bentuk sediaan fitofarmaka?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari fitofarmaka.
2. Mengetahui jenis uji fitofarmaka dan bentuk sediaan fitofarmaka
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan
baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).

Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk
menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa
didorong

menggunakan herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian

secara ilimiah.
Jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat,
dibandingkan jamu-jamuan dan herbal terstandar. Akan tetapi pada dasarnya
sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari
bahan-bahan alami. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai
sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Dengan demikian, khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih
dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki
dasar ilmiah yang jelas.
Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh
mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan
dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa
proses yang setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah
melewati standardisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan
produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat.
Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji
preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan
percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Fitofarmaka
dapat dikatakan sebagai obat herbal tertinggi dari Jamu dan Herbal Terstandar
karena proses pembuatannya sudah mengadopsi CPOB dan sampai uji klinik pada
manusia
2.2 Jenis Uji Fitofarmaka
1. Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibedakan menjadi tiga :
a.

Uji Toksisitas Akut


Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji
(menggunakan 2 spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal dan
diberikan melalui 2 rute pemberian (misalnya oral dan intravena). Hasil uji LD50

dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah


pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji
mati oleh pemberian dosis tersebut)
b. Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran
tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2
spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda. Toksisitas sub-akut
sebagai adanya perubahan berat badan serta perubahan lainnya dari hewan
percobaan.
c.

Uji Toksisitas Kronik


Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut,

tapi pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan
non-rodent (bukan hewan pengerat). Uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya
diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

2. Uji Farmakodinamik/efek farmakologik


Tahap ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui secara lugas pengaruh
farmakologik pada berbagai system biologik. Bila diperlukan , penelitian
dikerjakan pada hewan coba yang sesuai, baik secara invitro atau invivo.
Bila calon fitofarmaka sudah menjalani uji penapisan biologic (tahap 2) dan
dipandang belum bisa atau belum mungkin untuk dikerjakan pengujian
farmakodinamik , maka hal ini seyogyanya tidak merupakan penghambat.
Untuk lebih lanjut, tahap pengujian farmakodinamik akan lebih banyak tergantung
pada sarana dan prasarana yang ada, baik perangkat lunak maupun perangkat
keras.
3. Uji klinik
Uji klinik Fitofarmaka adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui
atau memastikan adanya efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat

klinik untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit atau pengobatan segala


penyakit.
Tujuan pokok uji klinik fitofarmaka adalah:
- Memastikan keamanan dan manfaat klinik fitofarmaka pada manusia dalam
pencegahan atau pengobatan penyakit maupun gejala penyakit.
- Untuk mendapatkan fitofarmaka yang dapat dipertanggung jawabkan keamanan
dan manfaatnya.
2.3 Tahap uji klinik pada manusia
Ada 4 fase yaitu:

Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat

Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas

Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2

Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek


samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik
fase 1-3

2.4 Tata Cara Menghasilkan Obat Tradisional


a.

Proses Pengambilan
Waktu terbaik untuk pengambillan daun dilakukan sewaktu

tanaman mulai berbunga.


Waktu terbaik untuk pengambillan buah sebaiknya buah yang

telah masak.

Waktu terbaik untuk pengambillan bunga sebaiknya bunga


diambil sebelum mekar atau setelah mekar sempurna.

Waktu terbaik untuk pengambillan umbi, rimpang, akar


sebaiknya diambil ketika proses pertumbuhannya sempurna.

b.

Proses Pembersihan dan Sterilisasi

Untuk menghasilkan bahan-bahan obat yang bebas dari bakteri, tanaman obat
terlebih dahulu harus dibersihkan dengan air bersih secara berulang ulang
agar debu, tanah, pasir dapat dihilangkan. Sterilisasi dilakukan melalui proses
perebusan.
c.

Proses Persiapan dan Pengeringan


Tanaman berkhasiat obat yang akan dipakai, setelah

dibersihkan dipotong-potong, agar saat perebusan zat-zat yang terkandung di


dalamnya akan mudah keluar dan meresap dalam air rebusan.
Proses pengeringan dilakukan dengan cara dijemur atau

diangin-anginkan.
Proses pengeringan tentu juga dapat dicampur dengan madu,

cuka beras ini dilakukan agar tanaman obat lebih berkhasiat dan efektif.
d.

Proses Formulasi, Preskripsi (Resep), dan Komposisi


Resep berat, digunakan jika daya kerja obat cepat serta

digunakan dosis yang cukup tinggi, selain itu memberikan efek penenang.
Resep ringan dikomposisikan jika obat memilki daya kerja

yang cenderung lambat dan mempunyai varietas yang sedikit serta memiliki
dosis yang rendah pula.
Resep lunak, dikomposisikan jika obat memiliki daya kerja

yang relative sedang.


Resep penting, digunakan jika obat memiliki daya kerja cepat

atau tinggi.

Resep kompleks, dikomposisikan atas perbedaan efek dan


sebagian besar digunakan untuk penyakit komplikatif.

Resep gabungan, diformulasikan untuk penggunan resep


yang mengkombinasikan lebih dari satu resep tanaman obat.

e.

Penggunaaan Air

Air yang digunakan dapat berupa air sumur, air dari mata air, air pegunungan, air
ledeng, dan sebagainya yang memenuhi kriteri sebagai air tawar bersih dan
tidak mengandung zat kimia atau zat yang lainya. Jangan menggunakan air
5

teh, softdrink, dan sebagainya untuk merebus .dalam merebus obat tergantung
pada penggunan bahan atatu tanaman obat yang digunakan, apakah dalam
keadaan kering atau dalam keadaan segar.
f.

Wadah Perebusan

wadah yang dipergunakan untuk merebus tanaman obat adalah pot keramik, pot
tanah, panci dan sebagainya. Jangan menggunakan panci yang terbuat dari
besi, almunium, atau kuningan Bila tanaman obat dimasak dalam panci yang
terbuat dari besi, almunium, atau kuningan, larutan zat tadi akan tercampur
kedalam air yang bisa menimbulkan racun sehingga menurunkan efektifitas
tanaman obat dalam mengobati penyakit.
g.

Cara Pemakaian
Pemakaian dalam, secara umum tumbuhan obat terlebih dahulu
dimasak atau direbus dan diperas sehingga terkumpul saripati tanaman yang
dapat digunakan sebagai obat.

Pemakaian luar untuk jangka panjang. Umtuk hal ini, biasanya


tanaman obat terlebih dahulu direndam dengan arak atau cuka sehingga dapat
memiliki khasiat yang efektif. Umumnya ditujukan umtuk para olahragawan,
atlet karateka, dan sebagainya.

Pemakaian luar. Tanaman obat yang digunakan untuk pengobatan


luar umumnya digiling, diparut, atau dijus untuk kemudian dioleskan pada
bagian yang sakit.

2.5 Perbedaan Fitofarmaka dengan obat yang lain


2.5.a Fitofarmaka
Fitofarmaka merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan
baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Salah satu syarat agar suatu calon
obat dapat dipakai dalam praktek kedokteran dan pelayanan kesehatan formal
6

(fitofarmaka) adalah jika bahan baku tersebut terbukti aman dan memberikan
manfaat klinik.
Syarat fitofarmaka yang lain Adalah :
Klaim khasiat dibuktikan secara Klinik
Menggunakan bahan baku terstandar
Memenuhi persyaratan mutu.
2.5.b Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT) merupakan sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan
bahan bakunya telah di standarisasi. OHT memiliki grade setingkat di bawah
fitofarmaka. OHT belum mengalami uji klinis, namun bahan bakunya telah
distandarisasi untuk menjaga konsistensi kualitas produknya. Uji praklinik dengan
hewan uji, meliputi uji khasiat dan uji manfaat, dan bahan bakunya telah
distandarisasi.
Kriteria Obat Herbal Terstandar Antara Lain :

Aman
Klaim Khasiat dibuktikan secara ilmiah atau pra-linik
Bahan baku yang digunakan telah mengalami Standarisasi
Memenuhi Persyaratan Mutu

2.5.c Jamu
Jamu adalah sediaan bahan alam yang khasiatnya belum dibuktikan secara
ilmiah, namun khasiat tersebut dipercaya oleh orang berdasarkan pengalaman
empiric. Dalam sediaan jamu, bahan baku yang digunakan pun belum mengalami
Standarisasi karena masih menggunakan seluruh Bagian.
Kriteria jamu antara lain adalah sebagai berikut :
Aman
Klaim Khasiat Dibuktikan Secara Empiris
7

Memenuhi Persyaratan Mutu


2.6 Bentuk Sediaan Fitofarmaka
1. Sediaan oral adalah penggunaan obat yang bertujuan untuk mendapatkan efek
sistemik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh.
a) Kapsul adalah Kapsul adalah bentuk sediaan obat yang terbungkus cangkang
kapsul, keras atau lunak.
Macam- macam kapsul :
1) Kapsul cangkang keras (capsulae durae, hard capsul), contohnya kapsul
tetrasiklin, kapsul kloramfenikol dan kapsul Sianokobalami
2) Kapsul cangkang lunak (capsulae molles, soft capsule), contohnya kapsul
minyak ikan dan kapsul vitamin
Komponen kapsul
1. Zat aktif obat
2. Cangkang kapsul
3. Zat tambahan
Bahan pengisi contohnya laktosa. Sedangkan untuk obat yang cenderung
mencair diberi bahan pengisi magnesium karbonat, kaolin atau magnesium oksida
atau silikon dioksida.
Bahan pelicin (magnesium stearat). ( Ilmu Resep,Hal : 54 )
b) Serbuk adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar. (FI IV, Hal : 14 )
Penggolongan :
1. Serbuk Terbagi (Pulveres) Ialah sediaan berbentuk serbuk yang dibagi-bagi
dalam bentuk bungkusan dalam kertas perkamen.
2. Serbuk Tak Terbagi (Pulvis) Ialah sediaan serbuk yang tidak terbagi dalam perresepannya.
3. Serbuk Tabur
Serbuk ringan untuk penggunaan topikal, dapat dikemas dalam wadah
yang bagian atasnya berlubang. Syarat : melewati ayakan mesh 100.( Ilmu
Resep,Hal : 39 )
c) Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi.( FI IV,hal : 4 )
d) Pil adalah suatu sedian berupa massa bulat mengandung satu atau lebih bahan
obat. Dalam buku ilmu meracik obat : Pil adalah suatu sedian yang berbentuk

bulat seperti kelereng mengandung satu atau lebih bahan obat.( FI IV,Hal : 23
)
Macam-macam sedian pil
a. Bolus
: beratnya lebih dari 300 mg
b.
Pil
: beratnya sekitar 60 300 mg
c. Granul : beratnya 1/3 1 grain (1 grain = 64,8 mg)
d.
Parvul : beratnya kurang dari 1/3 grain
e) Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau dari gula dengan atau
tanpa penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup yang mengandung
bahan pemberi rasa tapi tidak mengandung zat-zat obat dinamakan pembawa
bukan obat atau pembawa yang wangi atau harum (sirup). Beberapa sirup
bukan obat yang sebelumnya resmi antara lain: sirup aktasia, sirup cerri, sirup
coklat, sirup jeruk. Sirup ini dimaksudkan sebagai pembawa yang
memberikan rasa enak pada zat obat yang ditambahkan kemudian, baik dalam
peracikan resep secara mendadak atau dalam pembuatan formula standart
untuk sirup obat, yaitu sirup yang mengandung bahan terapeutik atau bahan
obat. ( FI III,Hal : 31 )
2.

Sediaan topikal adalah obat yang digunakan pada kulit yang dimaksudkan

untuk memperoleh efek pada kulit atau di dalam kulit


Salep adalah sediaan setengah padat untuk dipakai di kulit
Fungsi salep adalah :
1.
Pembawa obat untuk pengobatan kulit
2.
Pelumas pada kulit
3.
Pelindung terhadap rangsang pada kulit, bakteri dan alergen
Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung banyak air

Pasta adalah suatu salep yang mengandung serbuk yang banyak seperti
amilum dan ZnO. Bersifat pengering. Bahan dasar pasta yang sering dipakai
adalah: vaselin, lanolin, adeps lanae, Ungt. Simplex, minyak lemak dan
parafin liq. yang sudah atau belum bercampur dengan sabun. Kelompok
pertama dibuat dari gel fase tunggal mengandung air misalnya Nakarboksimetilselulosa (Na-CMC). Kelompok lain adalah pasta berlemak
misalnya pasta Zn-oksida, merupakan salep yang padat, kaku, tidak meleleh
pada suhu tubuh, berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang

diolesi. Pasta gigi digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir agar
memperoleh efek lokal (misal, pasta gigi triamsinolon asetonida

10

2.7 Produk Fitofarmaka


Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka
yang sudah beredar adalah :
1. Nodiar (anti diare) PT Kimia Farma (POM FF 031 500 361)
Komposisi :
Each Nodiar tablet contains :
Attapulgite ........... 300 mg
Psidii Folium Extract ......... 50 mg
Curcuma domestica Rhizoma Extract . 7.5 mg
Indikasi : diare yang tidak spesifik, Ekstrak Folium Psidii dikenal memiliki efek
farmakodinamik yang bekerja di otot polos usus. Attapulgite melindungi usus
dan menyerap racun bakteri dan juga meningkatkan konsistensi feses dengan
penyerapan cairan di lumen intestinals. Curcuma domestica Rhizoma bekerja
dengan efek sebagai anti spasmolytical non kompetitif antagonis pada reseptor
asetilkolin.
2. Rheumaneer (pengurang nyeri) PT. Nyonya Meneer (POM FF 032 300
351)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma...... 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak............. 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak.......... 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak.......... 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak........... 125 mg
indikasi: mebantu mengurangi nyeri persendian.

3. Stimuno (peningkat sistem imun) PT Dexa Medica (POM FF 041 300


411, POM FF 041 600 421)

11

STIMUNO adalah imunomodulator dari herbal alami membantu


meningkatkan daya tahan tubuh. Stimuno terdaftar sebagai FITOFARMAKA ,
dibuat dari ekstrak tanaman Phyllanthus niruri (meniran) yang terstandardisasi
dan telah melalui berbagai uji pre-klinik dan klinik. Sebagai imunomodulator
(pengatur sistem imun), Stimuno membantu merangsang tubuh memproduksi
lebih banyak antibodi dan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh agar daya tahan
tubuh bekerja optimal.
Komposisi : Tiap 5 ml Stimuno Sirup mengandung ekstrak Phyllanthus niruri 25
mg.
Tiap kapsul Stimuno mengandung Phyllanthus niruri 50 mg
Indikasi : Membantu memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh
Dosis :
Sirup untuk anak-anak usia 1 tahun ke atas
Anak : 3 kali sehari 1 sendok takar sirup (5 ml)
Kapsul untuk dewasa
Dewasa : 3 kali sehari 1 kapsul
Kemasan :
STIMUNO tersedia dalam bentuk sirup 60 ml dan 100 ml untuk anak-anak serta
dalam bentuk kapsul untuk dewasa
Nomor Registrasi :
Stimuno sirup 60 ml dan 100 ml : POM FF 041600421
Stimuno kapsul : POM FF 041300411

4. Tensigard Agromed (Anti hipertensi) PT Phapros ( POM FF 031 300 031,


POM FF 031 300 041)
Komposisi tiap kapsul berisi:

12

Ekstrak Apii herba................... 92mg


Ekstrak Orthosiphon folium...... 28mg
Indikasi : Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
obat ini gabungan dari komposisi daun kumis kucing dan daun seledri, disini yang
berperan sebagai agen penurun tekanan darah tinggi adalah extrak daun seledri,
sedangkan untuk daun kumis kucing (Orthosiphon Folium) lebih ke infeksi ginjal,
saluran kemih, dll.
Kontraindikasi :
hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam Tensigard
Dosis :
Dosis terapi: 3 x sehari 1 kapsul Dosis pemeliharaan: 2 x sehari 1 kapsul
Efek Samping :

sakit kepala

nausea

Kemasan :
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul
5.

X-Gra PT Phapros (aphrodisiac) (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300

02
Komposisi
Tiap kapsul berisi:
Ekstrak Ganoderma lucidum......... 150 mg
Ekstrak Eurycomae radix................ 50 mg
Ekstrak Ginseng............................. 30 mg
Ekstrak Retrofracti fructus............. 2,5 mg
Royal jelly........................................ 5 mg

13

Indikasi : Meningkatkan stamina dan kesegaran tubuh, membantu meningkatkan


stamina pria, membantu mengatasi disfungsi ereksi dan juga ejakulasi dini.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap bahan yang dikandung dalam X-gra,
kanker prostat, hipertensi berat dan gagal ginjal.
Dosis :
Sehari 2 kapsul diminum sebelum tidur secara rutin minimal selama 1 bulan.
Efek Samping :

karena berupa ekstrak alami X-gra sangat mudah ditoleransi

sangat jarang terjadi susah tidur dan nafsu makan meningkat

hasil uji klinis menyatakan tidak adanya efek samping.

Kemasan :
Doos isi 3 blister @ 10 kapsul Doos isi 4 catch cover @ 10 kapsul

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

14

1. Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku

b.
c.
2.
a.
b.
c.

serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ).


Jenis Uji Fitofarmaka
Uji Toksisitas
Uji Farmakodinamik/efek farmakologik
Uji klinik
Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :
Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam

d.
3.
a.
b.
c.
d.
e.

produk jadi
Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
produk- produk fitofarmaka
Nodiar
X-Gra
Stimuno
Tensigard Agromed
Rheumaneer

1.
a.

3.2 SARAN
Kami harap dengan makalah ini dapat memberikan informasi mengenai
fitofarmaka sehingga pembaca dan penulis dapat memanfaatkan obat-obat ini
untuk meningkatkan kwalitas kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 49, 2014-2015 IAI, Jakarta
Farmakope Indonesia, Edisi IV 1995, Jakarta: Depatemen kesehatan.
Drs.H.A.Syamsuni,Apt,2006,Ilmu
Resep,
Penerbit
Buku

Kedokteran,EGC,Jakarta
Sarmoko, 2009, Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT), dan Fitofarmaka,
Sukandar, E.Y., 203, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi (Industri-KlinikTeknologi Kesehatan), Orasi Ilmiah Dies Natalis Institut Teknologi Bandung
ke-45, Bandung.

15

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.


Nomor: HK.00.05.4.2411. Tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan
Penandaan Obat Bahan Alami Indonesia. 2004.

16

Anda mungkin juga menyukai